• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis - UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP NEGERI 5 PURWOKERTO MELALUI PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI NUMBERED HEAD TOGETHER - repository perpustak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis - UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP NEGERI 5 PURWOKERTO MELALUI PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI NUMBERED HEAD TOGETHER - repository perpustak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A.Deskripsi Konseptual

1. Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Ennis (1985) berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Menurut Johnson (2002) berpikir kritis merupakan proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Glaser (Fisher, 2007) mendefinisikan berfikir kritis sebagai: 1) Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, 2) Pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, 3) Semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara logis, reflektif, dan mendalam untuk mengidentifikasi, menggabungkan informasi, menerapkan konsep, memberikan kesimpulan dan menilai kebenaran suatu argumen dari permasalahan yang dihadapi.

(2)

menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan, 4) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber, 5) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi 6) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, 7) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, 8) membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya, 9) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, 10) mengidentifikasi asumsi, 11) memutuskan suatu tindakan, 12) berinteraksi dengan orang lain. Menurut Angelo (1995), yaitu: 1) analisis, 2) sintesis, 3) mengenal dan memecahkan masalah, 4) menyimpulkan, dan 5) evaluasi.

(3)

Berdasarkan uraian di atas maka indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Kemampuan Menganalisis

Menurut Suryosubroto (2009) menganalisis adalah menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian rupa sehingga tampak jelas susunan yang ada di dalamnya. Dalam penelitian ini kemampuan menganalisis yang dimaksud yaitu siswa dapat mengidentifikasi dan memberikan alasan yang logis.

b) Kemampuan Mensintesis

Menurut Suryosubroto (2009) mensintesis adalah menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian sedemikian rupa sehingga membentuk suatu keseluruhan yang utuh. Dalam penelitian ini, kemampuan mensintesis yang dimaksud yaitu siswa dapat menggabungkan informasi yang diperoleh dari suatu permasalahan.

c) Kemampuan Memecahkan Masalah

(4)

d) Kemampuan Menyimpulkan

Kemampuan menyimpulkan menurut Afrizon (2012) merupakan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi dan mengamankan informasi yang diperlukan untuk menggambarkan kesimpulan. Dalam penelitian ini, kemampuan menyimpulkan yang dimaksud siswa dapat memberikan kesimpulan atas suatu jawaban.

e) Kemampuan Mengevaluasi

Menurut Suryosubroto (2009) mengevaluasi adalah kemampuan untuk menetapkan nilai atau harga dari suatu bahan dan metode komunikasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, kemampuan mengevaluasi yang dimaksud siswa dapat menilai benar atau salah suatu argumen.

2. Problem Based Learning (PBL) a) Pengertian

Menurut Moffit (Rusman, 2012) mengemukakan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.

(5)

kehidupan sehari-hari siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi.

b) Langkah-langkah

Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) menurut Arends (2008) sebagai berikut :

Tabel 2.1Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)

Fase Aktivitas Guru

Fase 1 :

Mengorientasikan siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah Fase 2: menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses dan pemecahan masalah

Membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses yang mereka gunakan

c) Kelebihan dan kekurangan

Menurut Nata (2009) Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

 Kelebihan Problem Based Learning (PBL)

(6)

- Dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat kelak.

- Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses pembelajaran, para siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek.

 Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

- Sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir para siswa. Hal ini terjadi, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir para siswa.

- Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Hal ini terjadi antara lain karena dalam memecahkan masalah tersebut sering keluar dari konteksnya atau cara pemecahannya yang kurang efisien.

(7)

3. Numbered Head Together (NHT)

Menurut Trianto (2009) Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen, strategi ini akan melibatkan lebih banyak siswa untuk menelaah materi suatu pelajaran dan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap pelajaran. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang digunakan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Tujuan dari NHT adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk meningatkan kerjasama siswa, Numbered Head Together (NHT) juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

Menurut Trianto (2009) terdapat 4 tahap dalam Numbered Head Together (NHT) yaitu:

a) Fase 1 : Penomoran

Pada fase ini guru akan membagi siswa ke dalam kelompok, dalam kelompok tersebut terdiri dari 3-5 siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor dari 1 sampai 5.

b) Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan

(8)

c) Fase 3 : Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapat terhadap jawaban pertanyaan yang diberikan dalam kelompok masing-masing dan meyakinkan seluruh anggota dalam kelompoknya mengetahui jawabannya.

d) Fase 4 : Menjawab

Guru memanggil suatu nomor, siswa yang nomornya disebutkan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

4. Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Numbered Head Together (NHT)

(9)

Tabel 2.2 Penerapan Strategi Numbered Head Together (NHT) pada model Problem Based Learning (PBL).

Tahapan Kegiatan Guru

Mengorientasi siswa pada masalah

 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa.

 Guru menyampaikan model dan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran yaitu model PBL dan strategi NHT .

 Guru memberi motivasi dengan mengajukan pertanyaan.

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

 Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang heterogen, tiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa.

Penomoran: Guru membagi nomor kepala kepada setiap siswa.

Mengajukan Pertanyaan: Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok untuk dikerjakan.

Membimbing penyelidikan individu/kelompok

Berpikir bersama: Guru meminta siswa untuk terlibat aktif dan sama-sama berpikir untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan di Lembar Kerja Siswa (LKS).  Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai masalah yang diberikan dari berbagai sumber.

 Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan.

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya.

Menjawab: Guru memanggil salah satu nomor siswa pada setiap kelompok dan nomor yang dipanggil tersebut mempresentasikan hasil kerja sama mereka dalam memecahkan masalah.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

 Guru memberikan kepada siswa yang bernomor kepala sama tetapi kelompok berbeda untuk menanggapi hasil presentasi  Guru membantu siswa melakukan refleksi atau

evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

B.Penelitian Relevan

(10)

sebesar 64,96, dan pada siklus III sebesar 78,30. Selanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Wati (2015) bahwa model PBL dengan strategi problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Satu Atap Cimanggu, dengan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 54,86 pada siklus I, 69,2 pada siklus II, dan 84,6 pada siklus III.

Beberapa penelitian di atas relevan untuk dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti ingin memadukan antara model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Numbered Head Together (NHT) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

C.Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas terdapat beberapa masalah yang menjadi penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, antara lain: 1) Siswa merasa kesulitan dalam mengidentifikasi dan memberikan alasan yang logis, 2) Siswa belum mampu menggabungkan informasi yang diperoleh dari suatu permasalahan, 3) Siswa belum mampu menerapkan konsep-konsep kedalam permasalahan sehingga diperoleh sebuah hasil yang tepat, 4) Siswa belum mampu memberikan kesimpulan, 5) Siswa kesulitan dalam menilai benar atau salah suatu argumen.

(11)

menyisipkan tahap-tahap strategi Numbered Head Together (NHT). Pelaksanaan setiap tahap dijelaskan sebagai berikut:

Tahap I adalah mengorientasikan siswa pada masalah. Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, model dan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Guru juga memberikan motivasi kepada siswa dengan mengajukan pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari, sehingga siswa termotivasi untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang diberikan.

Tahap II adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Pada tahap ini, guru membentuk kelompok yang heterogen, tiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa dan masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan nomor kepala. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap kelompok untuk dikerjakan.

Tahap III adalah membimbing penyelidikan individu atau kelompok. Pada tahap ini guru meminta siswa untuk terlibat aktif dan sama-sama berpikir untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan di lembar kerja siswa (LKS), kemudian guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi dan memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Pada tahap ini, siswa akan terlibat aktif dan berpikir bersama dengan kelompoknya sehingga menemukan jawaban dari permasalahan yang diberikan sehingga dapat meningkatkan semua indikator kemampuan berpikir kritis siswa.

(12)

Kemudian guru memanggil salah satu nomor kepala siswa pada suatu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Tahap V adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap ini, setiap siswa yang bernomor kepala sama tetapi berbeda kelompok dengan yang mempresentasikan harus menanggapi hasil diskusi yang dipresentasikan sehingga dapat meningkatkan indikator kemampuan berpikir kritis yang pertama dan kelima yaitu menganalisis dan mengevaluasi.

D.Hipotesis Penelitian

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)
Tabel 2.2  Penerapan Strategi Numbered Head Together (NHT) pada

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulakan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis adalah kemampuan seseorang untuk mampu berfikir secara beralasan dan

Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah analisis kemampuan pemecahan masalah berdasarkan Adversity Quotient, dimana tingkatan Adversity Quotient

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) siswa kategori self- concept tinggi mampu menguasai lima indikator kemampuan berpikir kritis matematis siswa, yaitu kemampuan

Analisis data dilakukan dengan analisis varian (ANAVA). Hasil temuan ini menunjukkan: 1) Kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa

Selaras dengan pernyataan Wahidin (Mahanal, 2007) yang menyatakan bahwa salah satu keuntungan dari pembelajaran yang menekankan pada proses keterampilan

Akan tetapi, siswa yang memiliki Spiritual Quotient (SQ) rendah belum menguasai indikator berpikir kritis matematis yaitu bersikap dan berpikir terbuka dalam

Akan tetapi, siswa yang memiliki Spiritual Quotient (SQ) rendah belum menguasai indikator berpikir kritis matematis yaitu bersikap dan berpikir terbuka dalam

Maka dari itu penelitian ini dilakukan agar dapat melihat pengaruh penerapan model Probing Prompting dan Numbered Heads Together terhadap kemampuan berpikir kritis, serta melihat