• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan tata kelola lembaga dan peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan pemerintah, antara lain dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Memenuhi tuntutan peraturan di atas, Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 lebih lanjut merumuskan visi yang berbunyi “terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan indonesia cerdas komperhensif“, dengan misi 1) meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan; 2) memperluas keterjangkauan layanan pendidikan; 3) meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; 4) mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan ; 5) menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan. Mengacu pada visi dan misi tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai adalah : a) tersedia dan terjangkaunya layanan Paud yang berkualitas, b) tersedia, terjangkau dan terjaminnya kepastian memperoleh layanan pendidikan dasar berkualitas, c) tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan menengah yang berkualitas dan relevan, d) tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan tinggi berkualitas, relevan dan berdaya saing internasional, e) tersedianya sistem tata kelola yang handal.

Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi Kementerian Pendidikan Nasional tersebut, diperlukan program yang dapat dijadikan acuan (benchmark) oleh setiap penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan. Program kegiatan dimaksud meliputi kriteria yang esensial dari berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan melalui aktivitas yang memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kualitas kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu.

Direktorat Pembinaan SMA sebagai bagian integral dari Ditjen. Manajemen Dikdasmen, dituntut berperan dalam merealisasikan tujuan tersebut salah satunya melalui kebijakan membantu sekolah dalam mencapai atau memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Program tersebut pada dasarnya adalah program terpadu yang mengkaitkan antara kebijakan (BSNP), pelaksana kebijakan (sekolah), pendampingan dan pengembangan konsep implementasi (Dit. Pembinaan SMA), dukungan dan pembinaan dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Keterpaduan tersebut merupakan implementasi dari penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumberdaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah/madrasah yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri/standar nasional. Disamping itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong dan membantu satuan pendidikan formal dalam melakukan penjaminan mutu (quality assurance) agar memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, sehingga dapat dikategorikan ke dalam kategori mandiri/ standar nasional.

(2)

Program implementasi pencapaian SNP di satuan pendidikan yang dilakukan Direktorat Pembinaan SMA telah dilakukan dalam bentuk program Rintisan Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional (RSKMSKM/RSSN) yang bertujuan :(1) mendorong sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan agar mencapai kondisi memenuhi/hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan, (2) memberikan arahan upaya-upaya yang harus dilakukan sekolah untuk dapat memenuhi/hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan, (3) memberikan pendampingan kepada sekolah untuk mewujudkan Sekolah Kategori Mandiri dalam kurun waktu tertentu, (4) menjalin kerjasama dan meningkatkan peran serta stakeholders pendidikan di SMA baik ditingkat pusat dan daerah dalam mengembangkan SMA Kategori Mandiri, dan (5) mendapatkan model/rujukan SMA Kategori Mandiri.

Untuk mendukung program tersebut Dit. Pembinaan SMA telah menyiapkan kebijakan, panduan/pedoman, dan sumberdaya manusia melalui berbagai kegiatan seperti penyiapan perangkat pendukung; TOT tim verifikasi; sosialisasi, koordinasi dan sinkronisasi program rintisan SKM; asistensi, pemberian dana bantuan block grant RSKM/RSSN, dan supervisi serta evaluasi pelaksanaan RSKM/RSSN. Berkaitan dengan program tersebut, Direktorat Pembinaan SMA secara khusus melakukan pembinaan terhadap 441 SMA sebagai rintisan RSKM/RSSN yang pertama sejak tahun 2007 sampai dengan 2009.

Dari hasil kegiatan asistensi maupun supervisi dan evaluasi yang telah dilakukan direktorat Pembinaan SMA, diperoleh fakta antara lain (1) pencapaian SNP melalui program rintisan SKM/SSN masih sangat tergantung pada kemauan, dukungan dan kemampuan sekolah, (2) masih kurangnya kemampuan pemerintah untuk mendukung pencapaian SNP, (3) pembinaan sekolah secara langsung yang dilakukan pemerintah daerah masih kurang. Padahal sekolah berkewajiban memenuhi SNP paling lambat tujuh tahun sejak diberlakukannya PP Nomor 19 tahun 2005.

Sebagai respon atas temuan tersebut, maka dalam upaya memacu sekolah (customer satisfaction) untuk mencapai atau memenuhi SNP melalui program dan pelaksanaan RSKM, maka Direktorat Pembinaan SMA menyusun petunjuk penyelenggaraan SKM agar pelaksanaannya dapat berjalan secara sistematis dan kontinyu.

B. LANDASAN HUKUM

Landasan hukum penyelenggaraan SKM di SMA sebagai berikut :

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

3. Peraturan Pemerintah 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi 5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar

Kompetensi Lulusan

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 dan Nomor 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

7. Permendiknas Nomor 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 dan Permendiknas Nomor 23 tahun 2006

8. Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Ditjen Mandikdasmen

(3)

10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah

11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

12. Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan

13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan (lampiran, bagian b Nomor1)

14. Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan

15. Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

16. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses

17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah

18. Permendiknas Nomor 69 tahun 2009 tentang Standar Pembiayaan

19. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

20. Peraturan Daerah setempat yang berkaitan dengan pendidikan.

C. LANDASAN OPERASIONAL

Landasan operasional penyelenggaraan SKM di SMA sebagai berikut :

1. Pada penjelasan pasal 11 ayat 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 (PP 19 tahun 2005) tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa sekolah/madrasah berkategori mandiri (SKM), yaitu sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan, harus menerapkan SKS, sedangkan sekolah kategori standar dapat menggunakan kurikulum sistem paket atau SKS. Disebutkan pula bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi satuan pendidikan yang berupaya menerapkan sistem kredit semester, karena sistem ini lebih mengakomodasi bakat, minat, dan kemampuan peserta didik

2. Penjelasan PP Nomor 19 tahun 2005 Ayat 2 dan Ayat 3 menyebutkan bahwa dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/ madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa kategori SKM didasarkan pada terpenuhinya delapan Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan)

3. Kewajiban satuan pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, Pasal 94, Butir b) paling lambat 7 (tujuh) tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah tersebut mencakup 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yaitu Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan serta Standar Penilaian

4. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Bab I Pasal 1 butir 5)

(4)

5. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Bab I Pasal 1 butir 4)

6. Standar proses adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan Pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PP 19 tahun 2005, Pasal 1 butir 6)

7. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (PP 19 tahun 2005, Pasal 1 butir 7)

8. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (PP 19 tahun 2005, Pasal 1 butir 8)

9. Standar Pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Bab I, Pasal 1, butir 9)

10. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Bab I, Pasal 1, butir 10)

11. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik (PP Nomor 19 tahun 2005 Bab 1, Pasal 1, butir 11)

D. LANDASAN EMPIRIS

Pada pelaksanaan Program RSKM/RSSN sejak tahun 2007 pada 441 sekolah, tahun 2008 pada 2465 sekolah dan tahun 2009 pada 3252 sekolah ditemukan bahwa dari 170 SMA yang disupervisi hanya beberapa sekolah yang sudah siap untuk menjadi SKM/SSN, lebih banyak berada pada standar III.

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksanaanya masih ditemukan adanya kendala-kendala yang menghambat terhadap pencapaian SNP tersebut,antara lain (1) Sekolah belum memiliki maupun menyusun panduan pelaksanaan RSKM, (2) implementasi program SKM masih banyak yang hanya mengacu pada program yang dibiayai dana block grant saja, (3) sekolah masih memiliki kesulitan dalam menentukan prioritas program SKM untuk mencapai SNP, (4) strategi pencapaian SNP masih bervariasi, tergantung pada kesiapan dan kemampuan sumberdaya di sekolah, (4) pelaksana RSKM belum mampu mencapai setiap SNP seperti tertuang dalam profil SKM.

E. TUJUAN

Tujuan penyusunan panduan penyelenggaraan SKM ini adalah : 1. Memberikan pemahaman/persepsi yang sama tentang SKM

2. Memberikan gambaran tentang analisis pencapaian Standar Nasional Pendidikan dan strategi penyelenggaraan SKM

3. Sebagai panduan bagi sekolah dalam melaksanakan program SKM

4. Sebagai panduan bagi para pembina dalam melakukan pembinaan dan pengendalian SKM

5. Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah dalam membantu sekolah memenuhi SNP

(5)

F. HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari penyusunan panduan penyelenggaran SKM antara lain :

1. Penyelenggara SKM memiliki pemahaman yang menyeluruh dan terpadu tentang SKM

2. Penyelenggara SKM memiliki gambaran tentang cara menganalisis Standar Nasional Pendidikan dan strategi penyelenggaraannya

3. Sekolah memiliki panduan untuk menyelenggarakan program SKM

4. Dapat menjadi panduan bagi para pembina dalam melakukan pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan SKM

5. Dapat menjadi acuan bagi masyarakat dan pemerintah daerah dalm membantu sekolah memenuhi SNP

G. SASARAN

Sasaran penyusunan panduan penyelenggaraan SKM ini adalah :

1. Sekolah penyelenggara SKM

2. Pelaksana program SKM yang melibatkan : a. Kepala Sekolah

b. Tim Pengembang Kurikulum Sekolah c. Tim SKM

d. Dewan Pendidik (Dewan Guru)

e. Guru dan atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran f. Tata Usaha

g. Pengawas Sekolah h. Komite Sekolah i. Narasumber

(6)

BAB II

ANALISIS PENCAPAIAN SNP

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, atau menguraikan suatu pokok atas berbagai bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (kamus besar bahasa Indonesia, 2008). Dengan kata lain analisis adalah kegiatan memperhatikan, mengamati dan memecahkan sesuatu (mencari jalan keluar) yang dilakukan oleh seseorang. Sedangkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP Nomor 19 Tahun 2005 Bab I, Pasal 1, butir 1).

Dapat dikemukakan berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud dengan analisis pencapaian SNP adalah kegiatan untuk menguraikan,mengidentifikasi antara keadaan sebenarnya atau kondisi nyata di sekolah dengan kondisi ideal yang merupakan kriteria minimal sebagaimana terdapat pada SNP.

Analisis pencapaian SNP dalam melaksanakan program SKM di sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan (a) inventarisasi kondisi satuan pendidikan, (b) inventarisasi kondisi eksternal, (c) analisis 8 SNP, (d) analisis Kesenjangan antara tuntutan pencapaian SNP dengan kondisi nyata, serta (e) menyusun prioritas pencapaian SNP. Masing-masing kegiatan dimaksud diuraikan berikut ini.

A. INVENTARISASI KONDISI SATUAN PENDIDIKAN

Inventarisasi kondisi adalah proses pengumpulan, mencatat data dan informasi pendukung tentang suatu kondisi yang dialami. Sedangkan Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. (UU Nomor 20 tahun 2003 Bab I, Pasal 1, butir 10). Inventarisasi kondisi satuan pendidikan yang dimaksudkan adalah proses pengumpulan data tentang kondisi nyata yang ada di sekolah yang meliputi :

No Komponen Aspek

1. Standar isi 1. Kepemilikan dokumen KTSP 2. komponen KTSP

3. Penyusunan/pengembangan silabus 2. SKL 1. Kriteria ketuntasan minimal

2. kriteria kelulusan

3. Standar Proses 1. Penyiapan perangkat pembelajaran 2. proses pembelajaran

3. pengawasan pembelajaran 4. Standar Pendidik dan

Kependidikan 1.2. Kualifikasi akademik tenaga pendidik Tenaga kependidikan 5. Standar Sarana 1. Satuan pendidikan

2. Lahan 3. Bangunan gedung 4. Ruang kelas 5. Ruang perpustakaan 6. Laboratorium Biologi 7. Laboratorium Fisika 8. Laboratorium Kimia 9. Laboratorium Komputer

(7)

No Komponen Aspek 10. Laboratorium Bahasa

11. Ruang pimpinan 12. Ruang guru 13. Ruang tata usaha 14. Tempat beribadah 15. Ruang konseling 16. Ruang UKS

17. Ruang organisasi kesiswaan 18. Jamban

19. Gudang 20. Ruang sirkulasi

21. Tempat bermain/berolahraga

6 Standar Pengelolaan 1. Perencanaan program, dengan indikator 2. Pelaksanaan pengembangan pedoman sekolah

3. Pelaksanaan pengembangan struktur organisasi sekolah 4. Pelaksanaan kegiatan sekolah

5. Pelaksanaan rencana kerja bidang kesiswaan 6. Pelaksanaan rencana kerja kurikulum dan kegiatan

pembelajaran

7. Pelaksanaan rencana kerja bidang pendidik dan tenaga kependidikan

8. Pelaksanaan rencana kerja bidang sarana dan prasarana 9. Pengelolaan pembiayaan

10. Pelaksanaan rencana kerja budaya dan lingkungan sekolah

11. Pelaksanaan peran serta masyarakat dan kemitraan 12. Pengawasan

13. Evaluasi

14. Kegiatan akreditasi 15. Struktur kepemimpinan 16. Sistem Informasi Manajemen 7 Standar Pembiayaan 1. Rancangan biaya operasional 2. Sumber-sumber pembiayaan

3. Program dan upaya sekolah menggali dan mengelola, serta memanfaatkan dana

8 Standar Penilaian 1. Perangkat penilaian 2. Pelaksanaan penilaian 3. Hasil penilaian

Hasil inventarisasi kondisi tersebut dapat digunakan untuk menyusun rencana kerja sekolah atau program kerja sekolah dalam memenuhi atau mencapai Standar Nasional Pendidikan.

Untuk melakukan inventarisasi kondisi satuan pendidikan, prosedur kerja yang dapat ditempuh adalah :

1. Kepala sekolah membentuk tim kerja, minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota dengan persyaratan mengetahui dan menguasai kondisi sekolah serta mampu mengoperasikan komputer

2. Kepala Sekolah memberikan tugas masing-masing tim kerja dalam

menginventarisasi kondisi sekolah, mencakup pembagian tugas untuk tiap komponen dan aspek yang perlu diinventarisasi

3. Kepala Sekolah memberi arahan teknis tentang cara menginventaris, sasaran inventarisasi, penulisan hasil inventarisasi

4. Tim kerja menyusun perencanaan dan jadwal, yang meliputi waktu pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan,sumber data/informan pendukung, hasil inventarisasi dan kegiatan tindaklanjut

5. Tim kerja membagi tugas untuk melakukan inventarisasi terhadap kondisi satuan pendidikan yang meliputi kondisi setiap Standar dalam SNP, setiap komponen,

(8)

aspek dan indikator yang akan dicapai menggunakan instrumen inventarisasi kondisi satuan pendidikan yang telah disusun direktorat pembinaan SMA

6. Tim kerja menginventarisasi tentang kondisi satuan pendidikan yang meliputi kondisi komponen, aspek dan indikator dari setiap SNP yang akan dicapai dengan acuan kondisi pada skor :

0 = apabila kondisi tidak ada atau tidak

1 = ada atau tersedia tetapi belum lengkap atau belum sesuai 2 = ada atau tersedia dan kondisinya lengkap atau sesuai

7. Kepala sekolah, tim kerja dan komite sekolah bersama-sama mereviu (mengecek kembali tiap komponen, aspek dan indikator serta mendiskusikan), merevisi (memperbaiki tiap aspek dan indikator yang masih keliru atas hasil inevntarisasi) 8. Tim kerja melakukan finalisasi (membahas bersama tim hasil tiap aspek dan

indikator yang telah direview dan direvisi), kemudian menyusun laporan akhir hasil inventarisasi kondisi

9. Kepala sekolah menandatangani hasil inventarisasi kondisi satuan pendidikan 10. Tim kerja mendokumentasikan dan menggandakan hasil sesuai keperluan Prosedur kerja diatas dapat disederhanakan dalam bentuk alur sebagai berikut :

Input Proses Output

Kepala sekolah Tim Kerja Komite Sekolah • Membentuk tim kerja • Memberi tugas tim kerja • Memberi arahan teknis

Untuk melengkapi hasil inventarisasi kondisi satuan pendidikan menjadi lebih reliabel, maka sekolah dapat menindaklanjuti dengan melakukan analisis kondisi satuan pendidikan menggunakan ‘juknis analisis satuan pendidikan’ yang diterbitkan Direktorat Pembinaan SMA yang memuat tentang kondisi peserta didik, kondisi pendidik dan tenaga kependidikan, kondisi sarana prasarana sekolah, kondisi program sekolah serta pembiayaan sekolah. Menyusun rencana & Jadwal Membagi tugas Menginventarisasi kondisi

Mereview, dan merevisi, hasil inventarisasi

Finalisasi dan Laporan Mendokumenkan Menggandakan Hasil Inventarisasi kondisi satpen Menandatangani • PP 19/ 2003 • 8 SNP sesuai tidak ya

(9)

B. INVENTARISASI KONDISI EKSTERNAL

Inventarisasi kondisi eksternal adalah proses pengumpulan, mencatat data dan informasi pendukung tentang kondisi yang berada di luar sekolah. Dalam hal ini kondisi ekternal yang dimaksud adalah kondisi di luar sekolah yang mendukung prgram sekolah dalam mencapai atau memenuhi SNP. Inventarisasi kondisi ekternal difokuskan pada kegiatan untuk memperoleh data, informasi tentang peluang, tantangan, dan rencana tindak lanjut, dengan subyek peran dan fungsi komite sekolah, peran dan fungsi dewan pendidikan, kewenangan dan kebijakan dinas pendidikan, bentuk kerjasama dan daya dukung asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, potensi dan pemanfaatan sumber daya alam serta sosial budaya.

Komite Sekolah adalah Badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu, pemerataan, dan efiensi pengelolaan pendidikan di Satuan Pendidikan.(Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Lampiran II. Butir A.I.1). Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efiensi pengelolaan pendidikan di Kabupaten/Kota. (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Lampiran I. Butir A.I.1). Asosiasi profesi adalah perkumpulan orang yang memiliki profesi yang sama dan mempunyai kepentingan yang sama pula (kamus besar bahasa Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2008).

Hasil inventarisasi kondisi eksternal tersebut dapat digunakan untuk menyusun rencana kerja sekolah atau program kerja sekolah dalam memenuhi atau mencapai Standar Nasional Pendidikan.

Untuk melakukan inventarisasi kondisi eksternal, prosedur kerja yang dapat ditempuh adalah :

1. Kepala sekolah membentuk tim kerja, minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota dengan persyaratan mengetahui dan menguasai kondisi eksternal serta mampu mengoperasikan komputer

2. Kepala Sekolah memberikan tugas masing-masing tim kerja untuk melakukan inventarisasi kondisi eksternal, mencakup pembagian tugas untuk tiap subyek/ sasaran, yaitu peran dan fungsi komite sekolah, peran dan fungsi dewan pendidikan, kewenangan dan kebijakan dinas pendidikan, bentuk kerjasama dan daya dukung asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, potensi dan pemanfaatan sumberdaya alam serta sosial budaya

3. Tim kerja menyusun perencanaan dan jadwal, yang meliputi waktu pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan,sumber data/informan pendukung, hasil inventarisasi dan kegiatan tindaklanjut

4. Tim kerja membagi tugas untuk melakukan inventarisasi terhadap kondisi ekternal yang meliputi peluang, tantangan, dan rencana tindak lanjut

5. Tim kerja menginventarisasi tentang kondisi eksternal peluang, tantangan, dan rencana tindak lanjut dengan subyek/sasaran peran dan fungsi komite sekolah, peran dan fungsi dewan pendidikan, kewenangan dan kebijakan dinas pendidikan, bentuk kerjasama dan daya dukung asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, potensi dan pemanfaatan sumber daya alam serta sosial budaya

6. Kepala sekolah, tim kerja dan komite sekolah bersama-sama mereviu (mengecek kembali peluang, tantangan, dan rencana tindak lanjut), merevisi (memperbaiki tiap peluang, tantangan, dan rencana tindak lanjut atas hasil inventarisasi)

7. Tim kerja melakukan finalisasi (membahas bersama tim hasil peluang, tantangan, dan rencana tindak lanjut), kemudian menyusun laporan akhir hasil inventarisasi kondisi

8. Kepala sekolah menandatangani hasil inventarisasi kondisi satuan pendidikan 9. Tim kerja mendokumentasikan dan menggandakan hasil sesuai keperluan

(10)

Prosedur kerja diatas dapat disederhanakan dalam bentuk alur sebagai berikut :

Input Proses Output

Kepala sekolah Tim Kerja Komite Sekolah • Membentuk tim kerja • Memberi tugas tim kerja • Memberi arahan teknis

Untuk melengkapi hasil inventarisasi kondisi eksternal menjadi lebih lengkap, maka sekolah dapat menindaklanjuti dengan melakukan analisis lingkungan satuan pendidikan menggunakan ‘juknis analisis lingkungan satuan pendidikan’ yang diterbitkan Direktorat Pembinaan SMA yang memuat tentang peran, fungsi dan daya dukung dari komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri, dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.

C. ANALISIS 8 SNP

Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.

Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan : (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan; (5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan

Menyusun rencana & Jadwal

Membagi tugas Menginventarisasi

kondisi

Mereview, dan merevisi, hasil inventarisasi

Finalisasi dan Laporan Mendokumenkan Menggandakan Hasil Inventarisasi kondisi eksternal Menandatangani • Komite sekolah • Dewan Pendidik an • Dinas Pendidik an • Asosiasi profesi • Dunia industri • Dunia kerja • SDA • Sosial budaya sesuai tidak ya

(11)

(7) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.

Agar kriteria penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dijelaskan di atas dapat terwujud, maka perlu dilakukan analisis 8 Standar Nasional Pendidikan. Analsis SNP adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menguraikan esensi pokok dari setiap standar dan keterkaitan/hubungan substansial antarstandar, selanjutnya dijadikan acuan dalam penyusunan dan pengembangan program kerja sesuai dengan tuntutan tiap Standar Nasional Pendidikan.

Analisis SNP meliputi analisis (a) Standar Isi yang mencakup tujuan, ruang lingkup, dan SK-KD, (b) SKL mencakup SKL satuan pendidikan, SKL kelompok mata pelajaran, dan SKL mata pelajaran, (c) Standar Proses mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pengawasan proses pembelajaran, (d) Standar Pengelolaan mencakup perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi manajemen, (e) Standar sarana dan prasarana mencakup kondisi satuan pendidikan, kondisi lahan, kondisi bangunan gedung, dan kondisi kelengkapan prasarana dan sarana, (f) Standar Pendidik dan kependidikan mencakup kompetensi pendidik, terdiri dari kualifikasi akademik dan standar kompetensi guru, kompetensi tenaga kependidikan, terdiri dari kualifikasi tenaga kependidikan dan standar kompetensi tenaga kependidikan, (g) Standar Pembiayaan mencakup biaya investasi, biaya operasi, biaya personal, dan standar biaya operasi nonpersonalia, (h) Standar Penilaian mencakup mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian.

Untuk melakukan analisis 8 SNP , prosedur kerja yang dapat ditempuh adalah :

1. Kepala sekolah membentuk tim kerja, minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota dengan persyaratan mengetahui dan menguasai kondisi eksternal serta mampu mengoperasikan komputer

2. Kepala Sekolah memberikan tugas masing-masing tim kerja dalam menganalisis 8 SNP, mencakup pembagian tugas untuk tiap standar, yaitu Standar Isi, SKL, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar sarana dan prasarana, Standar Pendidik dan kependidikan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian

3. Tim kerja menyusun perencanaan dan jadwal, yang meliputi waktu pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan,sumber data/informan pendukung, hasil inventarisasi dan kegiatan tindaklanjut

4. Tim kerja membagi tugas untuk melakukan analisis terhadap 8 SNP yang mencakup esensi tiap standar dan keterkaitan substansi antar standar

5. Tim kerja menganalisis 8 SNP tentang esensi tiap standar dan keterkaitan substansi antar standar sesuai dengan pembagian tugas masing-masing

6. Kepala sekolah, tim kerja dan komite sekolah bersama-sama mereviu (mengecek kembali esensi tiap standar nasional pendidikan dan keterkaitan substansi antar standar

7. Tim kerja melakukan finalisasi (membahas bersama tim hasil tentang esensi tiap standar dan keterkaitan tiap standar, kemudian menyusun laporan akhir hasil inventarisasi kondisi

8. Kepala sekolah menandatangani hasil analisis 8 Standar Nasional Pendidikan 9. Tim kerja mendokumentasikan dan menggandakan hasil sesuai keperluan Prosedur kerja diatas dapat disederhanakan dalam bentuk alur sebagai berikut :

(12)

Input Proses Output Kepala sekolah Tim Kerja Komite

Sekolah • Membentuk tim kerja • Memberi tugas tim kerja • Memberi arahan teknis

D. ANALISIS KESENJANGAN ANTARA TUNTUTAN PENCAPAIAN SNP DENGAN KONDISI NYATA

Kesenjangan adalah selisih atau perbedaan mendasar antara kondisi seharusnya dengan kondisi yang ada (MDJ Al-Barry,dkk.1996). Kesenjangan adalah selisih atau perbedaan mendasar antara kondisi yang ideal atau seharusnya dengan kondisi nyata yang dialami. Kesenjangan yang dimaksud disini adalah kesenjangan yang ada antara kondisi nyata dari satuan pendidikan dengan kondisi yang ideal atau seharunya sebagimana yang terdapat pada 8 Standar Nasional Pendidikan.

Penyusunan analisis kesenjangan antara tuntutan SNP dengan kondisi nyata di sekolah dimaksudkan untuk mengidentifikasi kondisi, kemampuan, keadaan dari suatu sekolah dibadingkan dengan kondisi seharusnya yang dituntut dalam 8 Standar Nasional Pendidikan. Hasil analisi kesejangan tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun prioritas program pencapaian SNP, mengetahui ketercapaian 8 SNP, mengukur tingkat kesiapan sekolah untuk mencapai 8 SNP, memetakan kondisi nyata dengan tuntutan 8 SNP, dan menentukan tindaklanjut atau langkah-langkah yang efektif untuk memenuhi 8 SNP berdasarkan kondisi nyata sekolah.

Untuk melakukan analisis kesenjangan antara tuntutan pencapaian 8 SNP dengan kondisi nyata, dapat dilakukan dengan menempuh prosedur kerja sebagai berikut :

1. Kepala sekolah membentuk tim kerja, minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota dengan persyaratan mengetahui dan menguasai kondisi eksternal serta mampu mengoperasikan komputer

2. Kepala Sekolah memberikan tugas masing-masing tim kerja dalam menganalisis kesenjangan antara tuntutan 8 SNP dengan kondisi nyata, mencakup kondisi idel

Menyusun rencana & Jadwal

Membagi tugas Menginventarisasi

kondisi

Mereview, dan merevisi, hasil inventarisasi

Finalisasi dan Laporan Mendokumenkan Menggandakan Hasil Analisis 8 SNP Menandatangani • SI • SKL • S. Proses • S. Pengelo laan • S. Dik & Tendiak • S. Sarpras • S. Pembiaya an • S. Penilaian sesuai tidak ya

(13)

sesuai SNP, kondisi riil yang ada di sekolah, kesenjangan antara tuntutan SNP dengan kondisi ideal, rencana tindak lanjut untuk mengatasi kesenjangan

3. Tim kerja menyusun perencanaan dan jadwal, yang meliputi waktu pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan, sumber data/informan pendukung, hasil analisi kesenjangan dan rencana tindaklanjut

4. Tim kerja membagi tugas untuk melakukan analisis kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi nyata dengan mengacu pada 8 SNP

5. Tim kerja menganalisis kesenjangan dalam bentuk deskripsi tentang kondisi idel sesuai SNP, kondisi riil yang ada di sekolah, kesenjangan antara tuntutan SNP dengan kondisi ideal, rencana tindak lanjut untuk mengatasi kesenjangan

6. Kepala sekolah, tim kerja dan komite sekolah bersama-sama mereviu (mengecek kembali kondisi ideal dan kondisi riil, kesenjangan yang ada serta rencana tindaklanjut mengacu pada SNP)

7. Tim kerja melakukan finalisasi (membahas bersama tim hasil tentang analisis kesenjnagan, kemudian menyusun laporan akhir hasil inventarisasi kondisi

8. Kepala sekolah menandatangani hasil analisis kesenjangan antara tuntutan pencapaian SNP dengan kondisi nyata

9. Tim kerja mendokumentasikan dan menggandakan hasil sesuai keperluan Prosedur kerja diatas dapat disederhanakan dalam bentuk alur sebagai berikut :

Input Proses Output

Kepala sekolah Tim Kerja Komite Sekolah

• Membentuk tim kerja • Memberi tugas tim kerja • Memberi arahan teknis

Untuk melengkapi hasil analisis kesenjangan antara tuntutan pencapaian SNP dengan kondisi nyata, maka sekolah dapat menindaklanjuti dengan melakukan analisis kondisi satuan pendidikan menggunakan ‘juknis analisis satuan pendidikan’ yang diterbitkan Direktorat Pembinaan SMA yang memuat tentang kondisi peserta didik, kondisi pendidik dan tenaga kependidikan, kondisi sarana prasarana sekolah, kondisi program sekolah serta pembiayaan sekolah.

Menyusun rencana & Jadwal

Membagi tugas Menginventarisasi

kondisi

Mereview, dan erevisi, hasil inventarisasi

Finalisasi dan Laporan

Mendokumenkan

Menggandakan Hasil Analisis kesenjangan Menandatangani • Tuntutan SNP • Kondisi nyata sekolah sesuai tidak ya

(14)

E. PRIORITAS PENCAPAIAN SNP

Kata prioritas dalam kamus modern dan populer (MDJ Al Barry,dkk, 1996 bermakna hak istimewa, yang paling diutamakan atau didahulukan dari yang lain. Jadi prioritas pencapaian SNP dimaksudkan adalah program atau pkegiatan pencapaian SNP yang diutamakan dari pencapaian yang lain yang disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan sekolah, apabila memang belum mampu memenuhi atau mencapai SNP.

Tujuan penyusunan prioritas pencapaian SNP adalah untuk mengidentifikasi berbagai program/kegiatan dalam memenuhi SNP serta menata secara sistematis tahapan pencapaian 8 SNP di sekolah berdasarkan kesenjangan antara kondisi ideal sesuai SNP dengan kondisi nyata yang ada di sekolah. Hasil penyusunan prioritas pencapaian SNP berfungsi sebagai kontrol atau kendali penyusunan dan pelaksanaan program dalam memenuhi SNP sesuai dengan kesiapan dan kondisi daya dukung di sekolah. Dengan kata lain pemenuhan SNP menuju SMA dengan kategori mandiri (SKM) dapat dilakukan secara bertahap. Pentahapan itu dilaksanakan harus didasarkan pada skala prioritas yang diperoleh dari hasil analisis kondisi, yang merupakan kesenjangan antara kondisi saat ini dengan masing–masing SNP. Tetapi meskipun demikian, Standar Isi, Standar Kelulusan, Standar Proses, harus merupakan prioritas utama dalam implementasinya. Sekolah harus melaksanakan ini dan dapat dilakukan tanpa menunggu bantuan yang lain, seperti standar sarana-prasarana dan standar pembiayaan.

Tahapan prioritas juga tidak terbatas pada komponen yang memiliki kesenjangan saja, tetapi harus juga difokuskan kepada standar yang telah memenuhi/hampir memenuhi SNP, terutama untuk pencapain Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pengelolaan, dan Standar Penilaian. Kelima standar ini merupakan standar yang wajib dilakukan oleh setiap sekolah dengan atau tanpa bantuan.

Standar Sarana dan Prasarana, dan Standar Pembiayaan merupakan urutan prioritas yang dapat di laksanakan belakangan. Hal ini disebabkan bahwa kedua standar ini merupakan standar yang sulit dicapai karena berhubungan dengan pendanaan yang disediakan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, ataupun kesanggupan dukungan dan partisipasi orang tua/masyarakat. Fokus dari standar ini lebih kearah pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada, serta pengelolaan pendanaan sesuai dengan kemampuan masing–masing sekolah.

Untuk melakukan penyusunan prioritas pencapaian SNP, dapat menempuh prosedur kerja sebagai berikut :

1. Kepala sekolah membentuk tim kerja, minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota dengan persyaratan mengetahui dan menguasai kondisi eksternal serta mampu mengoperasikan komputer

2. Kepala Sekolah memberikan tugas masing-masing tim kerja untuk memetakan prioritas pencapaian SNP berdasarkan kesenjangan antara tuntutan 8 SNP dengan kondisi nyata, kemudian menyusun prioritas pencapaian SNP sesuai dengan rencana tindak lanjut yang disusun sebelumnya

3. Tim kerja menyusun perencanaan dan jadwal, yang meliputi waktu pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan, sumber data/informan pendukung, rencana tindaklanjut dan program prioritas pencapaian SNP

4. Tim kerja membagi tugas untuk menyusun rencana tindaklanjut dan prioritas pencapaian SNP mengacu pada hasil kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi nyata dengan mengacu pada 8 SNP

5. Tim kerja menyusun program prioritas pencapaian 8 SNP berdasarkan kebutuhan, urgensi, kemampuan sekolah

6. Kepala sekolah, tim kerja dan komite sekolah bersama-sama mereviu (mengecek kembali rencana tindaklanjut dan prioritas pencapaian SNP)

(15)

8. Kepala sekolah menandatangani hasil analisis kesenjangan antara tuntutan pencapaian SNP dengan kondisi nyata

9. Tim kerja mendokumentasikan dan menggandakan hasil sesuai keperluan Prosedur kerja diatas dapat disederhanakan dalam bentuk alur sebagai berikut :

Input Proses Output

Kepala sekolah Tim Kerja Komite Sekolah • Membentuk tim kerja • Memberi tugas tim kerja • Memberi arahan teknis Menyusun rencana & Jadwal Membagi tugas Menginventarisasi kondisi

Mereview, dan merevisi, hasil inventarisasi

Finalisasi dan Laporan Mendokumenkan Menggandakan Program Prioritas pencapaian 8 SNP Menandatangani • Hasil analisis kesenjang an • SNP • Kondisi Nyata • Rencana Tindak lanjut sesuai tidak ya

(16)

BAB III

STRATEGI PENYELENGGARAAN SKM

A. PENGERTIAN STRATEGI PENYELENGGARAAN

Strategi merupakan kebutuhan dasar bagi setiap organisasi, tanpa strategi visi dan misi yang sudah disusun sedemikian rupa sulit untuk bisa di wujudkan. Selain sebagai acuan bagi penentuan taktik dalam melaksanakan suatu kegiatan, strategi bertujuan untuk mempertahankan atau mencapai suatu posisi keunggulan. Hal ini berlaku pula bagi organisasi pendidikan, rencana atau program sekolah dalam pemenuhan 8 SNP akan tercapai jika kepala sekolah sebagai pimpinan pada tingkat satuan pendidikan, secara kolektif bersama para pembantunya dapat memilih strategi yang tepat dalam pelaksanaan seluruh program sekolah. Strategi ini harus didasarkan kepada hasil analisis kesenjangan antara posisi organisasi masa kini dan posisi organisasi yang diinginkan. Richard Vancil dalam Nisjar dan Winardi (1997:95) mengemukakan bahwa :

“... Strategi sebuah organisasi, atau subunit sebuah organisasi lebih besar yaitu sebuah konseptualisasi yang dinyatakan atau yang diimplikasi oleh pemimpin organisasi yang bersangkutan, berupa:

1. sasaran-sasaran jangka panjang atau tujuan-tujuan organisasi tersebut;

2. kendala-kendala luas dan kebijakan-kebijakan, yang atau ditetapkan sendiri oleh pemimpin, atau yang diterimanya dari atasannya, yang membatasi skope aktivitas-aktivitas organisasi yang bersangkutan, dan

3. kelompok rencana-rencana dan tujuan-tujuan jangka pendek yang telah diterapkan dengan ekspektasi akan diberikannya sumbangsih mereka dalam hal mencapai sasaran-sasaran organisasi tersebut”

Mengacu kepada pengertian strategi di atas, maka strategi implementasi SKM dapat diartikan sebagai usaha–usaha atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan SMA dalam pemenuhan SNP berdasarkan hasil analisi internal dan eksternal, serta kesenjangan antara kondisi SMA saat ini dengan profil SKM, serta menentukan solusi dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Untuk selanjutnya kegiatan–kegiatan dan usaha– usaha yang akan dilakukan dalam mencapai pemenuhan 8 SNP ini dituangkan dalam Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) yang disusun untuk jangka waktu 4 tahun, dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang memuat program dan kegiatan untuk satu tahun.

(17)

Supervisi dan Evaluasi Ketercapaian Program (8 SNP)

Penilaian Kinerja dan Hasil Kerja SDM Utama (Kepala Sekolah, Guru, TU, Komite Sekolah)

Pengadaan, Penyusunan, Revisi, Pengembangan IHT/Workshop/diskusi, Pemberdayaan SDM,

Pengawas, Pemanfaatan Narasumber

Guru Tata Usaha/Tenaga Kependiikan lainnya

Siswa

IHT/Diklat/Kursus/Studi Lanjutan, Bimbingan Teknis, Workshop, Leason Study, Optimalisasi MGMP, Team teaching,

Keterlibatan dalam kepanitiaan, Promosi, Analisis Kondisi 8 SNP SDM Dokumen Pemahaman Substansi Strategi Implementasi SKM

Pengembangan jaringan dengan lembaga lain, kemitraan Optimalisasi Proses Pembelajaran, Mendatangkan Pakar Studi banding memberikan bimbingan secara khusus yang sifatnya

accidental (tidak terjadwal)

Sarana dan Prasaran Daya

Dukung

Biaya Komite Sekolah dan partisipasi masyarakat

Pengadaan, Pemeliharaan, optimalisasi fungsi sarana dan prasarana Penggalian sumber dana dan optimalisasi fungsi pembiayaan

Dinas/Instansi terkait

Optimalisasi peran & fungsi Komite Sekolah, pemanfaatan lingkungan, dan peningkatan peran serta masyarakat.

(18)

Penjelasan bagan di atas sebagai berikut :

Tidak ada strategi yang paling tepat yang dapat diterapkan dalam pemenuhan semua standar disetiap SMA. Strategi implementasi SKM dimulai dengan menganalisis kesenjangan antara kondisi saat ini dengan profil SKM yang mengacu ke 8 SNP, baik dilihat dari segi dokumen, maupun dari segi pemahaman substansinya, Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan prasarana, biaya, dan daya dukung lainnya.

1. Untuk pemenuhan Standar Isi, kesenjangan dari segi dokumen bisa dipenuhi melalui pengadaan (dokumen 8 SNP) dan penyusunan (bagi dokumen pendukung yang belum ada), dan revisi serta pengembangan bagi dokumen pendukung yang sudah ada atau sudah disusun. Sedangkan jika kesenjangan tersebut adalah dari segi pemahaman substansinya, maka hal ini berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di sekolah, yang harus memahami substansi dan isi dari 8 SNP, sehingga pemenuhannya dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan yang relevan, seperti IHT, workshop, diskusi, dan studi lanjutan.

Dengan memperhatikan pengertian Standar Isi (SI) yang dijelaskan sebelumnya, maka SI merupakan inti dari kegiatan pendidikan yang berlangsung di sekolah, yang diwujudkan dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan demikian maka pemenuhan standar isi menjadi kewajiban SMA yang paling utama. 2. Pemenuhan Standar Proses berkaitan dengan keberlangsungan proses pembelajaran

di SMA, yang memiliki aspek dan indikator yang dapat dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan SMA tersebut. Pentahapan ini harus didasarkan pada skala prioritas tentang mana aspek/indikator yang harus didahulukan (misalnya implementasi KTSP), dan mana yang bisa dutangguhkan (misalnya pelaksanaan jumlah siswa maksimal 32 orang).

3. Strategi pemenuhan Standar Ppendidik dan Kependidikan dilihat dari segi kualifikasi dan kuantitas, serta pemanfaatan kompetensi. Dari segi kualifikasi dan kuantitas biasanya akan sulit dilakukan, hal ini berkaitan dengan masalah pembiayaan dan waktu, serta kebijakan dari pemerintah daerah, dengan demikian maka pemenuhannya dapat dilakukan melalui usulan, baik studi lanjut bagi yang sudah ada dan belum memenuhi kualifikasi minimal, maupun pengususlan perekrutan bagi tenaga yang belum ada. Optimalisasi peran dan fungsi masing – masingtenaga juga merupakan suatu strategi yang dapat ditempuh, dan harus dilaksanakan monitoring/pengawasan dan evaluasi.

4. Standar Pengelolaan, Standar Penilaian, dan Standar Kompetensi Lulusan, merupakan rangkaian dari ketiga standar yang telah dibahas diatas, dan implementasinya tidak bisa dilakukan belakangan. Ke-enam standar ini harus menjadi kegiatan prioritas utama dalam implementasinya di SMA.

5. Untuk selanjutnya, pemenuhan standar sarana-prasarana dan standar pembiayaan dalam implementasinya dapat dilakukan sesuai kemampuan, baik dilihat dari kemampuan pemerintah daerah, SMA, maupun daya dukung dan peran serta masyarakat. Dalam kedua standar ini akan lebih berfungsi dengan efektif apabila dilaksanakan dengan pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan biaya yang ada secara optimal.

6. Optimalisasi daya dukung eksternal dapat dilaksanakan melalui bentuk kemitraan baik dengan Dinas Instansi Pemerintahan, Perguruan Tinggi, Asosiasi Profesi, maupun dengan Lembaga Swasta yang mendukung, dan diwujudkan dengan dokumen tertulis.

7. Pelaksanaan monitoring, supervisi dan evaluasi dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. Hasil dari kegiatan ini dijadikan umpan balik dalam perbaikan program dan proses kegiatan, serta program dan proses pembelajaran selanjutnya. 8. Penilaian kinerja dari seluruh personil harus dilakukan minamal dalam satu tahun

sekali, agar diperoleh gambaran sejauh mana program pemenuhan SNP dapat dicapai.

(19)

B. LANGKAH KERJA

Berdasarkan strategi yang telah ditetapkan, maka kegiatan berikutnya dalam imlementasi SKM ini adalah menentukan langkah kerja berupa kegiatan yang merupakan penjabaran dari strategi umum yang telah diojelaskan diatas. Langkah kerja tersebut dapat dijelaskan sebagai sebagai berikut;

1. Mempelajari dan memahami dokumen SNP (UU Nomor 20 tahun 2003, PP nomor 19 tahun 2005, Permendiknas tentang SNP, Panduan yang diterbitkan oleh BSNP, dan berbagai panduan tentang SKM yang diterbitkan oleh Dit. PSMA). Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui;

a. Workshop/IHT secara rutin yang melibatkan seluruh guru, tata usaha, dan komite sekolah sekurang–kurangnya 3 (tiga) bulan sekali

b. Workshop/IHT MGMP sekolah secara rutin (mingguan, 2 mingguan, bulanan, dst.)

c. Mengundang narasumber/fasilitator dari Dinas Provinsi/Kab./Kota/sekolah setempat, serta nara sumber lain yang dapat mendukung keberlangsungan proses pendidikan di sekolah, secara periodik sesuai kebutuhan.

d. Memanfaatkan sarana TIK melalui website, email, chating yang tersedia untuk berkomunikasi, sharing informasi, atau konsultasi dengan pihak – pihak terkait, misalnya : BSNP, Direktorat PSMA, atau sekolah lainnya.

2. Melakukan analisis kontek

a. Potensi daerah dan karakter lingkungan

b. Potensi dan daya dukung internal dan eksternal sekolah dalam pemenuhan SNP

c. Daya dukung pemangku kepentingan dalam pemenuhan SNP (Kebijakan, program, pembiayaan, sarana prasarana, dll).

Potensi dan kebutuhan peserta didik.

3. Menyusun dan menentukan skala prioritas pemenuhan kebutuhan SNP untuk jangka menengah dan tahunan dengan tetap mempertimbangkan setiap sasaran pada tiap Standar Nasional yang disusun oleh tim pengkaji. Selain dari itu, perlu dilakukan konversi rancangan program dengan profil SKM. Dalam proses pencapaian SNP tersebut, prioritas tidak hanya difokuskan ke standar yang masih kurang, tetapi juga tidak dapat dilupakan tentang adanya standar yang memiliki ketercapaian tinggi, namun memerlukan dukungan dan pemanfaatan sumber daya yang tersedia di sekolah, baik tenaga, sarana dan prasarana maupun pembiayaan.

4. Menyusun dan menganalisis daftar kebutuhan pemenuhan SNP (Standar Isi, Standar Kelulusan, Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian) yang dilakukan oleh tim kerja mengacu pada profil SKM yang telah disiapkan oleh Direktorat Pembinaan SMA.

5. Menyusun dan menentukan skala prioritas pemenuhan kebutuhan SNP untuk menengah dan tahunan.

6. Menyusun rencana kerja jangka menengah (RKJM) empat tahunan dan rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) berdasarkan hasil dari langkah kerja 1 sampai dengan langkah kerja 6.

7. Melaksanakan dan mengevaluasi program sesuai prosedur dan berkesinambungan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan dengan mengidentifikasi perkembangan dan permasalahan program yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, menyusun evaluasi keberhasilan tiap program, dan menyusun kegiatan tindak lanjut hasil identifikasi dan evaluasi keberhasilan maupun permasalahan.

(20)

BAB IV

PENUTUP

1. Sekolah Kategori Mandiri merupakan sekolah yang telah atau hampir memenuhi standar nasional pendidikan yang dalam pelaksanaannya sekolah secara bertahap memenuhi standar nasional pendidikan sesuai dengan tingkat kondisi nyata serta dukungan internal dan ekternal sekolah. Pencapaian SNP yang dilakukan sekolah merupakan tanggungjawab bersama antara sekolah, pemerintah dan pemerintah daerah serta masyarakat.

2. Sesuai amanat PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, semua sekolah diharapkan 7 tahun sejak dikeluarkannya PP tersebut sudah dapat mencapai SKM. Oleh karena itu Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Sekolah secara terprogram, terkoordinasi, dan berkesinambungan harus mengupayakan pencapaian SKM di semua SMA baik negeri maupun swasta.

3. Panduan penyelenggaraan SKM ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi sekolah dalam mencapai SNP serta menjadi rujukan pembinaan dan peningkatan kapasitas sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Selain itu penyusunan dokumen panduan penyelenggaraan SKM SMA ini dilakukan sebagai upaya memudahkan bagi semua pihak yang terkait dalam melaksanakan program-program dalam mencapai dan memenuhi 8 Standar Nasional Pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap analisis merupakan proses needs assesment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan) dan melakukan analisis tugas (task analyze). Pada tahap ini

Observasi Siklus II Refleksi Siklus II Hasil Peningkatan pemanfaatan perpus dalam kategori sedang.. 43 perpustakaan sekolah, standar sarana dan prasarana perpustakaan,

Pada ruas jalan Kawi, arahan pengelolaan lalu lintas dengan penerapan skenario penataan parkir on-street di sisi utara dan sisi selatan, penertiban angkutan kota

Berikut kriteria untuk kualitas butir soal: (1) Soal yang baik adalah butir soal fit model jika nilai khi- kuadrat empiris butir soal tidak melebihi nilai khi-

Adapun tujuan perancangan Media Informasi tentang Gangguan ADHD bagi Para Orang tua adalah memberikan pemahaman mengenai gangguan ADHD yang dapat terjadi pada anak usia

▫ Meminta kepada pemerintah untuk meng-expose kehadiran ASITA kepada pengguna jasa Pariwisata baik Dalam Negeri maupun Luar Negeri mempergunakan jasa pariwisata melalui BPW

16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia Dahulu) tentang Pembentukan Kota-kota Besar dan Kota-kota Kecil di Jawa. 5) Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1954 tentang Dasar

Lingkungan merupakan komponen inti Geografi ketiga yang mencakup lingkungan alami (topografi, iklim, air, biota,.. tanah) dan sebagai komponen inti yang memadukan