• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN INOVATIF DENGAN MODEL THINK TALK WRITE DALAM MEMBANGUN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN INOVATIF DENGAN MODEL THINK TALK WRITE DALAM MEMBANGUN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 191

PEMBELAJARAN INOVATIF DENGAN MODEL

THINK TALK WRITE

DALAM MEMBANGUN

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS

Nurkhairunnisa Siregar

Program Studi Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan Corresponding author: nurkhairunnisa19@yahoo.com

Abstrak

Pembelajaran matematika pada saat ini masih berupa kegiatan-kegiatan yang bersifat mekanistik dan tentunya jauh dari ciri Pembelajaran Inovatif. Saat pembelajaran berlangsung sering dijumpai siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan guru, dengan kata lain guru sebagai pusat pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa bersifat pasif dan tidak dirangsang untuk membangun dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa. Perlu kita ketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis ini merupakan ciri dari pembelajaran matematik yang Inovatif. Disamping itu terdapat ciri dan prinsip dari pembelajaran matematis dengan pendekatan kontekstual yang sejalan dengan konsep berpikir matermatis tingkat tinggi dalam mengembangakan pembelajaran yang Inovatif. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk

life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Jadi, agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru seyogianya mengetahui dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa dengan pembelajaran Inovatif salah satunya dengan model pembelajaran Think-Talk-Write dapat digunakan sebagai alternatif dalam membangun kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran Matematika.

Kata kunci : Model Think-Talk-Write, Pemecahan Masalah, Komunikasi Matematis.

PENDAHULUAN

Di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan, teknologi dan sains berkembang sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Untuk mengimbangi perkembangan tersebut, salah satu strategi yang diambil oleh pemerintah Indonesia adalah dengan melakukan reformasi di bidang pendidikan. Upaya ini perlu dilakukan agar SDM Indonesia mampu bersaing di dunia global. Melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan strategi yang telah diambil saat ini adalah dengan meningkatkan sistem pendidikan nasional melalui penetapan standar-standar pendidikan, salah satunya adalah dengan lebih menekankan pada pembelajaran yang inovatif. Bahkan setelah berlakunya Kurikulum 2013, kebutuhan untuk mampu merancang pembelajaran inovatif semakin dibutuhkan, terutama yang sekaligus memasukkan pendidikan karakter sebagaimana yang dirumuskan dalam salah satu kompetetensi inti dalam Kurikulum 2013. Hal tersebut bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi sikap sosial siswa yang ditunjukkan melalui perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berkomunikasi.

Dalam pendidikan banyak sekali ilmu yang digali untuk meningkatkan potensi dan kualitas siswa, salah satunya adalah ilmu matematika. Sejalan dengan pernyataan di atas, tujuan pembelajaran matematika yang termaktub dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi, yaitu agar siswa memiliki kemampuan yang salah satunya yaitu: Mampu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Selain itu, mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Namun pada kenyataannya, pembelajaran matematika di kelas umum menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran karena guru masih menggunakan metode ceramah sehingga jarang terjadi komunikasi antara siswa dan guru selama proses pembelajaran dan lebih menekankan pada penguasaan materi saja yang membuat siswa kurang aktif dalam menyampaikan ide-idenya. Selain itu guru juga lebih mengutamakan hasil dari pada proses penyampaian ide-ide dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika sehingga siswa tidak mampu memecahkan masalah matematika dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan tujuan pembelajaran matematika yang termaktub dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 masih belum tercapai dengan baik dan masih jauh dari yang diharapkan.

Demikian pula pada pihak siswa, karena kebiasaan menjadi penonton dalam kelas, mereka sudah merasa enjoy dengan kondisi menerima dan tidak biasa memberi. Selain dari karena kebiasaan menerapkan metode ceramah dalam pembelajaran sudah melekat mendarah daging dan sukar diubah, kondisi ini kemungkinan disebabkan karena pengetahuan guru yang masih terbatas tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana cara membelajarkan siswa. Karena penghargaan terhadap profesi guru sangat minim, mereka tidak memiliki uang dan waktu untuk meningkatkan

(2)

http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 192

kompetensinya dengan membaca buku yang aktual, apalagi untuk membeli buku pembelajaran yang inovatif. Mereka bukan tidak mau meningkatkan kualitas pemebelajaran, tetapi situasi dan kondisi kurang memungkinkan. Permasalahannya adalah bagaimana mengubah kebiasaan prilaku guru dalam kelas, dan bagaimana mengubah paradigma mengajar menjadi membelajarkan, sehingga misi Kurikulum 2013 dapat terwujud dan tujuan pembelajaran matematika dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dapat tercapai. Dengan paradigma yang berubah, mudah-mudahan kebiasaan siswa yang bersifat pasif sedikit demi sedikit akan berubah menjadi aktif.

Tulisan sederhana ini sengaja dibuat untuk para guru dan calon guru yang saya hormati, dengan maksud berbagi pengalaman dan pengetahuan, semoga dengan sajian sederhana ini dapat dijadikan bekal untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, sehingga kualitas amal sholehnya melalui profesi guru menjadi meningkat pula. Tulisan ini membahas tentang Penggunaan salah satu pembelajaran Inovatif dengan model Think-Talk-Write dalam membangun kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa sesuai tuntutan kurikulum dan tuntutan tujuan pelajaran matematika.

Model Pembelajaran Think-Talk-Write adalah model pembelajaran yang dimulai dengan berfikir melalui bahan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi (Ngalimun, 2012 : 170). Model pembelajaran Think-Talk-Write merupakan model yang dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan, dan dalam model ini peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi sikap sosial siswa yang ditunjukkan melalui perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berkomunikasi (Rusman, 2012 : 228).

Jadi, menurut penulis melalui penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write ini akan lebih membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika, selain itu dapat membatu siswa untuk memahami masalah dan memecahkan masalah matematika, serta dapat membantu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Para siswa akan termotivasi untuk belajar karena pada model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain dalam suasana belajar kelompok di kelas. Selain itu dalam model ini ada kompetisi antar siswa untuk memecahkan masalah yang terkait dengan topik pelajaran matematika serta adanya penghargaan (reward), sehingga siswa dapat belajar matematika dalam suasana yang menyenangkan, tidak menegangkan serta tidak monoton.

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, pembelajaran inovatif dengan model Think-Talk-Write, keterkaitan pembelajaran inovatif model Think-Talk-Write dengan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, teori belajar pendukung, dan penelitian yang relevan.

Pemecahan Masalah

Kirkley (2003:3) menyatakan bahwa pemecahan masalah melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti visualiasi, asosiasi, abstraksi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi. Selain itu, pemecahan masalah merupakan proses yang melibatkan penggunaan langkah tertentu (heuristik) yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah untuk menemukan solusi dari masalah tersebut (Nakin, 2003:89). Polya (1973:5) menyatakan langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah (1) memahami masalah (understanding the problem), (2) membuat rencana pemecahan masalah (devising a plan), (3) melaksanakan rencana pemecahan masalah (carryingout the plan), dan (4) menelaah kembali (looking back). Tahapan-tahapan pemecahan masalah tersebut dapat dipandang sebagai aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi kemampuan pemecahan masalah. Dengan kata lain, kemampuan pemecahan masalah matematis meliputi kemampuan memahami masalah, membuat rencana penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan menelaah solusi.

Selain itu, National Council of Teachers of Mathematics (2000:52) menyatakan bahwa indikator pemecahan masalah matematis antara lain adalah: (a) Membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; (b) Memecahkan masalah yang muncul dalam matematika dan konteks yang lain; (c) Menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah; dan (d) Memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematika. Indikator pemecahan masalah siswa menurut Soleh (1998:27) dapat dilakukan dengan meminta laporan penemuan, menelaah laporan itu dari segi kemampuan menerjemahkan masalah ke dalam model matematika, kemampuan memilih strategi yang paling efektif dan efisien. Sedangkan kreativitas memecahkan masalah dijajagi dengan memeriksa cara kerjanya, mulai dari memahami masalah, memilih strategi dan menguji kebenarannya.

Selain itu, beberapa indikator pemecahan masalah yang sering digunakan pada proses pemecahan masalah menurut Pasmep adalah (1) membuat diagram, (2) mencobakan pada soal yang lebih sederhana, (3) membuat tabel, (4) menemukan pola, (5) memecah tujuan, (6) memperhitungkan setiap kemungkinan, (7) berpikir logis, (8) bergerak dari belakang, (9) mengabaikan hal yang tidak mungkin, dan (10) menyusun model matematikanya (Shadiq, 2008:11). Pemecahan masalah sangat penting ditanamkan dan dilatih dalam proses pembelajaran matematika agar siswa menjadi terampil dalam memecahkan setiap masalah matematika yang dihadapi. Hal ini disebabkan karena pada proses pemecahan masalah, siswa harus menggunakan pengetahuan matematika, kemampuan bernalar dan berkomunikasi, serta memiliki sikap yang baik terhadap matematika (Mahmudi, 2010:4). Dengan demikian, pemecahan masalah melatih siswa untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

(3)

http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 193

Komunikasi Matematis

Menurut Sumarmo komunikasi matematis merupakan aktivitas yang melibatkan fisik dan mental dalam mendengarkan, membaca, menulis, berbicara, merefleksikan, mendemonstrasikan, menerapkan bahasa dan simbol untuk mengomunikasikan ide-ide matematika (Gusni Satriawati, 2005 : 36). Komunikasi matematika menurut NCTM merupakan kemampuan yang menitikberatkan pada aspek berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika (John A. Van De Walle, 2006 : 4-5). Sementara itu Bansu Ansari dalam bukunya menyataka komunikasi matematika terdiri atas komunikasi lisan (talking) dan tulisan (writing), komunikasi lisan diartikan sebagai suatu interaksi yang ada dalam suatu lingkungan kelas dimana terjadi pengalihan pesan beisi tentang materi matematik yang sedang dipelajari dan komunikasi tulisan diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan siswa dalam menggunakan kosakatanya, notasi, dan struktur matematik baik dalam bentuk penalaran, koneksi, maupun dalam problem solving (Bansu I Ansari, 2009 : 11). Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan mampu berkomunikasi dalam matematika jika ia mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan atau demonstrasi dan tulisan.

Untuk melihat kemampuan komunikasi matematika siswa dalam pembelajaran dapat meningkat atau tidak mengacu pada indikator-indikator kemampuan komunikasi matematika. Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika yang diutarakan oleh NCTM (Iis Sri Elia R, 2014 : 153) yaitu: (a) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (b) Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; dan (c) Kemampuan dalam menggunakan istilah, notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Sedangkan Sumarmo (2012 : 453) mengemukakan indikator kemampuan komunikasi matematika sebagai berikut: (a) Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram kedalam ide matematika; (b) Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, grafik, dan aljabar; (c) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam model atau simbol matematika; (d) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (e) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika; (f) Menyusun konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; dan (g) Mengungkapkan kembali suatu uraian dan paradigma matematika dalam bahasa sendiri.

Model Think-Talk-Write

Think-Talk-Write (TTW) adalah model pembelajaran yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin (dalam Miftahul Huda, 2014 : 218). Model Think-Talk-Write adalah suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemahaman, pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa (Martinis Yamin dan Bansu.I Ansari, 2012 : 84). Model ini didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Model pembelajaran

Think-Talk-Write mendorong siswa untuk berfikir, berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu.

Model ini memperkenankan siswa untuk mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan. ia juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur. Model Think-Talk-Write (TTW) dalam matematika adalah suatu model pembelajaran matematika yang pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Guru yang menerapkan Think-Talk-Write dalam pembelajaran matematika akan membantu para siswa mendapatkan kesempatan-kesempatan, dorongan, dan dukungan untuk berbicara, menulis, membaca dan menyimak di dalam kelas-kelas matematika, memperoleh keuntungan ganda mereka berkomunikasi untuk belajar matematika, dan mereka belajar untuk berkomunikasi secara matematis (Wahyudin, 2008 : 39).

Selain itu, Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2009: 84) menyatakan bahwa suatu strategi yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW). Langkah – langkah pelaksanaan pembelajaran strategi Think-Talk-Write. Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan, pembelajaran sebaiknya dirancang sesuai dengan langkah-langkah berikut ini (Martinis Yamin dan Bansu.I Ansari, 2009 : 72), meliputi: (a) Guru membagi teks bacaan berupa Lembaran Aktivitas Siswa yang memuat situasi masalah bersifat open–ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya; (b) Peserta didik membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think); (c) Peserta didik berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar; (d) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write).

Keterkaitan Pembelajaran Inovatif Model Think-Talk-Write Dengan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis

Suatu aktivitas yang diharapkan dapat diterapkan untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, dan komunikasi matematis siswa antara lain adalah dengan menerapkan model pembelajaran Think-Talk-Write, dan pemberian tugas yang bersifat open-ended (Ansari, 2009 : 5). Esensi model pembelajaran Think-Talk-Write adalah mengedepankan perlunya siswa memecahkan suatu masalah dan mengomunikasikan/ menjelaskan hasil pemikiran matematikanya terhadap open-ended task yang diberikan guru, sedangkan esensi dari open-ended task adalah lebih mengedepankan proses pemecahan masalah dari pada hasil dan menjelaskan alasan pengerjaannya dengan bahasa siswa sendiri.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita ketahui keterkaitan model pembelajaran Think-Talk-Write dengan pemecahan masalah dan komunikasi matematis sangat erat kaitannya, sebab model pembelajaran Think-Talk-Write ini

(4)

http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 194

pelaksanaannya dimulai dari bagaimana siswa memikirkan penyelesaian tugas / pemecahan suatu masalah yang bersifat

open ended, kemudian diikuti dengan mengkomunikasikan hasil pemikiran siswa, dan akhirnya melalui diskusi siswa dapat menuliskan kembali hasil pemikiran tersebut (Ansari, 2009 : 6). Selain itu, jika dilihat berdasarkan indikator dari pemecahan masalah dan komunikasi matematis juga saling berkaitan. Sebab keduanya sama-sama memiliki indikator yang mengharuskan siswa melakukan atau menyusun ide-ide ke dalam model matematika.

Teori Belajar Pendukung

Berdasarkan pada kegiatan dalam pembelajaran Inovatif model Think-Talk-Write yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa, maka teori belajar pendukungnya diantaranya adalah teori belajar konstruktivisme. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa, agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan susah payah melalui ide-ide (Trianto, 2010:28). Lingkungan belajar juga sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman (Budiningsih, 2005:60). Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan. Selain itu, guru dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya dengan memberikan kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri serta mengajar siswa untuk menggunakan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Selain itu, teori perkembangan kognitif Piaget juga merupakan teori pendukungnya. Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan datang dari tindakan. Pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang (Dimyati dan Mudjiono, 2009:13). Nur menyatakan bahwa teori perkembangan kognitif Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan lingkungan (Trianto 2010:29).

Teori belajar pendukung selanjutnya adalah teori belajar sosial Vigotsky. Teori belajar sosial Vigotsky menyatakan berpendapat bahwa siswa memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sosial sehari-hari. Pengetahuan dan perkembangan kognitif siswa berasal dari sumber-sumber sosial di luar perkembangan kognitifnya. Selain itu, perkembangan kognitif di samping ditentukan oleh individu secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula (Budiningsih, 2005:100). Slavin mengungkapkan bahwa menurut teori belajar sosial Vigotsky, interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi dapat membantu memperjelas pemikiran yang ada dan pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Utomo, 2012:4). Melalui pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif. Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur kognitif yang disebut dengan pola berpikir.

Dengan demikian, teori-teori belajar tersebut sesuai dengan kegiatan dalam model pembelajaran Think-Talk-Write

karena terdapat interaksi sosial, lingkungan belajar, dan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sehingga tercipta pembelajaran yang bermakna yang dapat membangun pengetahuan dan meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa sehingga tujuan pembalajaran matematika yang termaktub dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dapat tercapai.

Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan model pembelajaran Think-Talk-Write diantaranya adalah penelitian dari Novita Yuanari (2012) yang menunjukkan bahwa model pembelajaran Think-Talk-Write dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa kelas VIII-B di SMP Negeri 5 Wates. Selain itu, penelitian Sri Kadarwati (2014) menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Think-Talk-Write dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Di samping itu, penelitian dari Saleh Haji (2013), Ketua Program studi Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Bengkulu, menyatakan bahwa strategi Think-Talk-Write berpengaruh terhadap kemampuan representasi matematik, baik representasi internal maupun eksternal. Selanjutnya, Penelitian dari I Wayan Puspa Wiadnyana (2013) menyatakan bahwa penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan pada beberapa penelitian tersebut diperoleh bahwa model pembelajaran Think-Talk-Write dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Think-Talk-Write diasumsikan dapat membangun kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

SIMPULAN

Kehidupan akan terasa indah apabila ada variasi, sebaliknya akan terasa membosankan jika segalanya monoton dan tak berubah. Perubahan kearah perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insan yang berpikir dalam setiap menjalani kehidupan.

(5)

http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 195

Manusia telah dibekali akal dan rasa untuk berkreasi, menciptakan inovasi, agar segalanya berubah ke arah yang lebih baik dengan ikhtiar yang dimulai dari diri sendiri. Begitu pula dalam pembelajaran, penciptaan suasan kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir selalu turut serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana kondusif perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa bosan dan merasa cemas, tidak lagi takut dalam berpartisipasi mengemukakan pendapat, matematika tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban melainkan menjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman dan menyenangkan.

Salah satu cara untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan serta terhindar dari kebiasaan yang monoton adalah dengan memahami dan melaksanakan model pembelajaran Think-Talk-Write yang dilakukan secara open-ended, sehingga dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika yang positif dan efektif. Secara khusus dalam artikel ini, model pembelajaran Think-Talk-Write dikembangkan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk semua tingkat sekolah, sehingga dapat dipergunakan baik sebagai suplemen maupun sebagai pengganti metode yang sudah ada. Semoga artikel ini dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memperkaya pemahaman para guru, calon guru, dan stakeholder lainnya dalam menerapkan model pembelajaran Think-Talk-Write dikelas khususnya dalam membangun kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

REFERENSI

Depdiknas, Permendiknas No.22 Tahun 2006 Tentang Standarisasi Sekolah Dasar dan Menengah.

Gusni Satriawati. 2005. Pembelajaran dengan Open Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komuikasi Matematik Siswa SMP. Jurnal Algoritma, Volume 1, No. 2.

John A. Van De Walle. 2006. Sekolah Dasar dan Menengah “Matematika Pengembangan dan Pengajaran”. Jakarta: Erlangga.

Iis Sri Elia R. 2014. Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Prossiding, Volume 1, No. 2.

Martinis Yamin dan Bansu.I Ansari. 2012. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Referensi GP Press Group.

Miftahul Huda. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin: Aswaja Pressindo.

Polya, G. 1973. How To Solve (2nd Ed. Princeton: Princeton University Press.

Trianto. 2010. Mendesai Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Utari Sumarmo. 2012. Proses Berfikir Matematik: Apa dan Mengapa dikembangkan. Jurnal Pendidikan Matematika. Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: IPA Abong.

Referensi

Dokumen terkait

Kep.13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak (besi dan baja, pulp dan kertas, pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara, industri semen dan

SD Negeri 2 Tempuranduwur yang beralamat di Desa Tempuranduwur, Kec. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Dengan berjalannya waktu, SD Negeri 2 Tempuranduwur semakin

Sebagai contoh, meskipun definisi kami tentang pengembangan karir akademik berfokus pada para sarjana yang bekerja dalam penelitian, pengajaran, dan / atau peran

Berdasarkan hasil evaluasi penawaran dan evaluasi teknis yang kami lakukan pada proses Seleksi Sederhana untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dan Sertifikasi ISO 9001:2008

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka konsentrasi flavonoid yang diperoleh semakin meningkat dan dalam waktu tertentu konsentrasi

Stuktur Kelompok Senyawa Contoh Spesifik Nama Kegunaan O eter CH3CH2OCH2CH3 Dietil eter Obat bius pada..

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

P erbaikan Mutu P endidikan Transformasi Sekolah Dan Implikasi Kebijakan. Yogyakarta: