BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Waralaba pada awalnya tidak dikenal dalam kepustakaan hukum Indonesia, karena memang pada awalnya sistem waralaba tidak terdapat dalam tradisi atau budaya bisnis di Indonesia.Karena pengaruh globalisasi, maka franchise masuk dalam budaya dan tatanan hukum di Indonesia. Istilah franchise
kemudian di-Indonesiakan dengan istilah “waralaba” oleh Lembaga
Pengembangan dan Pendidikan Manajemen. Waralaba diartikan usaha yang
memberikan laba lebih atau istimewa.1
Seiring dengan perkembangan zaman maka berdampak pula pada perkembangan konsep bisnis.Salah satunya adalah sistem waralaba yang akhir-akhir ini telah menjadi salah satu pusat perhatian sebagai bentuk terobosan pengembangan usaha. Mengingat usaha yang diwaralabakan adalah usaha-usaha yang telah teruji dan sukses dibidangnya, sehingga dianggap dapat “menjamin” mendatangkan keuntungan, faktor tersebut kemudian menjadi “magnet” untuk menarik animo masyarakat secara luas. Melalui konsep waralaba seseorang tidak perlu memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam waralaba, yang memungkinkan seorang penerima waralaba menjalankan usaha dengan baik.
1Adrian Sutedi, 2008, Hukum Waralaba, Cetakan Pertama, Penerbit Ghalia Indonesia,
Contoh waralaba yang sekarang sedang berkembang pesat diantara adalah “Kentucky Fried Chicken”, “CircleK”, “Alfamart”, “Indomart” , dan merek-merek dagang lainnya yang terkait dengan sistem waralaba. Bahkan waralaba yang bermetodekan “mini mart” menjadi polemik yang berkepanjangan diantara pengembangan bisnis retail/eceran antara retail modern, pedagang pasar tradisional, warung, dan bahkan hingga pedagang kaki lima. Kajian yang
dilakukan menyangkut kajian filosofis, ideologis, yuridis, dan sosial budaya.2
Legalitas keberadaan waralaba baru dikenal di Indonesia sejak tahun 1997 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang Waralaba. Disusul dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Peraturan ini kemudian dirubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Ketentuan dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menegaskan bahwa salah satu kriteria waralaba adalah Hak atas kekayaan intelektual (HKI) yang telah terdaftar, yang dimaksud dengan HKI yang telah terdaftar tersebut adalah HKI yang terkait dengan usaha seperti Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri meliputi Hak Paten, Merek dan Rahasia dagang yang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam
proses pendaftaran di instansi yang berwenang. Secara Umum Hak Kekayaan Intelektual dibagi menjadi dua bagian antara lainnya:
1. Hak Cipta (Copy Right) ( UU Nomor 28 Tahun 2014)
2. Hak Kekayaan Industrian (industrial property Right) didalam Hak Kekayaan
Industri meliputi:
a) Hak Paten ( UU nomor 14 Tahun 2001)
b) Hak Merek ( UU nomor 15 Tahun 2001)
c) Varietas Tanaman ( UU nomor 29 Tahun 2000)
d) Rahasia Dagang (UU nomor 30 Tahun 2000)
e) Desain Industri ( UU nomor 31 Tahun 2000)
f) Desain Tata letak sirkuit terpadu( UU nomor 32 Tahun 2000)3
Berkaitan dengan konsep bisnis waralaba maka mengakibatkan adanya pemberian hak untuk menggunakan atau memanfaatkan hak - hak atas kekayaan intelektual yang diberi oleh pihak pemberi waralaba dimana hak- hak tersebut antara lain adalah Hak Cipta dan Hak Kekayan Industri yang meliputi didalamnya Hak Paten, Hak Merek dan Rahasia Dagang. Dengan demikian mengakibatkan berlakunya beberapa undang-undang yang menjadi dasar perlindungan HKI pada waralaba, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten (UU Paten), Undang – Undang 15 Tahun 2001 Tentang Merek (UU Merek) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia dagang). UU Hak Cipta memungkinkan perlindungan hukum terhadap waralaba dari
kemampuan, imajinasi, kecekatan, atau ketrampilan yang dituangkan dalam bentuk khas dan pribadi.UU Paten memungkinkan perlindungan hukum terhadap waralaba terhadap kemungkinan adanya usaha peniruan. Yang dapat dipatenkan mencakup antara lain bidang teknologi, berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dari produk atau proses. UU Merek menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang mendaftarkan mereknya terhadap kemungkinan peniruan, pemalsuan atau kemungkinan penggunaan secara melanggar hukum atas merek tersebut UU Rahasia Dagang menjadi dasar hukum atas pemberian hak penggunaan rahasia dagang, dimana ciri dari rahasia dagang tersebut haruslah sesuatu yang unik dan berbeda dari bentuk-bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, atau sistem yang bersifat khas lainnya serta memiliki nilai jual secara komersial.
Pengertian dan konsepsi waralaba di Indonesia mengandung pengertian bahwa dalam pemberian waralaba senantiasa terkait pemberian hak untuk menggunakan dan/atau memanfaatkan HKI atau suatu pemberian lisensi atau hak untuk memanfaatkan, menggunakan secara bersama-sama HKI tertentu, diantaranya merek dan rahasia dagang. Hak pemanfaatan dan penggunaan kedua jenis HKI tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hal HKI yang diberikan hanyalah hak untuk menjual atau mendistribusikan produk barang atau jasa dengan menggunakan merek tertentu saja, yang tidak disertai dengan kewenangan dan atau tindakan untuk melakukan suatu hal tertentu baik dalam bentuk pengelolaan atau pengolahan lebih lanjut yang memberikan tambahan nilai pada produk barang yang dijual tersebut, maka hal yang demikian tidak jauh berbeda dari suatu bentuk pendistribusian barang. Dengan demikian HKI merupakan unsur
yang sangat signifikan dalam waralaba tanpa ada HKI yang terdapat dalam waralaba maka dapat dikatakan suatu usaha bukanlah waralaba, oleh karena itu perlindungan hukum HKI dalam perjanjian waralaba menjadi sangat penting dalam mendukung usaha waralaba.
Berdasarkan latar belakang di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul
:EKSISTENSI WARALABA BERKAITAN DENGAN HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL YANG DIMILIKI OLEH PIHAK PEMBERI
WARALABA
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kekuatan hukum dari perjanjian Waralaba dikaitkan dengan
HKI yang diberi oleh pihak pemberi Waralaba?
2. Bagaimana kedudukan Pemberi dan Penerima Waralaba dikaitkan
dengan HKI?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas nanti. Adapun permasalahan dibatasi hanya pada Kekuatan Hukumdari Perjanjian Waralaba dan Eksistensi Waralaba berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa judul penelitian skripsi atau tesis atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampiulkan 2 skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan HKI.
Tabel 1.1
Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Srikpsi Penulis Rumusan Masalah
1 Perlindungan Hukum bagi Penerima Waralaba (Franchisee) dalam Pemutusan Perjanjian Waralaba Hagai Prima Nugraha (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya) tahun 2012 1. Bagaimanakah pengaturan
dan prosedur pelaksanaan bisnis waralaba di Indonesia 2. Bagaimanakah perlindungan
hukum bagi penerima
waralaba (franchisee) dalam
hal terjadinya pemutusan
perjanjian waralaba oleh
pemberi waralaba (frenchisor)? 2 Tinjauan konsep Bisnis Waralaba (Franchise) berdasarkan ketentuan hukum islam. Muhammad Yusuf (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret) Tahun 2009
1. Bagaimanakah konsep Bisnis Waralaba (Franchise) ditinjau
dari Perspektif Hukum
Islam?
2. Bagaimanakah Konsep
Hukum islam menghadapi
Laju Dinamika Bisnis
Dari daftar penelitian sejenis maka judul skripsi yang diajukan tidak ada kesamaan dengan yang sedang diteliti yaitu
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1 Eksistensi Waralaba
berkaitan dengan
Hak Atas Kekayaan
Intelektual yang
dimiliki oleh pihak pemberi waralaba Niedia Happy (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana 2014) 1. Bagimana kekuatan
Hukum dari Perjanjian
Waralaba berkaitan
dengan HKI yang diberi
oleh pihak pemberi
waralaba ?
2. Bagaimana kedudukan
Pemberi dan penerima
waralaba dikaitkan
dengan HKI ?
1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1.Tujuan Umum
Secara umum adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut tentang kreteria perjanjian waralaba terkait HKI yang terdaftar.
1.5.2.Tujuan Khusus
1. Untuk memahami mengenai eksistensi waralaba yang berkaitan dengan HKI
2. Untuk menganalisis dan memahami kedudukan pemberi dan penerima
1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1.Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumbangan pemikiran untuk pengembangan dan pembaharuan hukum terutama dalam hal praktek waralaba di dalam dunia bisnis Indonesia.Kemudian menambah khasanah kepustakaan yang dirasakan masih minim secara umum, dan juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian dalam bidang hukum waralaba untuk selanjutnya.
1.6.2.Manfaat Praktis
1. Dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi lembaga legislatif dalam
merumuskan undang-undang;
2. Dapat memberikan manfaat bagi para pelaku usaha waralaba maupun para
pekerja dan juga berbagai kalangan yang menaruh perhatian terhadap persoalan-persoalan waralaba;
3. Dapat menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam melakukan
penelitian hukum.
1.7. Landasan Teoritis
Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis affranchir yangberarti to
free yang membebaskan. Dengan istilah franchise di dalamnyaterkandung makna, bahwa seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yangmenghalangi kepada
orang untuk menggunakan atau membuat atau menjualsesuatu.4 Dalam bidang
bisnis franchise berartikebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk
menjalankan sendiri suatuusaha tertentu di wilayah tertentu.5Franchise ini
merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitusuatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnyadisebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu system pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk(franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berskalakecil dan menengah (franchisee), hak – hak istimewa untuk melaksanakansuatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktutertentu, di suatu tempat
tertentu.6 Suatu Hubungan kerjasasama (franchising) dapat terwujud bila terdapat
syarat – syarat antara lainnya Ada paket usaha yang ditawarkan oleh franchisor,
Franchisee adalah pemilik unit usaha, Ada kerjasama antara franchisee dan franchisor dalam pengelolaan unitusaha, Ada kontrak tertulis yang mengatur kerjasama antara franchisor danfranchisee.
Dengan beranjak pada pengertian dan konsep waralaba maka dijelaskan bahwa didalam pemberian waralaba selalu berkaitan dengan pemberian Hak untuk memanfaatkan atau menggunakan Hak atas Kekayaan Intelektual.Terlihat jelas bahwa suatu bisnis dapat dikatakan menjalankan bisnis waralaba apabila adanya hak yang diberikan oleh pihak pemberi waralaba kepada pihak penerima waralaba untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh pihak
4Khairandy Ridwan, 2000, Perjanjian Franchise Sebagai Sarana Alih Teknologi, Yayasan
Klinik HAKI, Jakarta, h.133.
5Richard Burton Simatupang, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta,
h.56
pemberi waralaba dengan suatu perjanjian lisensi. Didalam menjalankan suatu bisnis Waralaba terdapat suatu bagian terpentingnya adalah dengan adanya unsur – unsur Hak Atas kekayaan Intelektual, dimana dengan merujuk pada ketentuan Pasal 1 PP Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba yang menekankan bahwa waralaba sebagai hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan jasa yang telah terbukjti berhasil dan dapat/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian Waralaba. Didalam Peraturan Mentri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang cara penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba ditegaskan bahwa Waralaba adalah perikatan antara pihak pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana pemberi waralaba dengan penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan/ menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki oleh pihak pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional oleh pemberi waralaba kepada penerima
waralaba.7Pengaturan Waralaba sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No 16
tahun 1997 maka eksistensi waralaba telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
Pelaksanaan Waralaba diatur dalam Buku III KUHPer sehingga semua perjanjian dibenarkan selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum.Dalam rangka mengembangkan kegiatan waralaba sebagai upaya
7Adesia adilman, 2010, “Perlindungan Hukum HAKI dalam Perjanjian Waralaba”, Tesis Fakultas
memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta sebagai upaya untuk pelaksanaan alih teknologi, dan memberikan kepastian usaha dan kepastian hukum bagi dunia usaha yang menjalankan waralaba, terutama dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan waralaba, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. Kemudian pada tahun 2007, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. Terbitnya peraturan tersebut dilandasi upaya pemerintah meningkatkan pembinaan usaha dengan waralaba di seluruh Indonesia sehingga perlu mendorong pengusaha nasional terutama pengusaha kecil dan menempuh untuk tumbuh sebagai pemberi waralaba (franchisor) nasional yang handal yang mempunyai daya saing di dalam dan di luar negeri khususnya dalam rangka memasarkan produk dalam negeri.Dalam peraturan tersebut, pemberi waralaba (franchisor) sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba (franchisee), harus menyampaikan prospektus penawaran waralaba kepada pemerintah dan calon penerima waralaba (franchisee).Dan apabila terjadi kesepakatan perjanjian waralaba, penerima waralaba (franchisee) harus menyampaikan perjanjian waralaba tersebut kepada pemerintah.
Secara umum Hak Atas Kekayaan Intelektual dikelompokan kedalam dua bagian yaitu:
A. HakCipta( UU Nomor 28 Tahun 2014)
a. HakPaten(UU Nomor 14 Tahun 2001)
b. Hak Merek(UU Nomor 15 Tahun 2001),
c. Varietas Tanaman(UU nomor 29 tahun 2000),
d. Rahasia Dagang( UU Nomor 30 Tahun 2000)
e. Desain Industri(UU Nomor 31 Tahun 2000) dan
f. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu( UU nomor 32 Tahun 2000).
Berkaitan dengan bisnis Waralaba adanya pemberian hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual yang diberi oleh pihak pemberi waralaba seperti Hak Cipta dan Hak Kekayaan industri yang meliputi didalamnya adalah Hak Paten, Hak Merek dan Rahasia Dagang.Perlindungan Hak Cipta memungkinkan perlindungan hukum terhadap waralaba dari kemampuan, imajinasi, kecekatan, atau ketrampilan yang dituangkan dalam bentuk khas dan pribadi.Perlindungan Hukum Hak Paten terhadap waralaba terhadap kemungkinan adanya usaha peniruan. Contoh – contoh yang dapat dipatenkan mencakup antara lain bidang teknologi, berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dari produk atau proses. Perlindungan hukum Hak Merek terhadap waralaba berkaitan dengan nama perusahaan, Logo, dan lambang suatu perusahaan dimana menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk mendaftarkan mereknya terhadap kemungkinan peniruan, pemalsuan atau kemungkinan penggunaan secara melanggar hukum atas merek tersebut. Perlindungan Hukum Rahasia Dagang menjadi dasar hukum atas pemberian hak penggunaan rahasia dagang, dimana ciri dari rahasia dagang tersebut haruslah sesuatu yang unik dan berbeda dari bentuk-bentuk format, formula, ciri khas,
metode, tata cara, prosedur, atau sistem yang bersifat khas lainnya serta memiliki nilai jual secara komersial.
1.8. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu unsur yang mutlak ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, “peranan metodelogi dalam penelitian dan ilmu pengetahuan yaitu menambah kemampuan pada ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner, dan memberikan pedoman untuk pengorganisasian serta
mengintegrasikan pengetahuan mengenai masyarakat.8
1.8.1.Jenis Penelitian
Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan
konsisten.9Penelitian yang dilakukan dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini
termasuk dalam kategori/jenis penelitian normatif, yaitu penelitian hukum
kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data
sekunder.10Perlunya penelitian hukum normatif ini adalah beranjak dari belum
adanya norma hukum berkaitan permasalahan penelitian, sehingga didalam
8 Soerjono Soekanto,1986, Pengantar Penelitian Hukum,(Selanjutnya disingkat Soerjono
Soekonto I )UI Press, Jakarta, h. 7
9Ibid, h. 42.
10 Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,(
mengkajinya lebih mengutamakan sumber data sekunder, yaitu berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
1.8.2. Jenis Pendekatan
Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), dan Pendekatan konsep (ConseptualApproach).Kedua pendekatan itu dipergunakan untuk mengkaji beberapa aturan hukum yang ada, untuk mengetahui bagaimana eksistensi waralababerdasarkan Hak Kekayaan Intelektual. Pendekatan konsep untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian waralaba berkaitan dengan HKI.
1.8.3.Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Adapun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau
mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat.11, yaitu :
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang;
d. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten;
e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek;
f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta; dan
g. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
11 Soerjono Soekanto & Sri Mahmudji, 1988, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press,
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku, literatur, makalah, tesis, skripsi, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian,12 disamping itu, juga dipergunakan
bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui electronic research yaitu melalui
internet dengan jalan mengunduh bahan hukum yang diperlukan.
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus, yang terdiri dari :
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta;
b. Kamus hukum.
1.8.4.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi.Bahan hukum yang diperolehnya, diinventarisasi dan diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian.Tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori,
pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.
Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca,
12 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke-IV, Kencana, Jakarta,
mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.
1.8.5.Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.Artinya pengumpulan data menggunakan pedoman studi dokumen, dan wawancara. Penelitian dengan teknik analisis kualitatif ini keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, akan diolah dan dianalis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikatagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.