::;; :;, c.; • I4""""
W
,C(
I' ,,' IL
r+
tUt-.IOf •.-'\ ...,C.
ILISENSI
ATAU
WARALABA
Suatu Panduan PraktisGUNAWAN WIDJAJA
-
'
._-
--MILT:o< PERPUST,\K,1 J\~) FA~t:LT,;~: HUKUMU" IIVr;J)Si...·· -, .'" ' t .. .
I,
~.
.
1,., ~ 1.,'_-n \.
sS,L'l:::: iJ/4tJ\_"l~)', f,";'::,ttJ/\y 0 G v ., K A ~' Ti:',
\D
Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada
Perpustakaan Nasional:katalog dalam terbitan (KDD
WUAYA,Gunawan
Lisensi atauwaralaba: suatupanduan praktislGunawan Widjaja.-Ed. 1.,Cet,2.-Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2004. viii,280him.,21 cm.
Bibliografi:him. 113 ISBN 979-421-885-5
1. Perjanjian lisensi-i-Aspekhukum I. Judul Il,Seri
343.07
Hakcipta2002, padaPenulis
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi bukuinidengan earnapapun,termasuk dengan earn penggunaan mesin fotokopi,tanpaizinsahdaripenerbit Cetakanpertama,Februari 2002
Cetakan kedua, April 2004 2002.0685RAJ
Gunawan Widjaja
USENSI ATAUWARALABA: Suatu Panduan Praktis Hakpenerbitan padaPT RajaGrafindo Persada, Jakarta Disain Cover olehRahmatika
Dicetak di FajarInterpratama Offset PT RajaGrafindo Persada
JI. Pelepah Hijau IV TN.I. No. 14-15 Kelapa Gading Permai
Jakarta 14240
TellFax :4520951-4529409 E-mail :rajaperstsindo.net.id Http ://www.rajawaiipers.com
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Buku Lisensi atau Waralaba: Suatu Panduan Praktis. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada PT RajaGrafindo Persada, yang kembali bersedia untuk menerbitkan buku ini sebagai pelengkap atau supplemen dari dua buku kami terdahulu,yaitu bukuSeri Hukum Bisnis:Lisensi,danSeri Hukum Bisnis: Waralaba.
Dalam bukuSeri Hukum Bisnis: Lisensi,dan bukuSeri Hukum Bisnis: Waralaba para pembaca disodorkan konsep dan konsepsi dasar Iisensi dan waralaba, secara terpisah, sebagai bentuk-bentuk pengembangan usaha (secara internasional) yang lebih moderat dan menguntungkan dibanding sekadar hanya melakukan kegiatan ekspor impor dan imbal beli secara tradisional. Melalui kedua bentuk pengembangan usaha tersebut,yaitu Iisensi dan waralaba, pengusaha memastikan dirinya memperoleh imbalan usaha yang jauh lebih baik dan lebih besar, dengan tanpa melibatkan"investasi" yang lebih besar lagi. Sebagai pelengkap dan untuk memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh, khususnya dalam bentuk implementasi dari konsep dan konsepsi Iisensi dan waralaba yang telah
VI Lisensi atauWaralaba:Suatu Pengantar Praktis
dijelaskan dalam kedua buku tersebut, dihadirkanlah buku ini yang memberikan petunjuk praktis pembentukan dan penyusunan perjanjian pemberian lisensi dan perjanjian pemberian waralaba menurut ketentuan hukum negara Republik Indonesia. Meskipun tidak spesifik Indonesia, contoh perjanjian pemberian lisensi dan perjanjian pemberian waralaba yang diperoleh dari situs aslinya (Microsoft, W@P, dan City of Pittsburgh) diharapkan dapat memberikan contoh konkret perjanjian pemberian lisensi dan perjanjian pemberian waralaba.
Memiliki kedua buku Seri Hukum Bisnis, tentang Lisensi dan Waralaba tanpa merriiliki buku ini rasanya kurang klop; dan seba-liknya, sebagai kelanjutan, pelengkap atau supplemen dari kedua buku Seri Hukum Bisnis tersebut, pemahaman akan buku ini akan terasa sangat hambar tanpa didahului pengetahuan akan konsep dan konsepsi dasar dari lisensi dan waralaba itu sendiri. Dengan memiliki buku ini bersama-sama dengan buku Seri Hukum Bisnis, tentang Lisensi dan Waralaba, para pembaca sekalian akan mempunyai pengetahuan yang komprehensif dan wawasan yang jernih tentang lisensi dan waralaba. Bagi para pengusaha, pemahaman yang menyeluruh tersebut akan sangat bermanfaat dalam melakukan pengembangan usaha melalui lisensi dan atau waralaba diIndonesia, secara optimum. Akhir kata penulis berharap, agar buku ini dapat memberikan manfaat yang optimum bagi kalangan usahawan Indonesia yang ter-libat secara langsung dalam dunia bisnis lisensi dan atau waralaba, para akademisi, dan mereka yang tertarik dengan kegiatan usaha da-lam bentuk lisensi dan atau waralaba. Sumbang saran dan kritik pem-baca sekalian sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan buku ini lebih lanjut.
Jakarta, medio November 2001 Gunawan Widjaja
DAFTARISI
VII
KATA PENGANTAR V
BABI PENDAHUlUAN i
BABII KONSEPSI USENSI DAN WARALABA 9
A. Pengertian Iisensi 9
B. Makna dan PengertianFranchise(Waralaba)
14
BAB III PENGATURAN USENSI DALAM HUKUMPOSITIF DI INDONESIA
21
A. Pengaturan Lisensi dalam Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri dan Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu
23
B. Pengaturan Iisensi dalam Undang-Undang Merek
30
C. Pengaturan Iisensi dalam Undang-Undang Paten35
D. Pengaturan Iisensi dalam Hak Cipta
42
BABN PENGATURAN WARALABA DALAM HUKUM POSITIFDI INDONESIA
43
VIII Lisensi atauWaralaba:Suatu Pengantar Praktis
B. Waralaba Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 16
Tahun 1997 tanggal18 ]uni 1997 tentang Waralaba 48 C. Waralaba Menurut Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPPlKepl7/1997 tanggal30 ]uli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran
Usaha Waralaba 55
BAB V USENSI ATAU WARALABA - BERBAGAI PERTIMBANGAN 61 A. Menyusun dan Membuat Perjaniian Ilsensi atau
Waralaba 61
B. Pembuatan dan Penyusunan Perjanjian Waralaba 80
C. Iisensi atau Waralaba 101
BAB VI PENUTUP 107
A. Kesimpulan 107
B. Saran 111
DAFfAR PUSTAKA IAMPIRAN 1
Microsoft licensing Product Use Rights IAMPIRAN2
license Agreement W@P IAMPIRAN3
Franchise Agreement between the City ofPittsburgh &AT&T Cable Services
113
123
186
1
1
PENDAHULUAN
WarrenJ. Keegen dalam bukunya Global Marketing
Manage-ment (Keegen,1989: 294) mengatakan bahwa pengembangan usaha seeara internasional dapat dilakukan dengan sekurangnya lima ma-cam eara:
1. dengan eara ekspor,
2. melalui pemberian lisensi;
3. dalambentukfranchising (waralaba);
4. pembentukan perusahaan patungan(joint ventures);
5. total ownership atau pemilikan menyeluruh, yang dapat di-lakukan melalui direct ownership (kepemilikan langsung) ataupun akuisisi.
Ekspor merupakan salah satu bentuk internasionalisasi produk atau jasa yang paling sederhana tanpa melibatkan diri seeara lang
-sung dan mendalam dengan faktor-faktor ekonomi, sosial, dan politik dari negara tujuan ekspor. Seperti dijelaskan dalam bukuSeri Hukum Bisnis: Transaksi Bisnis Internasional-Ekspor lmpor danImbal Beli (Widjaja dan Yani, 2000) kegiatan ekspor pada dasarnya merupakan kegiatan jual beli yang dilakukan seeara internasional. Agak berbeda
2 Lisensi atauWaralaba: Suatu Pengantar Praktis
dengan kegiatan jual beli pada umumnya, jual beli secara Interna -sional ini melibatkan berbagai macam instrumen, sarana, dan lembaga lainnya. Semua ini diperlukan agar, baik penjual (eksportir) maupun pembeli (importir) mendapatkan hak-hak mereka secara layak seba-gaimana mestinya.
Bagi pemilik usahalpengusaha,adakalanya kegiatan ekspor ini tidak mendatangkan keuntungan yang optimum.Hal ini dapat terjadi baik karena faktor-faktor teritorial yang berdampak ekonomis maupun faktor-faktoryang bersifat politis.]auhnya jarak yangharus ditempuh oleh suatu produk dari negara asal menuju pada negara tujuan adakalanya meningkatkan baik faktor biaya maupun faktor risiko tidak sampainya produk yang diekspor ke negara tujuan. Faktor biaya pengiriman yang cukup mahal dari negara asal menuju negara tujuan ekspor kadangkala mernbuat produk yang diekspor kurang dapat bersaing dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh produ-sen-produsen yang berasal dari, baik negara tujuan itu sendiri rnau-pun negara sekitarnya. Faktor risiko yang disebutkan belakangan, dari sudut pemasaran,merupakan hal yang boleh dikatakan sangat buruk. Meskipun secara finansial, eksportir tidak dirugikan, namun dalam distribusi produk ia sudah mengalami kemunduran.Hilangnya barang atau produk eksportir dalam pasar (luar negeri) tentunya akan segera diisi oleh produk lainnya yang sejenis, dan ini berarti hilang-nya kesempatan bagi eksportir untuk mengembangkan usahahilang-nya (Widjaja, 2001: 2).
Pembentukan perusahaan patungan untuk memproduksi ba-rang atau jasa yang dihasilkan melahirkan risiko yang cukup besar bagi seorang pengusaha, khususnya yang berhubungan dengan masalah sosial politik dari negara di mana investasi akan dilakukan. Demikian juga halnya investasi langsung (direct invesment) dan akuisisi bisnis hanya mungkin dan akan dilakukan jika secara ekonomis,
Pendahuluan 3 sosial, dan politis dimungkinkan.Nasionalisasi, mungkin kata inilah, yang senantiasa menghantui pengembangan usaha dalam bentuk pendirian perusahaan,baik dalam bentuk usaha patungan atau kerja sama maupun perusahaan yang dikuasai seluruhnya. Selain nasionali-sasi, adakalanya struktur budaya dan aturan hukum yang berlaku
(cultural andlegal constraint) juga dapat menyulitkan dilakukannya investasi Iangsung dan akuisisi bisnis oleh seorang pengusaha (Widjaja, 2001: 2-3).
Sebagai alternatif upaya untuk Iebih mendekatkan diri pada kon-sumen di negara tujuan, serta untuk mengurangi dampak biaya trans-portasi ekspor yang tinggi, serta risiko hiIangnya produk dari pasaran sebagai akibat risiko transportasi dan embargo yang mungkin dilaku-kan secara politis,maka mulailah diupayakan untuk mengembangkan suatu bentuk usaha baru yang dikenal dengan nama lisensi (Widjaja, 2001: 3).Secara umum dalam Black's Law Dictionary, lisensi ini diartikan sebagai"Apersona! priVilege to do some particular act or
.
if
"
senes0 acts... . atau
The permission by competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise would notallowable.
Artinya, lisensi adaIah suatu bentuk hak untuk melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan yang diberikan oleh me-reka yang berwenang daIam bentuk izin. Tanpa adanya izin tersebut, maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang, yang tidak sah,yang merupakan perbuatan melawan hukum (Widjaja,2001: 3).
MelaIui lisensi, pengusaha memberikan izin kepada suatu pihak untuk membuat produk yang akan dijual tersebut. Izin untuk
mem-4 Lisensi atauWaralaba:Suatu Pengantar Praktis
buat produk tersebut bukan diberikan dengan curna-curna. Sebagai imbalan dari pembuatan produk dan atau biasanya juga meliputi hak untuk menjual produk yang dihasilkan tersebut, pengusaha yang memberi izin memperoleh pembayaran yang disebut dengan nama royalty. Besarnya royalti ini selalu dikaitkan dengan banyaknya atau besarnya jumlah produk yang dihasilkan dan atau dijual dalam suatu kurun waktu tertentu (Widjaja, 2001: 3).
Warren]. Keegen (Keegen, 1989: 296) menyatakan bahwa biaya pemberian lisensi ini tidak besar,dan karenanya dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan seeara lebih optimal. Meski-pun demikian, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi seorang pengusaha yang ingin melebarkan dan mengembangkan sayap usaha-nya melalui pemberian lisensi ini. Pemberian lisensi harus dilakukan seeara selektif agar dapat tereipta suatu sinergi yang optimum (Wi-djaja, 2001: 4).
Memang tidak dapat disangkal dengan kemampuan teknologi dan pengetahuan (know bow) yang unik, dan biasanya sedikit lebih maju atau inovatif, pengusaha dapat dengan mudah menawarkan kelebihan kemampuannya tersebut kepada pihak lain untuk menjalan-kan usahanya. Namun bumenjalan-kan hal itu yang menjadi sorotan, menurut Keegen potensi mitra usaha yang diberikan lisensi merupakan kunci utama keberhasilan suatu bentuk lisensi. Pemberian izin penggunaan teknologi dan atau pengetahuan saja dalam banyak hal masih dirasa-kan kurang eukup oleh kalangan usahawan, khususnya bagi mereka yang berorientasi internasional. Bagi mereka konsumen di manapun berada harus dapat mengenali keberadaan mereka. Oleh karena itu, suatu kesamaan dalam segala wujud dan segi mulai dipikirkan. Me-reka tidak hanya bieara soal teknologi atau pengetahuan yang sama yang dipergunakan untuk membuat produk yang dihasilkan, me-lainkan juga suatu eitra (image), pesona, eara-eara menghadapi
Pendahuluan 5
konsumen hingga pada penampilan yang serupa dan harga yang hampir seragam. Pemberian lisensi kemudian berkembang dari hanya bentuk lisensi teknologi menjadi lisensi dalam berbagai maeam bentuk Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya,termasuk-di dalamnya lisensi atas merek dagang, hak cipta, desain industri, bahkan juga rahasia dagang (Widjaja, 2001: 4).
Lisensi merupakan suatu bentuk pemberian hak, yang semen-tara dapat bersifat eksklusif maupun bersifat noneksklusif. Pembe-rian hak ini kemudian dirasakan tidak eukup, jika Pemberi Lisensi bermaksud untuk melakukan "penyeragaman total",yang tidak hanya dalam bentuk hak, tetapi juga kewajiban-kewajiban untuk mematuhi dan menjalankan segala dan setiap perintah yang dikeluar-kan, termasuk sistem pelaksanaan operasional kegiatan yang diberikan Iisensi tersebut. Untuk itu maka mulai dikembangkanlah Franchise(waralaba) sebagai altematifpengembangan usaha,khususnya yang dilakukan seeara intemasional dan world wide. Sebagaimana halnya pemberian Iisensi, waralaba ini pun sesungguhnya meng-andalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tata eara, proses serta suatucode of conduct dan sistem yang.telah ditentukan oleh pengusaha Franchisor. Dalam waralaba ini dapat dikatakan bahwa sebagai bagian dari kepatuhan mitra usaha terhadap aturan main yang diberikan oleh pengusaha Franchisor, maka mitra usaha diberikan hak untuk memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual dari pengusaha Franchisor, baik dalam bentuk penggunaan merek dagang, merek jasa, hak eipta atas logo, desain industri, paten berupa teknologi, maupun rahasia dagang. Pengusaha Franchisor selanjutnya memperoleh imbalan royalti atas penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual mereka oleh Penerima Waralaba (Widjaja, 2001: 4-5).
6 Lisensi atau\Varalaba:Suatu Pengantar Praktis
Demikianlah dapat kita lihat bahwa ternyata lisensi dan wara-laba dapat dipergunakan oleh pengusaha untuk mengembangkan usahanya secara tanpa batas(borderless)kemana pun juga ke seluruh bagian dunia. Namun demikian, ada satu hal yang oleh Keegen dikatakan perlu mendapat perhatian yang lebih saksama dari seorang pengusaha yang akan memberikan lisensi dan atau waralaba,
yaitu masalah ketentuan hukum yang berlaku di negara di mana lisensi atau waralaba akan diberikan atau dikembangkan. Menurut Keegen adakalanya Penerima Iisensi atau Franchise dapat beralih
"wujud" dari mitra usaha menjadi kompetitor. Hal ini merupakan suatu ancaman yang tidak pelak sangat merugikan kepentingan pengusaha yang akan mengembangkan usahanya dalam bentuk lisensi atau waralaba (Widjaja, 2001: 5).
Pada sisi lain, seorang atau suatu pihak Penerima Iisensi atau waralaba yang menjalankan kegiatan usaha sebagai mitra usaha Pern-beri Iisensi atau waralaba menurut ketentuan dan tata cara yang dlberikan, juga~em_~~lu~a~ kepastian bahwa kegiata_n usaha yang sedang dijalankan olehnya tersebut memang sudah benar-benar teruji dan memang merupakan suatu produk yang disukai oleh
m~yara~!, ~e~_a~_dapat mernberikan suatu manfaat (finansial) baginya. Ini berarti lisensi dan waralaba sesungguhnya hanya memiliki satu aspek yang didambakan baik oleh pengusaha Pemberi Iisensi atau waralaba maupun mitra usaha Penerima Iisensi dan Franchise,yaitu masalah kepastian dan perlindungan hukum (Widjaja, 2001: 5)..: .. ._ .
p_e!1gandemikian maka sesungguhnya seorang pengusaha
diha-dER~an._pad~_d.I,l~~p.iJjhal} .investasi tidak.langsung,..yaitu lisensi atau waralaba. Mana yang akan dipilih dan dipergunakan sebagai metode pengembangan usaha sangat bergantungpada iklim hukum yang berlaku di suatu negara. Ini berarti seorang pengusaha yang akan
Pendabuluan 7 mengembangkan usahanya di Indonesia, melalui lisensi atau wara-laba, harus memperhatikan dengan cermat dan saksama, bagaimana ketentuan hukum yang ada di negara Republik Indonesia, yang mengatur mengenai lisensi dan waralaba.Pengaturan hukum yang berbeda akan membawa kepada konsekuensi ekonomis yang juga mungkin akan berbeda. Atas dasar pemikiran tersebut maka rasanya perlu bagi para pengusaha tersebut untuk mengetahui secara jelas bagaimana sesungguhnya pengaturan mengenai lisensi dan waralaba diIndonesia.
Buku ini, yang terdiri dari enam bab diharapkan dapat menja-wab pertanyaan tersebut dan memberikan pedoman praktis bagi kalangan usahawan dalam memilih dan menentukan bentuk pengem-bangan usaha di Indonesia yang hendak ditempuh "Iisensi atau Waralaba". Bab perrama merupakan bab pendahuluan memberikan gambaran umum mengenai bentuk-bentuk,pengembangan usaha (secara intemasional) yang dapat ditempuh oleh setiap pengusaha yang bermaksud untuk melakukan pengembangan usahanya, dari bentuk yang paling.konvensional hingga penyertaan langsung. Bab kedua menjelaskan mengenai konsepsi lisensi dan waralaba, sebagai suatu bentuk pengembangan usaha. Bab ketiga menguraikan ke -tentuan yang mengatur mengenai lisensi di Indonesia.Bab keempat menjelaskan mengenai pengaturan waralaba di Indonesia. Bab kelima yang merupakan tema sentral tulisan ini menjabarkan proses pembuatan dan penyusunan suatu perjanjian lisensi dan perjanjian waralaba menurut ketentuan hukum negara Republik Indonesia. Selanjutnya dalam bab kelima ini juga akan dijelaskan perbedaan dalam pembuatan dan penyusunan perjanjian lisensi dan perjanjian waralaba yang harus diperhatikan oleh para pengusaha yang ber-maksud mengembangkan usahanya di Indonesia. Perbedaan-perbedaan menurut hukum tersebut,dengan segala konsekuensinya
8 lisensi atauWaralaba:Suatu Pengantar Praetis
diharapkan dapat menjadi dan merupakan pertimbangan pokok dalam memilih bentuk ''Lisensi atau Waralaba" agar nantinya tidak terjebak dalam sistem hukum yang berlaku. Bab keenam yang meru-pakan bab penutup akan memberikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi praktik dunia usaha.
9
2
KONSEPSI LISENSI DAN
WARALABA
A. PENGERTIAN LISENSI
Seperti telah disebutkan dalam Bab I Buku ini, dalam Black's
law Dictionarylisensi ini diartikan sebagai<lApersonal privilege to do some particular act orseries ofacts ..."
atau
The permission by competent authority to do an act which, without suchpermission would beillegal, a trespass,a tort, orotherwise would notallowable.
Ini berarti lisensi selalu dikaitkan dengan kewenangan dalam bentuk privilege untuk melakukan sesuatu oleh seseorang atau suatu pihak tertentu. Pengertian yang umum,dalam Black's law Dictionary, penggunaan istilah lisensi senantiasa dikaitkan dengan penggunaan atau pemanfaatan tanah berdasarkan pada izin yang diberikan oleh otoritas atau pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah pejabat atau instansi pemerintah terkait. Selanjutnya, jika kita coba telusuri lebih jauh makna lisensi yang diberikan dalamBlack's
law Dictionary, di mana dikatakan bahwaLicensing adalah "The sale of a license permitting the use of patents, trademarks,or the
10 lisensiatauWaralaba:Suatu Pengantar Praktis
technology to another
firm ':
dapat kita tarik suam kesimpulan bahwa makna lisensi secara tidak langsung sudah bergeser ke arah "penjual-an'; izin (privilege) untuk mempergunakan paten, hak atas merek (khususnya merek dagang) atau teknologi (di luar perlindungan paten=
rahasia dagang) kepada pihak lain (Widjaja, 2001:7-8). Sampai sejauh ini pun sesungguhnya lisensi masih dikaitkan dengan kewe-nangan dalam bentuk privilege tersebut yang diberikan oleh negara untuk menggunakan dan memanfaatkan paten, rahasia dagang maupun teknologi tertentu. Dengan rumusan tersebut pun dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa lisensi merupakan hak privilege yang bersifat komersial, dalam ani kata memberikan hak dan kewenangan untuk memanfaatkan paten maupun merek dagang atau teknologi yang dilindungi secara ekonomis.Pihak yang "rnenjual" atau memberikan lisensi tersebut dise-but dengan nama Licensor (atau Pemberi Lisensi), dan pihak yang menerima lisensi disebut dengan nama Licensee (atau Penerima Lisensi). DalamBlack'sLawDictionaryLicensoradalah "The person who gives orgrants a license': dan Licensee adalah "Person to whom
a license hasbeen granted".
Jika kita coba lihat pengertian lain tentang Lisensi, seperti misalnya yang dirumuskan dalam Law Dictionary karya PH Collin, di mana Lisensi didefinisikan sebagai:
Official document which allows someone to do something orto use something;
Permission given bysomeone to do something which would other-wise be illegal.
Tampak bahwa ternyata rumusan yang diberikan tidak jauh berbeda dari yang diberikan dalam Black's Law Dictionary sebagaimana telah kita bahas diatas, Rumusan tersebut pun lebih menekankan
Konsepsi Lisensi dan IVaralaba 11 pada pemberian izin dalam bentuk dokumen (tertulis) untuk me-lakukan sesuatu atau untuk memanfaatkan sesuatu, yang tanpa izin tersebut merupakan suatu perbuatanyang tidak sah atau tidak diper -kenankan oleh hukum.
Selanjutnya dalam Law Dictionary karya PH Collin tersebut dapat kita temukan lagi suatu pengertian yang berhubungan dengan Iisensi, yaituLicensing Agreement,yang diartikan sebagai"Agreement where aperson isgranted a license to manufacture something orto use something, but not anoutright sale".
Dari pengertian yang diberikan tersebut dapat kita lihat bahwa ternyata pengertian Iisensi pun mengalami perluasan ke dalam ben-tuk izin unben-tuk memproduksi atau unben-tuk memanfaatkan sesuatu,yang tidak atau bukan merupakan suatu bentuk penjualan lepas.
]ika kita lihat pengertian Licensing yang diberikan oleh
Betsy-Ann Toffler dan]ane Imber dalamDictionary of Marketing Terms,
di manaLicensingdiartikan sebagai:.
Contractual agreement between two business entities in which li-censor permits the licensee to use a brand name, patent, or other proprietary right, inexchangeforafee orroyalty.
Licensing enables the licensor to profit from the skills, expansion capital, orother capacity ofthe licensee.
Licensing is often usedbymanufacturers to enter foreign markets in which they have noexpertise.
The licensee benefitsfrom the name recognition andcreativity ofthe licensor.
kita dapat mengatakan bahwa Iisensi, dalam pengertian yang lebih lanjut senantiasa melibatkan suatu bentuk perjanjian (kontrak tertu-lis) dari Pemberi Lisensi dan Penerima Usensi. Perjanjian ini sekaligus
12 Lisensi atauWaralaba: Suatu Pengantar Praktis
berfungsi sebagai dan merupakan bukti pemberian izin dari Pemberi Lisensi kepada Penerima Lisensi untuk menggunakan nama dagang, paten atau hak milik lainnya (Hak atas Kekayaan Intelektual). Pem-berian hak untuk memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual ini dlsertai dengan imbalan dalam bentuk pembayaran royalti oleh Penerima Lisensi kepada Pemberi Lisensi.
Rumusan tersebut melihat dua sisi keuntungan yang diperoleh, baik dari sisi Pemberi Lisensi maupun Penerima Lisensi. Bagi Pemberi Lisensi, dikatakan bahwa lisensi memungkinkan Pemberi Lisensi un-tuk memperoleh manfaat dari keahIian, modal, dan kemampuan Penerima Lisensi, sebagai mitra usaha yang mengembangkan usaha yang dimiIiki oleh Pemberi Lisensi. Selanjutnya Penerima Lisensi dapat memanfaatkan nama besar dari Pemberi Iisensi serta Hak atas Kekayaan Intelektual dan kretivitas Pemberi Lisensi, tanpa Penerima Lisensi sendiri harus mengembangkannya dari awal. ]adi dari sini diharapkan dapat tercipta sinergi keduanya.
Wilbur Cross dalam Dictionary of Business Terms tidak memberikan rurnusan dari Lisensi, namun dikatakan bahwaLicensing
Agreementadalah:
A contract permitting one party to ensure one or more operations of another party, such as manufacturing, selling, or servicing, in consideration for monetary remuneration or other benefit, as specified.
Pengertian ini boleh dikatakan sejalan dengan pengertian yang diberikan oleh Betsy-Ann Toffler dan ]ane Imber dalam Dictionary
of Marketing Terms, hanya saja pengertian yang diberikan Wilbur Cross tidak memasukkan unsur Hak atas Kekayaan Intelektual, melainkan dalam bentuk yang lebih umum, yaitu dalam bentuk produksi, penjualan maupun pemberian jasa.
Konsepsilisensidan Waralaba 13
Pengertian lisensi,yang telah berkembang (dari sekadar
privi-legeyang diberikan oleh negara atas pemanfaatan tanah),telah pula diambil alih dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam,Undang-Undang No.30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,Undang-Undang No. 31 Tahun 2001 tentang Desain Industri, Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten,dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek; yang semuanya mengatur mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (Widjaja, 2001: 43-44). Adapun rumusan atau pengertian lisensi yang diberikan dalam kelima undang-undang tersebut adalah,secara berturut-turut sebagai berikut:
Lisensi adalab izin yang diberikan oleb pemegang Hak Rabasia Dagang kepada pibak lain melalui suatu perjanjian berdasarkari
pada pemberian bak (bukan pengaliban bak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rabasia Dagang yang diberi perlin-dungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Undang-Undang No.30Tabun 2000).
Lisensi adalab izin yang diberikan oleb pemegang Hak Desain In-dustri kepada pibak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian bak (bukan pengaliban bak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Industri yang diberi perlin-dungan dalam jangkawaktu tertentu dan syarat tertentu (Undang-Undang No.31Tabun 2000).
Lisensi adalab izin yang diberikan oleb PemegangJ!q!L !!epada pibak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian bak (bukan pengaliban bak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu De'sain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang diberi perlin-.dungan dalam jangkawaktu tertentu dan syarat tertentu
14 Lisensi atauWaralaba: Suatu Pengantar Praktis
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menik-mati manfaat ekonomi dari suatu patenyangdiberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu (Pasal1 angka13Undang
-Undang No. 14Tahun 2001).
Lisensi adalab izin yang diberikan Pemilik Merek terdaftar ke-pada pibak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan ke-pada pem-berian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang danlatau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu tertentu dan syarat
tertentu (pasal1 angka13Undang-Undang No.15Tahun 2001).
Demikianlah dapat kita lihat bahwa lisensi adalah suatu bentuk pemberian izin pemanfaatan atau penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual, yang bukan pengalihan hak, yang dimiliki oleh pemilik lisensi kepada Penerima Lisensi, dengan imbalan berupa royalti. Dalam pengertian ini tersirat bahwa seorang Penerima Lisensi adalah independen terhadap Pemberi Lisensi, dalam pengertian bahwa Penerima Lisensi menjalankan sendiri usahanya, meskipun dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut ia mempergunakan atau memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual milik Pemberi Lisensi, yang untuk hal ini Penerima Lisensi membayar royalti kepada Pemberi Lisensi (Widjaja, 2001: 44).
B. MAKNADANPENGERTIANFRANCHISE(WARALABA)
PH Collin, dalam Law Dictionary mendefinisikan Franchise sebagai"License to trade using a brand name andpaying'a royalty for
it':
danfranchising sebagai ''Act ofselling a license to trade asa Francbisee". Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalanKonsepsi Lisensi dan Waralaba 15
Sejalan namun agak berbeda,Francbise atau Waralaba dalam
Black'sLawDictionarydiartikan sebagai:
A special privilege granted orsold, such as to use a name or to sell products orservices.
In its simple terms,a Franchise isa license from owner of a trade
-mark or trade name permitting another tosell a product orservice under that name ormark.
More broadly stated, a Franchise has evolved into an elaborate agreement under which the Franchisee undertakes to conduct a business orsell aproduct orservice in accordance with methods and procedures prescribedbythe Franchisor, andthe Franchisor under-takes to assist the Franchisee thorugh advertising, promotion and other advisory services.
Rumusan di atas menunjukkan pada kita semua bahwa wara-laba ternyata juga mengandung unsur-unsur sebagaimana yang diberikan pada Iisensi, hanya saja dalampengertian waralaba seperti diberikan dalam Black's Law Dictionary, lebih menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merekdagangFrancbisor (PemberiWaralaba) ,
dengan kewajiban pada pihak Francbisee (Penerima Waralaba)
untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. Dalam kaitannya dengan pern-berian izin dan kewajiban pemenuhan standar dari Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba akan memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar Penerima Waralaba dapat menjalankan usahanya dengan baik.
Pemberian waralaba ini didasarkan pada suatuFranchise Agree-ment, yang menurutBlack'sLawDictionaryadalah:
16 Iisensi atau Waralaba:Suatu Pengantar Praktis
Generally,anagreement between asupplierofaproduct orservice or an owner of a desired trademark or copyright (Franchisor),and a reseller (Franchisee) under which the Franchisee agrees to sell the Franchisor product or service or to business under the Franchisor's name.
Dalam pengertian yang demikian dapat kita tarik suatu kesim-pulan bahwa seorang Penerima Waralaba juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. Kewajiban untuk mempergunakan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemberi Waralaba oleh Penerima Waralaba mem-bawa akibat lebih lanjut bahwa suatu usaha waralaba adalah usaha yang mandiri, yang tidak mungkin digabungkan dengan kegiatan usaha lainnya (milik Penerima Waralaba). Ini berarti pemberian waralaba menuntut eksklusivitas, dan bahkan dalam banyak hal mewajibkan terjadinya noncompetition clause bagi Penerima Waralaba, bahkan setelah perjanjian pemberian waralabanya berakhir (Widjaja, 2001: 8-9).
Pengertian mengenai eksklusivitas di atas dapat kita telusuri lebih jauh dari pengertian Franchised Dealer dalam Black's Law
Dictionary, dimana dikatakan bahwaFranchise Dealer adalah:
A retailer who sells the product orservice ofa manufacturer orsup
-plier under a Franchise agreement which generally protects the territory for the retailer and provides advertising and promotion support tohim.
Pengertian Franchise Dealer tersebut menunjukkan pada kita semua bahwa eksklusivitas yang diberikan oleh Penerima Waralaba juga ternyata (adakalanya) diimbangi oleh pemberian eksklusivitas oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba atas suatu wilayah kegiatan tertentll.
Konsepsi Lisensi dan Waralaba 17
Makna eksklusivitas yang diberikan dalamBlack'sLaw Dictio-nary, juga diakui dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi karya John Downes dan Jordan Elliot Goodman, yang memberikan arti bagiFranchise(Hak Kelola) sebagai:
Suatu bak kbusus yang diberikan kepada dealer oleb suatu usaba
manufaktur atau organisasi jasa ioaralaba, untuk menjual
pro-duk ataujasapemilik waralaba di suatu uiilayab tertentu, dengan atautanpa eksklusivitas.
Pengaturan seperti itu kadangkala diresmikan dalam suatu
Fran-cbise agreement (perjanjian bak kelola),yang merupakan kontrak
antara pemilik bakkelola danpemegang bakkelola.
Kontrak menggariskan babwa yang disebutkan pertama dapat
menawarkan konsultasi,bantuan promosional,pembiayaan,dan'
manfaat lain dalam pertukaran dengan suatu persentase dari
penjualan ataulaba.
Bisnis dimiliki pemegang bak kelola yang biasanya barus meme-nubisuatu persyaratan investasi tunaiawal.
Daripengertian tersebut dapatkitalihat bahwa pengertian Fran-chiseyang diberikan dalamKamus Istilah KeuangandanInvestasi tersebut lebih menekankan pada pemberiari konsultasi, bantuan promosional,dan pembiayaan serta manfaat lain yang diberikan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba dengan pertukaran dengan suatu persentase dari penjualan atau laba (royalti) dari Pene-rima Waralaba kepada Pemberi Waralaba.
Satu pengertian lain yang mendapat penekanan dari penger -tian waralaba menurutJohn Downes dan Jordan Elliot Goodman da-lam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi tersebut adalah bahwa waralaba biasanya juga memenuhi persyaratan investasi awal tunai yang harus disediakan oleh Penerima Waralaba.
18 Lisensi atau Waralaba:SuatuPengantarPrahtis
Dalam Dictionary of Marketing Terms oleh Betsy-Ann Tamer dan lane Imber,Franchise diartikan sebagai:
License granted bya company(the Franchisor) to an individual or firm (the Franchisee) to operate a retail,food,or drug outlet where
the Franchisee agrees to use the Franchisor'sname;products; servi-ces;promotions;selling, distribution, and display methods;and other company support.
Right to market a company's goods orservices in a specific territory,
which right has been granted by the company to an individual, group ofindividuals, marketing group, retailer, or wholesaler. Specific territory oroutlet involved in such a right.
Pengertian tersebut dibedakan dari maknaBrand Franchise yang dirumuskan sebagai:
Arrangement between a brand name manufacturer and a wholesaler or retailer that gives the whowholesaler or retailer the exclusive -right tosell the brand manufacturer'sproduct in a specific territory. This arrangement is usually done by contractual agreement over a period oftime.
A brand Franchise allows the wholesaler or retailer to sell the pro-duct in a noncompetitive market and therefore to set price limita
-tions asthe traffic will bear.
]adi dalam hal ini jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewa-jiban untuk menggunakan suatu sistern dan metode yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba termasuk di dalamnya hak untuk memper-gunakan merek dagang. Pengertian waralaba (yang umum) ini dibedakan dari waralaba nama dagang yang memang rnengkhusus-kan diri pada perizinan penggunaan nama dagang dalam rangka pemberian izin untuk melakukan penjualan produk Pemberi
Konsepsi Lisensi dan Waralaba 19
i('aralaba dalam suatu batas wilayah tertentu, dalam suatu pasar
yangbersifat non-kompetitif. Makna yang terakhir ini menyatakan bahwa pemberian waralaba nama dagang seringkali terikat dengan
tewajiban untuk memenuhi persyaiatan penentuan harga yang telah ditetapkan dan digariskan oleh Pemberi Waralaba. Eksklusivitas dan penentuan harga yang relatif seragam ini perlu mendapat perhatian khusus pada negara-negara yang sudah memberikan pengaturan mengenaianti-trust.
Pengertian yang lain dari kegiatan atau aktivitas waralaba di-berikan oleh Wilbur Cross dalam Dictionary of Business Terms,
yang merumuskanFranchise sebagai:
A business enterprise that is established under the authority and jurisdiction ofaparent company,known asa Franchiser, andsubject. to the latter's operational policies, procedures,andstipulations.The concept ofjranchising dates back to mediaeval times when Lords of the land granted the right to one of their knights togovern part of their domain. Markets andfairs were also conducted under Fran-chise,as were certain other commercial activities. Today the terms of a Franchise contract may include such items as rates and ser-vices to be providedbythe grantee, payments to the grantor, and provisions for termination of the Franchise. Municipalities grant Franchises to public utility companies giving them monopolies in electrical, gas, or telephone services but reserving the right to re-gulate them. Common forms of business in which Franchises thrive are retail operations, hotels and motels,fast food chains,printing, photocopying, mailing services, automobile dealersbips, and gre-eting card shops. The Franchiser furnishes the Franchisee with its name and trademark,architectural design, and operating proce-dures.Approximately one outofevery three dollars in the retail field goes to a Franchise operation.
20 Lisensi atauWaralaba: Suatu Pengantar Praktis
The individual(s) or firm that consents to operate a Franchise from a parent company, under a license with exclusive rights tosell products orperform services within a designated geographical
territory.
Dari pengertian,definisi maupun rumusan yang telah diberikan di atas,dapat kita katakan bahwa pada dasarnya waralaba merupa -kan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistern,metode, tata cara, prosedur, metode pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh Pemberi Waralaba secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh Penerima Lisensi. Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif. Seorang atau suatu pihak yang menerima waralaba tidaklah dimungkinkan untuk melakukan kegiatan lain yang sejenis atau yang berada dalam suatu lingkungan yang mungkin menimbulkan persaingan dengan
.kegiatan usaha waralaba yang diperoleh olehnya dari Pemberi Waralaba.Noncompetition merupakan suatu isu yang sangat penting dalam waralaba (Widjaja, 2001:12).
Demikianlah dalam Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997 tanggal18 [uni 1997 tentang Waralaba dikatakan bahwa:
''Waralaba adalab perikatan di mana salab satu pibak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas ke-kayaan intelektual atau penemuan atau ciri kbas usaba yang di-miliki pibak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan danataupenjualan barang danataujasa" (pasal1 angka 1).
21
3
PENGATURAN LISENSI DALAM
HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Seperti telah disebutkan terdahulu dalam Bab II pengertian H· sensi, yang telah berkembang (dari sekadarprivilegeyang dlberikan oleh negara atas pemanfaatan tanah), telah pula diambil alih dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;yang semuanya mengatur mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual. Adapun rumusan atau pengertian lisensi yang diberikan dalam kelima undang-undang tersebut adalah, secara berturut-turut sebagai berikut:
Lisensi ada/ab izin yang diberikan o/eb pemegang Hak Rabasia Dagang kepada pibak lain me/a/ui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian bak (bukan pengaliban bak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rabasia Dagang yang diberi perlin-dungan da/am jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Undang-Undang No. 30Tabun 2000).
22 Lisensi atauWaralaba:Suatu Pengantar Praktis
lisensiadalahizinyangdiberikan olehpemegangHak Desain In-dustri kepada pibak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan
pada pemberian hak (bukan pengaliban hak) untuk menihmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Industri yang diberi perlin-dungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Undang-Undang No.31Tahun 2000).
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak eepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkanpadapemberian hak (bukan pengaliban hak) untuk menikmati manjaat ekonomi dari suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang diberi perlin-dungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Undang-Undang No.32Tahun 2000).
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menik-mati manjaat ekonomi darisuatu Paten yangdiberi perlindungan dalam jangka waktu dansyarat tertentu (Pasal I angka13 Undang-Undang No.14Tahun 2(01).
Lisensi adalah izinyangdiberikan Pemilik Merek terdaftar kepada pibak lain melalui suatuperjanjianberdasarkanpadapemberian hak (bukan pengaliban hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenisbarang danlatau jasayang didaftarkan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (Pasal I angka13Undang-Undang No.15Tahun 2001).
Ini berarti lisensi adalah suatu bentuk pemberian izin peman-faatan atau penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual, yang bukan pengalihan hak, yang dimiliki oleh pemilik lisensi kepada Penerima Lisensi, dalam jangka waktu dan syarat tertentu, yang pada umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti. Penerima Lisensi adalah independen terhadap Pemberi Lisensi, dalam pengertian bahwa Penerima Lisensi menjalankan sendiri usahanya, meskipun dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut ia mempergunakan atau
Pengaturan Lisensi Dalam Hukum Positijdi Indonesia 23
memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual milik Pemberi Lisensi, yang untuk hal ini Penerima Lisensi membayar royalti kepada Pemberi Lisensi (Widjaja, 2001: 44).
A. PENGATURAN LISENSI DALAM UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG, DESAIN INDUSTRI DAN DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
Definisi mengenai lisensi yang diberikan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang No.31 Tahun 2001 tentang Desain Industri, dan Undang-Undang No.32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dapat kita pilah-pilah ke dalam beberapa unsur, yang meliputi:
1. adanya izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Rahasia Dagang, Hak atas Desain Industri, maupun Hak atas Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
2. izin tersebut diberikan dalam bentuk perjanjian:
3. izin tersebut merupakan pemberian hak untuk menikrnati manfaat ekonomi (yang bukan bersifat pengalihan hak);
4. izin tersebut diberikan untuk Rahasia Dagang, Desain Industri maupun Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang diberi perlin-dungan;
5. izin tersebut dikaitkan dengan waktu tertentu, dan syarat tertentu. Pemberian lzin aleh Pemegang Hak
Adanya izin merupakan syarat mutlak adanya lisensi. Ketiga undang-undang tersebut mensyaratkan bahwa izin tersebut harus diberikan oleh Pemegang Hak yang berhak (dan atau Pemilik Hak menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2000). Tidak hanya pengung-kapan Rahasia Dagang yang dapat dikenakan sanksi pidana,
penggu-24 Lisensi atauWaralaba:Suatu Pengantar Praktis
naan dan pemakaian Rahasia Dagang secara tidak berhak, perolehan Rahasia Dagang secara tidak sah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikenakan sanksi pidana. Demikian juga mereka yang tanpa persetujuannya membuat, me-makai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barangyangdiberi Hak Desain Industri (Pasal9 ayat(1)Undang-Undang No. 31 Tahun 2000),dan tanpa hak memakai,menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagian Desain yang telah diberi Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2000) juga dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal54 ayat (1) Undang-Undang No.31 Tahun 2000 dan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No.32 Tahun 2000.]adi jelas bahwa izin dari pihak yang berhak dan berwenang untuk memberikan Iisensi merupakan suatu hal yang mutlak harus dipenuhi agar terhindar dari sanksi pidana.
.Izinyang Diberikan Hams Dituangkan Dalam Bentuk Perjanjian
Ketentuan ini membawa konsekuensi bahwa Iisensi harus di-buat secara tertulis antara pihak Pemberi Lisensi (yaitu Pemegang Hak yang sah termasuk Pemilik Hak Rahasia Dagang) dengan pihak Penerima Lisensi. Ini berarti juga perjanjian pemberian Iisensi ini merupakan perjanjian formal, yang harus memenuhi bentuk yang tertulis.
Sebagai suatu perjanjian, ketentuan-ketentuan yang diatur da
-lam Pasal9 ayat(1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2000, Pasal36 ayat
(1)Undang No. 31 Tahun 2001 dan Pasal28 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2001 merupakan batasan syarat objektif bagi sahnya perjanjian Iisensi di negara Republik Indonesia.Adapun rumusan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No.30 Tahun 2000,Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2001 dan Pasal 28 ayat (1)
Pengaturan Lisensi Dalam Hukum Positl]di Indonesia 25 ....ndang-Undang No.32 Tahun 2001 adalah sebagai berikut:
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaba tidak sebat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal terdapat suatu perjanjian lisensi yang memuat keten-man yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekono-mian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan per-saingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka Direktorat ]enderal yang membawahi pencatatan perjanjian lisensi tersebut wajib menolak pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan tersebut. Pemberian Hak untuk Menikmati Manfaat Ekonomi yang Bukan Bersifat Pengaliban Hak
Tidak ada suatu pengertian yang jelas maupun pasti dari rumusan yang diberikan tersebut, hanya saja dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No. 30 Tahun 2000, yang lengkapnya berbunyi:
Berbeda dengan perjanjian yang menjadi dasar pengaliban Ra-basia Dagang, Lisensi banya memberikan bak secara terbatas dan dengan waktu yang terbatas pula.Dengan demikian, Lisensi banya diberikan untuk pemakaian atau penggunaan Rabasia Dagang dalam jangka waktu tertentu.Berdasarkan pertimbangan babwa si/at Rabasia Dagang yang tertutup bagi pibak lain, pelak-sanaan Lisensi dilakukan dengan mengirimkan atau mem-perbantukan secara langsung tenaga abli yang dapat menjaga Rabasia Dagang itu.
Hal itu berbeda, misalnya, dari pemberian bantuan teknis yang biasanya dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek,
peng-26 Lisensi atauWaralaba: Suatu Pengantar Praktis
operasian mesin baru atau kegiatan lain yang khusus dirancang dalam rangka bantuan teknik.
dapat kita tarik suatu kesimpulan sederhana bahwa dalam Lisensi dikenal adanya batas waktu, yang secara esensil (menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 ini) berbeda dari pengalihan Hak Rahasia Dagang. Analogi yang serupa dapat juga kita terapkan terhadap lisensi Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, mes-kipun Penjelasan tersebut tidak dapat kita temui dalam Penjelasan Pasal33 Undang-Undang No.31 Tahun 2000 dan Penjelasan Pasal25 Undang-Undang No.32 Tahun 2000.
Selanjutnya dari rumusan penjelasan tersebut dapat pula kita ketahui bahwa Lisensi ini secara prinsip juga berbeda dengan perjan-jian pemberian bantuan teknis (technical assistant) yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek, pembelian mesin baru atau hal-hallain yang berkaitan dengan masalah teknik. Rumusan ini sebenarnya
..rnempertegas kembali makna dari Rahasia Dagang, sebagai suatu .inforrnasi yang bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh kalangan terbatas, dalam arti bukan sesuatu yang telah diketahui secara luas oleh umum.
Hanya Diberikan untuk Hak yang Diberi Perlindungan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tidak secara langsung me-ngatur mengenai perlindungan Rahasia Dagang. [ika kita lihat dari pengertian yang diberikan dalam rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Rahasia Dagang tentang definisi Rahasia Dagang, dan rumus-an Pasal 1 rumus-angka 2 Undrumus-ang-Undrumus-ang Rahasia Dagrumus-ang, dapat kita lihat bahwa Undang-Undang Rahasia Dagang hanya mengatur masalah hak-hak yang diberikan kepada Pemegang Hak Rahasia Dagang (baik Pemilik Rahasia Dagang maupun Pemegang Rahasia Dagang) untuk secara eksklusif mempergunakan sendiri atau memberikan lisensi
Pengaturan LisensiDalam Hukum Positifdi Indonesia 27
kepada pihak ketiga unruk menggunakan atau memanfaatkan Rahasia Dagang tersebut secara ekonomis. Selanjutnya, jika kita baca keten-tuan Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Rahasia Dagang, yang masing-masing secara lengkapnyaberbunyi:
Pasal B
Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang de-ngan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untukmenjaga Rahasia Dagang yangbersangkutan. dan
Pasal14
Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pibak lainapabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan.
cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
yang dikaitkan dengan ketenruan Pasal 17 Undang-Undang Rahasia Dagang, yang berbunyi:
Pasal17
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipi-danadengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahundanl
atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00tiga ratus juta rupiab.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) me-rupakan delik aduan.
dapat kita katakan secaraa'contrario bahwa yang dimaksud dengan Rahasia Dagang yang dilindungi adalah Rahasia Dagang yang Pe-megang Hak Rahasia Dagangnya bukanlah mereka yang melanggar ketentuan Undang-Undang Rahasia Dagang ini.
28 Lisensi atau Waralaba: Suatu Pengantar Praktis
Berbeda dengan Rahasia Dagang, perlindungan Hak atas De-sain Industri dirumuskan secara tegas dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 dalam rumusan Pasal1 angka 5yang menyatakan bahwa:
"Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia hepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau membe-rikan persetujuannya kepada pibak lain untuk melaksanakan hak tersebut".
Serupa dengan .Hak Desain Industri, perlindungan Hak atas Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu juga dirumuskan secara tegas dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 yang mendefinisikan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai:
"hak eksklusif yangdiberikan oleh Negara ,Republik Indonesia kepada pendesainan atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu, melaksanakan sendiri,ataumemberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hakterseinu".
Untuk dapat dipenuhinya pemberian hak eksklusif oleh negara dalam kedua undang-undang tersebut dipersyaratkan adanya ke-wajiban pendaftaran,yang akan diikuti dengan proses pemeriksaan administratif, pengumuman, dan pemeriksaan substantif untuk me-nentukan terpenuhi tidaknya syarat pemberian perlindungan yang ditetapkan dalam masing-masing undang-undang tersebut. Hanya mereka yang telah memperoleh perlindungan yang diberikan oleh negara sajalah yang berhak untuk memberikan lisensi Hak Desain Industri dan atau Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Persyaratan Khusus
Adanya klausul dengan waktu tertentu dan syarat tertentu ini tampaknya merupakan esensi pembeda antara perianjian pengalihan Hak Rahasia Dagang dengan lisensi,oleh karena pernyataan "waktu
Pengaturan Lisensi Dalam Hukum PositifdiIndonesia 29
tertentu"ini beberapa kali diulang dalam beberapa rumusan untuk membedakannya dengan perjanjian pengalihan.
Jika kita baca Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang No. 30 Tahun 2000, yang berbunyi:
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan prinsip babwa
lisensib~fatnoneksklusif.
Artinya, lisensi tetap memberikan kemungkinan kepada pemilie Rabasia Dagang untuk memberikan lisensi kepada pibak ketiga lainnya. Apabila akan dibuat sebaliknya,bal ini barus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian lisensi tersebut
dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa sebenamya selain syarat jangka waktu, Undang-Undang No. 30 Tahun ~OOO juga memberikan syarat noneksklusif bagi lisensi. Namun ketentuan ini tidaklah ber-.
sifat memaksa,yang berarti dapat disimpangi atas persetujuan dari para pihak, dalam hal ini yang terpenting adalah Pemilik Rahasia Dagang.
Berdasarkan pada analogi serupa yang kita terapkan untuk rumusan Penjelasan Pasal33 Undang-Undang No.31 Tahun 2000 dan
Penjelasan Pasal 25 Undang-Undang No. 32 Tahun 2000,maka hal
serupa juga dapat kita terapkan pada ketentuan Penjelasan Pasal 34 Undang No. 31 Tahun 2000 dan Penjelasan Pasal 26 Undang-Undang No. 32 Tahun 2000. Artinya, bahwa pemberian Iisensi senantiasa dikaitkan dengan pemberian hak penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual berupa Desain Industri maupun Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam suatu batas jangka waktu tertentu.
Dari penjelasan yang kita peroleh dari ketentuan Undang
-Undang No. 30 Tahun 2000, -Undang--Undang No.31 Tahun 2000 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2000, dapat kita ketahui bahwa Iisensi, adalah suatu bentuk pemberian izin pemanfaatan atau penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual, yang bukan pengalihan
30 Lisensi atau Waralaba:Suatu Pengantar Praktis
hak, yang dimiliki oleh pemilik lisensi kepada Penerima Lisensi, dengan imbalan berupa royalti. Dalam pengertian ini tersirat bahwa
searang Penerima Lisensi adalah independen terhadap Pemberi
Lisensi, dalam pengertian bahwa Penerima Lisensi menjalankan
sendiri usahanya, meskipun dalam menjalankan kegiatan usahanya
tersebut ia mempergunakan atau memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual milik Pemberi Lisensi, yang untuk hal ini Penerima Lisensi membayar royalti kepada Pemberi Lisensi.
B. PENGATURAN LISENSI DALAM UNDANG-UNDANG
MEREK
Pengaturan lisensi dalam Undang-Undang Merek dapat kita
temukan dalam Pasal 43 hinggaPasal 49 Bagian Kedua BAB Vjo,Pasal
1 angka 13. Definisi lisensi yang diberikan dalam Pasall angka 13
Un-dang-Undang No, 15 Tahun 2001, dapat kita pilah-pilah ke dalam
beberapa unsur,yang meliputi:
"1. adanya izin yang diberikan oleh Pemegang Merek;
2. izin tersebut diberikan dalam bentuk perjanjian;
3. izin tersebut merupakan pemberian hak untuk menggunakan
Merek tersebut (yang bukan bersifat pengalihan hak);
4. izin tersebut diberikan baik untuk seluruh atau sebagian jenis
barang dan/ataujasa yang didaftarkan;
5. izin tersebut dikaitkan dengan waktu tertentu dan syarat tertentu.
Pemberian Izin aleh Pemegang Merek
Sama seperti halnya penjelasan di atas mengenai lisensi
Ra-hasia Dagang, lisensi Desain Industri dan lisensi Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu, keharusan adanya pemberian izin oleh Pemegang
Pengaturan lisensiDalam Hukum Positifdi Indonesia 31
Merek tidak mau digugat dengan alasan telah melanggar Hak atas Merek (Pasal 76 Undang-Undang Merek). Di samping itu pelang-garan merek dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 90, Pasal91 dan Pasal94 Undang-Undang No.15 Tahun 2001.
Pemberian izin untuk menggunakan merek ini oleh ketentuan Pasal 77 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 juga ternyata mem-bawa hak lebih lanjut kepada Penerima Lisensi untuk mengajukan gugatan atas pelanggaran merek. Yang dimaksud dengan pelanggaran merek adalah perbuatan yang seeara tanpa hak menggunakan merek yang terdaftar, yang mernpunyai.persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis. Gugatan yang diajukan dapat berupa:
1. gugatan ganti rugi,dan/atau
2. penghentian semua perbuatanyang berkaitan dengan penggu-naan merek tersebut.
Ketentuan tersebut menunjukkan pada kita semua bahwa, berbeda dari-tiga U0.c;Ig,l)g-Undang....tentang-Hak.atasKekayaan Intelektual
yang dibaha~ terdahulu, yaitu tentang Rahasia Dagang, Desain
Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,Undang-Undang No. IS Tahun 2001 seeara tegas mengakui jenis kompensasi dalam bentuk Indirect midNonmonetary Compensation.
Izin yang Diberikan Hams Dituangkan Dalam Bentuk Perjanjian Sama seperti penjelasan yang disampaikan terdahulu, keten-tuan ini membawa akibat hukum bahwa lisensi harus dibuat seeara tertulis antara pihak Pemberi Lisensi (yaitu Pemegang Hak yang sah termasuk Pemilik Hak Rahasia Dagang) dengan pihak Penerima Li-sensi. Ini berarti juga perjanjian pemberian lisensi ini merupakan perjanjian formal, yang harus memenuhi bentuk yang tertulis.
32 Lisensi atau Waralaba:Suatu Pengantar Praktis
Kewajiban agar perjanjian Iisensi ini dibuat secara tertulis juga diperkuat dengan kewajiban pendaftaran Iisensi sebagaimana dise-butkan dalam Pasal43 ayat (3) jo. Pasal43 ayat (4) jo. Pasal49 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.
Perjanjian Iisensi yang didaftarkan ini berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali jika diperjanjikan lain. Dalam pengertian ini wilayah Negara Republik Indonesia dianggap sebagai batasan teritorial yang paling memungkinkan untuk pelaksa-naan hak dari merek yang terdaftar. Ketentuan ini diperkuat oleh ketentuan Pasal 46 yang menyatakan bahwa penggunaan merek terdaftar di Indonesia oleh Penerima Lisensi dianggap sama dengan penggunaan merek tersebut di Indonesia oleh Pemilik Merek. Ini berarti meskipun dimungkinkan terjadinya penyempitan wilayah teritorial penggunaan merek ataupun diperluasnya pemberian lisensi hingga meliputi luar wilayah teritorial Negara Republik Indonesia, ketentuan ini tidak mengatur mengenai pemberian Iisensi yang semata-mata pelaksanaannya berada di luar wilayah Indonesia, meski-pun (ingin) dicatatkan diIndonesia.
Ketentuan yang memuat syarat objektif suatu-perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal9 ayat (1) Undang-Undang No.30 Tahun 2000, Pasal36 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2001 dan Pasal28 ayat (1) Undang-Undang No.32 Tahun 2001, juga dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal47 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, yang menyatakan bahwa:
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang me-rugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
Pengaturan Lisensi Dalam Hukum Positifdi Indonesia 33 langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya tidak akan dapat di-berlakukan di Indonesia. Sebagai konsekuensinya maka Direktorat [enderal yang membawahi permohonan pencatatan perjanjian lisensi merek wajib menolak untuk melakukan pencatatan perjanjian
lisensi yang memuat hal tersebut, dengan memberitahukan
alasan-nya kepada Pemilik Merek dan/atau Kuasaalasan-nya.
Pemberian Hak untuk Menggunakan Merek yang Bukan Bersja:
Pengaliban Hak
Prinsip penggunaan merek dagang ini olehUndang-Undang
No. 15 Tahun 2001 telah diperluas hingga tidak hanya meliputi penggunaan secara fisik dalam teritorial wilayah Negara Republik
Indonesia,tetapi juga meliputi:
1. hak untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku pelanggaran
merek yang terdaftar (Pasal44);
2. dimungkinkannya pemberian sublisensi penggunaan merek
(Pasal45).
Selanjutnya oleh karena lisensi merek ini berhubungan dengan
suatu merek terdaftar yang diberi perlindungan eksklusif oleh negara,
Undang-Undang Merek mensyaratkan bahwa jangka waktu pembe-rian lisensi ini tidak boleh lebih lama dari pembepembe-rian perlindungan
atas merek yang terdaftar tersebut. Mengenai makna "yang bukan
bersifat pengalihan hak", meskipun tidak ada penjelasan lebih lanjut
dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001,pada prinsipnya
keterang-an mengenai hal yketerang-ang sama seperti dalam penjelasketerang-an kami pada uraian Pengaruran Lisensi dalam Undang-Undang Rahasia Dagang,
34 Lisensi atau Waralaba: Suatu PengantarPraktis
Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat diber-lakukan disini.
Hanya Diberikan untuk Merek yang Terdaftar
Ada satu ketentuan yang menarik yang kita temukan dalam
~~~n~-,YQq~ng NO~':;;~?i\r;J:gh.un 2001 in~, yang mengatur mengenai
"",~ 1Jsensl merek terdaftar, yaitu yang diatur dalam Pasal 48 yang menyatakan bahwa:
-- 1. Penerima Lisensi yang beriktikad baik, tetapi kemudian
Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keselurubannya dengan merek lain yang terdaftar, tetap berbak melaksanakan perjanjian lisensi tersebut sampai dengan berakbimya jangka waktu perjanjian lisensi.
2. Perjanjian lisensi sebagai dimaksud dalam ayat(1) tidak
lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada Pemberi
Lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan
pembayaran royalti kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan.
3. Dalam bal Pemberi Lisensi sudab terlebib dabulu menerima
royalti secara sekaligus dari Penerima Lisensi,Pemberi Lisensi tersebut wajib menyerabkan bagian dari royalti yang diteri
-manya kepada pemilih merek yang tidak dibatalkan,yang
besamya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian lisensi.
Jika kita simak rumusan tersebut dalam Pasal 48 Undang-Un -dang No. 15 Tahun 2001, ketentuan tersebut secara tidak langsung mengakui pemberian lisensi paksa atau lisensi wajib, meskipun lisensi wajib atau lisensi paksa tersebut digantungkan pada suatu peristiwa pembatalan merek yang terdaftar.
Pengaturan Lisensi Dalam Hukum Positifdi Indonesia 35
C. PENGATURAN LISENSI DALAM UNDANG-UNDANG
PATEN
[ika kita baca rumusan lisensi yang diberikan dalam ketentuan
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001,yang serupa
dengan rumusan yang dimuat dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2000, Undang-Undang No. 31 Tahun 2000, dan Undang-Undang
No.32 Tahun 2000 dapat kita katakan bahwa pengertian lisensi yang
diberikan dalam Undang-Undang Paten ini juga tidak berbeda dari
pengertian yang diberikan dalam tiga undang-undang tersebut. Pengaturan Lisensi dalam Undang-Undang Paten diatur daIam Pasal 69 hingga Pasal 73 Bagian Kedua Bab Vtentang Lisensi dan Pasal
74 sampai Pasal87Bagian Ketiga Bab Vtentang Lisensi Wajib.
Rumusan yang diberikan dalam Pasal 69 Undang-Undang Paten,
yang menyatakan bahwa:
1. Pemegang Paten berhak memberi lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal16.
·2. Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi seba -gaimana dimaksud dalam ayat1meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasall6, berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan:berlaku untuk seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia.
Ini berarti Lisensi Paten memberikan hak kepada pemegang lisensi untuk:
a. dalam halpaten produk: membuat, menggunakan,menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan,atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksz
-yang diberi paten; - .",
b. dalam hal paten proses: menggunakan proses produksiyang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam hurufa;
36 Lisensi atauWara/aba: Suatu Pengantar Praktis
c. dalam bal paten proses:melarang pibak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor produk yang semata-mata dibasilkan dari penggunaan paten-proses.
Pemberian lisensi oleh Pemberi Lisensi kepada Penerima Lisensi, tidak secara hukum melarang Pemberi Lisensi, sebagai Pemegang Paten untuk tetap melaksanakan sendiri paten yang dimiliki olehnya, termasuk juga untuk memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan Hak Paten sebagaimana disebut· kan dalam Pasal16 diatas, yaitu untuk:
a. membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,menyerabkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserabkan basilproduksi yang diberi paten;
b. menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk mem-buat barang clan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam burufa;
c. mengimpor dan melarang pibak lain untuk mengimpor produk yang semata-mata dibasilkan dart penggunaan paten-proses.
Pasal 70 Undang-Undang Paten menentukan bahwa Penerima Lisensi berhak dalam perjanjian pemberian paten melarang Pemegang Paten untuk selanjutnya melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan Hak Paten tersebut dalam Pasal16 Undang-Undang Paten.
Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Paten mewajibkan perjanjian lisensi untuk dicatatkan pada Kantor Paten dan dimuat dalam Daftar Umum Paten. Atas pencatatan tersebut, maka mereka yang rnenca-tatkan paten dikenakan biaya pencatatan. Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatatkan di Kantor Paten, maka perianiian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.Rumusan Pasal 73 Undang-Undang Paten menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut
Pengaturan lisensi Dalam Hukum Positijdi Indonesia 37 mengenai perjaniian lisensi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu, maka segala ketentuan mengenai perjanjian lisensi dibuat dan tunduk pada ketentuan umum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kesepakatan para pihak selama tidak bertentangan dengan aturan-aturan hukum lainnya yang berlaku, termasuk rumusan Pasal 71 Undang-Undang Paten yang melarang dieantumkannya ketentuan dalam perjanjian lisensi yang memuat ketentuan yang seeara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau membuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan penemuan yang diberi paten tersebut. Dalam hal yang demikian maka Kantor Paten memiliki hak untuk menolak pencatatan lisensi paten atas perjaniian lisensi yang memuat ketent~an tersebut. Ini berarti perjanjian lisensi yang memuat ketentuan yang demikian tidak akan dilindungi oleh hukum yang berlaku.
Lisensi Wajib dalam Undang-Undang Paten
Perkataan Lisensi WajiblLisensi Paksa merupakan teriemahan dari"Compulsory License",yang diartikan sebagai:
"An authorization given bya national authority toa person, without or against the consent of the title-holder, for the exploitation of a subject matter protected by a patent or other intellectual property rights.n(Carlos M.Correa, 1999: 5)
Ketentuan mengenai Lisensi Wajib dalam Undang-Undang Paten diatur dalam Pasal 74 hingga Pasal 87. Menurut ketentuan Pasal 74, Lisensi Wajib diartikan sebagai lisensi untuk melaksanakan suatu paten yang diberikan berdasarkan keputusan Direktorat ]enderal Hak atas Kekayaan Intelektual.Ini berarti Lisensi Wajib diberikan atas per mo-honan suatu pihak kepada Direktorat ]enderal Hak atas Kekayaan
38 Lisensi atau\Varalaba:Suatu Pengantar Praktis
Intelektual. Permohonan tersebut dapat diajukan oleh setiap orang setelah lewatnya jangka waktu 36 bulan terhitung sejak tanggal pemberian paten. Permohonan harus diajukan kepada Direktorat
jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual untuk melaksanakan paten
yang bersangkutan,dan wajib diberikan dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak permohonan diajukan.
Permohonan lisensi wajib hanya dapat dilakukan jika paten yang diberikan perlindungan tersebut tidak dilaksanakan atau dilak-sanakan tidak sepenuhnya di Indonesia oleh Pemegang Paten atau dilaksanakan dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepen-tingan masyarakat. Ini berarti permohonan lisensi wajib juga dapat diajukan meskipun paten telah dilaksanakan di Indonesia oleh Peme-gang Paten atau PemePeme-gang Lisensi Paten tersebut, selama hal yang tersebut terdahulu dipenuhi (yaitu paten tidak dilaksanakan atau dilaksanakan dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepen-tingan masyarakat).Jika Direktorat Ienderal Hak atas Kekayaan Intelektual berpendapat bahwa jangka waktu 36 bulan yang disyarat-kan belum cukup bagi Pemegang Paten untuk melaksanadisyarat-kannya secara komersial di Indonesia atau wilayah yang lebih luas secara geografis, maka Direktorat jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual dapat menunda keputusan pemberian lisensi wajib tersebut atau menolak permohonan lisensi wajib tersebut untuk sementara waktu.
Pasal 76 ayat(1) Undang-Undang Paten menyatakan lebih lanjut bahwa Lisensi Wajib hanya dapat diberikan apabila:
a. Orang yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjuk-kan bukti yang meyakinmenunjuk-kan bahwa la:
• Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang bersangkutan secara penuh;
• Mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan paten yang bersangkutan dengan secepatnya,