• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XIII/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XIII/2015"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 12/PUU-XIII/2015

PERKARA NOMOR 13/PUU-XIII/2015

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014

TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DAN

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008

TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI/SAKSI

PEMOHON (IV)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 12/PUU-XIII/2015 PERKARA NOMOR 13/PUU-XIII/2015 PERIHAL

-Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji [Pasal 5, Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 10 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, Pasal 12 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 50] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

-Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji [Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 30 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Fathul Hadie Utsman 2. Sumilatun

3. JN Raisal Haq ACARA

Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi Pemohon (Iv) Selasa, 24 Maret 2015, Pukul 11.09 – 12.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

4) Maria Farida Indrati (Anggota)

5) Muhammad Alim (Anggota)

6) Patrialis Akbar (Anggota)

7) Wahiduddin Adams (Anggota)

Saiful Anwar Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon:

1. Fathul Hadie Utsman

B. Pemerintah:

1. Budijono

2. Anang Kusmawadi 3. Abdul Djamil

4. Ramadhan Harisman 5. Sri Ilham Lubis 6. Ahda Barori

C. Ahli dari Pemohon:

1. Abdul Halim Soebahar

D. Saksi dari Pemohon:

1. Sanusi Afandi 2. Ali Masyar

(4)

1. KETUA: ANWAR USMAN

Sidang Perkara Nomor 12/PUU-XIII/2015 dan 13/PUU-XIII/2015

dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Sidang hari ini sesuai dengan agenda persidangan adalah untuk mendengarkan keterangan ahli dan saksi. Masing-masing satu ahli dan dua orang saksi.

Namun untuk sebelum masuk ke ... kita dengarkan keterangan, silakan siapa saja yang hadir?

2. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, om swastiastu om. Saya Fathul Hadie Utsman sebagai Kuasa Para Pemohon Perkara Nomor 12/PUU-XIII/2015 dan 13/PUU-XIII/2015.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Dari DPR? Tidak ada. Ya, dari Pemerintah, kuasa presiden?

4. PEMERINTAH: BUDIJONO

Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir mewakili presiden, saya Budijono dari Kementerian Hukum dan HAM. Sebelah kiri saya, Bapak Anang Kusmawadi dari Kementerian Agama. Sebelah kiri lagi, Prof. Abdul Djamil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dan selanjutnya, Bapak Ramadhan Harisman, direktur, Ibu Sri Ilham, direktur, Bapak Ahda Barori, direktur. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: ANWAR USMAN

Terima kasih. Sebelum didengar keterangannya, mohon maju ke depan untuk Ahli Prof. Dr. H. Abdul Halim Soebahar, Saksi H. Sanusi Afandi, dan Ali Masyar.

Mohon Yang Mulia Bapak Dr. Muhammad Alim. SIDANG DIBUKA PUKUL 11.09 WIB

(5)

6. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM

Yang Ahli dulu, Pak, yang Saksi di belakang, ya. Ya, silakan. Kita mulai.

“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”

7. AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.

8. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM

Terima kasih.

Pindah kepada Saksi. Luruskan tangannya! Ya, kita mulai.

“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”

9. SELURUH SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.

10. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM

Terima kasih.

11. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih. Mohon kembali ke tempat duduk!

Ya, untuk yang pertama, Ahli Prof. Dr. H. Abdul Halim Soebahar. Silakan beri keterangan di podium.

12. AHLI DARI PEMOHON: H. ABD. HALIM SOEBAHAR

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Om swastiastu om.

Yang Mulia dan sangat kami hormati, Ketua dan Anggota Majelis

Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Yang kami hormati, wakil dari Pemerintah. Ada dua kementerian, Kementerian Hukum dan

(6)

Hak Asasi Manusia dan Kementerian Agama Republik Indonesia. Saudara Pemohon dan Saudara Saksi yang saya hormati.

Izinkan kami pada kesempatan ini menyampaikan keterangan Ahli atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 ... Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terhadap pokok permohonan, kami mohon izin untuk tidak dikemukakan seluruhnya karena sudah dipahami bersama, baik oleh Pemerintah maupun Para Pemohon sendiri.

Yang pertama. Terkait dengan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji khususnya Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 23 ayat (2), Pasal 30 ayat (1) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Terhadap Pasal 4 ayat (1), “Setiap warga Indonesia yang beragama Islam berhak menunaikan ibadah haji.”

Ketentuan dalam pasal ini akan berakibat hak-hak konstitusional Pemohon yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang berupa hak untuk memperoleh kepastian hukum, hak untuk beribadah menurut agama yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, dirugikan oleh berlakunya Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Penyelenggaraan Haji. Apabila tidak dimaknai secara bersyarat dalam

pengertian apabila frasa Setiap warga yang beragama Islam berhak

untuk menunaikan ibadah haji tidak dimaknai bagi umat Islam yang belum beribadah haji dapat mengurangi kuota haji dan kesempatan menunaikan ibadah haji karena agama Islam mewajibkan haji itu hanya sekali seumur hidup, selebihnya sunah hukumnya. Hal ini dianggap Pemohon bertentangan dengan konstitusi dan dapat merugikan hak-haknya untuk dapat segera menunaikan ibadah haji. Kami sependapat dengan Pemohon bahwa warga negara yang beragama Islam yang sudah pernah menunaikan ibadah haji dapat menunaikan haji lagi apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut.

a. Menjalankan tugas yang ada kaitannya penyelenggaraan ibadah haji,

misalkan jadi panitia atau petugas haji.

b. Ada alasan khusus yang dibenarkan menurut peraturan

perundang-undangan, atau

c. Apabila sudah tidak ada lagi calon jamaah haji daftar tunggu.

Hal ini perlu ada ketegasan dan kepastian hukum bahwa yang boleh menunaikan haji adalah orang Islam yang belum pernah menunaikan ibadah haji, sedangkan yang sudah pernah menunaikan ibadah haji harus dinyatakan tidak berhak lagi kecuali jika memenuhi salah satu unsur di atas. Kerugian konstitusional benar-benar faktual dengan banyaknya daftar tunggu yang masa tunggunya cukup lama yang salah satu faktor penyebabnya adalah karena banyaknya umat

(7)

Islam yang sudah pernah menunaikan ibadah haji diperbolehkan tanpa syarat-syarat yang ketat. Namun apabila pasal tersebut dinyatakan konstitusional secara bersyarat, maka kerugian tersebut akan berkurang dalam pengertian Pemohon dapat lebih cepat untuk segera menunaikan ibadah haji.

Pasal 5, “Setiap warga negara yang akan menunaikan ibadah haji berkewajiban sebagai berikut.”

a. Mendaftarkan diri kepada panitia penyelenggara ibadah haji kantor Kementerian Agama kabupaten atau kota setempat.

b. Membayar BPIH yang disetor melalui bank penerima setoran.

Bahwa calon jamaah haji daftar tunggu yang telah membayar setoran awal BPIH menganggap hak-hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Pasal 5 Undang-Undang Penyelenggaraan Haji a quo karena apabila masih akan mendaftar sebagai calon jamaah haji daftar tunggu, sudah harus membayar setoran awal BPIH.

Bahwa kewajiban membayar setoran awal BPIH bagi calon jamaah haji daftar tunggu dianggap merugikan hak Pemohon karena dana setoran awal BPIH Pemohon dikuasai secara paksa oleh pihak terkait karena apabila tidak membayar setoran awal BPIH, tidak diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon jamaah haji daftar tunggu dan tidak akan memperoleh nomor kursi antrean haji.

Artinya terjadi pengambilalihan paksa hak milik karena dana yang berada dalam tabungan haji pada saat mendaftarkan diri sebagai calon jamaah haji daftar tunggu secara otomatis berkurang Rp25.000.000,00 yang dianggap sebagai dana setoran awal BPIH ke rekening atas nama Kementerian Agama.

Menurut Pemohon, sepanjang frasa membayar BPIH oleh

pemerintah dimaknai sebagai membayar setoran awal BPIH dianggap terjadi ketidakpastian hukum karena terdapat dua norma yang berbeda dimana pengertian BPIH seharusnya harus dimaknai sebagai BBH tahun berjalan setelah nilai nominalnya disetujui oleh DPR dan disahkan oleh presiden.

Adanya penafsiran norma membayar BPIH menjadi membayar setoran awal BPIH, tidak menjamin adanya kepastian hukum yang dapat merugikan hak konstitusional Pemohon karena Pemohon diharuskan membayar setoran awal BPIH pada saat Pemohon masih mendaftar sebagai calon jamaah haji daftar tunggu, padahal menurut pemahaman Pemohon, frasa membayar BPIH harus diterjemahkan sebagai membayar BPIH tahun berjalan, sehingga Pemohon tidak harus membayar setoran awal BPIH pada saat masih mendaftarkan diri sebagai calon jamaah haji daftar tunggu, dan baru diharuskan membayar BPIH apabila Pemohon sudah memperoleh kuota haji pada tahun berjalan.

Kami sependapat dengan Pemohon bahwa apabila Pasal 5 Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dinyatakan konstitusional

(8)

sebagai membayar BPIH pada tahun berjalan setelah Pemohon memperoleh kuota haji, maka hak-hak konstitusional Pemohon tidak akan dirugikan dalam pengertian Pemohon tidak harus membayar setoran awal pada saat masih mendaftarkan diri sebagai calon jemaat haji. Memang ada dasar dalam Alquran dimana Allah berfirman, “Walillahi alannasiHijjul baiti manistatho'a ilaihi sabila.” Bahwa istitoah sebagai bagian dari indikator syarat kemampuan menunaikan ibadah haji. Tetapi dengan kuota yang terbatas, dengan antrean yang sangat panjang, sekarang mungkin kita mampu untuk menunaikan ibadah haji. Tetapi tiba saatnya giliran kita berangkat untuk menunaikan ibadah haji, maka kita yang 20 tahun sebelumnya itu mampu justru bisa menjadi tidak mampu karena mungkin syarat kesehatan, syarat fisik, syarat mental, atau justru syarat dana sudah tidak lagi memenuhi syarat, gitu.

Oleh karena itu, kalau dana setoran pada tahun berjalan itu bisa disetujui, maka itu akan mempermudah dan akan menimbulkan efek yang sangat positif bagi pengembangan penyelenggaraan haji di masa yang akan datang.

Kemudian yang ketiga, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2). BPIH yang disetor ke rekening menteri melalui bank syariah dan/atau bank umum nasional sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 22. Dikelola oleh menteri dengan mempertimbangkan nilai manfaat.

Yang kedua, nilai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan langsung untuk membiayai operasional penyelenggaraan ibadah haji. Bahwa Pemohon sebagai calon jamaah haji daftar tunggu yang telah membayar setoran awal BPIH menganggap hak-haknya yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (1), 28 ayat (1), dan 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berupa hak untuk memperoleh kepastian hukum, hak untuk memperoleh perlindungan atas hak milik yang tidak boleh diambil oleh siapa pun secara sewenang-wenang, dirugikan oleh berlakunya Pasal 23 ayat (2) a quo.

Bahwa Pasal 23 ayat (2) tidak dinyatakan konstitusional secara bersyarat. Dalam pengertian tidak dimaknai sebagai nilai manfaat dari BPIH pada tahun berjalan atau dimaknai sebagai nilai manfaat dari setoran awal BPIH, maka Pemohon menganggap dapat merugikan hak-hak konstitusional Pemohon karena nilai manfaat dari setoran awal BPIH Pemohon akan dirugikan secara operasional, akan digunakan secara operasional, biaya penyelenggaraan ibadah haji yang dialokasikan sebagai dana indirect cost. Padahal Pemohon belum menjalankan ibadah haji.

Apabila pasal a quo dinyatakan konstitusional secara bersyarat, dalam pengertian nilai manfaat dari BPIH yang dapat digunakan untuk biaya penyelenggaraan haji adalah nilai manfaat dari BPIH dari calon jamaah haji yang sudah memperoleh kuota haji pada tahun berjalan, maka hak-hak konstitusional Pemohon tidak dirugikan dengan berlakunya Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Penyelenggaraan Haji.

(9)

Dalam pengertian nilai manfaat setoran awal BPIH tidak boleh digunakan sebagai biaya operasional ibadah haji pada saat Pemohon belum menunaikan ibadah haji.

Jadi yang terjadi sekarang, misalkan dari kalangan Pemohon mendaftar haji. Nah, nilai manfaatnya itu sudah digunakan untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji. Padahal yang bersangkutan itu masih akan menunaikan haji, kira-kira 20 tahun yang akan datang. Jadi nilai manfaat sekarang sudah dikenakan dia. Nah, ketika saat menunaikan ibadah haji sesuai kuota, maka bisa jadi yang bersangkutan itu sudah tidak mendapatkan nilai manfaat karena alasan-alasan tertentu, misalkan. Misalkan karena meninggal, atau karena uzur, atau karena yang bersangkutan itu gagal untuk menunaikan ibadah haji karena alasan-alasan syari.

Kemudian yang keempat, Pasal 30 ayat (1). Dalam rangka pembinaan ibadah haji, masyarakat dapat memberikan bimbingan ibadah haji, baik dilakukan secara perorangan, maupun dengan membentuk kelompok bimbingan. Pemohon sebagai calon jamaah haji daftar tunggu menganggap hak-hak konstitusionalnya yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (1) yang berupa hak untuk memperoleh kepastian hukum yang adil, dirugikan oleh berlakunya Pasal 30 ayat (1)

Undang-Undang Penyelenggaraan Haji. Karena menurut Pemohon

penyelenggaraan bimbingan haji yang diselenggarakan oleh masyarakat harus memperoleh alokasi dana dari BPIH yang telah ditetapkan dan tidak boleh memungut biaya tambahan di luar BPIH yang telah ditetapkan.

Nah, ini yang terjadi karena sudah tidak seperti itu karena tidak ada regulasi dan aturan yang tegas yang mengikat dari KBIH atau penyelenggaraan bimbingan jamaah haji, maka banyak di kalangan Pemohon dan masyarakat muslim yang dirugikan karena dia mendapatkan perlakuan dengan ditarik untuk memperoleh bimbingan ibadah haji yang jumlahnya bervariasi dari KBIH yang juga sangat bervariasi.

Oleh karena itu sebagai upaya terakhir, Yang Mulia Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi, kami ingin sampaikan petitum bahwa berharap agar Yang Mulia Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berkenan menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya terkait dengan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kemudian, pengujian yang kedua. Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, khususnya Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), kemudian Pasal 50 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(10)

Terkait dengan Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Ayat (1), “Setoran BPIH dan/atau BPIH khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diperoleh dari jamaah haji.”

Ayat (2), “Setoran BPIH dan/atau BPIH khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan ke rekening atas nama BPKH dalam kedudukannya sebagai wakil yang sah dari jamaah haji pada kas haji melalui BPS BPIH.”

Ayat (3), “Saldo setoran BPIH dan/atau BPIH khusus terdiri atas setoran BPIH, dan/atau BPIH khusus, beserta nilai manfaatnya.”

Terkait Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5), “Saldo setoran BPIH dan/atau BPIH khusus tidak dapat diambil oleh jamaah haji.”

Ayat (5), “Pengambilan saldo setoran BPIH dan/atau BPIH khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (4), hanya dapat dilakukan apabila jamaah haji membatalkan porsinya, baik karena meninggal dunia maupun alasan lain yang sah, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan ibadah haji.”

Berlakunya Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5) merugikan hak-hak konstitusional Pemohon yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berupa hak memperoleh kepastian hukum yang adil dan hak untuk memperoleh perlindungan atas harta yang dimilikinya, yang tidak boleh diambil alih oleh siapa pun secara sewenang-wenang. Sebagaimana dalil Pemohon pada pasal a quo, dapat merugikan hak-hak konstitusional Pemohon apabila tidak … tidak dimaknai konstitusional secara bersyarat. Dalam pengertian, yang tidak boleh diambil allih oleh jamaah haji adalah saldo setoran BPIH tahun berjalan, sedangkan dana setoran awal BPIH harus dimaknai dapat diambil oleh calon jamaah haji karena dana setoran awal BPIH adalah merupakan hak milik pribadi calon jamaah haji, calon jamaah haji berhak mengambil dana setoran awal tersebut dari BPS BPIH.

Bahwa pasal a quo, Pemohon anggap konstitusional manakala dana setoran awal dapat diambil oleh calon jamaah haji tanpa alasan, dan tanpa syarat apa pun dan kapan pun calon jamaah haji daftar tunggu menghendaki, dan semestinya boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Pemohon mendalilkan, kerugian konstitusional tersebut akan terjadi apabila tidak dinyatakan konstitusional secara bersyarat. Dalam pengertian yang tidak boleh diambil oleh calon jamaah haji adalah setoran BPIH pada tahun berjalan setelah calon jamaah haji memperoleh kuota haji pada tahun berjalan dan tidak dimaknai sebagai setoran awal BPIH dari calon jamaah haji daftar tunggu.

Bahwa apabila pasal a quo dinyatakan konstitusional secara bersyarat, maka hak-hak konstitusional Pemohon tidak akan dirugikan

(11)

oleh berlakunya pasal a quo dalam pengertian Pemohon dapat mengambil setoran awal BPIH Pemohon dengan tanpa syarat.

Yang ketiga, Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2). Ayat (1), “Nilai manfaat keuangan haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji.”

Ayat (2), “Nilai manfaat keuangan haji, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada kas haji.”

Menurut Pemohon, menganggap berlakunya Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pengelolaan Ibadah Haji merugikan hak-hak konstitusional Pemohon yang terkandung dalam Pasal 28 ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berupa hak untuk memperoleh kepastian hukum yang adil dan hak untuk memperoleh perlindungan atas harta yang dimilikinya yang tidak boleh diambil oleh siapa pun secara sewenang-wenang.

Pemohon hak-hak konstitusional dirugikan oleh berlakunya pasal a quo apabila tidak dinyatakan konstitusional secara bersyarat dalam pengertian apabila pasal a quo tidak dimaknai dalam pengertian yang boleh dibayarkan ke rekening atas nama BPKH adalah setoran dan nilai manfaat dari BPIH tahun berjalan dan sumber-sumber dana lain yang dibenarkan menurut peraturan yang dibenarkan tidak dimaknai sebagai setoran awal BPIH atau tambahan nilai setoran nilai BPIH dari calon jamaah haji daftar tunggu.

Dengan demikian, pengambilalihan setoran awal BPIH dan tambahan nilai manfaat dari setoran awal BPIH ke rekening atas nama BPKH merupakan salah satu bentuk pengambilalihan paksa secara sewenang-wenang atas hak pemilik jamaah haji walaupun kedudukan BPKH dianggap sebagai wakil yang sah dari jamaah haji. Hal ini Pemohon anggap tidak menjamin adanya kepastian hukum yang adil karena dapat dimaknai bahwa setoran awal BPIH yang pada dasarnya merupakan hak milik pribadi Pemohon yang semestinya harus dilindungi dan tidak boleh diambil alih oleh siapa pun dimaknai dapat diambil alih oleh BPKH dan dapat dikusai oleh BPKH yang dianggap sebagai wakil yang sah dari calon jamaah haji.

Sebagaimana dalil Pemohon bahwa secara penalaran wajar merugikan konstitusional Pemohon tersebut pasti akan terjadi. Sebab, setoran awal BPIH dan tambahan nilai setoran awal BPIH, Pemohon dipastikan akan beralih ke rekening atas nama BPKH melalui bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah … ibadah haji selanjutnya disebut BPS BPIH. Pasal a quo diyatakan Konstitusional secara bersyarat dalam pengertian yang boleh diambil alih atau dibayarkan ke rekening atas nama BPKH adalah BPIH dan tambahan nilai manfaat BPIH tahun berjalan, atau dana-dana yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan bahwa apabila pasal a quo dinyatakan konstitusional secara bersyarat, maka hak-hak konstitusional Pemohon

(12)

tidak akan dirugikan karena setoran awal BPIH tidak boleh masuk ke rekening atas nama BPKH, tetapi setoran awal BPIH harus dikembalikan pada rekening atas nama calon jamaah haji daftar tunggu.

Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3), ayat (1) pengeluaran operasional BPKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi belanja pegawai, dan belanja operasional kantor.

Ayat (3), besaran pengeluaran sebagai dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan persentase dari nilai manfaat keuangan haji. Berlakunya norma-norma yang ada pada Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat merugikan hak-hak konstitusional Pemohon yang terkandung dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berupa hak untuk memperoleh kepastian hukum yang adil dan hak untuk memperoleh perlindungan atas harta yang dimilikinya yang tidak boleh diambil alih oleh siapa pun secara sewenang-wenang.

Bahwa Pemohon mendalilkan pasal a quo merupakan hak-hak konstitusional Pemohon apabila dimaknai pengeluaran operasional belanja pegawai dan belanja operasional kantor BPKH diambilkan dari nilai persentase nilai manfaat setoran awal BPIH. Dan pasal a quo tidak merugikan hak konstitusional Pemohon apabila dimaknai bahwa pengeluaran operasional pegawai dan belanja operasional kantor BPKH diambilkan dari persentase nilai manfaat keuangan haji, baik dari BPIH tahun berjalan ataupun dari sumber lain yang dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan. Sebagaimana dalil yang dikemukakan oleh Pemohon, apabila pengeluaran operasional pegawai dan belanja operasional kantor BPKH diambilkan dari persentase nilai manfaat setoran awal BPIH. Karena pada hakikatnya nilai setoran awal BPIH harus dikembalikan ke rekening atas nama calon jamaah haji dan tidak boleh digunakan untuk gaji pegawai dan operasional kantor BPKH.

Pemohon mendalilkan pasal a quo tidak menjamin adanya kepastian hukum yang adil, apabila dimaknai bahwa persentase nilai setoran awal BPIH dapat digunakan untuk biaya gaji pegawai dan operasional kantor BPKH. Selain itu, Pemohon mendalilkan kerugian konstitusional tersebut secara penalaran yang wajar pasti akan terjadi, apabila pasal tersebut tidak dinyatakan konstitusional secara bersyarat.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa apabila pasal a quo dinyatakan konstitusional secara bersyarat, maka hak-hak konstitusional Pemohon tidak akan dirugikan oleh berlakunya pasal a quo dalam pengertian nilai manfaat setoran awal BPIH Pemohon tidak diperbolehkan untuk biaya pegawai dan biaya operasional kantor BPKH.

Pasal 50, BPKH dalam pengelolaan keuangan haji menggunakan satuan hitung mata uang rupiah. Pemohon mendalilkan berlakunya Pasal 50 Undang-Undang Pengelolaan Haji dapat merugikan hak-hak konstitusional Pemohon yang tercantum dalam Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) yaitu yang berupa hak untuk memperoleh kepastian

(13)

hukum yang adil dan hak untuk memperoleh jaminan perlindungan atas harta benda yang menjadi kekuasaannya. Sebagaimana dalil yang dikemukakan, apabila pengelolaan keuangan haji menggunakan satuan hitung uang rupiah, Pemohon anggap merugikan hak konstitusional Pemohon karena Pemohon anggap tidak dapat menjamin adanya kepastian hukum dan tidak dapat memperoleh perlindungan atas harta benda yang menjadi kekuasaan Pemohon.

Menurut Pemohon karena biaya operasional penyelenggaraan haji dan pelunasan BPIH bagi calon jamaah haji yang memperoleh kuota haji pada tahun berjalan selalu dihitung dan ditentukan dengan kurs US dolar, maka dalam pengelolaan keuangan haji BPKH menggunakan satuan hitung mata uang Rupiah yang harus dikurskan dengan US Dolar yang dipakai standar untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji.

Kami sependapat dengan Pemohon bahwa pasal a quo tidak akan merugikan hak-hak konstitusional Pemohon apabila pasal ini dinyatakan secara bersyarat dalam pengertian agar memperoleh kepastian hukum yang adil dan memperoleh jaminan keamanan dan dari merosotnya nilai tukar rupiah atas US dolar, maka setoran BPIH harus dihargai dengan kurs US dolar seharga kurs US dolar pada saat calon jamaah haji membayar setoran BPIH.

Dengan demikian, apabila pasal a quo tidak dinyatakan konstitusional secara bersyarat, maka dapat merugikan hak konstitusional Pemohon karena keamanan nilai setoran BPIH Pemohon tidak memperoleh jaminan perlindungan dari merosotnya nilai rupiah atas kurs nilai US dolar. Dalam pengertian, setoran BPIH Pemohon sewaktu-waktu akan habis nilainya apabila nilai rupiah mengalami penurunan yang drastis atas US dolar.

Berdasarkan uraian, penjelasan, dalil-dalil, dan alasan-alasan yang sudah disertai dengan alat bukti dan dasar hukum yang sudah beralasan menurut hukum tersebut, perihal permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kami selaku Ahli memohon kepada Yang Mulia Mahkamah Konstitusi berkenan memutuskan dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

Itu yang dapat kami sampaikan dan mohon maaf masih ada revisi, insya Allah besok pagi kami serahkan kembali kepada Mahkamah Konstitusi. Itu kurang lebihnya mohon maaf. Wallahu yaqulul haq wahuwa yahdis sabiil, wassalamualaikum wr. wb.

13. KETUA: ANWAR USMAN

(14)

14. SAKSI DARI PEMOHON: SANUSI AFANDI

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera buat kita semuanya, om swastiastu.

Yang kami hormati Bapak Ibu Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, yang kami hormati dari wakil Pemerintah dari Departemen Kementerian Agama dan Komnas HAM, dan juga dari Pemohon dan ahli dan dari saksi.

Pertama-tama, saya … perkenalkan nama saya, H. Sanusi Afandi, saya berangkat haji pada tanggal 13 September tahun 2014. Bayar awal 29 Juni 2009 dan pelunasan 16 Juni 2014.

Baiklah, perkenankanlah kami untuk memberikan kesaksian bahwa proses pendaftaran haji yang pertama yaitu tabungan haji Rp20.000.000,00 pada saat itu. Yang kedua, melampirkan beberapa persyaratan yang pertama fotokopi yaitu foto, terus kartu keluarga, keterangan dokter, dan lain sebagainya. Yang ketiga, mendaftar kemenag kabupaten dengan menunjukkan tabungan haji. Yang keempat, mendaftarkan pada bank yang ditunjuk untuk memperoleh nomor kursi haji atau nomor urut perkiraan tahun keberangkatan haji. Yang kelima, setelah memperoleh nomor kursi haji, uang tabungan haji langsung berkurang Rp20.000.000,00. Sekarang Rp25.000.000,00 dan berpindah ke rekening atas nama Menteri Agama. Ke depan, ke rekening atas nama BPKH. Keenam, selama mendaftar haji, tidak ada uang masuk ke rekening calon jamaah haji dari bunga atau tambahan nilai manfaat setoran awal BPIH.

Yang ketujuh, pelunasan haji memakai standar US dolar sekitar 3.000-an lebih, sehingga kalau di kurs kurang lebih Rp12.500,00 maka calon jemaah haji harus melunasi sekitar Rp40.000.000,00 sampai Rp43.000.000,00 tergantung nilai kurs dolar pada saat pelunasan, sehingga calon jemaah haji harus menambah biaya kurang lebih Rp20.000.000,00 sampai Rp Rp20.000.000,00 tanpa memperhitungkan adanya bunga dari setoran awal BPIH dan tanpa mempertimbangkan kurs dolar saat menabung setoran awal BPIH.

Delapan, apabila kurs dolar dan bunga atau nilai manfaat diperhitungkan sekarang, calon jemaah haji tinggal menambah Rp7.500.000,00 … saya ulangi lagi, hanya menambah kurang lebih Rp7.500.000,00 karena setoran awal BPIH dapat berkembang menjadi Rp32.500.000,00 dengan perhitungan:

1. biaya deposito kurang lebih Rp7.500.000,00 kurang lebih 7,5% x Rp20.000.000,00 x 5 tahun = Rp7.500.000,00.

2. kurs dolar saat menabung Rp10.000,00 dibagi Rp20.000.000,00 = Rp10.000,00 = 2.000 US dolar. Setoran awal BPIH senilai 2.000 US dolar, saat pelunasan harus menjadi kurang lebih Rp12.500,00 per dolar = 2.000 x Rp12.500,00 = Rp25.000.000,00 ditambah bunga deposito Rp7.500.000,00, uang setoran awal seharusnya menjadi

(15)

Rp32.500.000,00. Berikutnya kami juga harus membayar KBIH. Saksi ikut KBIH dengan biaya Rp1.250.000,00 dan juga masih dikenakan biaya paspor yaitu sebesar Rp450.000,00.

Berikutnya yaitu tentang perjalanan ke tanah suci. Sebelum di tanah suci, kami mendapatkan satu koper, satu tas tenteng, dan satu tas paspor, tetapi dari ketiga tas yang kami dapatkan itu setelah kami bawa baru sampai ke asrama haji Sukolilo Surabaya ternyata ketiga tas itu sudah rusak terutama adalah talinya. Jadi, tali dari tas tenteng juga dari tali paspor itu sudah putus, sehingga di Surabaya dan mungkin juga di tempat yang lain yang saya tahu itu, saya tanya kepada teman-teman yang berangkat haji ternyata memang kualitas tasnya itu tidak standar.

Terus pada waktu kami akan masuk di bandara, ternyata kami harus melakukan salat dulu di situ yaitu fasilitasnya kurang nyaman karena tempat wudunya airnya dan juga toiletnya sangat bau sekali. Akhirnya banyak juga di antara ibu-ibu yang tidak bisa melaksanakan wudu dengan sempurna dan juga buang air kecil dan air besar itu sulit sekali. Itu sebelum masuk di bandara itu pada waktu melakukan salat jama Isya … jama takdim, Isya dan Magrib.

Pada waktu kami berada di Madinah, kami berada … kami tinggal di Awali. Di Madinah, betul-betul kami merasakan kesulitan karena jarak antara maktab dengan Masjidil Haram sangat jauh sekali, kurang lebih ada 2km dan tidak disediakan sarana transportasi oleh pemerintah walaupun informasinya ada transportasi dari maktab menuju ke Masjidil Haram ternyata tidak pernah kami jumpai, sedangkan di Madinah sendiri kami dibatasi dengan waktu. Waktunya hanya 8 hari. Kami harus berpacu dengan arbain.

Sekarang bayangkan dengan kondisi jemaah yang sudah sepuh, ada dari kloter kami itu sudah usianya 89 tahun, ia berjalan 2 km dengan terik panas matahari yang 45 sampai 47 derajat, ia pulang-pergi itu tidak mungkin sama sekali, sehingga kami mengambil jalan bagaimana bisa melaksanakan arbain dengan sempurna, maka pada waktu subuh ya, kami berangkat dengan jalan kami bersama-sama, pulang juga jalan kaki bersama-sama, tapi pada waktu Zuhur, Asar, Maghrib, Isya, kami tidak pulang. Karena apa? Kalau pulang jelas, kami harus mengeluarkan transport. Pada waktu itu Rp3.000,00, kalau pp berarti Rp6.000,00. Rp6.000,00 kali 5 berarti 30 riyal yang harus kami keluarkan, sehingga itu hitungan kami berat sekali.

Terus pada waktu siang, Zuhur, Asar, Maghrib, dan Isya itu kami tidak makan, sehingga kami paling-paling di sana, ya makan kurma, ya makan buah-buahan. Jatah makan kami yang ada di maktab karena di Madinah, kami kasih konsumsi. Nah, itu tidak kami makan. Makannya adalah pada waktu malam hari karena waktu itu tadi.

Terus kondisi kamar. Kondisi kamar kalau di Indonesia, di sana yang namanya hotel itu di Indonesia ada hotel bintang dan ada hotel melati. Di sana kami enggak tahu, apakah itu termasuk hotel apa bukan?

(16)

Karena fasilitasnya sangat-sangat minim sekali, satu kamar itu ditempati oleh 9 orang, kamarnya kecil kurang lebih ukuran 4x4, begitu. Satu kamar mandi itu ditempati oleh beberapa kamar. Oleh kamar ada dua tiga kamar, untuk satu kamar mandi. Nah, sehingga untuk melaksanakan salat Subuh kami harus cepat-cepat nya mandinya itu pukul 01.00, pukul 10.00 kadang-kadang sudah mandi. Kalau kepengin mandi.

Dan juga ada sebetulnya untuk tempat masak, dan ada juga ada

juga tempat untuk … apa itu namanya ... cuci, tapi terus terang kami katakan, ibu-ibu tidak mau menempati itu karena kalau kami berada di lantai 2, sedangkan untuk nyucinya itu di lantai 13, masaknya itu di lantai 15, maka Ibu-Ibu itu tidak mungkin untuk naik turun, sehingga dengan terpaksa kami masak di dalam kamar, ya makan di dalam kamar dan juga tidur di dalam kamar, sehingga bisa dibayangkan bagaimana kondisi kamar yang sempit ditempati sekian banyak untuk masak dan untuk makan. Ini betul-betul terjadi ya, di tempat kami.

Terus, kondisi yang berada di Mekah. Alhamdulillah kalau di Mekah, pemerintah sudah baik sekali yaitu menyediakan transportasi, transportasi yang disediakan itu ada dua, yang pertama dari Maktab sampai menuju ke transit di lapangan yaitu untuk Indonesia menggunakan bus berwarna hijau, terus setelah itu dari lapangan ganti menggunakan bus berawarna ungu. Cuma transportasi semacam ini banyak kendala, bagi orang-orang yang satu, tidak bisa berbahasa Inggris, yang kedua tidak bisa berbahasa Arab, dan yang kedua orang yang dari daerah yang tidak pernah menunaikan ibadah haji. Banyak dari teman-teman itu yang tersasar, ya yang tersasar, setelah dia itu naik bus dari Maktab menuju ke lapangan, dari lapangan terus menuju ke masjid enggak ada masalah. Tapi pada waktu pulang, dari pulang itu biasanya tersasar ke mana-mana, dan petugas Indonesia alhamdulillah sudah ada tapi masih kurang, jumlahnya masih kurang banyak.

15. KETUA: ANWAR USMAN

Saksi, poin-poinnya saja, ya.

16. SAKSI DARI PEMOHON: SANUSI AFANDI

Ya, terima kasih.

17. KETUA: ANWAR USMAN

Jadi yang sesuai dengan permohonan Pemohon. Ya.

(17)

18. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Ini Saudara mau menjelaskan apa? Kok, ceritanya dari ujung ke

ujung, yang relevan saja.

19. SAKSI DARI PEMOHON: SANUSI AFANDI

Ya, terima kasih, Pak Hakim.

20. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Jangan habiskan waktu.

21. SAKSI DARI PEMOHON: SANUSI AFANDI

Ya. Yang terakhir yang kami sampaikan mudah-mudahan ya, ke

depan yaitu pelayanan yang tadi saya sampaikan bisa dibenahi dengan baik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sekian, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.

22. KETUA: ANWAR USMAN

Walaikumsalam wr. wb. Ya, terima kasih, Saksi Pak H. Sanusi. Terakhir, Pak Ali Masyar, silakan. Nanti yang disampaikan yang relevan ya, dengan permohonan Pemohon. Silakan.

23. SAKSI DARI PEMOHON: ALI MASYAR

Assalamualaikum wr. wb. Yang terhormat Bapak dan Ibu Hakim

yang kami muliakan serta Wakil dari Pemerintah, menkumham, dan departemen agama, Saksi Ahli, serta Pemohon, dan Saudara-Saudara sekalian yang berbahagia. Kami ingin memperkenalkan diri bahwa nama saya Ali Masyar, pekerjaan guru PNS, dan belum haji karena itu kami merasa bahwa kami sangat berkepentingan untuk menjadi Saksi dalam Perkara Nomor 12/PUU-XIII/2015 dan 13/PUU-XIII/2015 karena ada beberapa hal yang pertama adalah.

Kami Saksi, saat ini berniat untuk mendaftarkan haji, apabila daftar haji tidak harus membayar setoran awal BPIH sebanyak Rp25.000.000,00, terus terang kami sangat keberatan kalau sebesar itu. Kemudian yang kedua ... sementara sudah membayar Rp25.000.000,00 berangkatnya masih menunggu 20 sampai 25 tahun yang akan datang, ini.

Kemudian yang kedua adalah kami Saksi yakin dapat berangkat haji atau dapat mendaftarkan haji setidaknya setelah ... karena kami PNS ya, Pak, setelah dana Taspen itu cair. Padahal untuk PNS sebagai

(18)

guru, dana Taspen itu baru cair setelah pensiun. Pensiun itu umurnya 60 tahun. Kalau kami misalnya ... kalau saya misalnya daftar umur 60 tahun menunggu dana Taspen cair, berarti jika menunggu 20 sampai ... bahkan 30 tahun mendatang, berarti kira-kira kami umurnya 85 sampai 90 tahun baru bisa berangkat ke Mekkah. Ini yang jadi persoalan dan itu belum dengan istri saya, pasti istri saya harus ikut, sementara satu-satunya untuk mendaftar BPIH awal yang Rp25.000.000,00, itu ya enggak ada lain kecuali diambil dari cairnya dana Taspen itu.

24. KETUA: ANWAR USMAN

Sebentar. Saudara sudah mendaftar, ya?

25. SAKSI DARI PEMOHON: ALI MASYAR

Belum. Belum berani, Pak, saya mendaftar.

26. KETUA: ANWAR USMAN

Jadi begini, Saksi itu, ya, yang diketahui, yang dialami gitu, ya, sendiri.

27. SAKSI DARI PEMOHON: ALI MASYAR

Tapi sudah tanya-tanya, katanya ... kemarin saya tanya ke teman saya, kebetulan teman saya biro haji, travel umroh juga. Katanya, “Memang ya, Rp25.000.000,00, daftar pertama, kemudian menunggu kira-kira 17 tahun atau hampir 20 tahun.”

28. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Sebentar, sebentar, Saksi, sebentar. Saya tanya kepada Pemohon Kuasa. Ini maksudnya Saksi ini untuk apa, sebelum Saudara menjelaskan? Kaitan dengan permohonan Saudara ini apa?

29. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Jadi kita memohon bahwa untuk daftar haji itu tidak harus membayar setoran awal BPIH karena kalau harus membayar setoran awal BPIH, masyarakat itu akan keberatan, demikian. Makanya saya cari saksi yang belum haji.

30. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

(19)

31. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Pemohon 1. Sumilatun. 2. JN Raisal Haq, belum haji.

32. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Ini orangnya ada ini?

33. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Ada.

34. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Ada orangnya?

35. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Ya, ada.

36. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Kalau diminta, Saudara mendatangkan orangnya ada? Bisa? Apa kerugiannya Pemohon ini dengan keterangan Ahli ... keterangan Saksi ini?

37. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Saksi saya hadirkan untuk membuktikan bahwa memang masyarakat itu seharusnya tidak usah membayar setoran awal BPIH dan masyarakat itu inginnya memang demikian seperti itu.

38. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Coba yang ini sajalah, yang jelas-jelas saja, jangan lama-lama ini waktu kita.

39. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Ya, ya, terima kasih.

40. SAKSI DARI PEMOHON: ALI MASYAR

(20)

41. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Yang relevan (...)

42. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Yang pokoknya saja.

43. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Yang pokok-pokoknya saja, jangan cerita dari ujung ke ujung, bangun tidur sampai tidur lagi, ya.

44. SAKSI DARI PEMOHON: ALI MASYAR

Baik, Pak. Kemudian yang keempat, saat ini Saksi keberatan apabila harus membayar dana awal setoran BPIH karena mesti mengutamakan pendidikan anak, itu yang pertama.

Kemudian yang terakhir, kalau toh ada uang, lebih baik Saksi gunakan untuk kepentingan lain yang lebih produktif daripada untuk membayar setoran BPIH.

Saya rasa cukup sekian kesaksian saya dan saya mohon Bapak Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, bisa mempertimbangkan ini. Wabillahi taufik wal hidayah. Wassalamualaikum wr. wb.

45. KETUA: ANWAR USMAN

Walaikumsalam wr. wb. Ya, terima kasih. Pemohon, ada hal-hal yang ingin ditanyakan? Atau justru sudah cukup ya, sudah jelas?

46. PEMOHON: FATHUL HADIE UTSMAN

Saya kira sudah cukup dan sudah jelas sekali dari Ahli ini.

47. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, baik. Ya, sudah. Pemerintah?

48. PEMERINTAH: BUDIJONO

(21)

49. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, cukup, ya. Dari meja Hakim? Ya, Yang Mulia Pak Wahiduddin, silakan.

50. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Baik, terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya ingin pendalaman sedikit saja kepada Ahli karena tidak dikemukakan lebih awal ya, sesungguhnya sekarang ini sudah ada Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang dulu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999, kemudian sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008, lalu kemudian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Tidak digambarkan sebetulnya dengan hierarki pengaturan penyelenggaraan ibadah haji itu dengan jenis undang-undang itu lebih meningkat pada waktu-waktu yang lalu dengan perpres saja, gitu ya, sehingga bisa dimuat hak-hak, kewajiban, dan sanksi.

Cuma saya ingin mengingatkan juga dan juga ingin pendapat karena banyak apa yang ahli kemukakan itu sebetulnya sudah ada di undang-undang itu. Misalnya di Pasal 4 ayat (1) dikatakan, “Setiap warga negara yang beragama Islam berhak menunaikan ibadah haji.” Di petitum yang Saudara inginkan agar ditegaskan bahwa haji itu sekali seumur hidup, begitu kan? Padahal di Pasal 1 angka 1, apabila Ahli cermat dan ini juga ada pendapatnya di sana sudah dikatakan ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup, ada. Kemudian di penjelasan juga begitu, di penjelasan umum. Dan penjelasan umum itu merupakan tafsir resmi. Nah, jadi ini coba Ahli, apakah sudah mencermati betul ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di pasal-pasalnya itu sendiri.

Kemudian di Pasal 30 ayat (1) dimana di sana disebutkan harus ditegaskan di petitum agar biaya untuk KBIH. Di undang-undang itu tidak ada KBIH yang huruf besar dan Pasal 29 dikatakan itu pembinaan itu tidak dipungut biaya, jadi Pasal 30 sudah ada di Pasal 29, begitu ya. Jadi, ini saya ingin Ahli betul-betul bisa menjelaskan sesuai keahliannya di bidang perundangannya karena ini kita menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Kemudian ... nah, ini saya ingin tanya pendapat Ahli. Di undang-undang pengelolaan keuangan haji, di sana disebutkan setoran BPIH atau BPIH khusus biaya penyelenggaraan ibadah haji itu disebutkan itu adalah dana titipan. Apa pendapat Saudara dengan konsep dana titipan itu, sehingga apa yang dijelaskan itu bertolak bahwa itu dana titipan, ya. Nah, kemudian terkait usul di Pasal 50, ya. Bahwa perhitungan itu harus dengan rupiah dan di petitum dan ini Saudara mendukung dengan nilai dolar. Kita ada undang-undang mata uang yang sekarang juga sedang akan diketatkan pelaksanaannya. Di sana disebutkan transaksi

(22)

dan pembayaran dalam negeri itu harus dengan mata uang resmi rupiah, kalau tidak, ada pidananya sebetulnya. Nah, ini bagaimana pendapat Saudara sebagai Ahli, terkait dengan pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sementara ya, apa yang sebetulnya awal ada di ketentuan itu ada di undang-undang kita. Jadi karena ini menguji undang ya, tentu harus undang-undang itu dicermati kaitannya dengan undang-undang-undang-undang yang lain dan betul-betul yang nanti bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang memang diuji. Banyak hal lain, tapi nanti mungkin adalah porsi pemerintah dan DPR untuk menjelaskan ini.

Saya kira itu saja dari saya.

51. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih, Yang Mulia. Baik, silakan, Ahli.

52. AHLI DARI PEMOHON: H. ABD. HALIM SOEBAHAR

Terima kasih. Yang pertama, terkait dengan Pasal 4 ayat (1) jadi memang dalam Islam haji yang wajib sekali, selebihnya adalah sunah, ya. Yang kami harapkan agar tidak konstitusional ... konstitusional bersyarat agar jemaah haji atau calon jemaah haji yang akan kedua kalinya itu ada ketentuan dalam undang-undang yang diperketat, gitu. Diperketat syaratnya yang pertama kalau dia itu memang ada tugas yang terkait dengan persoalan penyelenggaraan ibadah haji, misalkan dia selaku panitia atau dia petugas, baik itu petugas yang mendampingi jemaah haji maupun petugas yang mengelola administrasi perhajian yang ada di Timur Tengah. Saya kira kalau adanya kemudahan-kemudahan itu enggak ada masalah.

Terus yang kedua, mungkin karena memang alasan agama. Misalkan karena istrinya mau berangkat haji, sehingga harus mendampingi dia, maka dia juga daftar dengan niatan ingin mendampingi istrinya yang sedang haji itu. Itu ada alasan-alasan agama yang bisa dipertanggungjawabkan itu.

Kemudian terkait dengan bimbingan, ya. Kalau bimbingan ini memang tidak ada aturan, baik aturan dalam pasal penjelasan itu memang akan menyebabkan KBIH-KBIH itu menarik dana lain yang mungkin bisa memberatkan para calon jemaah haji karena memang sangat variatif itu. Kalau di Jember itu angkanya ada yang Rp500.000,00, ada yang Rp1.000.000,00, ada yang lebih dari itu, hanya bimbingan kira-kira 2-3 kali bimbingan. Sementara bimbingan yang dilakukan Kemenag itu lewat KUA masing-masing itu kurang mendapatkan respons yang positif meskipun itu mendapatkan … sudah kerja sama dengan IPHI setempat ya, tapi minat masyarakat itu sangat kurang. Jadi, mungkin memang perlu dikaji oleh penyelenggara ibadah

(23)

haji terkait dengan efektivitas dana bimbingan yang disalurkan melalui Kementerian Agama setempat melalui KUA masing-masing.

Kemudian, terkait dengan keuangan haji, apakah itu dana titipan, apakah itu dana setoran awal, itu sebenarnya sama bahwa sebaiknya memang jemaah haji itu baru bayar setoran pada tahun berjalan. Tentunya ketika mereka setor itu dengan akad yang sangat ketat, ya yang tidak boleh ada pelanggaran dalam perjalanan, gitu.

Nah, sekarang misalkan jemaah haji harus bayar Rp25.000.000,00 ya, sementara kepastian berangkat itu kan banyak hal yang harus dipertimbangkan karena ketersediaan kota yang sekarang harus di … direvisi mungkin dari waktu ke waktu. Kami baca kemarin lusa itu katanya kuota sekarang 155.200 orang jemaah haji itu, menurut keterangan dari Kementerian Agama di Jawa Pos itu.

Artinya, senantiasa berkurang. Kalau kuota yang tersedia dalam pelaksanaan ibadah haji itu berkurang, antrean itu menjadi sangat panjang. Kami secara kebetulan ada kasus, kami daftar haji dengan anak-anak itu Maret tahun 2013, itu berangkatnya prediksinya tahun 2026, jadi 14 tahun lagi, tetapi dengan kuota yang masih lebih 200.000 orang. Sekarang kuotanya hanya tinggal 155.000, bisa jadi ke tahun 2030 itu nanti, sehingga komentar anak saya, “Uh, Ayah sudah sangat sepuh nanti itu karena 20 tahun lagi.” Kalau sekarang usia kami 54, berarti tahun … 74 tahun, insya Allah baru ditakdirkan kembali untuk menunaikan ibadah haji lagi.

Nah, ini terkait dengan dana ini. Kalau dana itu berupa dana titipan, namanya orang titip itu kan, bisa diminta sewaktu-waktu, bisa dikembalikan dengan akad yang sangat pasti, gitu. Itu sementara yang dapat kami sampaikan, insya Allah nanti kami sempurnakan secara tertulis, Bapak Hakim. Terima kasih.

53. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, terima kasih. Pemohon, masih ada Ahli atau Saksi? Atau cukup? Cukup, ya. dari Pemerintah akan mengajukan ahli atau saksi?

54. PEMERINTAH: BUDIJONO

Dari Pemerintah untuk persidangan berikutnya ya, akan mengajukan ahli 3 orang, Yang Mulia.

55. KETUA: ANWAR USMAN

(24)

56. PEMERINTAH: BUDIJONO Tiga orang.

57. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Nanti diajukan terlebih dahulu CV-nya.

58. PEMERINTAH: BUDIJONO

Baik, Yang Mulia.

59. KETUA: ANWAR USMAN

Nah, kalau begitu sidang berikutnya ditunda hari Rabu, tanggal 15 April 2015, pukul 11.00 WIB untuk mendengarkan keterangan ahli dari Pemerintah, 3 orang, ya, baik.

Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 24 Maret 2015 Kepala Sub Bagian Risalah,

t.t.d.

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004 SIDANG DITUTUP PUKUL 12.12 WIB

KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Jika sudah ketemu dengan file popojicms yang akan anda upload, silakan klik kanan pada nama file popojicms.v.1.2.5 lalu klik upload.. biarkan kosong saja, lalu klik

Apabila ketuban  pecah sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan meningkatkan risiko infeksi, juga meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat yang

Berdasarkan perbandingan nilai korelasi antara nilai dugaan respon akhir dan peubah respon

4) Banyaknya kunyahan makanan per menit pada masing-masing kelompok umur  Sedangkan untuk menentukan perbedaan lamanya waktu yang diperlukan untuk merumput dan lamanya

Meyakinkan keandalan informasi, fungsi audit internal yang ketiga ini juga telah sesuai dengan standar perusahaan bahwa fungsi audit internal yaitu Memberikan

Dalam asumsi pertama, ijtihad sama dengan ra'yu; dan dalam asumsi kedua, ijtihad sama dengan qiyas. Oleh sebab itu, aliran ini sangat dominan mengunakan ra'yu dengan

Kedua, penelitian dengan judul “Coping Strategy pada Mahasiswa Salah Jurusan” yang dilakukan oleh Intani dan Surjaningrum (2010). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi arus kas operasional perusahaan maka semakin tinggi kepercayaan investor pada perusahaan tersebut, sehingga