BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler.
Kekurangan Volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit hilang pada proporsi yang sama ketika mereka berada pada cairan tubuh normal sehingga rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama. (Brunner & suddarth, 2002).
Secara fisik, molekul pembentuk tubuh manusia dapat dibedakan menjadi jenis cairan dan matriks padat fungsi cairan dalam tubuh manusia, antara lain sebagai alat transportasi nutrient, elektrolit, dan sisa metabolisme, sebagai komponen pembentuk sel, plasma, darah, dan komponen tubuh lainnya, serta sebagai media pengatur suhu tubuh dan lingkungan seluler (Tamsuri, 2004).
DHF atau demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu keadaan dimana penderita terjadi demam yang tinggi dan mendadak, secara terus
menerus dan berlangsung 2-7 hari tanpa sebab yang jelas dengan tanda-tanda perdarahan atau pembesaran hati serta di dukung oleh pemeriksaan laboratorium yang positif (Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare, 2002).
Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang di sebabkan oleh arbovirus yang di tularkan melalui gigitan nyamuk aedes (aedes albopictus dan aedes aegypti) (Ngastiah, 2005)
DHF adalah penyakit yang terjadi pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri pada sendi yang biasanya memburuk pada 2 hari pertama (Mansjoer, 2000)
Dengue haemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak, remaja, atau orang dewasa dengan tanda klinis demam, nyeri otot yang disertai leucopenia dengan atau tanpa ruam, sakit kepala hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu dan bintik-bintik perdarahan spontan (Syaefullah, 2000)
Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas adalah demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam yang di sebabkan oleh virus dengue yang menyerang pada anak dan dewasa yang disertai beberapa gejala dan perdarahan dan dapat menyebabkan kematian.
A.
Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Sel darah ada 3 macam : a. Eritrosit
Merupakan sel darah yang telah berdefrensiensi jauh dan mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5 ribu - 9 ribu sel/mm3 darah.
c. Trombosit (sel pembeku darah )
Keping darah yang berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya dapat bervariasi antara 200 ribu – 300 ribu sel/mm3 darah.
Struktur sel :
1) Membran sel (selaput sel)
Membran struktur elastic yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5 – 10 mm. Hampir seluruhnya terdiri dari keping-keping halus gabungan protein lemak yang merupakan lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini berfungsi untuk mengatur kehidupan sel dan menerima segala rangsangan yang datang.
2) Plasma
Bahan-bahan yang terdapat dalam plasma :
a) Anorganik (garam mineral,air,oksigen,karbohidrat,dan
amoniak)
b) Bahan organis (karbohidrat,lemak,protein,hormon dan
asam nukleat) 2. Fisiologi
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalam tiap mililiter kubik darah terdapat 6.000-10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih. Granulosit atau sel poliformonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih.
Trombosit adalah sel kira-kira 1/3 ukuran sel darah merah, terdapat 300.000 trombosit dalam setiap milileter kubik darah. Perannya penting dalam penggumpalan darah.
Fungsi sel darah putih:
Granulosit dan monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap mikroorganisme. Dengan kemampuannya sebagai fogosit, mereka memakan bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah. Dengan gerakan antibodynya ia dapat bergerak bebas di dalam dan dapat keluar pembuluh darah kemudian berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. Dengan cara ini ia dapat: a. Mengelilingi daerah yang terkena infeksi atau cedera
b. Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya
c. Menyingkirkan bahan lain seperti kotor-kotoran, serpihan kayu,
benang jahitan dan sebagainya
d. Sebagai tambahan granulosit dan memiliki enzim yang dapat
mencegah protein, jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya. Dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan penyembuhan dimungkinkan.
Sebagai hasil kerja fogosit dari sel darah putih, peradangan dapat di hentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil sempurna, maka berarti berkurangnya jumlah sel darah putih atau kalah sampai 5000 atau kurang atau leukositopenia (Tambayong, 2000).
B.
EtiologiPenyebab DHF adalah virus dengue serotipe 1,2,3 dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes alboplatus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (Mansjoer, 2000).
Virus dengue tergolong dalam family/suku/group flaviviridae dan di kenal ada 4 serotipe atau tipe virus dengue yang saling tidak mempunyai cross immunity dapat di isolasi pada darah pasien pada permulaan demam sampai hari ke 3-4. Isolasi virus dengue dengan menggunakan biakan
jaringan nyamuk aegypti albopictus disebut musquito inoculation technique yang merupakan suatu teknik baru, sangat sensitif, sederhana dan murah. Virus dengue berbentuk batang bersifat termologi, sensitif terhadap inaktivitas oleh dietilefer dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 derajat celcius (Syaefullah, 2000).
C.
PatofisiologiVirus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali memberikan gejala sebagai dengue defer (DF). Pasien akan mengalami keluhan dan gejala seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hiperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hematomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali).
Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue barlainan. Kemudian timbulah apa yang di sebut secondary heterologow injection atau the sequential infeltion hipothesisi, yaitu seseorang yang terkena DHF bila telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan mengakibatkan suatu reaksi anamnesiv antibody sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks virus antibody yang lainnya.
Terdapat kompleks antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut:
1. Aktivitas sistem komplemen sehingga di keluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi pembesaran plasma di ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. 2. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini akan mengakibatkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sum-sum tulang.
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi pembekuan. Kegiatan faktor pembekuan yaitu:
a. Peningkatan permeabilitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
b. Kelainan hemostatis yang di sebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia, dan koagulopati. (Banasik, 2000).
D.
Tanda dan Gejala (Mansjoer, 2000).Masa tuntas 3-5 hari tetapi rata-rata 5-8 hari. Gejala klinis timbul secara mendadak, adapun tanda dan gejala DHF adalah sebagai berikut:
1. Demam mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik
a. Anoreksia
b. Nyeri punggung
c. Nyeri sendi dan otot d. Nyeri kepala hebat e. Nyeri di belakang kepala f. Nyeri perut
g. Demam terjadi 2-7 hari (demam ringan atau tinggi dengan suhu > 39 C)
2. Hepatomegali
3. Menifestasi perdarahan muncul hari ke 2 dan 3 a. Uji torniquet ( + )
b. Petechie (seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi) c. Epitaksis
d. Perdarahan (gusi, hidung, saluran cerna dan dalam urine)
e. Melena
4. Hasil pemeriksaan darah (di temukan pada hari 3-7) Kenaikan nilai hematokrit (konsentrasi sel darah) 20% 5. Manifestasi lain
b. Nyeri menelan
c. Nyeri di tulang rusuk kanan atau di seluruh tubuh
d. Kadang demam mencapai 40-41 C
e. Pada bayi terjadi kejang demam
f. Mual-mual dan muntah
g. Bintik-bintik perdarahan di tenggorokan dan selaput benang mata
E.
Klasifikasi1. Derajat I
Demam di sertai gejala klinis atau perdarahan spontan uji torniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
spontan di bawah kulit seperti, petekie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.
3. Derajat III
Manifestasi klinis pada derajat III di tambah dengan di temukan manifestasi kegagalan sistem sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
4. Derajat IV
Manifestasi klinis pada penderita derajat III di tambah dengan di temukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
F.
Pemeriksaan penunjangPenegakkan diagnosa DHF, perlu dilakukan berbagai pemeriksaan Lab, antara lain pemeriksaan darah dan urine serta pemeriksaan serologi. Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai:
1. Ig G dengue positif
2. Trombositopenia
3. Hemoglobin meningkat > 20%
4. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia ( Hendarwanto, 1999).
G.
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2 - 2,5 liter/24 jam) dapat berupa susu, teh manis,
sirup dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali).
Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan, mengandung Na+ 130 mEg/l, K+ 4 mEg/l, korektor basa 28 mEg/l, Cl- 109 mEg/l, dan Ca++ 3 mEg/l.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan). Jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan Trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen,
eukinin, dan dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian kompres hangat.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
(kolaborasi dengan dokter).
10.monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11.Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan
dokter).
H.
Pathway
Infeksi Virus dengue
Perbanyak diri di hepar Terbentuk komplek antigen
Hepatomegali Mengaktivasi sistem komplemen mual muntah
PGE2 Hipotalamus Dilepaskan C3a dan C5a (peptida) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Melepaskan histamin
Peningkatan suhu Permeabilitas membran meningkat
tubuh Kebocoran plasma
Hipovolemia
Renjatan hipovolemi dan hipotensi Kerusakan endotel
Kekurangan volume cairan
pembuluh darah Agregasi Trombosit
Demam ditandai dengan sakit kepala, mual, nyeri otot disekitar tubuh, hiperemia tenggorokan
Trombositopenia Merangsang dan
Mengaktifasi faktor Nyeri akut pembekuan
Dalam jangka waktu lama menurun dan terjadi
DIC timbul ruam dan bintik2 merah perdarahan
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan integritas kulit Hipoksia jaringan
Asidosis Metabolik Kematian
I.
Fokus intervensi keperawatan (Wilkinson, J.M. 2006)1. Defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan dari
intravaskuler ke ekstravaskuler.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepewaratan selama 3 x 24
jam diharapkan cairan tubuh terpenuhi b. NOC (Fluid balance) Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi defisit volume cairan 2) Pasien tidak lemah
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi 4) Trombosit dalam batas normal 5) Tekanan darah dalam batas normal c. NIC (Fluid management) Intervensi :
1) Pertahankan cairan intake dan output yang akurat
2) Monitor status hidrasi (kelemahan membran mukosa, nadi adekuat) 3) Monitor vital sign
4) Monitor cairan atau makanan dan hitung intake kalori harian
5) Kolaborasikan pemberian cairan IV
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang kurang adekuat akibat mual, muntah, dan anoreksia.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nutrisi pasien terpenuhi.
1) Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi (pasien dapat mengetahui jadwal makan dan jenis makanan).
2) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan menelan (pasien
mau makan dan porsi makan habis)
3) Menunjukan peningkatan BB
4) Mual dan muntah hilang
c. NIC (Nutrition management) Intervensi :
1) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
2) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3) Monitor adanya penurunan BB
4) Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
5) Berikan makanan yang terpilih dan konsultasikan dengan ahli
gizi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan jaringan kulit dapat dipertahankan. b. Kriteria hasil (NOC):
1) Tidak terjadi perdarahan di kulit dan di tempat lain 2) Ruam atau bintik-bintik merah hilang
c. Intervensi (NIC):
1) Monitor kulit adanya kemerahan
3) Observasi frekuensi dan jumlah perdarahan
4) Lakukan tes rempelide
5) Anjurkan pasien untuk istirahat
6) Kolaborasi pemeriksaan laborat trombosit
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang.
b. NOC (Pain control) Kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan nyeri hilang atau terkontrol 2) Skala nyeri 0
3) TTV dalam batas normal
4) Rasa nyaman pasien terpenuhi
c. NIC (Pain management) Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, durasi,
frekuensi, dan faktor penyebab nyeri
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
4) Berikan dukungan kepada pasien dan keluarga
5) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (relaksasi dan
distraksi)