• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Matematika yang diberikan di tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi disebut sebagai matematika sekolah. Menurut Soedjadi (1995:1) dalam Tonga (2013) menyatakan bahwa matematika sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau berorientasi pada pendidikan. Menurut Kurniawan (2012), Astitirahayu (2012) dan Ekawati (2011), peran matematika sekolah adalah 1) untuk mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dunia yang senantiasa berubah melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif, efektif dan diperhitungkan secara analisis sintesis; dan 2) untuk mempersiapkan peserta didik agar menggunakan matematika dan pola berpikir matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan didalam menghadapi ilmu pengetahuan. Materi dalam matematika sekolah telah dipilah-pilah sesuai dengan perkembangan intelektual peserta didik serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi siswa. Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2006) dalam Abdullah (2012) yang menyatakan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Heruman (2008) dalam Karim (2013) menyatakan dalam pembelajaran matematika SD diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, dalam pembelajaran matematika juga harus

(2)

terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan sehingga diharapkan pembelajaran yang terjadi merupakan pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningful), siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu (learning to know about), tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn), serta bagaimana bersosialisasi dengan sesama teman (learning to live together).

Piaget dalam William (2007:182) menyatakan bahwa anak SD usia 7-11 tahun merupakan tahap operasi berpikir kongkret. Senada dengan pendapat tersebut, Heruman (2008) dalam Karim (2013) menambahkan bahwa kemampuan yang tampak dalam tahap ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Siswa SD masih terikat dengan objek yang ditangkap dengan pancaindra, sehingga sangat diharapkan dalam pembelajaran matematika yang bersifat abstrak, peserta didik lebih banyak menggunakan media sebagai alat bantu, dan penggunaan alat peraga karena dengan penggunaan alat peraga dapat memperjelas apa yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa lebih cepat memahaminya.

Inawati (2012) menyatakan bahwa sepintas konsep matematika diberikan pada jenjang SD sangatlah mudah, tetapi sebenarnya materi matematika SD memuat konsep-konsep dasar yang mendasar dan penting serta tidak boleh dianggap sepele. Keabstrakan objek matematika perlu diupayakan agar dapat terwujud secara kongkret sehingga akan mempermudah siswa dalam memahaminya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika perlu memperhatikan karakteristik matematika yang bersifat abstrak dan karakteristik siswa SD yang masih berada di tahap operasional kongkret. Untuk menjembati kesenjangan ini, maka guru perlu menciptakan pembelajaran matematika yang dapat merealisasikan konsep matematika yang abstrak melalui permasalahan yang sering dihadapi di kehidupan sehari-hari (kontekstual). Namun, fenomena ini belum terjadi di SDN Karangduren 4 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan di kelas 4,

(3)

diketahui bahwa penerapan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa belum dilakukan. Penggunaan masalah kontekstual maupun alat peraga dalam pembelajaran matematika masih sangat kurang. Pembelajaran matematika lebih bersifat menghafal konsep-konsep abstrak daripada menggunakan pemahaman siswa dalam menerima materi yang diajarkan. Selain itu, proses pembelajaran matematika masih menerapkan pembelajaran konvensional, dimana guru masih mendominasi pembelajaran dan siswa masih berada dalam kondisi pasif. Hal ini menyebabkan sulitnya siswa memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Keadaan ini juga berdampak pada kebermaknaan pembelajaran matematika yang dapat dirasakan oleh siswa. Selain itu, siswa juga agak kesulitan dalam memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh guru. Akhirnya, hal ini menyebabkan tingkat keberhasilan matematika yang dicapai siswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya rata-rata nilai ulangan matematika siswa yang masih berada di bawah KKM yang telah ditentukan, yaitu sebesar 65. Siswa yang nilainya di atas KKM hanya sebesar 43,75% atau 7 siswa dari jumlah total siswa dalam satu kelas berjumlah 16 siswa dan sisanya, yakni 9 siswa (56,25%) siswa masih mendapat nilai ulangan matematika yang berada di bawah KKM. Nilai rerata yang dicapai oleh siswa adalah 60,9 dengan nilai tertingginya adalah 80 dan nilai terendahnya adalah 45.

Salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan diatas adalah dengan cara mengubah pembelajaran matematika yang diterapkan dimana pembelajaran matematika yang semula berpusat pada guru, diubah ke pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran matematika yang belum menggunakan masalah kontekstual diubah ke pembelajaran matematika yang menggunakan masalah kontekstual. Salah satu pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual, berpusat pada siswa, dan menyajikan matematika dalam benda-benda kongkret adalah pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan realistik. Gerakan perubahan pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan realistik dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

(4)

Soejadji (2000) menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dimengerti peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik. Lebih lanjut, Hans Fruedental dalam Wijaya (2011:20) mengatakan bahwa matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia (Human Activity). Hal ini bermakna bahwa belajar matematika melalui beraktivitas. Selain itu, matematika tidak diberikan siswa dalam bentuk jadi, melainkan siswa dibimbing untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

PMRI ini dapat membantu siswa mempelajari matematika dengan mudah sehingga hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Liana Suci Lestari (2013) bagi siswa kelas 4 SD Negeri Werdoyo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Pada Semester II pada Tahun 2012. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model PMRI dapat mempengaruhi dan meningkatkan motivasi serta hasil belajar siswa karena aktivitas yang semula berpusat pada guru dapat beralih menjadi lebih berpusat pada siswa. Begitu juga dalam interaksinya, pembelajaran PMRI terbukti membuat interaksi pembelajaran menjadi lebih multiarah antara siswa dan guru. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Nurul Istiqomah (2013) yang mencoba menerapkan pendekatan matematika realistik untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi pecahan pada siswa kelas 4 yang juga membuahkan hasil yang bagus. Penelitiannya menunjukkan bahwa pemakaian pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar siswa di setiap siklusnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan PMRI dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Peningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Ruang Melalui PMRI Pada Siswa Kelas 4 SDN Karangduren 4 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah PMRI dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi bangun ruang bagi siswa kelas 4 SDN Karangduren 4 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada materi bangun ruang melalui PMRI siswa kelas 4 SDN Karangduren 4 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat yang didapatkan dengan adanya penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat praktis

1. Bagi guru dan sekolah adalah agar menjadi lebih terampil dan mampu menerapkannya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi bangun ruang melalui PMRI.

2. Bagi siswa adalah untuk meningkatkan hasil belajar, sikap aktif, kreatif, dan kritis pada pembelajaran matematika di materi bangun ruang.

3. Bagi peneliti lain ialah sumber referensi dalam penelitiannya. 1.4.2 Manfaat teoritis

Sebagai salah satu masukan agar dalam pembelajaran, guru dapat menerapkan PMRI dalam peningkatan hasil belajar matematika pada materi bangun ruang.

Referensi

Dokumen terkait

Berikut merupakan salah satu contoh pengujian yang dilakukan pada aplikasi ARMIPA yaitu pengujian ketepatan titik lokasi pada peta dan kamera dengan markerless

Komunikasi dan Informatika, yang mencakup audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara dan audit kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Komunikasi dan

dimana analisis mutu dilakukan pengujian dilaboratorium yang meliputi uji kuat tarik untuk material baja ringan benda uji dibuat menjadi spesimen berdasarkan standar ASTM

Pada Ruang Baca Pascasarjan perlu dilakukan pemebersihan debu baik pada koleksi yang sering dipakai pengguna maupun

Menurut teori hukum Perdata Internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan laju perubahan tata guna lahan yang cukup tinggi. Kondisi tersebut ditandai dengan laju deforestrasi baik disebabkan

Penyusunan LBP Kementerian Keuangan Tahunan Tahun Angggaran 2020 (Audited), mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan

Pendapatan masyarakat, memanfaatkan Tahura Djuanda sebagai sumber pendapatan masyarakat setempat yang bersumber dari wisatawan yang datang ke Tahura Djuanda. Pengeluaran