• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan Plasmodium malaria (Laaveran, 1888), Plasmodium vivax (Grosi dan Felati, 1890), Plasmodium Falciparum (welch, 1897) dan Plasmodium ovale (Stephens, 1922). Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus Anopheles (Ross, 1897) (P. N. Harijanto, 2000).

Proses masuknya Plamodium ke dalam tubuh yaitu nyamuk muda mula-mula menelan parasit malaria dari makanan manusia yang telah terkontaminasi dan nyamuk Anopheles yang dijangkiti membawa sporozoid Plasmodium dalam kelenjar liur mereka . Nyamuk dijangkiti apabila ia menghisap darah dari manusia yang telah terinfeksi, apabila ditelan parasit (gametocytes)yang dihisap dalam darah akan berubah menjadi gamet jantan dan betina dan kemudian bersatu dengan perut nyamuk. Nyamuk kemudian menghasilkan ookinete yang menembus lapisan perut dan menghasilkan oocyst pada dinding perut. Apabila oocyst pecah, nyamuk membebaskan sporozoite yang bergerak melalui tubuh nyamuk kepada kelenjar liur, dimana nyamuk bersedia untuk menjangkiti manusia baru. Penyebaran ini kenali sebagi pemindahan stesyen anterior. Sporozoid ditusuk masuk ke dalam kulitbersama-sama air liur, apabila nyamuk menghisap darah yang berikutnya (Widoyono, 2008).

Apabila seseorang telah terinfeksi Plasmodium gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-35 hari setelah parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Gejala

(2)

awalnya berupa demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil, bersamaan dengan perasaan tidak enak badan (malaise). Kadang gejalanya diawali dengan menggigil yang diikuti demam (Riyanto, PN. 2000).

Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh tim kesehatan, maka segera dilakukan pemeriksaan laboratorium khususnya pemeriksaan darah untuk memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan dengan menggunakan sediaan darah.

B. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pra analitik

Pemeriksaan malaria yang menggunakan sediaan darah maka perlu pengambilan sampel darah. Tempat pengambilan darah dapat dilakukan di bagian kapiler dan vena. Darah kapiler pada orang dewasa dipakai ujung jari atau pada anak – anak dipakai daun telinga, pada bayi dan anak kecil boleh juga pada tumit atau ibu jari kaki. Sedangkan pada darah vena pada orang dewasa dipakai salah satu vena dalam fossa cubiti, pada bayi vena jugularis superficialis dapat dipakai juga darah dari sinus sagittalis superoir (R. Gandasoebrata, 2007).

Sampel yang ideal adalah darah yang diambil dengan menusuk ujung jari atau daun telinga karena kepadatan tropozoit yang lebih besar (Moody A, 2002).

Persiapan pengumpulan sampel yang akan diperiksa laboratorium harus memenuhi persyaratan yaitu alat-alat bersih, kering, tidak mengandung deterjen dan sekali pakai dibuang (disposable), pengambilan sampel pada waktu yang tepat, volume mencukupi, kondisi baik, tidak lisis, segar/ tidak kadaluwarsa, tidak berwarna, tidak

(3)

berubah bentuk, steril, pemakaian antikoagulan atau pengawaet yang tepat, dan ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat (Kuncoro, dkk 1997).

2. Analitik

a. Pengolahan sampel

Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan darah EDTA (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).

Sedian darah malaria dapat dibuat 2 bentuk, yaitu sedian apus darah dan sediaan darah tebal ( Hiswani, 2004).

Kriteria sediaan apus darahyang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut, lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih ada tempat untuk pemberian label, secara granula penebalannya tampak berangsur-angsur menipis dari kepala kearah ekor, ujung atau ekornya tidak berbentuk bendera robek, tidak berlubang-lubang karena bekas lemak masih ada di atas kaca benda, tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu, tidak terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak terlalu tipis (karena sudut penggeserannya sangat besar) (Imam Budiwiyono, 1995).

Sediaan apus kering dan telah dipulas memungkinkan untuk mempelajari morfologi parasit dan keadaan sel darah. Sediaan ini memberikan suatu kemungkinan untuk membedakan morfologi parasit Protozoa dan hubungannya dengan sel darah dan lebih dapat dipercaya daripada sediaan yang tebal. Teknik pembuatan sediaan apus baik pada kaca tutup maupun pada kaca beda, sama seperti penelitian hematologi (Harold W. Brown, 1982).

(4)

Sediaan tebal yang telah dihilangkan hemoglobinnya, yang menghasilkan suatu konsentrasi parasit yang jauh lebih tinggi daripada sediaan apus, berguna apabila jumlah parasit kecil atau sediaan tipisnya negatif, terutama berguna untuk menemukan Plasmodium dalam penyelidikan malaria dan pada penderita dengan infeksi menahun atau dalam pengobatan antimalaris, juga berguna dalam menemukan Trypanosoma, Leishmania, dan mikrofilaria. Sediaan yang tebal bukanlah suatu tetesan yang tebal, tetapi suatu usapan yang diratakan pada suatu ketebalan 50 mikron atau kurang, sehingga cukup jernih untuk pemeriksaan dengan mikroskop apabila telah dihilangkan hemoglobinnya (Harold W. Brown, 1982).

b. Pewarnaan sediaan malaria

Macam-macam pewarnaan menurut Romanowsky ada 4 yaitu pewarnaan Wright’s stain, pewarnaan Liesman, pewarnaan May grunwald, dan pewarnaan Giemsa (Imam Budiwiyono, 1995).

Dasar dari pemeriksaan Romanowsky adalah penggunaan dua zat warna yang berbeda yaitu Azur B (Trimetiltionin) yang bersifat basa dan eosin y (tetrabromoflurescein) yang bersifat asam. Azur B akan mewarnai komponen sel yang bersifat asam seperti kromatin, DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai komponen sel yang bersifat basa seperti granula eosinofil dan hemoglobin. Ikatan eosin y pada Azur B yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal sebagi efek Romanowsky Giemsa. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi tidak pada RNA sehingga menimbulkan kontras antara inti yang berwarna ungu dengan sitoplasma yang berwarna biru (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).

(5)

Hingga saat ini diagnosis malaria menggunakan cara konvensional yaitu dengan membuat sediaan darah tebal atau sediaan apus yang dipulas dengan pewarna Giemsa dan diperiksa di bawah mikroskopis cahaya (Jenny Ginting, 2008).

Prinsip pewarnaandiantaranya sediaan apus darah difiksasi dengan metanol absolute selama 5 menit dan digenangi dengan pewarna Giemsa yang sudah diencerkan dibiarkan 30 menit setelah itu dibilas dengan air ledeng dan dibiarkan sampai mengering (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).

c. Pemeriksaan

Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non mikroskopis. Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat (QBC), Acridine Orange (AO). Sedangkan uji non mikroskopis berguna untuk mengidentifikasi antigen parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti uji Polymerasi Chain Reaction (PCR), Radio Immuno Assay (RIA), Indiret Hemaglutination, Deoxyribanucleic Acid (DNA0 dan Rapid Diagnostic Test (RDT) (Ginting Jenny, 2008)

Pemeriksaan untuk mendiagnosa penyakit malaria yang mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dan murah sampai saat ini adalah pemeriksaan mikroskopis pada darah pasien.Parasit Plasmodium dapat diamati dan dibedakan jenisnya dibawah mikroskop, sehingga akan lebih akurat dan mudah untuk menentukan prosedur pengobatan pada pasien malaria.

(6)

Kriteria hasil pewarnaan sediaan darah yang baik diantaranya inti leukosit berwana ungu (tanda umum), trombosit berwarna ungu muda dan merah muda, sisa – sisa eritrosit muda berwarna biru atau biru muda, sitoplasma limfosit kelihatan biru pucat, sitoplasma monosit berwarna biru, granula eosinofil berwarna orange, dan latar belakang sediaan bersih dan keliatan biru pucat ( J. SamidjoOnggowaluyo, 2001).

C. Pewarna Giemsa

Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen biru memberi warna merah muda pada sitoplasma dan memberi warna biru pada inti leukosit. Kedua jenis zat warna ini dilarutkan dengan metil alcohol dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam botol coklat (100 – 500 – 1000 cc) dan dikenal sebagai giemsa stock yang pH 7.

Dengan pewarna Giemsa yang mengandung larutan metilen biru yang dicampur dengan larutan eosin untuk mewarnai eitrosit berwarna merah muda, inti leukosit menjadi lembayung tua, sitoplasma parasit malaria menjadi biru dan butir kromatin parasit menjadi merah-karmin (Pinardi Hadidjaja, 1994).

Giemsa stock harus diencerkan lebih dulu sebelum dipakai mewarnai sel darah. Elemen-elemen zat warna giemsa melarut selama 40 – 90 menit dengan air atau aquadest atau air buffer. Setelah itu semua elemen zat warna akan mengendap dan sebagian lagi balik kepermukaan membentuk lapisan tipis seperti minyak sebab ini stock giemsa tidak boleh tercemar air (Depkes RI, 1993).

Tata cara penggunaan pewarna Giemsa yang perlu diperhatikan antara lain giemsa stock baru boleh diencerkan dengan aquades, air buffer, atau air sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal, mengencerkan pewarna giemsa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan terpaksa harus dibuang, untuk mengambil stock giemsa

(7)

dari botolnya, gunakan pipet khusus agar stock giemsa tidak tercemar, methanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stock giemsa harus ditutup rapat dan tidak boleh sering dibuka. Pisahkan giemsa dibotol tetes atau botol dari stock, pewarnaan giemsa adalah pewarnaan lambat, sehingga hasil baik bila menggunakan pewarnaan giemsa encer (10%) (Depkes, 1993).

Aturan untuk tolak ukur pemakaian pewarna Giemsa sebagai pewarnaan individu pada kegiatan stock giemsa 1 tetes tambah pengenceran sembilan tetes dengan lama pewarnaan 30 menit (giemsa 10%) atau stock giemsa 1 tetes ditambah pengencer 1 cc ( 20 tetes ) dengan lama pewarnaan 45 – 60 menit. Menggunakan air pengencer yang mempunyai pH 6,8 – 7,2 dan yang paling ideal pH 7,2.(R. Gandasoebrata, 2007).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pewarnaan yang baik diantaramya kualitas stock giemsa yang digunakan sesuai standar mutu belum tercemar air dan masih aktif, kualitas air pengencer pewarna Giemsa harus jernih, tidak berbau, derajat keasaman pengencer 6,8 – 7,2 karena perubahan pH pada pewarna Giemsa berpengaruh pada sel-sel darah, dan kualitas pembuatanan sediaan darah harus diperhatikan ketebalannya karena semakin berat fixaxi akan semakin sukar bagi larutan giemsa menerobos plasma darah untuk mencapai eritrosit (Depkes RI, 1993)

(8)

D. Kerangka Teori

A. Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Ada perbedaan gambaran mikroskopis sediaan apus malaria pada pewarnaan dengan konsentrasi Giemsa yang berbeda.

gambaran mikroskopis sediaan apus malaria konsentrasi pewarna giemsa Konsentrasi Pewarna Giemsa Ketrampilan (Pembuatan sediaan darah) Gambaran mikroskopis apus darahmalaria Jenis Pengencer Kualitas Pewarna Giemsa pH Pengencer Kebersihan sediaan darah

(9)

Referensi

Dokumen terkait

32 Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Desember 2012 Di samping isu kerja sama FTA, para Menteri Ekonomi ASEAN dan India sepakat untuk meningkatkan hubungan kemitraan strategis

Kegiatan pelestarian lingkungan hidup yang sudah ada di sekolah akan dikolaborasikan dengan kegiatan kewirausahaan yang telah ada di SMA Negeri 9 Tangerang. Siswa sangat

40 Shift 1 (Pukul 07.45) MUSTIKA CAHYA NIRMALA DEWINTA UGM | Fakultas Kedokteran Gizi Kesehatan 41 Shift 1 (Pukul 07.45) ARDHY KHARTIKA DEWI UGM | Fakultas Kedokteran Ilmu

X-banner ini mengunakan konsep “Simplicity”, maka dari itu menggunakan ilustrasi foto-foto sungai di Denpasar yang terkena pencemaran limbah B3, Ilustrasi fotografi

Keragaman genetika yang cukup tinggi dapat di- deteksi dari empat belas aksesi kentang yang diguna- kan dalam penelitian ini.. Sebanyak 60 alel terdeteksi berdasarkan 12

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata variabel X siswa 69,96 berkategori “cukup” kemudian setelah diterapkan model discovery

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah membuat sistem pakar yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk memberikan informasi mengenai hama dan penyakit pada

Panduan penggunamu.. Jika tampilan error selain yang dijelaskan di atas muncul, tekan tombol Reset*. Jika masalah tetap ada, matikan dan konsultasikan pada toko tempat Anda membeli.