• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari ibu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari ibu"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahun meninggal saat hamil dan bersalin. Di Asia Selatan, wanita kemungkinan 1:8 meninggal akibat kehamilan atau persalinan, di Afrika 1:4, di Amerika Utara 16.3666 lebih dari 50% (lima puluh persen) kematian di negara berkembang dapat dicegah dengan teknologi yang ada, serta biaya yang relatif rendah (Saifuddin, 2006).

Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) menempati angka tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar 307/100.000 kelahiran hidup. Itu berarti ada 50 (lima puluh) ribu meninggal setiap harinya, menurut data tahun 2003 (Berita Indonesia, 2003).

Persalinan yang bersih dan aman sebagai pilar ketiga Safe Motherhood yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru mencapai 60% (Saifuddin, 2006).

Tindakan Pencegahan Infeksi (PI) harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan persalinan dan kelahiran bayi untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Juga upaya-upaya untuk menurunkan resiko terjangkitnya atau terinfeksi oleh mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit yang

(2)

sampai saat ini belum ditemukan cara pengobatanya, seperti misalnya Hepatitis dan HIV/AIDS (Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2004).

Infeksi persalinan dapat dicegah pada tenaga kesehatan bila tenaga kesehatan dapat melakukan pencegahan infeksi yang benar yaitu melalui pengetahuan dan keterampilan yang kemudian diterapkan sehingga mampu memberikan asuhan persalinan yang aman dan bersih serta mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir baik di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi maupun pada awal masa nifas (Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2008).

Mengingat bahwa infeksi dapat ditularkan melalui darah, sekret vagina, air mani, cairan amnion dan cairan tubuh lainnya maka setiap petugas yang bekerja di lingkungan yang mungkin terpapar hal-hal tersebut mempunyai resiko untuk tertular bila tidak mengindahkan prosedur penegahan infeksi (Saifuddin, 2006).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Ulee Kareng, pada tahun 2013 terdapat 10 orang bidan yang bertugas di 9 desa. Di desa Ceurih terdapat 4 orang bidan, 3 orang yang mempunyai BPS dan 1 orang adalah bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT), di desa Ilie, Lambhuk, Lamteh,Ie Masen Ule Kareng, Lamgapang, Rumpet dan Lamlumpang masing masing desa terdapat 1 orang bidang Pegawai Tidak Tetap (PTT), sedangkan di desa Pango tidak terdapat bidan.

Dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan terhadap pelaksanaan pencegahan infeksi (PI) berupa : prosedur cuci tangan,

(3)

pemakaian sarung tangan, pengelolaan cairan antiseptik, pemprosesan alat bekas pakai dan pengelolaan sampah medik belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan pedoman pencegahan infeksi (Data Bidan di Puskesmas Ulee Kareng, 2013).

Menurut hasil survey yang peneliti temukan dari 10 orang bidan, hanya 3 bidan yang melakukan pencegahan infeksi ( PI ) dan 7 bidan lagi tidak melakukan pencegahan infeksi

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah peneliti ingin mengetahui: “Bagaimanakah Gambaran Perilaku Bidan Tentang Pencegahan Infeksi Saat Menolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng ?”.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui Gambaran Perilaku Bidan Tentang Pencegahan Infeksi Saat Menolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penelitian tentang pencegahan infeksi dan penerapan ilmu yang didapat selama ini.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan khususnya Gambaran Perilaku Bidan Tentang Pencegahan Infeksi Saat Menolong

(4)

Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng, untuk menerapkan prosedur pencegahan infeksi pada saat menolong persalinan.

3. Bagi Instansi Pendidikan

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pencegahan Infeksi 1. Pengertian

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawatan intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008).

Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang dibeikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran, saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat menatalaksana penyulit. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya. Juga upaya-upaya menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit

(6)

2. Tujuan Utama Pencegahan Infeksi a. Mencegah Infeksi umum

b. Meminimalkan resiko penyebaran penyakit yang berbahaya seperti hepatitis B dan HIV/AIDS kepada pasien, petugas kesehatan, termasuk petugas kebersihan dan rumah tangga (Sarwono, 2002).

3. Prinsip-prinsip Dasar Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi yang efektif didasarkan pada prinsip-prinsip berikut : a. Setiap individu (ibu,bayi baru lahir, maupun penolong persalinan) harus

dianggap dapat menularkan penyakit karna infeksi yang terjdi bersifat asimptomatik (tanpa gejala).

b. setiap individu harus dianggap berisiko terkena resiko.

c. permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akn dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh/selaput mukosa atau darah, harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar.

d. apabila tidak diketahui apakah prmukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi, resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerakan tindakan-tindakan yang benar dan konsisiten (Widyatusti, 2009).

(7)

4. Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi

Ada berbagai praktek pencegahan infeksi yang membantu mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi, dan para penolong persalinan) dan menyebarkan infeksi, penatalaksanaan pencegahan infeksi antara lain sebagai berikut:

a. Cuci tangan

Cuci tangan adalah prosedur yang apling penting dari pencegahan

penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.

Prosedur cuci tangan :

1. Lepaskan perhiasan ditangan dan pergelangan.

2. Basahi kedua tangan dengan air,teteskan sabun cair secukupnya di atas telapak tangan atau gosoklah kedua telapak tangan dan kedua punggung tangan apabila menggunakan sabun padat.

3. Telapak dengan telapak

Gosoklah kedua telapak tangan secara bergantian,sehingga kedua telapak tangan kena sabun.

4. Telapak kanan diatas punggung tangan kiri dan telapak kiri diatas punggung tangan kanan

5. Gosok kedua punggung tangan secara bergantian dan ,gosok diantara jari jemari tangan secara bergantian sehingga kena sabun.

6. Telapak dengan telapak dan jari saling terkait

Gosok kedua telapak tangan dan diantara jari jemari secara bergantian sehingga kena sabun.

(8)

7. Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling mengunci. Gosok punggung jari yang saling mengunci pada telapak satunya, secara bergantian.

8. Jempol kanan digosok memutar oleh telapak kiri & sebaliknya gosok jempol, dan jari jari tangan lainnya, secara memutar bergantian di kedua tangan.

9. Jari kiri menguncup, gosok memutar kekanan & ke kiri pada telapak kanan & sebaliknya gosok gosoklah ujung ujung kuku pada telapak tangan, sehingga busa sabun masuk kedalam sela sela kuku, secara bergantian dikedua tangan.

10. Pegang pergelangan tangan kiri dengan tangan kanan & sebaliknya, gerakan memutar gosok pergelangan tangan secara memutar dari pergelangan tangan sampai siku secara bergantian.

11. Setelah selesai siramlah kedua tangan dengan air yang mengalir, dengan kran air atau dengan air mengalir menggunakan gayung.

12. Setelah selesai keringkan kedua tangan dengan kain kering dan bersih (Depkes RI, 2008).

(9)

b. Pemakaian Sarung Tangan

Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya) atau peralatan, sarung tangan atau sampah yang terkontaminasi. Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir setelah terjadi kontak langsung untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang bereda untuk situasi yang berbeda pula. sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika sarananya sangat terbatas, sarung tangan bisa

digunakan berulang kali jika dilakukuan dekontaminasi.

Cuci dan bilas, desinfeksi tingkat tinggi atau serilisasi. Jika sarung tangan sekali pakai digunakan berulang kali, jangan diproses lebih dari 3 kali karena mungkin telah terjadi robekan/lubang yang tidak terlihat atau sarung tangan dapat robek pada saat sedang digunakan (Depkes RI, 2008).

c. Pengelolaan Cairan Antiseptik

Cara pencegahan kontaminasi larutan antiseptik dan desinfektan(Depkes RI, 2008).

1. Hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan (jika pengenceran diperlukan).

2. Jika tersedia kemasan antiseptik besar, untuk pemakaian sehari-hari tuangkan ke dalam wadah lebih kecil untuk mencegah penguapan dan kontaminasi.

(10)

3. Mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air serta membiarkannya kering dengan cara diangin-anginkan setidaknya sekali seminggu dan tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang.

4. Menuangkan larutan antiseptik kegulungan kapas atau kasa dan jangan merendam gulungan kapas atau kasa di dalam wadah ataupun mencelupkannya ke dalam larutan antiseptik.

5. Menyimpan larutan di tempat yang dingin dan gelap. d. Pemrosesan Alat Bekas pakai

Pemrosesan peralatan yang telah bekas pakai, baik terbuat dari logam, maupun plastik, ataupun benda-benda lainnya, dalam upaya pencegahan

infeksi. Pemrosesan alat bekas pakai diproses melalui tiga langkah pokok yaitu: 1. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah langkah pertama yang penting dalam menangani peralatan atau perlengkapan seperti sarung tangan, dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung tangan karet yang tebal dan sarung tangan rumah tangga dari lateks, jika menangani peralatan yang sudah digunakan atau kotor. Setelah digunakan, segera masukkan benda-benda yang terkontaminasi kedalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Daya kerja larutan korin akan cepat mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit settiap 24 jam, atau lebih cepat jika dilihat telah kotor atau keruh.

Jumlah Bagian Air = Larutan Konsentrat Larutan yang diinginkan

(11)

Contoh : Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5,25% Jumlah Bagian Air = - 1 = 10,5 – 1 = 9,5 %5,0%2,5

a. Tambahkan 9 bagian air ke dalam 1 bagian larutan klorin Catatan : Air tidak perlu dimasak ( Depke RI,2008).

b. Untuk klorin bubuk rumusnya

X / L=

Untuk membuat larutan klorin 0,3% dari konsentrat klorin 15% adalah dengan melarutkan 20gr bubuk klorin konsentrat dalam 1 liter air Desinfektan Tingkat Tinggi (DTT) (Jan Poenja, 2011).

2. Pencucian dan Pembilasan

Pencucian adalah langkah pertama paling efektif untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan dan perlengkapan yang kotor yang sudah digunakan. Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya, jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci segera setelah dikontaminasi. Bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci tangan dengan seksama secepat mungkin.

a. Perlengkapan atau bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci peralatan :

1. Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga yang terbuat dari bahan lateks.

(12)

3. Tabung suntik, minimal ukuran 10 ml, untuk membilas bagian dalam kateter, termasuk kateter penghisap lendir.

4. Wadah plastik atau baja antikarat, seperti stainless steel. 5. Air bersih

6. Sabun atau deterjen

b. Tahap-tahap pencucian dan pembilasan :

1. Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan. 2. Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi.

3. Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.

4. Cuci setiap benda tajam secara terpisah dengan tahapan sebagai berikut : a. Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa

darah dan kotoran.

b. Buka engsel gunting dan klem.

c. Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan pojok peralatan.

d. Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan.

e. Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali atau lebih jika perlu dengan air dan sabun atau deterjen.

f. Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih.

(13)

5. Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.

Jika peralatan akan didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT. Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi secara dengan cara dikukus atau direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai. Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.

6. Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin-anginkan. Untuk mencuci kateter termasuk kateter penghisap lendir, lakukan tahap-tahap berikut ini :

a. Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks pada kedua tangan.

b. Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter penghisap lendir).

c. Gunakan tabung suntik untuk mencuci tangan bagian dalam kateter sedikitnya tiga kali atau lebih jika perlu dengan air dan sabun atau deterjen.

d. Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih.

e. Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum dilakukan proses DTT (Depkes RI, 2008).

(14)

e. Desinfeksi Tingkat Tinggi dan Sterilisasi

Desinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda mati atau instrumen. Desinfeksi tingkat tinggi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara merebus atau secara kimiawi.

Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme yaitu bakteri, jamur, parasit dan virus, termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrument. DTT dapat dilakukan dengan cara merebus, mengukus atau secara kimiawi.

1. DTT dengan cara merebus :

a) Gunakan panci dengan penutup yang rapat. b) Gunakan setiap kali mendesinfeksi peralatan.

c) Rendam peralatan sehingga semuanya terendam di dalam air. d) Mulai panaskan air.

e) Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih.

f) Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai. Rebus selama 20 menit

g) Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus.

h) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan, jika peralatan dalam keadaan lembab maka tingkat pencapaian desinfeksi tingkat tinggi tidak terjaga.

(15)

i) Setelah peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi secara tertutup. Peralatan bisa disimpan sampai satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka .

2. DTT dengan uap panas

a. Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci, maka sarung tangan ini siap DTT dengan uap tanpa diberi talck.

b. Gunakan panci perebus yang memiliki tiga susun nampan pengukus. c. Gunakan bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai,

sarung tangan dapat dipakai tanpa membuat kontaminasi baru.

d. Letakkan sarung tangan pada baki atau nampan pengukus yang berlubang di bawahnya. Agar mudah dikeluarkan dari bagian atas panci pengukus, letakkan sarung tangan dengan bagian jarinya ke arah tengah panci. Jangan menumpuk sarung tangan lima sampai sepuluh pasang sarung tangan bisa diletakkan di panci pengukus tergantung dari diameter panci.

e. Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung tangan. Susun tiga nampan pengukus di atas panci perebus yang berisi air. Letakkan sebuah panci perebus kosong di sebelah kompor.

f. Letakkan penutup di atas panci pengukus paling atas dan panaskan air hingga mendidih. Jika air mendidih perlahan, hanya sedikit uap air yang dihasilkan dan suhunya mungkin tidak cukup tinggi untuk membunuh mikroorganisme.

(16)

g. Jika air mendidih terlalu cepat, air akan menguap dengan capat dan bahan bakar akan terbuang.

h. Jika uap mulai keluar dari celah-celah di antara panci pengukus, mulailah penghitungan waktu. Catat lamanya pengukusan sarung tangan dalam buku khusus. Kukus sarung tangan selama 20 menit. i. Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan

goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat menetes keluar.

j. Letakkan nampan pengukus di atas panci perebus yang kosong di sebelah kompor.

k. Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi sarung tangan tersusun di atas panci perebus yang kosong. Letakkan penutup di atasnya hingga sarung tangan menjadi dingin dan kering tanpa terkontaminasi.

l. Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di dalam panci selama 4-6 jam. Jika diperlukan segera biarkan sarung tangan menjadi dingin selama 5-10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat masih basah atau lembab (setelah 30 menit bagian jari sarung tangan akan menjadi lengket dan membuat sarung tangan sulit dipakai atau digunakan).

m. Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering, gunakan cunam penjepit atau pinset desinfeksi tingkat tinggi untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut dalam

(17)

wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat sarung tangan bisa disimpan di dalam panci pengkus yang berpenutup rapat. Sarung tangan tersebut bisa disimpan sampai satu minggu.

3. DTT Kimiawi

a. Letakkan peralatan yang kering, sudah didekontaminasi dan dicuci ke dalam wadah. Kemudian isi wadah tersebut dengan larutan kimia. Perlu diingat jika peralatan masih dalam kondisi basah sebelum direndam dalam larutan kimia maka dapat terjadi pengenceran tambahan terhadap larutan tersebut dan membuatnya menjadi kurang efektif.

b. Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia. c. Rendam peralatan selama 20 menit. Catat lama waktu peralatan

direndam dalam larutan kimia di buku khusus. Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup rapat. Setelah kering peralatan dapat digunakan dengan segera atau disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup rapat.

4. DTT Kateter

a. Siapkan larutan klorin 0,5%.

Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks pada kedua tangan.

b. Letakkan kateter yang sudah dicuci dan kering di dalam larutan klorin. Gunakan tabung suntik steril atau desinfeksi tingkat tinggi yang besar

(18)

untuk membilas bagian dalam kateter dengan larutan klorin. Ulangi pembilasan tiga kali. Pastikan kateter terendam dalam larutan.

c. Biarkan kateter terendam selama 20 menit. Gunakan tabung suntik desinfeksi tingkat tinggi atau steril yang besar dan air yang direbus sedikitnya 20 menit untuk membilas kateter.

d. Biarkan kateter kering dengan cara diangin-anginkan dan kemudian segera digunakan atau disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi yang bersih.

5. Selain DTT, petugas dapat menggunakan metode sterilisasi pada instrumen logam dan sarung tangan, yaitu :

a. Sterilisasi dengan otoklaf 106 pada temperatur 1210C selama 30 menit jika instrumen terbungkus dan 20 menit jika tidak terbungkus.

b. Panas kering pada temperatur 1700C selama 60 menit.

c. Instrumen disimpan dalam wadah steril yang berpenutup rapat (Syafuddin, 2004) .

f. Pengolahan sampah medis

Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau

(19)

bercacat dalam pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang disebut sebagai sampah medis adalah berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehataan bagi manusia, yakni pasien maupun masyarakat.

1. Jenis sampah medis a. Sampah Benda Tajam

Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit. Misalnya : jarum hipodermik, perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-benda tajam yang terbuang yang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif. b. Sampah Infeksius

Sampah infeksius merupakan limbah yang dicurigai mengandung bahan pathogen. Sampah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis ini antara lain : sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang terkontaminasi, bagian

(20)

tubuh, sprei, limbah raung isolasi, limbah pembedahan, limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi (medical wast).

c. Sampah Jaringan Tubuh (Patologis)

Sampah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Sampah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

d. Sampah Citotoksik

Sampah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Sampah yang terdapat sampah citotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000°C.

e. Sampah Farmasi

Sampah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi obat-obatan.

(21)

f. Sampah Kimia

Sampah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik.

g. Limbah Radio Aktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan gas.

h. Sampah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis. (http://id.wikipedia.org)

2. Pengaruh sampah terhadap kesehatan

a. Efek langsung : efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah, misalnya : sampah beracun ; sampah yang korosif terhadap tubuh yang karsinogenik, teragonik, sampah yang mengandung kuman pathogen (berasal dari sampah rumah tangga dan industri).

b. Efek tidak langsung : dapat dirasakan masyarakat akibat proses : pembusukan, pembakaran, pembuangan sampah secara sembarangan,

(22)

penyakit bawaan vector yang berkembang biak didalam sampah ( lalat dan tikus), (http://www.jasamedivest.com).

B. Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Persalinan diartikan pula sebagai peregangan dan pelebaran mulut rahim. Kejadian itu terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi mendorong bayi keluar. Otot-otot rahim atau kantong muskuler yang bentuknya menyerupai buah pir terbalik menegang selama kontraksi. Bersamaan dengan setiap kontraksi, kandung kemih, rectum, tulang belakang dan tulang pubic menerima tekanan kuat dari rahim. Berat dari kepala bayi ketika bergerak kebawah saluran lahir juga

menyebabkan tekanan. Hal-hal tersebut menyebabkan terjadinya rasa nyeri pada ibu (Danuatmaja, 2004).

Pada kala I persalinan murni nyeri dirasakan sebagi radiasi yang melintasi uterus dari daerah fundus ke punggung (Varney, H. 2001). Walaupun kadarnya berbeda, setiap orang pernah mengalami rasa sakit tersebut, namun reaksinya berbeda-beda. ada yang dapat menahannya dan ada juga yang terus merintih. Seorang ibu yang sedang menghadapi persalinan cenderung merasa takut, terutama pada ibu primigravida. Namun ketika seorang ibu merasa sangat takut maka secara otomatis otak mengatur dan mempersiapkan tubuh untuk merasa sakit, sehingga rasa sakit saat persalinan akan lebih terasa. Seorang ibu haruslah menempatkan rasa sakit dalam sudut pandang yang benar. Rasa sakit tidak akan

(23)

terjadi selamanya. Pada ibu primigravida rasa sakit berlangsung 12 sampai 14 jam, dari jumlah tersebut hanya beberapa jam saja yang benar-benar tidak nyaman. Anggaplah sebuah persalinan sebagai suatu hal yang menyenangkan, sehingga dapat mengurangi rasa sakit persalinan (Varney, H. 2001).

Menurut Danuatmaja (2004), saat terjadi kontraksi pada sebuah persalinan, maka terjadi nyeri di daerah punggung bagian bawah, salah satu cara untuk

mengurangi nyeri tersebut adalah dengan masase punggung. Tujuan utamanya adalah relaksasi. Menurutnya, tiga hingga sepuluh menit masase dipunggung dapat menurunkan tekanan darah, memperlambat denyut jantung, meningkatkan pernapasan dan merangsang produksi hormon endorphin yang menghilangkan sakit secara alamiah. Tekhnik masase punggung ini tidak memiliki efek samping pada ibu dan bayi, serta tidak membutuhkan biaya yang mahal.

C. Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Bimo Walgito (2007), perilaku manusia tidak lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku. Ada beberapa teori perilaku yaitu :

1. Teori Insting

Parilaku manusia disebabkan oleh insting (Perilaku yang bawaan). Insting juga akan mengalami perubahan karena pengalaman.

(24)

2. Teori Dorongan

Teori ini menerangkan bahwa manusia mempunyai dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kebutuhan, dan manusia ingin memenuhi kebutuhannya maka terjadi ketegangan dalam diri manusia

3. Teori Insentif

Perilaku manusia timbul karena disebabkan karena adanya insentif, insentif disebut juga reinforcemen ada yang positif (berkaitan dengan hadiah) dan negatif (berkaitan dengan hukuman).

4. Teori Atribusi

Teori ini menganggap perilaku manusia disebabkan oleh disposisi internal (misalnya motif, sikap, dan sebagainya), atau keadaan eksternal (misalnya situasi)

5. Teori kognitif

Dimana seseorang harus memilih perilaku mana yang harus dilakukan, maka yang berkaitan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat bagi yang bersangkutan.

Menurut Robert kwick (1974) perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Skiner (1938), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam

(25)

memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu.

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Sugiartini, 2011).

Berdasarkan teori SOR (Stimulus Organisme Respons), perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu.

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tetutup terjadi bila respons trehadap stimulus tersebut masih belum dapat orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contoh: Ibu hamil tahu penting nya periksa kehamilan untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri adalah merupakan pengetahuan (knowledge). Kemudian ibu tersebut bertanya kepada tetangganya dimana

(26)

tempat periksa kehamilan yang dekat. Ibu bertanya tentang tempat dimana periksa kehamilan itu dilakukan adalah sebuah kecenderungan untuk memeriksa kehamilan, yang selanjutnya dsebut sikap (attitude).

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Contoh: seorang ibu hamil memeriksa kehamilannya ke puskesmas atau kebidan praktik, seorang penderita TB. Baru minum obat anti TB secara teratur, seorang anak menggosok gigi setelah makan, dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut adalah brbentuk tindakan nyata, dalam bentuk kegiatan, atau dalam bentuk praktik (practice).

(27)

D. Kerangka Teoritis

Menurut Notoatmodjo (2003, hal.23)

Menurut Sugiartini (2011, hal.25)

Keterangan:

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak di teliti

Gambar 2.2. Kerangka Teoritis Perilaku Faktor Internal  Kecerdasan  Tingkat Emosional  Jenis Kelamin Pencegahan Infeksi Faktor Eksternal  Lingkungan  Ekonomi  Politik

(28)

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Dari hasil tinjauan kepustakaan dan kerangka teori, maka dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian ini yang terdiri dari variabel independen dan dependen, dalam penelitian ini secara sistematis dapat digambarkan menurut (Notoatmodjo, 2003) sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 : Definisi Operasional

Pencegahan Infeksi Perilaku Bidan

(29)

No Variabel Definisi

Operasional Cara ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Dependen 1. Pencegahan infeksi pada saat menolong persalinan Invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganis me yang mampu menyebabkan sakit. Wawancara dengan kriteria penilaian : -Baik, bila x > x 9,9 -Kurang baik, bila x ≤ x 9,9 Wawancara dan Observasi -Baik -Kurang baik Ordinal Independen

2. Perilaku Sikap atau bentuk aktivitas bidan dalam melakukan pencegahan infeksi pada saat menolong persalinan. Wawancara dengan kriteria penilaian : -Baik, bila x > x 5,5 -Kurang baik, bila x ≤ x 5,5 Wawancara dan Observasi - Baik -Kurang baik Ordinal

(30)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional, yaitu suatu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui Bagaimanakah Gambaran Perilaku Bidan Tentang Pencegahan Infeksi Saat Menolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 27 Juli sampai 12 agustus 2013.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng yang berjumlah10 orang Bidan.

2. Sampel

Adapun tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sebagai sampel.

(31)

D. Cara Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden yaitu para bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung pada saat bidan melakukan pertolongan persalinan kemudian mengisi lembar observasi. 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai referensi berupa, buku perpustakaan dan jurnal - jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah kuisoner yang terdiri dari 20 pertanyaan yaitu 10 pertanyaan untuk perilaku dan 10 pertanyaan untuk pencegahan infeksi yang disusun dengan menggunakan skala Guttman yaitu benar dan salah, dengan interprestasi penilaian apabila jawaban benar untuk pertanyaan positif nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0, sedangkan untuk pertanyaan negatif apabila benar nilainya 0 dan apabila salah nilainya 1. Selain daripada itu peneliti juga menggunakan lembar observasi.

(32)

F. Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan data

Menurut Hidayat, (2009), pengolahan data melalui langkah – langkah sebagai berikut :

a. Editing

Pada tahap ini penulis melakukan pemeriksaan semua kuesioner secara teliti apakah semua pertanyaan telah terisi/ dijawab oleh responden seperti memeriksa kesesuaian jawaban apakah data sudah cukup konsisten atau logis. Dari semua lembaran kuesioner yang dikumpulkan tidak ditemukan ketidak lengkapan pengisian, karena ketika melakukan pengumpulan data penulis langsung memeriksa kuesioner ketika telah siap diisi.

b. Coding

Pada tahap ini penulis memberi kode secara berurutan dalam kategori yang sama pada masing-masing lembaran yang diberikan pada responden sehingga memudahkan pengolahan data. Kode yang digunakan pada penelitian ini adalah kode responden yang diawali dengan no 1 untuk responden pertama sampai 10 untuk responden terakhir.

c. Transfering

Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama sampai dengan responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam tabel sesuai dengan sub variabel yang diteliti.

(33)

d. Tabulating

Pada tahap ini kegiatan yang penulis lakukan adalah mengelompokkan responden berdasarkan kategori yang telah dibuat untuk tiap-tiap subvariabel yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi sesuai dengan variabel yang diteliti.

2. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisa data univariat menggunakan teknik statistik deskriptif dalam bentuk persentase untuk masing-masing sub variabel dengan terlebih dahulu menggunakan jenjang kategori (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, dalam mengkatagorikan jenjang ordinal penulis menggunakan rumus pengukuran jenjang ordinal menurut Umar (2005), yaitu:

̅ Keterangan:

̅ = Nilai rata-rata hitung (mean) ∑x = Jumlah nilai responden n = Jumlah responden

Data yang didapat dari pengisian kuesioner dianalisa secara deskriptif, kemudian menghitung persentase dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi menurut Budiarto (2002), yaitu sebagai berikut :

(34)

% 100 x n fi P Keterangan : P = Persentase fi = Frekwensi teramati

n = Jumlah responden menjadi sampel 100% = Bilangan tetap

G. Penyajian Data

Data yang telah diperoleh dalam pengolahan data. selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk variabel dan narasi serta tabulasi silang untuk melihat kecenderungan hubungan variabel independen dan dependen.

(35)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara Demografi lokasi Puskesmas Ulee Kareng yang terletak di Dusun Pusara Habib Desa Ceurih Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh yang mempunyai jarak lebih kurang 4 km dari pusat kota dan lebih kurang 30 meter dari pasar Ulee Kareng. Wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng seluas 6,5 hektar yang meliputi 2 kemukiman, 9 desadan 30 dusun dengan jumlah penduduk 23.735 jiwa. Penduduk berjenis kelamin laki-lakisebanyak 12.151 jiwa dan perempuan sebanyak 11.553 jiwa.Dengan jumlah KK 6.417 jiwa. Di tinjau dari segi geografis Puskesmas Ulee Kareng di batasi oleh :

1. Bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh

2. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Krung Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar

3. Bagian Selatan berbatasan denganKecamatanIngin Jaya Kabupaten Aceh Besar

4. Bagian Utara berbatasan dengan KecamatanSyiah Kuala Kota Banda Aceh

(36)

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai dari tanggal 27 Juli sampai 12 Agustus 2013 pada bidan yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Tahun 2013 dengan jumlah sampel 10 orang bidan diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Analisa Univariat a. Pencegahan Infeksi

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Tentang Pencegahan Infeksi Saat Menolong Persalinan Di Wilayah

Kerja Puskesmas Ulee Kareng

No Pencegahan Infeksi f %

1 Baik 7 70

2 Kurang 3 30

Total 10 100

Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel 5.1 diatas diketahui bahwa dari 10 responden dalam Pencegahan Infeksi berada pada kategori baik yaitu sebanyak 7 orang bidan (70%).

b. Perilaku bidan dalam pencegahan infeksi Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Perilaku Bidan TentangPencegahan Infeksi Saat Menolong Persalinan Di Wilayah

Kerja Puskesmas Ulee Kareng

No Perilaku f %

1 Baik 5 50

2 Kurang 5 50

Total 10 100

(37)

Berdasarkan tabel 5.2 diatas diketahui bahwa dari 10 responden yang perilaku berada dalam kategori baik sebanyak 5 orang bidan (50%). c. Tabel Silang

Tabel 5.3

Distribusi Tabulasi Silang Perilaku dengan Pencegahan Infeksi Pada Bidan Tentang Pencegahan Infeksi Saat Menolong Persalinan Di Wilayah

Kerja Puskesmas UleeKareng Tahun 2013

No Perilaku Pencegahan Infeksi Total Baik Kurang F % f % f % 1 Baik 3 42.8 2 66.6 5 50 2 Kurang Baik 4 57.1 1 33.3 5 50 Total 7 100 3 100 10 100

Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui bahwa dari 5(50%) responde n mempunyai pencegahan infeksi baik ternyata perilakunya juga baik yaitu (70%). Dari 5 responden yang Pencegahan Infeksinya Kurang baik ternyata 50% Perilakunya Kurang baik.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat gambaran perilaku bidan tentang pencegahan infeksi saat tmenolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng.

1. Perilaku tentang Pencegahan Infeksi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 10 responden mayoritas yang memiliki Perilaku Baik sebanyak 7 orang (70%) dan perilaku kurang baik sebanyak 3 orang .

(38)

Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009).

Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori (Erni, 2012) Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.

Hasil penelitian (M.Ilham, 2011) mengatakan bahwa hasil penelitian yang berjudul gambaran perilaku pencegahan infeksi pada petugas kesehatan di puskesmas Madura, ditemukan nilai persentase 26 responden dari 100% yang perilaku baik (80,7) melakukan penncegahan infeksi.

Peneliti berasumsi bahwa pendapat yang dikemukakan para ahli sesuai dengan kenyataan, karna pada saat peneliti melakukan penelitian, peneliti menemukan bahwa antara perilaku dengan pencegahan infeksi sangat erat kaitannya, karena perilaku dapat mempengaruhi pencegahan infeksi.

Peneliti berasumsi bahwa pengaruh perilaku sangat berkaitan dengan pencegahan infeksi karena dari hasil tabulasi silang ditemukan dari (100%) perilaku baik (70%) melakukan pencegahan infeksi saat menolong persaalinan

(39)

BABVI PENUTUP A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 10 responden mayoritas Bidan memiliki Pencegahan Infeksi yang baik sebanyak 7 orang bidan (70%).

2. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 10 responden yang memiliki perilaku baik sama dengan yang memiliki perilaku kurang baik yaitu sebanyak 5 orang (50%).

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menjadi penambahan wawasan dan pengetahuan penelitian tentang pencegahan infeksi dan penerapan ilmu yang didapat selama ini.

2 . Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan agar dapat digunakan sebagai bahan masukan khususnya perilaku bidan tentang pencegahan infeksi saat menolong persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng, untuk menerapkan prosedur pencegahan infeksi pada saat menolong persalinan.

3.Bagi Instansi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi literatur atau bacaan diperpustakaan sebagai bahan kajian dan menambah informasi yang berkaitan dengan gambaran perilaku bidan terhadap pencegahan infeksi.

(40)

Gambar

Gambar 2.1 cuci tangan 7 langkah
Gambar 2.2. Kerangka Teoritis Perilaku Faktor Internal   Kecerdasan   Tingkat Emosional   Jenis Kelamin  Pencegahan Infeksi Faktor Eksternal   Lingkungan   Ekonomi   Politik
Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini untuk menghasilkan nilai pangan hijau berkualitas tinggi dengan cara pendekatan berbasis sumber daya sehingga akan memberikan kepuasan kepada

Teknologi Budidaya Tanaman (KU 124), merupakan mata kuliah untuk menyiapkan mahasiswa agar menguasai metode dan teknologi budidaya tanaman yang efektif dari

Strategi Tujuan 1 3 Sasaran Pengembangan komoditi rempah dan penyegar Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Strategi : Peningkatan 2 Pengembangan Kelembagaan petani dan

pengelolaan keuangan ini dapat diketa- hui oleh masyarakat sehingga pemerin- tah desa harus menyiapkan sebuah lapo- ran keuangan tertulis yang dapat diakses dengan mudah

“strategi berusaha untuk mengoptimalkan kesesuaian antara misi organisasi, apa yang sedang terjadi, atau direncanakan untuk terjadi didalam lingkungan.. eksternal dan

Siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang: penyajian data dalam bentuk tabel, diagram garis, diagram batang, dan diagram lingkaran, rata-rata, median,

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

 Adalah suatu perusahaan mem-biayai kebutuhan modal kerja musiman / variabel (seasonal working capital or variable) dan sebagian dari kebutuhan tetapnya dengan dana