• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Pasien TBC dengan Self Protection Keluarga. di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Perilaku Pasien TBC dengan Self Protection Keluarga. di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Hubungan Perilaku Pasien TBC dengan Self Protection Keluarga

di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten 1)

Sri Wahyunu, 2) Yeti Nurhayati, 3) Aria Nurahman 1) Mahasiswa SI Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta 2) Dosen Prodi SI Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta 3) Dosen Prodi SI Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

TBC atau Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok mycobacterium yaitu myobacterium tuberculosis. Penularan kuman

mycobacterium tuberculosis ini melalui percik renik dahak yang dikeluarkan oleh

penderita TBC dengan BTA positif. Perilaku penderita TBC harus diawasi dan dengan kesadaran agar selalu memperhatikan bagaimana cara – cara untuk melindungi anggota keluarga yang lainnya agar tidak terpapar. Dari kasus tersebut terdapat self protection keluarga yang kurang serta perilaku penderita TBC yang kurang baik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku pasien TBC dengan self protection keluarga. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain pilot study. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Alat ukur penelitian ini menggunakan kuesioner. Data yang terkumpul dengan jumlah sampel 30 responden di uji menggunakan uji korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian didapatkan reponden berperilaku baik 20(66,7%), cukup 9(30,0%) dan kurang 1(3,3%). Sedangkan untuk self protection cukup 2(6,7%) , kuat 14(46,7%) dan sangat kuat 14(46,7%). Hasil nilai p value 0,015 dengan koefisian korelasi 0,440 yang artinya ada hubungan perilaku pasien TBC dengan self protection keluarga dengan tingkat hubungan sedang.

(2)

STUDY PROGRAM OF NURSING STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2016 Relation Between TBC Patients’ Behavior and Family Self Protection in Public

Lung Clinic Klaten 1)

Sri Wahyuni, 2) Yeti Nurhayati, 3) Aria Nurahman HK 1) Student in Nursing study STIKES Kusuma Husada Surakarta

2) Lecturer of Study Program of Nursing STIKES Kusuma Husada Surakarta

3) Lecturer of Study Program of Nursing STIKES Kusuma Husada Surakarta

Abstract

TBC or tuberculosis was a infect disease caused by bacteria from mycobacterium family (mycobacterium tuberculosis). Mycobacterium tuberculosis infects through sputum which was out from the TBC patients with BTA positive. TBC patients’ behavior should be monitored and consciously aware on how to protect family members and other people from infection. From this case there was lack of family self protection and bad behavior from TBC patient.

The purpose of this research was to know the relation between TBC patients’ behavior and family self protection. This is quantitative research with pilot study design. Sample was taken by using total sampling. The instrument was questionnaire. The data collected from 30 respondents tested by using correlation spearman rank.

The result showed that respondents with good behavior were 20 (66.7%), sufficient 9 (30.0%) and poor 1 (3.3%). Meanwhile for self protection, respondents with sufficient were 2 (6.7%), strong 14 (46.7%), and very strong 14 (46. %). The result of p value 0.015 with correlation coefficient 0.440. It meant that TBC patients’ behavior related to family self protection in the average level.

(3)

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok mycobacterium yaitu myobacterium tuberculosis. TBC sendiri saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah ditetapkan dibanyak negara sejak tahun 1995. Dalam WHO (Wold Healt Organization) tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TBC pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TBC dengan HIV positif. Sekitar 75% pasien tersebut bearada di wilayah Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang menderita TBC MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. Meskipun jumlah kasus TBC dan jumlah kematian TBC tetap tinggi untuk penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan tetapi fakta menunjukan keberhasilan dalam pengendalian TBC. Peningkatan angka insidentil TBC secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukan

trend penurunan (turun 2 % per tahun pada

tahun 2012), angka kematian juga telah berhasil diturunkan 45 % bila dibandingkan tahun 1990 (Depkes, 2014).

Sekitar 75 % pasien TBC adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis ( 15 – 50 tahun).

Diperkirakan seorang pasien TBC biasa akan kehilangan waktu kerjanya rata – rata 3 sampai dengan 4 bulan. Dalam laporan MDGs tahun 2008 disebutkan bahwa saat ini prevalensi tuberkulosis paru di Indonesia masih tinggi, yaitu sebesar 262 per 100.000 penduduk atau setara dengan 582.000 kasus setiap tahunnya.

Penyakit TBC paru telah menimbulkan masalah baru yang akan menjadi beban sektor kesehatan untuk penanggulanganya terutama dalam era globalisasi. Penderita TBC paru meningkat sehubungan dengan meningkatnya penyebaran HIV, timbulnya resistensi kuman TBC terhadap obat karena pengobatan yang tidak teratur dan tidak tuntas. Untuk menanggulangi masalah tersebut partisipasi keluarga sangatlah penting. Diharapkan dengan aktifnya partisipasi keluarga, akan menurunkan angka kegagalan dan meningkatkan kesembuhan.

Departemen Kesehatan (2008) menyebutkan bahwa selain menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tuberkulosis paru juga menimbulkan kerugian secara ekonomis. Bila dilihat dari sudut pandang secara ekonomi, penyakit ini menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara. Semakin banyak jumlah angkatan kerja yang menderita tuberkulosis paru disatu negara, maka akan

(4)

menimbulkan kerugian ekonomis bagi negara tersebut yang secara tidak langsung akan mengurangi devisa negara. Penyakit ini merupakan salah satu penghalang pembangunan nasional karena mampu menurunkan produktivitas ekonomi penderitanya, menurunkan pendapatan keluarganya yang pada akhirnya akan berdampak terhadap ekonomi secara nasional. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit tuberkulosis paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Tingginya angka kematian dari penyakit tuberkulosis paru ini menunjukkan rendahnya IPM dari sisi kesehatan dan adanya penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

Aditama (2005) menyatakan bahwa penyakit tuberkulosis paru dianggap bukan menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila jumlah penderita baru yang menular (BTA positif) dalam suatu negara kurang dari satu orang setiap satu juta penduduk. Dengan demikian, Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta harus menurunkan kasus baru tuberculosis paru BTA positif dari 262.000 yang ada sekarang menjadi 220 penderita saja.

Di wilayah Balai Ksehatan Paru Masyarakat Klaten berdasarkan buku register pada bulan Desember 2015 terdapat 19 pasien baru, dimana yang terdeteksi menderita TBC BTA ( + ) ada 10 ,BTA ( - ) 5 dan terdapat 4 pasien TBC anak dimana 2 diantaranya karena kontak serumah dengan penderita TBC dewasa. Penularan TBC kontak serumah bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang cara penularan, perilaku pasien seperti membuang dahak sembarangan serta tidak menutup mulut ketika batuk dan bersin, dan juga kurang terciptanya rumah sehat yang terdapat ventilasi dan pencahayaan yang cukup. Dari observasi singkat yang peneliti lakukan terhadap keluarga tersebut didapatkan data bahwa pasien yang positif TBC dalam membuang dahak dilakukan disembarang tempat serta rumah belum cukup pencahayaan dan ventilasinya.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Titik Handayani (2011) terdapat 90 pasien TB positif dengan 91 % keluarga berpartisipasi aktif dalam rangka pencegahan terhadap penularan TB serumah dengan cara berpartisipasi aktif mendukung pengobatan dan 88,98 % pasien teratur dalam menjalani proses pengobatan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Perilaku

(5)

Pasien TBC Dengan Self Protection Keluarga di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten”.

Tujuan Penelitian Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku pasien TBC dengan self protection keluarga.

Tujuan khusus:

Tujuan khusu penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik responden baik usia, jenis kelamin,, pendidikan dan pekerjaan.

2. Untuk mengetahui perilaku pasien TBC di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten.

3. Untuk mengetahui self protection keluarga di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten.

4. Menganalisis hubungan perilaku penderita dengan self protection keluarga di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif, desain deskriptif korelasional yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa kini serta mengkaji hubungan antar variabel (Nursalam, 2013). Dalam peniltian ini variabel independenya adalah perilaku pasien dan veriabel dependenya adalah self protection keluarga.

Untuk desain panelitin ini dengan menggunakan desain pilot study yaitu suatu desain penelitian yang bertujuan mempertajam arah dari studi utama (Dharma, 2011).

Populasi adalah subyek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien TBC Paru dengan BTA positif ( + ) di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten dari bulan Mei – Juni 2016 sejumlah 60 pasien.

Teknik pengumpulan sampel yaitu adalah suatu proses dalam menyeleksi jumlah dari pupulasi yang dapat mewakili populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik total sampling yaitu mengambil seluruh populasi menjadi sampel (Notoatmojo, 2010). Populasi dibulan Juni berjumlah 30 pasien.

Alat Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan close ended question (pernyataan tertutup) yang disusun secara terstruktur (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini terbagi dua kuesioner yaitu kuesioner perilaku dadn self protection. Kemudian dari hasil pengisian kuesioner, dilakukan observasi langsung.

Analisa univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmojo, 2005).

(6)

Analisa univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel yang diteliti yaitu dengan melihat semua distribusi data dalam penelitian. Pada hasil ini menghasilkan distribusi dan prosentase tiap variabel. Variabel yag diteliti yaitu karakteristik responden perilaku pasien TBC dan self protection di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten.

Analisa data bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoadmojo, 2005). Data yang diperoleh saat pengumpulan data yaitu data tentang perilaku pasien TBC dan self protection yang diperoleh melalui kuesioner, kemudian dianalisa data dengan menggunakan korelasi Rank Spearmen.

Jika p value < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan perilaku pasien TBC dengan self

protection keluarga di Balai Kesehatan

Paru Masyarakat Klaten. Sedangkan jika p

value > 0,05 maka Ha ditolak dan H0

diterima yang artinya tidak ada hubungan perilaku pasien TBC dengan self protection keluarga di Balai Kesehatan

paru Masyarakat Klaten.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden a. Karakteristik berdasarkan Usia

responden

Distribusi responden ditampilkan berdasarkan usia (n=30) Usia Jumlah Persenta

si (%) 0 – 20 tahun 21 – 40 tahun 41 – 60 tahun 61 – 80 tahun 2 17 7 4 6,7 56,7 23,3 13,3 Total 30 100.0

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten bahwa penderita TBC paru dirumah tangga merupakan kelompok usia produktif yaitu antara usia 21 – 40 tahun sebesar 56,7 % dan yang berusia dibawah 20 tahun sebesar 6,7 %. Hal ini senada dengan laporan MDGs tahun 2008 bahwa sekitar 75 % pasien TBC adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis yaitu 15 – 50 tahun. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anwar Musadad (2002) bahwa usia penderita pasien TBC pada rumah tangga pada penelitian yang dilakukan sebagian besar (90,2 %) merupakan kelompok usia produktif. Karena diusia tersebut banyak menanggung beban ekonomi yang cukup berat sehingga kepedulian terhadap status kesehatan sering diabaikan.

(7)

b. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin responden

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin (n=30) Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) Laki – laki Perempuan 20 10 66,7 33,3 Total 30 100.0

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan didapatkan hasil bahwa sebagaian besar penderita TBC berjenis kelamin laki – laki 20 orang (66,7 %) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 orang ( 33,3 %). Pada peneliti yang dilakukan oleh Hutapea (2006) mayoritas penderita TB berjenis kelamin laki – laki sebanyak 56,7 %. Hal ini dikarenakan faktor resiko dari zat toksik yang banyak dikonsumsi oleh laki – laki sebagai contoh adalah merokok.

c. Karakteristik berdasarkan pendidikan responden

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=30)

Tingkat pendidikan Jumlah Persent ase (%) SD SMP SMA/SMK PERGURUAN TINGGI 4 10 13 3 13,3 33.3 43,3 10 Total 30 100.0

Berdasarkan tingkat pendidikan responden diketahui bahwa 43,3 % berpendidikan SMA. Tingkat pendidikan SMA diasumsikan bahwa dalam

keseharian responden bisa memahami bagaimana cara penularan dan pencegahan penyakit TBC. Pendidikan tingkat SMA diwilayah kerja Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten, sudah dianggap tinggi, meskipun saat ini sudah banyak yang berpendidikan sampai ke perguruan tinggi. Responden dapat menerima informasi dari berbagai pihak yang dianggap berpengaruh dalam hal kesehatan seperti petugas kesehatan. Petugas kesehatan dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit TBC. Adanya informasi tersebut dapat diterima oleh responden pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku penderita TBC dalam keseharianya. Notoadmojo (2003) manyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang pada pengetahuanya.

2. Analisa Univariat a. Perilaku pasien TBC

Perilaku pasien TBC( n=30) Kategori Jumlah Persentase

(%) Kurang Cukup Baik 1 9 20 3.3 30.0 66.7 Total 30 100.0

Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan bahwa 66,7 % pasien TBC telah memiliki perilaku yang baik. Peran petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan TBC Paru dapat

(8)

diterima dengan baik. Sehingga para penderita TBC paru memahami bagaimana cara penularan TBC paru, sehingga akan membantu mengurangi angka penularan TBC kontak serumah. Sehingga dalam hal ini penderita TBC akan melakukan hal hal yang dapat mengurangi resiko penularan TB diantaranya dengan tidak meludah disembarang tempat, selalu menutup mulut ketika batuk atau bersin serta dengan tidak membuang dahak disembarang tempat sehingga tercipta kondisi rumah yang sehat.

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Jaji (2010) dalam penelitianya disimpulkan bahwa pengetahuan pasien TBC akan mempengaruhi perilaku dalam keseharian penderita TBC dalam mengurangi penularan TBC. Dalam bukunya Soekidjo Notoadmojo (2010) bahwa perilaku pemeliharan kesehatan terbagi menjadi 3 (tiga) aspek yaitu perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit, perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat serta perilaku gizi (makanan) dan minuman.

Hasil penelitian dalam penelitian ini menunjukan bahwa semakin baik perilaku pasien dalam hal pencegahan panularan penyakit akan sangat mempengaruhi

kualitas kesehatan anggota keluarga yang lain.

b. Self protection keluarga

Self protection keluarga pasien TBC

(n=30)

Kategori Jumlah Persentase (%) Cukup Kuat Sangat kuat 2 14 14 6.7 46.7 46.7 Total 30 100.0

Hasil penelitian yang didapatkan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten dengan menyebarkan kuesioner didapatkan data bahwa Self protection keluarga pasien TBC dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu sangat kuat jika nilai 81% - 100%, kuat jika nilainya 61% - 80%, cukup jika nilainya 41% - 60%, lemah jika nilainya 21% - 40% dan sangat lemah jika nilainya < 20% (Nursalam, 2013).

Dari hasil penelitian ini self protection keluarga pasien di BKPM

Klaten terhadap penularan penyakit TBC dengan kriteria cukup sebanyak 2 (6,7%) responden serta sangat kuat dan kuat masing – masing sebanyak 14 (46,7%) responden. Dalam observasi kunjungan kerumah responden dapat diketahui aktivitas keseharian di lingkungan keluarga yaitu membuka jendela setiap hari, menjemur kasur dan bantal, menggunakan masker, memberikan pencahayaan yang cukup dirumah serta membersihkan rumah dari kotoran dan debu. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk pencegahan terhadap

(9)

penularan penyakit TBC kepada anggota keluarga yang lain.

Seperti yang diungkapkan setyowati (2008) bahwa untuk melindungi keluarga atau self protection keluarga terhadap penularan TBC pada anggota keluarga yang sehat yaitu dengan cara membuka jendela rumah setiap hari, menjemur kasur pasien TBC, mengingatkan pasien penderita TBC untuk menutup mulut saat batuk., memberikan tempat khusus untuk membuang dahak saat batuk serta melakukan imunisasi BCG pada bayi untuk pencegahan TBC.

Berdasarkan kuesioner yang peneliti sebarkan dan di isi langsung oleh responden serta dilakukan observasi langsung kerumah responden didapatkan data bahwa sebagian besar self protection keluarga sangat bagus. Hal ini menandakan bahwa kepedulian keluarga untuk melindungi anggota keluarganya yang sehat dari penularan TBC sudah bagus.

Seperti yang diungkapkan Friedmen (2010) bahwa salah satu fungsi keluarga adalah Fungsi pemeliharaan kesehatan yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

3. Hubungan antara perilaku pesien TBC dengan self protection keluarga di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten

Hubungan perilaku pasien TBC dengan Self Protection keluarga Variabel P value Koefisien

korelasi Perilaku pasien TBC 0,015 0,440 Self protection keluarga

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara perilaku pasien TBC dengan Self protection keluarga dengan nilai 0,440 dengan nilai p value 0,015. Tujuan dari self protection keluarga ini adalah untuk melindungi keluarga yang sehat agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Friedmen, 2010).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jaji (2010) yang menunjukan bahwa tindakan keluarga dalam melindungi atau pencegahan anggota keluarga yang lainya terhadap penularan penyakit TBC paru dengan cara membuka jendela rumah setiap hari, menjemur kasur yang dipakai penderita TB paru secara rutin, mengingatkan penderita TB paru untuk menutup mulut saat batuk, menyiapkan tempat khusus untuk penderita TB paru membuang dahak saat batuk dan melakukan imunisasi pada balita dirumah.

Perilaku penderita pasien TBC sangat berpengaruh terhadap meningkatnya angka kajadian TBC yang terpapar. Di lingkungan keluarga, sangat

(10)

mungkin terjadi penularan jika perilaku penderita TBC tidak diawasi dan didukung oleh anggota keluarga yang lainya. Beberapa perilaku penderita TBC yang harus diperhatikan agar proses pengobatan berhasil dan angka kejadian TBC kontak serumah dapat diminimalkan diantaranya kebiasaan merokok, kebiasaan makan dan minum serta keteraturan minum obat (Mufidah Dkk, 2013).

Perilaku seseorang tidak terlepas dari peran serta keluarga. Seperti yang diungkapkan Narwoko dan Suyanto (2004) bahwa keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dan pembahasan yang dilakukan, diberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik responden di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten pada penelitian ini berjumlah 30 responden atau pasien. Dengan jumlah paling banyak berusia antara 21 – 40 tahun (56,7%), berjenis kelamin paling banyak laki – laki (66,7%), dengan status paling banyak

menikah (80%) serta paling banyak berpendidikan SMA/SMK (43,3%). 2. Pasien TBC di Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Klaten berperilaku baik sebanyak (66,7%).

3. Self protection keluarga pasien TBC Paru di Balaib Kesehatan Paru Masyarakat Klaten dengan kategori cukup (6,7%), serta kuat dan sangat kuat masing – masing sebanyak (46,7%).

4. Terdapat hubungan dengan tingkatan sedang antara perilaku pasien TBC dengan self protection keluarga di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten dengan nilai r = 0,440 dan P

value 0,015.

SARAN

1. Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten dan bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagaimana pentingnya pemberlakuan tindakan dini pencegahan penularan TBC di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten, khusunya bagi perawat dapat digunakan sebagai bahan dan pertimbangan dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan dan penularan TBC kepada keluarga pasien dan penderita TBC.

(11)

2. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan ajar kepada

mahasiswa tentang TBC,

patofisiologi, karakteristik, cara penularan, pencegahan dan pengendalian TBC.

3. Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dan informasi dalam melakukan penelitian lebih lanjut yang terkait dengan penularan TBC. 4. Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penularan TBC serta perilaku penderita TBC di wilayah Balai Kesehatan Paru Masyarakat Klaten. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Pedoman nasional penanggulangan tuberkolusis, edisi

kedua. Jakarta: Depkes RI.

Arita, Setyowati, 2008. Asuhan

Keperawatan Keluarga. Mitra Cendikia Press, Yogyakarta.

Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko. 2004.

Sosiologi Teks Pengantar dan

Terapan. Jakarta: Kencana Media

Group

Depkes. 2008. Program nasional penanggulangan tuberkolusis dan

standar internasional untuk

pelayanan tuberkolusis. Jakarta:

Depkes RI.

Depkes. 2014. Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkolusis. Jakarta: Depkes RI.

Dharma, Kusuma Kelana. 2011.

Metodologi Penelitian Keperawatan

: Panduan Melaksanakan dan

Menerapkan Hasil Penelitian,

Jakarta, Trans InfoMedia.

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku ajar

keperawatan keluarga : Riset, Teori dan Praktek. Jakarta : EGC

Kemenkes. 2012. Pedoman pencegahan

dan pengendalian infeksi

tubercolusis difasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Mufidah, et al.2013. Perilaku Pasien

Tuberkulosis di BBKPM dan RSUD Labuang Baji Kota Makasar 2013.

Makasar.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan

dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :

(12)

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Perilaku

kesehatan dan ilmu perilaku,

Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu

Perilaku Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian

Ilmu Keperawatan: Pendekatan

Praktis (Edisi 3). Jakarta : Salemba

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang semakin membaik dan penguasaan konsep bentuk geometri anak mengalami peningkatan berdasarkan presentase observasi

Kampung Ilmu Jl.Semarang Surabaya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan perdagangan buku adalah nama pengarang buku tersebut. Dengan demikian maka pengarang

Semisal agama lain memiliki kegiatan dengan pendeta-pendeta nya kita juga memberikan toleransi.52 Hal ini disampaikan juga oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri

coating yang kurang baik seperti pada Gambar 1.1 (a), sedangkan korosi internal pipa disebabkan oleh jumlah kandungan unsur kimia yang bersifat korosif yang

Kami tidak menerima uang tunai dan aplikasi formulir ini berlaku apabila dana sudah masuk di rekening bank kustodian. Lembar 1 : Bank Kustodian Lembar 2 : Manajer Investasi Lembar 3 :

Peneliti menyarankan kepada petugas panti untuk membantu secara penuh lansia yang sudah kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dalam pemenuhan kebutuhan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erniawati (2014), tax avoidance berpengaruh negatif terhadap cost of debt , sedangkan penelitian Novianti (2014)

Daftar Lampiran. Penjelasan Jndul ... Alasan Pemilihan Judul ... Penyusunan Skripsi ... Sistimatika Skripsi ... Landasan Teoritis Mengenai Sistim Akuntansi Peraediaan