• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1. Daftar spesies herpetofauna yang ditemukan di lokasi SCP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1. Daftar spesies herpetofauna yang ditemukan di lokasi SCP"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Hasil

5.1.1 Komposisi Jenis

Jumlah seluruh herpetofauna yang ditemukan pada seluruh areal pengamatan Siberut Conservation Program (SCP) sebanyak 40 jenis (Tabel 1). Jumlah jenis reptil yang berhasil ditemukan sebanyak 26 jenis dari 9 famili dimana 17 jenis ditemukan di dalam jalur pengamatan dan 9 jenis ditemukan di luar jalur pengamatan. Jumlah jenis masing-masing famili diantaranya famili Boidae (1 jenis), famili Viperidae (3 jenis), famili Elapidae (1 jenis), famili Columbridae (7 jenis), famili Gekkonidae (4 jenis), famili Agamidae (4 jenis), famili Varanidae (1 jenis), famili Scincidae (3 jenis) dan famili Geoemydidae (2 jenis). Namun ordo Crocodyla tidak ditemukan di dalam kawasan tersebut.

Sedangkan jumlah amfibi yang ditemukan pada kawasan tersebut sebanyak 14 jenis dari 4 famili. Dari 13 jenis yang ditemukan di dalam jalur pengamatan dan 1 jenis lain ditemukan diluar jalur pengamatan. Jumlah famili masing-masing jenis diantaranya famili Bufonidae (1 jenis), famili Microhylidae (1 jenis), famili Ranidae (9 jenis), famili Rhacophoridae (3 jenis). Semua jenis amfibi ini ditemukan di dalam transek pengamatan. Namun ordo Gymnophiona tidak ditemukan di dalam kawasan tersebut.

Semua jenis reptil dan amfibi yang ditemukan merupakan sebuah catatan baru (new record) untuk areal Siberut Conservation Program (SCP). Hal tersebut dikarenakan belum adanya penelitian mengenai herpetofauna yang dilakukan di dalam kawasan SCP tersebut.

Tabel 1. Daftar spesies herpetofauna yang ditemukan di lokasi SCP

∑ Habitat No Jenis

Individu Arboreal Terestrial Akuatik

CITES IUCN

REPTIL

SARPENTES (ular) Boidae

1 Python reticulatus 3 √ √ App. II

Viperidae

2 Trimeresurus brongersmai

2 √

(2)

Tabel 1. (lanjutan)

∑ Habitat

No Jenis Individu Arboreal Terestrial Akuatik CITES IUCN

4 Tropidolaemus wagleri 1 √ √

Elapidae

5 Ophiophagus hannah 1 √ App. II

Columbridae 6 Xenochropis trianguligera 1 √ 7 Rhabdophis chrysargus 6 √ √ 8 Lycodon subcinctus 1 √ 9 Ahaetulla mycterizans 1 √ √ 10 Dendralaphis pictus 1 √ 11 Boiga drapiezii 1 √ 12 Boiga nigriceps 2 √ √ SAURIA (Kadal, bunglon, cicak) Gekkonidae 13 Hemidactylus frenatus 2 √ 14 Gecko smithi 14 √ 15 Cryptodactylus marmoratus 8 √ √ 16 Cnemaspis kandianus 18 √ √ Agamidae 17 Gonocephalus grandis 2 √ √ 18 Gonocephalus chamaeleontinus 5 √ √ √ 19 Draco obscurus laetepictus 1 √ √ 20 Aphaniotis acutirostris 70 √ √ Varanidae

21 Varanus salvator 2 √ App. II VU

Scincidae 22 Mabuya multifasciata 55 √ √ 23 Mabuya rugifera 22 √ 24 Dasia olivacea 4 √ TESTUDINATA (Kura-kura) Geoemydidae 25 Notochelys platynota 4 √ VU 26 Cyclemys dentata 7 √ NT AMFIBI Bufonidae 27 Phelophryne signata 57 √ NT Ranidae 28 Occydozyga sumatrana 3 √ LC 29 Limnonectes kuhlii 260 √ LC 30 Limnonectes blythii 61 √ NT 31 Limnonectes paramacrodon 13 √ NT 32 Limnonectes shompenorum 31 √ LC 33 Rana chalconota 18 √ LC 34 Rana hosii 37 √ LC 35 Rana nicobariensis 18 √ √ LC

(3)

Tabel 1. (lanjutan)

∑ Habitat

No Jenis Individu Arboreal Terestrial Akuatik CITES IUCN

36 Rana siberu 22 √ √ LC Microhylidae 37 Phrynella pulchra 3 √ √ LC Rhacophoridae 38 Nyctixalus pictus 15 √ NT 39 Rhacophorus appendiculatus 41 √ LC 40 Rhacophorus pardalis 1 √ LC Total Individu 825

Ket: √ : Ditemukan pada habitat

* : Ditemukan di luar jalur pengamatan LC : Least Concern

VU : Vulnerable NT : Near Threatned

CITES : Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora

IUCN : International Union for Conservation of Nature

Jumlah individu seluruh jenis yang dijumpai adalah 825 individu. Jumlah tersebut merupakan hasil dari 245 individu reptil yang dijumpai termasuk diantaranya 28 individu ditemukan di luar jalur pengamatan dan 580 individu amfibi yang termasuk 5 individu yang dijumpai di luar jalur pengamatan.

0 10 20 30 40 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Usaha Pencarian (Minggu)

Sp e s ie s Reptil Amfibi Total

(4)

Pada gambar 3 kurva akumulasi jenis reptil dan amfibi selama 14 minggu pengamatan, terlihat bahwa total jenis reptil dan amfibi yang ditemukan terus mengalami peningkatan jumlah spesies di setiap minggunya. Namun demikian, jumlah jenis amfibi yang dijumpai cenderung stabil setelah melewati 10 minggu pengamatan. Dalam setiap minggunya, pencaharian dilakukan oleh dua orang saja. Dengan keterbatasan guide, pihak SCP hanya mampu memberikan satu guide sebagai pendamping dalam pengamatan yang dilakukan pada pagi hari dan malam hari.

5.1.2 Peluang Perjumpaan

5.1.2.1 Peluang Perjumpaan Satwa Reptil

Jenis reptil yang sering dijumpai diantaranya Aphaniotis acutirostris. (86%) dan Mabuya multifasciata (79%). Namun reptil yang memiliki peluang terendah dijumpai yakni sebanyak 7 % antara lain Dendralapis pictus, Python

reticulatus, Draco obscurus laetepictus, Dasia olivacea, Gecko smithii, Hemidactylus frenatus dan Cyclemys dentata.

14% 7% 7% 21% 43% 86% 50% 43% 7% 7% 79% 21% 14% 7% 7% 36% 7% 0% 50% 100% 1 J e n is Fr e k ue ns i (%) Cyclemys dentata Mabuya rugif era Hemidactylus f renatus Gecko smithi

Gonocephalus grandis Gonocephalus

chamaeleontinus Mabuya multif asciata Draco obscurus laetepictus Dasia olivacea Cryptodactylus marmoratus Cnemaspis kandianus A phaniotis acutirostris Trimeresurus popeuorum Rhabdophis chysargus Python reticulatus Dendralaphis pictus Boiga nigriceps

(5)

Dalam famili Boidae, hanya dijumpai jenis Python reticulatus. Jenis ini ditemukan tiga individu yang dua individu diantaranya ditemukan di luar jalur pengamatan. Semua individu jenis ini ditemukan di sungai dengan aktifitas berenang. Seperti jenis python lainnya, Python reticulatus sering dijumpai di perairan seperti sungai dan jarang sekali ditemukan jauh dari perairan (Tweedie 1983)

Terdapat tiga jenis ular yang ditemukan dalam famili Viperidae, antara lain Trimeresurus brongesmai, Trimeresurus popeiorum dan Tropidolaemus

wagleri. Ketiga jenis tersebut lebih sering ditemukan dengan aktifitas diam. Pada Trimeresurus popeiorum dan Trimeresurus brongesmai biasa ditemukan melilit

pada dahan rendah pohon atau diam pada lubang-lubang di sisi sungai. Namun pada Tropidolaemus wagleri biasa ditemukan di antara serasah yang warnanya hampir sama dengan warna kulit ular. Semua jenis ular dalam familli Viperidae memiliki racun bisa yang beracun dan sangat berbahaya ( Cox et al 1998).

Gambar 7. Bekas kulit Ophiophagus hannah

Ophiophagus hannah merupakan satu-satunya ular dari famili Elapidae

yang hanya dijumpai berupa kulitnya saja. Bekas kulit ular ini ditemuakan pada permukaan tanah yang tidak jauh dari sungai. Menurut David dan Vogel (1996), ular ini biasa bersembunyi di dalam semak, diantara akar pohon dan di lubang-lubang bebatuan. Selain aktif pada siang hari maupun malam hari, ular ini

(6)

memiliki racun bisa yang dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani (Cox et al 1998).

Tujuh dari famili Colubridae yang ada, berhasil dijumpai pada lokasi kawasan SCP. Jenis ular tersebut diantaranya Xenochrophis trianguligera,

Rhabdophis chrysargus, Lycodon subcinctus, Ahaetulla mycterizans, Dendralaphis pictus, Boiga drapiezii dan Boiga nigriceps. Semua jenis ular ini

ditemukan di kawasan perairan seperti pinggiran sungai dan rawa-rawa musiman. Menurut Tweedie (1983), jenis-jenis ular pada sub famili Natricinae sebagian besar hidup pada habitat terrestrial dan sebagian lagi pada kawasan akuatik.

Dalam famili Gekkonidae, terdapat empat jenis spesies yang dijumpai diantaranya Gekko smithi, Hemidactylus frenatus, Crytodactylus marmoratus dan

Cnemaspis kandidus. Pada jenis Gekko smithi dan Hemidactylus frenatus banyak

dijumpai pada bangunan rumah yang ada pada stasiun research di dalam kawasan SCP. Namun pada jenis Crytodactylus marmoratus dan Cnemaspis kandidus, dijumpai didalam hutan seperti diam pada tebing-tebing sungai dan pada akar-akar pohon.

Pada famili Agamidae, terdapat jenis-jenis seperti Gonocephalus grandis,

Gonocephalus chameleontinus, Draco obsurus laetepictus, dan Aphaniotis acustirostris. yang dijumpai. Gonocephalus grandis dan Gonocephalus chameleontinus dijumpai sedang berjalan pada dahan pada pohon yang berada di

bawah vegetasi pohon besar. Namun pada Draco obscurus laetepictus biasa dijumpai pada batang pohon besar dengan aktifitas berlari ke atas. Aphaniotis

acustirostris. lebih mudah dijumpai pada malam hari detika sedang tidur, pada

siang hari keberadaan mereka lebih sulit dicari, karena mudah berlari dan bersembunyi di serasah yang warnanya menyerupai warna kulitnya dan batang pohon.

Varanus salvator merupakan satu-satunya spesies dari famili Varanidae.

Jenis ini sering dijumpai sedang mencari makan di tempat pembuangan sampah yang berada di stasiun research SCP. Menurut Cox et al (1998), jenis famili ini mampu memakan daging bangkai, buah-buahan bahkan sayur-sayuran.

Mabuya multifasciata, Mabuya rugifera dan Dasia olivacea adalah jenis

(7)

Mabuya multifasciata dan Mabuya rugifera mudah dijumpai saat mereka

melakukan aktifitas berjemur (basking) di pagi hari. Namun kadang beberapa dari mereka dijumpai di atas semak belukar. Dasia olivacea sering dijumpai di lantai bangunan dengan aktifitas sedang berjalan dengan pelan, namun terkadang ia dapat dijumpai di langit-langit bangunan untuk mencari serangga sebagai makanannya.

Geoemydidae merupakan famili dari 2 jenis kura-kura yang dijumpai dalam kawasan SCP. Kedua jenis kura-kura tersebut ialah Cyclemys dentata dan

Notochelys platynota. Kedua jenis kura-kura ini ditemukan sedang berjalan di

dalam air sungai dengan kedalaman 1 meter. Beberapa jenis kura-kura air tawar pada umumnya menghabiskan hidupnya dalam air, namun dapat hidup tanpa kesulitan di darat (Iskandar 2000).

5.1.2.2 Peluang Perjumpaan Satwa Amfibi

Jenis amfibi yang paling dominan dijumpai adalah Limnonectes kuhlii (71 %). Namun jenis yang memiliki frekuensi terendah yakni 7 % adalah Phrynella

pulchra dan Rhacophorus pardalis.

36% 71% 43% 43% 36% 7% 57% 36% 43% 14% 36% 14% 7% 0% 20% 40% 60% 80% 1 Jen is Frekuensi (%) Rhacophorus pardalis Rhacophorus appendiculatus Rana s iberu Rana nicobariens is Rana hos ii Rana chalconota Phelophryne s ignata Phrynella pulchra Nyctixalus pictus Lim nonectes s hom penorum Lim nonectes param acrodon Lim nonectes kuhlii Lim nonectes blythii

(8)

Phelophryne signata yang termasuk dalam famili Bufonidae, merupakan

katak yang memiliki panjang dan berat terkecil dari seluruh jenis katak yang ditemukan di Kawasan SCP. Katak jenis ini banyak ditemukan sedang bersuara pada daun-daun dengan ketinggian hingga mencapai 5 meter dari permukaan tanah.

Pada famili Microhylidae, Phrynella pulchra merupakan katak yang mampu hidup pada ketinggian hingga + 30 meter di atas pohon. Dua individu yang dijumpai secara langsung, ditemukan di dalam lubang kayu dimana terdapat air di dalamnya. Menurut Mistar (2003), jenis katak ini berbiak dalam lubang-lubang pohon kadang-kadang ditemukan beberapa individu di tempat yang sama. Tujuh jenis katak dalam famili Ranidae, telah dijumpai di kawasan SCP. Katak-katak tersebut diantaranya Occydozyga sumatrana, Limnonectes blythii,

Limnonectes kuhlii, Limnonectes paramacrodon, Limnonectes shompenorum, Rana chalconota, Rana hosii, Rana nicobariensis dan Rana siberu. Occydozyga sumatrana ditemukan pada kubangan atau genangan air yang ada di dalam hutan.

Sementara Limnonectes blythii, Limnonectes kuhlii, Limnonectes paramacrodon,

Limnonectes shompenorum, Rana chalconota dan Rana hosii ditemukan di sekitar

pinggiran sungai. Namun pada Rana nicobariensis dan Rana siberu ditemukan di dalam semak belukar yang tidak jauh dari sumber air. Habitat ranidae sangat beragam, dari hutan primer, sekunder, belukar, rumput hingga sekitar pemukiman (Mistar 2003).

Pada famili Rhacophoridae, jenis Rhacophorus appendiculatus dan

Rhacophorus pardalis lebih banyak dijumpai pada transek 7 Simakobu, hal

tersebut dikarenakan terdapat genangan air seperti rawa yang sifatnya sementara (hanya terjadi pada saat musim hujan saja). Menurut Mistar (2003) pada musim berbiak sering berkelompok dibawah pohon dipinggir rawa dan kadang dalam semak belukar yang rapat dengan aliran sungai musiman. Jenis lain yang ditemukan dari famili ini adalah Nyctixalus pictus. Jenis ini biasa dijumpai di beberapa tempat yang tidak jauh dari sungai.

(9)

5.1.3 Keanekaragaman Jenis

Tabel 2. Hasil Pengukuran Keanekaragaman Reptil

Habitat ∑ Spesies ∑ Individu H` E

Terestrial 14 158 1.95 0.74

Akuatik 11 59 1.77 0.73

Keterangan: H = indeks keanekaragaman Shannon Wiener, E = indeks kemerataan jenis

Berdasarkan tabel diatas, jumlah individu reptil yang ditemukan di dalam jalur pada habitat terestrial memiliki jumlah paling banyak, yakni 158 individu dari 14 spesies. Sedangkan pada jalur akuatik hanya dijumpai 59 individu dari 11 jenis. Jenis reptil yang ditemukan di luar jalur pengamatan tidak turut dihitung dalam perhitungan tersebut. Perbedaan nilai keanekaragaman dan kemerataan jenis sangat kecil pada reptil di terrestrial dan akuatik.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Keanekaragaman Amfibi

Habitat ∑ Spesies ∑ Individu H` E

Terestrial 13 157 2.03 0.79

Akuatik 10 418 1.52 0.66

Pada tabel 3 hasil pengukuran keanekaragaman amfibi, jumlah individu pada habitat akuatik diperoleh lebih banyak dari pada jumlah individu pada habitat terrestrial. Pada habitat akuatik ditemukan sebanyak 418 individu dari 10 jenis, sedangkan pada habitat terestrial ditemukan sebanyak 157 individu dari 13 jenis. Terdapat perbedaan nilai keanekaragaman dan kemerataan antara amfibi di terrestrial dan akuatik.

5.1.4 Kesamaan Jenis

Setiap kelompok reptil dan amfibi dibuat kesamaanya dengan menggunakan Ward`s Linkage Clustering berdasarkan habitatnya, yakni terrestrial

(10)

dan akuatik. Dengan begitu kesamaan antar transek dalam satu habitat akan terlihat dengan mudah.

Pada gambar 10, terdapat 2 kelompok kesamaan jenis reptil pada habitat terrestrial. Kelompok pertama terdiri dari Transek 7-16, Transek 7 Simakobu, Camp SCP, Transek 14 dan Transek 6, sementara kelompok ke tiga hanya Transek 21 saja. Variables Si m ila ri ty Tran sek 2 1 Tran sek 6 Tran sek 1 4 Camp SCP Tran sek 7 Sim akob u Tran sek 9 Tran sek 7 <->1 6 47.60 65.07 82.53 100.00

Gambar 9. Dendrogram kesamaan jenis reptil pada habitat terestrial

Pada gambar 11, kesamaan jenis reptil pada habitat akuatik diperoleh tiga kelompok yakni, kelompok pertama adalah Sungai Pungut dan Sungai pungut 2, Kelompok ke dua ialah Sungai Panggasan, Kolam 7, Sungai Simorara dan Sungai T 10, sementara kelompok ketiga Sungai 19 -15 memiliki kesamaan yang rendah dari lokasi lainnya.

Variables Si m ila ri ty Sung ai 19 -15 Sung ai T 10 Sung ai Si mor ara Kolam 7 Sung ai Pa ngga san Sung ai Pu ngut 2 Sung ai Pu ngut -1.72 32.19 66.09 100.00

(11)

Pada habitat terestrial, amfibi yang ditemukan diperoleh tiga kelompok persamaan jenis reptil diantaranya kelompok pertama Transek 7-16 dengan Transek 7 Simakobu, kelompok ke dua ialah transek 21, transek 9, transek 14 dan transek 6. Kelompok tiga hanya Camp SCP saja.

Variables S im ila rit y Tran sek 6 Tran sek 14 Tran sek 9 Tran sek 21 Camp SCP Tran sek 7 Sim akob u Tran sek 7 <->1 6 -22.88 18.08 59.04 100.00

Gambar 11. Dendrogram kesamaan jenis amfibi pada habitat terestrial Kemudian pada lokasi habitat akuatik, terdapat 3 kelompok kesamaan jenis amfibi. Kelompok pertama adalah Sungai Pungut, Sungai Pungut 2 dan Kolam 7. Kelompok dua ialah Sungai Panggasan, Sunagi Simorara dan Sungai 19-15. Sementara Pada Kelompok tiga hanya lokasi Sungai T 10 saja.

Variables S im ila rit y Sung ai 19 -15 Sung ai Si morar a Sung ai Pa ngga san Sung ai T 10 Kolam 7 Sung ai Pu ngut 2 Sung ai Pu ngut -11.69 25.54 62.77 100.00

Gambar 12. Dendrogram kesamaan jenis amfibi pada habitat akuatik

Lokasi kawasan SCP ini juga dibandingkan dengan beberapa lokasi di Sumatera yang telah dilakukan penelitian dan survei (Sudrajat 2001, Endarwin 2006, HIMAKOVA 2006, Ul-Hasanah 2006, Kurniati 2007, Darmawan 2008 dan

(12)

Yusuf 2008). Lokasi tersebut diantaranya lokasi di Musi banyuasin, Lahat dan Musi Rawas, Sumatera Selatan, Lokasi Taman Nasional Way Kambas dan Lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Eks-HPH PT RKI kabupaten Bungo, Jambi dan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Lokasi Tiniti Siberut Utara.

Variables S im ila rit y TNBB S (51 jenis) Sum sel ( 27 je nis) TNKS (38 jenis) Jamb i (31 jenis ) TNW K (13 jenis) Tiniti (28 jenis) SCP (26 jenis) 42.98 61.99 80.99 100.00

Gambar 13. Dendogram kesamaan jenis reptil antar lokasi di Sumatera Pada kesamaan jenis reptil antar lokasi (Gambar 14), kawasan SCP memiliki kesamaan jenis dengan kawasan Tiniti di Siberut Utara. Sementara dibandingkan pada lokasi lainnya, kawasan SCP memiliki persamaan yang yang cukup rendah.

Namun pada kesamaan dendrogram jenis amfibi antar lokasi (Gambar 15), terdapat dua kelompok, diantaranya kelompok pertama lokasi SCP, lokasi Tiniti dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Dan kelompok kedua terdiri dari lokasi Musi Banyuasin, Lahat dan Musi Rawas, Sumatera Selatan, lokasi Eks-HPH PT RKI kabupaten Bungo, Jambi, lokasi Taman Nasional Way Kambas dan lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

(13)

Variables S im ila rit y Jamb i (37 jenis ) Sum sel ( 25 je nis) TNBB S (4 4 jen is) TNW K (1 8 jen is) TNKS (70 jenis) Tiniti (11 jenis) SCP (14 jenis) 36.31 57.54 78.77 100.00

Gambar 14. Dendrogram kesamaan jenis amfibi antar lokasi di Sumatera 5.1.5 Gangguan Terhadap Herpetofauna

Kebutuhan akan pemanfaatan kayu sebagai bahan bangunan dan pembuatan alat transportasi oleh masyarakat serta pembukaan lahan hutan menjadi lahan perkebunan merupakan ancaman utama bagi keberadaan satwa herpetofauna. Masyarakat biasa membuka lahan hutan dengan cara dibakar secara langsung dapat membakar hewan-hewan yang ada. Pembuatan perahu dan rumah dengan cara menebang pohon besar yang terdapat di dalam hutan mampu merusak habitat disekitar pohon tersebut.

5.2 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekayaan jenis amfibi dan reptil di SCB relatif lebih rendah dengan daerah lain di daratan Pulau Sumatera. Jumlah reptil yang ditemukan di Siberut Conservation Program hanya berselisih satu jenis diibandingkan dengan yang ditemukan oleh Sudrajat (2001) pada lokasi Musi Banyuasin, Rahat dan Musi Lawas Sumatera Selatan yakni sebanyak 27 jenis. Yusuf (2008) pada lokasi Eks-HPH PT RKI kabupaten Bungo, Jambi sebanyak 31 jenis, Kurniati (2007) pada lokasi Taman Nasional Kerinci Seblat sebanyak 38 jenis dan Endarwin (2006) pada lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebanyak 51 jenis. Sedangkan jumlah jenis amfibi yang ditemukan di SCP dengan jumlah 14 jenis lebih sedikit jumlahnya dibandingkan oleh Sudrajat (2001) sebanyak 26 jenis pada lokasi Musi Banyuasin, Rahat dan Musi Lawas Sumatera Selatan dan Darmawan pada lokasi Eks-HPH PT RKI kabupaten Bungo, Jambi

(14)

sebanyak 37 jenis, Ul-Hasanah (2006) pada lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebanyak 44 jenis dan Kurniati (2007) pada lokasi Taman Nasional Kerinci Seblat sebanyak 70 jenis.

Sidik (2007) berhasil menemukan jenis reptil pada lokasi Tiniti Siberut Utara sebanyak 28 jenis reptil dan 11 jenis amfibi. Sementara Das (2005) berhasil menemukan jenis baru diantaranya Cnemaspis dezwaani, Cnemaspis jacobsoni,

Cnemaspis modiglianii dan Cnemaspis whittenorum. Bila ditotal dengan

penemuan oleh Sidik dan Das maka total kekayaan jenis reptil di Kepulauan Mentawai adalah sebanyak 42 jenis dan amfibi 20 jenis (Lampiran 5). Jenis reptil yang tidak dijumpai di SCP adalah Cnemaspis dezwaani, Cnemaspis jacobsoni,

Cnemaspis modiglianii, Cnemaspis whittenorum, Aphaniotis fusca, Broncochela cristatella, Draco volans sumatranus, Cosymbotus platyurus, Gehyra multirata, Hemiphyllodactylus typus, Lipina vittigera, Mabuya rudis, Cerberus rynchops, Coura amboinensis, Chelonia mydas, dan Eretmochelys imbricata. Sementara

jenis amfibi yang tidak dijumpai di SCP adalah Phelophryne brevipes, Rana

nicobariensis, Limnonectes macrodon, Occydozyga leavis, Polypedates leucomystax dan Polypedates macrotis (Berry 1975; Inger dan Stuebing 1997).

Perbedaan jumlah jenis yang ditemukan dikarenakan perbedaan usaha pencaharian yang dilakukan dan juga perbedaan ketinggian lokasi (mdpl), sehingga beberapa jenis amfibi dataran tinggi tidak diketemukan. Dengan kondisi pulau Siberut dengan ketinggian 0 – 384 meter diatas permukaan laut, penelitian dilakukan pada ketinggian 15 – 20 mdpl. Sementara penelitian yang dilakukan di daratan Sumatera umumnya dilakukan pada ketinggian yang bervariasi dan luasan yang berbeda, seperti penelitian Endarwin (2006) dan Ul-Hasanah (2006) yang dilakukan pada ketinggian 50 - 1200 mdpl.

Berapa karakteristik fisik seperti, suhu, kelembaban dan suhu air menunjukan nilai yang sesuai bagi kehidupan herpetofauna. Suhu pada lokasi penelitian berkisar antara 23o – 29o C. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Berry (1975) yang menyatakan amfibi dapat mendapatkan suhu pertumbuhan yang optimum antara 26° - 33° C dan Van Hoeve (2003) yang menyatakan reptil hidup aktif pada suhu antara 20° - 40° C.

(15)

Kelembaban pada lokasi penelitian diperoleh antara 81% – 85% . Hal tersebut menunjukan kondisi tajuk yang lebih relatif terbuka dibandingkan dengan lokasi penelitian Endarwin (2006) dan Ul-Hasanah (2006) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang sebesar 84% - 99%. Namun bila dibandingkan dengan Sudrajat (2001) pada lokasi Musi Banyuasin, Rahat dan Musi Lawas Sumatera Selatan yang memperoleh kelembaban 30% - 90%, Darmawan (2008) dan Yusuf (2008) pada lokasi Eks-HPH PT RKI kabupaten Bungo, Jambi dengan kelembaban 36 – 83 %, kondisi tajuk di SCP lebih tertutup. Amfibi memerlukan kelembaban yang cukup untuk melindungi kulitnya dari kekeringan (Iskandar 1998). Semua habitat akuatik yang ada pada lokasi penelitian memiliki pH air 7 atau netral. Ukuran pH tersebut merupakan kondisi yang baik dalam kehidupan amfibi, sehingga pada penelitian ini tidak ditemukan kecacatan yang terjadi pada amfibi.

Pada (gambar 6) kurva akumulasi jenis reptil dan amfibi, terlihat bahwa dari seluruh total jenis reptil dan amfibi yang ditemukan terus mengalami peningkatan jumlah spesies di setiap minggunya. Hal tersebut dikarenakan oleh penemuan jumlah reptil yang terus meningkat. Terus meningkatnya jumlah reptil pada kurva diduga disebabkan oleh sifat dan keberadaan reptil yang lebih sulit dijumpai dari pada amfibi, sehingga selalu memungkinkan untuk menemukan jenis-jenis baru. Untuk itu dibutuhkan waktu penelitiannya yang lebih lama untuk mendapatkan kondisi kurva yang stabil atau mendatar. Sementara kurva akumulasi jenis amfibi dari tiap minggunya mengalami peningkatan dan diakhiri dengan kondisi stabil pada akhir minggu pengamatan. Hal tersebut dikarenakan oleh penemuan amfibi yang lebih mudah kita jumpai, namun hasil tersebut masih memungkinkan untuk menemukan jenis baru jika waktu penelitiannya dilakukan lebih lama.

Nilai keanekaragaman jenis (H`) reptil pada habitat terrestrial (1,95) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan pada habitat akuatik (1,77). Nilai keanekaragaman jenis reptil di kawasan SCP tidak jauh berbeda dengan hasil Endarwin (2006) pada Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dengan nilai berkisar antara 1,12 - 2,15. Namun nilai keanekaragaman pada kawasan SCP relatif tinggi dibandingkan dengan hasil Sudrajat (2001) berkisar antara 0,99

(16)

-1,83pada lokasi Musi Banyuasin, Lahat dan Musi Rawas (Sumatera Selatan) dan hasil dari HIMAKOVA (2006) yang berkisar antara 0,56 - 1,74.

Nilai keanekaragaman jenis amfibi pada habitat terestrial (2,03) lebih besar daripada pada habitat akuatik (1,52). Hal tersebut dikarenakan beberapa jalur terestrial melintasi tempat perairan seperti sungai dan genangan air, sehingga beberapa jenis amfibi yang ditemukan di habitat perairan pada jalur terestrial, dicatat dan masuk kedalam catatan habitat terestrial. Namun, nilai keanekaragaman amfibi tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil Sudrajat (2001) dengan nilai kisaran antara 0,89 - 1,83 pada lokasi Musi Banyuasin, Lahat dan Musi Rawas (Sumatera Selatan), HIMAKOVA (2006) berkisar antara 0,67 - 2,02 pada lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Ul-Hasanah (2006) yang berkisar antara 0,87 - 2,38 dan Darmawan (2008) yang berkisar antara 1,44 – 2,18.

Nilai E jenis reptil pada habitat terestrial tidak jauh berbeda dengan pada habitat akuatik yakni 0,74 dan 0,73. Sementara Nilai E jenis amfibi pada habitat terrestrial pun tidak jauh berbeda dengan habitat akuatiknya yakni 0,79 dan 0,66. Berdasarkan hasil E dari reptil dan amfibi, terlihat bahwa sebaran individu masing-masing spesies cenderung merata yang berarti tidak ada jenis yang terlalu mendominasi dalam komunitas (Krebs 1978).

Pada habitat terrestrial (gambar 10), Transek 21 memiliki kesamaan yang paling rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya, yakni sebesar 47,6 %. Namun, Transek 21 memiliki jumlah tertinggi jenis reptil yang dijumpai yakni 8 jenis. Jenis-jenis tersebut diantaranya Dendralaphis pictus, Aphaniotis acutirostris,

Cnemaspis kandidus, Draco obscurus laetepictus, Mabuya multifasciata, Gonocephalus chameleontinus, Gonocephalus grandis dan Mabuya rugifera.

Hampir semua jenis tersebut hidup pada habitat terrestrial, hanya Draco obscurus

laetepictus yang hidup pada habitat arboreal. Kondisi transek 21 yang memiliki

pohon-pohon besar dan tajuk yang tidak terlalu rimbun serta adanya sungai kecil di beberapa tempat merupakan habitat yang cocok bagi satwa-satwa tersebut.

Pada habitat akuatik (Gambar 11), Kolam 7 dan Sungai simorara memiliki nilai kesamaan 100 %, jenis-jenis tersebut diantaranya Aphaniotis acutirostris dan

(17)

pada pagi hari dengan aktifitas sedang berjemur (basking) mengingat kedua lokasi ini merupakan daerah perairan yang cukup terbuka dan tidak terhalang oleh tajuk pohon. Sementara Aphaniotis acutirostris lebih mudah dijumpai pada malam hari dengan aktifitas tidur pada dedaunan pancang. Selain itu, pada habitat ini Sungai 19 -15 merupakan sebuah kelompok tersendiri, hal tersebut dikarenakan jenis reptil yang diperoleh pada habitat ini memiliki jumlah terbanyak yakni 5 jenis. Jenis-jenis tersebut diantaranya Aphaniotis acutirostris, Cnemaspis kandidus,

Cyrtodactylus variegates, Mabuya rugifera dan Cyclemys dentata. Cyclemys dentata merupakan satu-satunya jenis kura-kura yang dijumpai di dalam jalur

pengamatan.

Pada gambar 12 antara transek 7 – 16 dengan transek 7 Simakobu memiliki kesamaan dengan nilai kesamaan 65 %. Beberapa jenis yang sama diantaranya terdapat Limnonectes kuhlii, Rana chalconota dan Rhacophorus

appendiculatus. Kesamaan jenis tersebut dikarenakan jalur transek yang memiliki

genangan air dan bersimpangan dengan sungai, sementara untuk jenis

Rhacophorus appendiculatus, ditemukan pada rawa yang terjadi ketika turun

hujan. Pada transek 21 dan transek 9, terdapat kesamaan dengan nilai kesamaan 88,9 %. Jenis yang banyak dijumpai diantaranya Phelopryne signata dan Rana

siberu. Phelopryne signata banyak ditemukan pada daun-daun pada pohon dengan

permukaan tanah yang kering. Sementara, Rana siberu lebih banyak ditemukan sedang bersuara di permukaan tanah. Transek 14 dengan transek 6 memiliki nilai kesamaan 76,8 %. Nyctixalus pictus, Limnonectes kuhlii dan Phelophryne signata merupakan jenis yang sama dijumpai pada kedua lokasi tersebut. Nyctixalus pictus dapat dijumpai hinggap pada dedaunan semak. Beberapa individu diantaranya ditemukan sedang bersuara.

Berdasarkan analisa (gambar 13) amfibi yang terdapat pada Sungai Pungut memiliki persamaan dengan Sungai Pungut 2 dengan nilai kesamaan 83,3 %. Sungai Pungut 2 merupakan terusan dari Sungai Pungut yang lokasi transeknya diambil berjauhan. Perbedaan dari kedua sungai tersebut adalah pada Sungai Pungut memiliki kondisi sungai yang dipenuhi oleh bebatuan, sementara pada sungai Pungut 2 banyak terdapat lumpur disetiap sisi-sisinya. Jenis yang sama pada kedua sungai tersebut diantaranya Limnonectes bylthii, Limnonectes

(18)

shompenorum, Limnonectes kuhlii dan Limnonectes paramacrodon. Menurut

Mistar (2003), katak pada marga Limnonectes biasanya menempati sungai-sungai berpasir dan agak deras sebagai tempat berbiak. Beberapa jenis tersebut juga dijumpai pada Kolam 7 dan Sungai T 10. Sungai Panggasan memiliki kesamaan dengan Sungai Simorara dengan nilai kesamaan 90,08 %. Kondisi kedua sungai ini hampir mirip yakni dengan banyaknya bebatuan, arus sungai yang lambat dan tertutup dengan tajuk-tajuk pohon. Jenis sama yang diperoleh antara lain

Limnonectes kuhlii, Limnonectes shompenorum dan Rana hosii. Beberapa jenis

tersebut juga dijumpai pada sungai 19-15.

Kesamaan jenis reptil (Gambar 14) pada kawasan SCP memiliki kesamaan dengan lokasi Tiniti yang terletak pada daerah yang sama yakni Siberut Utara yakni dengan nilai kesamaan 71,1 %. Mengingat pada lokasi pulau yang sama nilai kesamaan tersebut masih tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan pada lokasi Tiniti terdapat pengamatan yang dilakukan pada pantai dan memperoleh jenis seperti Chelonia mydas dan Eretmochelys imbricata, sementara pada lokasi SCP pengamatan tidak dilakukan pada pantai. Sementara dibandingkan dengan lokasi lainnya yakni lokasi Taman Nasional Way Kambas, lokasi Eks-HPH PT RKI kabupaten Bungo, lokasi Musi Banyuasin, Lahat dan Musi Rawas (Sumatera Selatan), lokasi Taman Nasional Kerinci Seblat dan lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki nilai kesamaan yang rendah yakni 42,9 % Namun, pada kesamaan jenis amfibi (Gambar 15), Kawasan SCP cenderung memiliki kesamaan yang lebih tinggi dengan lokasi Tiniti (nilai kesamaan 65,9 %), Siberut Utara yang beberapa jenis diantaranya terdapat juga pada lokasi Taman Nasional Kerinci Seblat (nilai kesamaanya terhadap lokasi SCP 55,5%). Jenis-jenis yang sama dari ketiga lokasi tersebut diantaranya Limnonectes blythii, Limnonectes

paramacrodon, Limnonectes shompenorum, Phrynella pulchra dan Rana chalconota. Menurut Mistar (2003) kelima jenis amfibi tersebut merupakan katak

yang biasa hidup pada habitat dataran rendah. Sementara nilai kesamaan lokasi SCP dengan lokasi lainnya (lokasi Musi Banyuasin, Lahat dan Musi Rawas (Sumatera Selatan), lokasi Taman Nasional Way Kambas, lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan lokasi Eks-HPH PT RKI kabupaten Bungo) memiliki nilai yang cukup rendah yakni 36,3 %.

(19)

Nilai kesamaan reptil dan amfibi lokasi SCP dengan lokasi lainnya di Sumatera relatif rendah yakni 42,9 % dan 36,3 %. Beberapa perbedaan kesamaan jenis yang ditemukan di lokasi lain di Sumatera dikarenakan perbedaan usaha pencaharian yang dilakukan dan juga perbedaan ketinggian lokasi (mdpl), sehingga beberapa jenis amfibi dan reptil dataran tinggi tidak diketemukan. Selain itu luasan wilayah juga mempengaruhi sedikit atau banyaknya jenis satwaliar di wilayah tersebut.

Berbagai ancaman terhadap kehidupan satwa herpetofauna merupakan suatu hal yang harus segera diatasi. Perusakan lahan hutan yang terjadi akibat penebangan pohon dan pembakaran lahan hutan yang biasa dijadikan lahan perkebunan merupakan hal utama yang secara langsung mengancam kehidupan herpetofauna maupun satwaliar lainnya. Namun keberadaan SCP di Siberut Utara, secara tidak langsung mengajarkan kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi satwaliar, dan beberapa jenis penyuluhan secara langsung maupun tidak langsung dilakukan SCP untuk mengubah pandangan masyarakat tentang pentingnya keberadaan herpetofauna dan satwaliar lainnya.

Gambar

Gambar 6. Grafik peluang perjumpaan setiap jenis reptil di kawasan SCP
Gambar 7. Bekas kulit Ophiophagus hannah
Gambar 9. Dendrogram kesamaan jenis reptil pada habitat terestrial
Gambar 11. Dendrogram kesamaan jenis amfibi pada habitat terestrial  Kemudian pada lokasi habitat akuatik, terdapat 3 kelompok kesamaan  jenis amfibi
+3

Referensi

Dokumen terkait

E-Voucher Taksi menyediakan informasi geografis agar karyawan dapat mengetahui informasi jalan dengan jarak terpendek ke lokasi yang ingin dituju sehingga

Mengenai dampak dari strategi guru PAI dalam pengembangan nilai-nilai toleransi melalui pembelajaran pendidikan agama Islam ini, peneliti juga melakukan wawancara dengan salah

1) Kawasan hutan produksi; 2) Kawasan Pertanian Sawah; 3) Kawasan Hortikultura; 4) Kawasan Pariwisata, berupa kawasan wisata alam pegunungan meliputi gunung bromo dan

Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis yang digunakan, melalui uji statistik Rank Spearman diperoleh nilai Thitung &gt; Ttabel dengan nilai Thitung 6,2771

hasilnya peneliti berpendapat bahwa Evaluasi anggaran biaya produksi pada PTPN III dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja manajemen dengan cara membandingkan realisasi

Kegiatan promosi ini dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui media cetak (terutama surat kabar dan majalah), media elektronika (terutama televisi dan radio)

tadi diukur pada skala lintang terdekat yang berada di kiri/kanan peta dan hitunglah berapa menit busur derajat lintangnya; 1 menit busur = 1 mil laut) haruslah sama dengan jauh

Kewenangan Pembatalan Terhadap Peraturan Daerah yang sebelumnya diatur dalam pasal 251 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah