Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Kajian Pariwisata
Diajukan oleh
Muchammad Satrio Wibowo
17/420067/PMU/09278
kepada
MAGISTER KAJIAN PARIWISATA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
SURAT KETERANGAN
Nomor:
0fi
/UNt/Sps.t.I/AKM/KM/2021Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada menerangkan bahwa mahasiswa di
Muchammad Satrio Wibowo t7 /420067 tPtwJt09278 Kajian Pariwisata
Analisis Aspek Lingkungan dan Daya Dukung Kawasan wisata selam dan Snorkeling dalam Pengembangan pariwisata Berkelanjutan di pulau Sintok dan Pulau Cilik, Kepulauan Karimunjawa
22 Januari 2021 29 Januari 2021
l. Dr. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc.
2. Prof. Dr. Ir. Chafid Fandeli, M.S.
l. Dr. rer. pol. Dyah Widiyastuti, S.T., M.Cp. 2.Dr.Ir. Muhammad, ST., MT. Dengan ini bawah ini: Nama Nomor mahasiswa Program studi Judul karya akhir
Tanggal ujian Tanggal yudisium Pembimbing
Penguji
:Telah mendapatkan persetujuan dari para pembimbing dan penguji tesis sehingga dinyatakan telah menyelesaikan revisi final pada 28 Januari 2021.
Surat Keterangan
ini
dibuat dan berlaku pada masa tanggap darurat covid 19 dan dapatdipergunakan sebagai pengganti lembar pengesahan dan persetujuan karya tulis akhir sebagai syarat yudisium atau wisuda pada program pascasarjana (Magister).
Demikian surat keterangan ini dikeluarkan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bidang Akademik,
n, dan Kerja Sama
iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Muchammad Satrio Wibowo
NIM : 17/420067/PMU/09278
Tahun Terdaftar : 2017
Program Studi : Kajian Pariwisata Fakultas / Sekolah : Sekolah Pascasarjana
Menyatakan bahwa dalam dokumen ilmiah Tesis ini tidak terdapat bagian karya ilmiah lain yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu lembaga Pendidikan Tinggi. Juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang / lembaga lain, kecuali yang secara lengkap dalam daftar pustaka.
Dengan demikian saya menyatakan bahwa dokumen ilmiah ini bebas dari unsur-unsur plagiasi. Apabila dokumen ilmiah tesis ini kemudian hari terbukti merupakan plagiasi dari hasil karya penulis lain, dan atau sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku
Yogyakarta, 7 Januari 2021
Muchammad Satrio Wibowo 17/420067/PMU/09278
iv PRAKATA
Ucapan pertama yang penulis ucapkan yaitu Alhamdulillah hirrabil alamin karena akhirnya tulisan tesi ini dapat selesai. Selanjutnya, puji syukur penulis ucapkan karena dengan limpahan rahmat dan keselamatan yang diberikan Allah SWT selama dari awal hingga akhir penulisan tidak ada halangan. Tesis yang berjudul Analisis Aspek Lingkungan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di Pulau Sintok dan Pulau Cilik, Kepulauan Karimunjawa, menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master of Science (M.Sc) pada program magister kajian Pariwisata, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.
Penulisan tesis ini dimulai dari latar belakang penulis yang dulunya belajar ilmu kelautan yang suka wisata ke Karimunjawa, kemudian lanjut sekolah jurusan pariwisata. Tidak ingin melupakan ilmu yang didapat, hingga akhirnya terpikirkan untuk menulis dengan tema pariwisata laut khususnya di Karimunjawa.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak pernah henti memberikan doa dan dorongan semangat selama awal lanjut kuliah S2 hingga selesainya tesis ini. Saya sampaikan kepada :
1. Bapak Abu Syairi dan Ibu Khomsatun sebagai orang tua dan Yulia Krantiwati dan Trias Mujahid sebagai kakak yang telah memberi restu untuk lanjut sekolah. Doa dan dukungan semua aspek yang tidak pernah henti dari awal hingga akhir.
2. Bapak Amir Machmud dan Ibu Umi Munawaroh sebagai mertua sejak semester dua. Restu yang beliau berikan saat penulis mempersunting anak
v
gadisnya yang bernama Sofie Dwi Rifayani. Restu tersebutlah yang menjaga dan menambah semangat untuk menyelesaikan kuliah ini.
3. Ibu Sofie Dwi Rifayani sebagai istri yang tidak henti memberikan dukungan secara lahir dan batin. Jalil Jamario Jayabawa seorang anak yang lahir saat menjelang semester 4 yang sebagai pengingat harus segera menyelesaikan kuliah ini.
4. Dr. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc selaku dosen pembimbing 1 yang dengan sabar membimbing. Beliau lah yang mengajarkan bagaimana cara memikirkan dan merancang penelitian dengan baik dan benar.
5. Prof. Dr. Ir. Chafid Fandeli, M.S. selaku dosen pembimbing 2 yang dengan seksama memberi arahan penulisan. Beliau yang dikenal sebagai pakar ekowisata dan setelah menjadi anak bimbingnya menjadikan tambah semangat dalam menulis tesis ini. Buku-buku beliau menambah wawasan tentang ekowisata yang menunjang tesis ini.
6. Bapak dan Ibu dosen pengampu mata kuliah Magister Kajian Pariwisata dari semester 1 hingga 2. Berkat beliau-beliau lah, penulis jadi bisa lebih melihat pariwisata dari segala aspek.
7. Bapak/Ibu karyawan bagian akademik, bagian administrasi mahasiswa, bagian perpustakaan, dan semua yang berkaitan dengan administrasi. Berkat bantuan dari beliau, kegiatan perkuliahan dan pembayaran SPP dapat berjalan lancar.
8. Dua puluh satu teman-teman seangkatan MKP 2017 yang semuanya luar biasa. Memiliki latar ilmu yang berbeda bukanlah sebuah halangan untuk
vi
bicara soal pariwisata. ternyata kebalikannya, dengan perbedaan tersebut makin bisa menambah wawasan pariwisata dari segala aspek. Kalian semua spesial bagi penulis.
9. Teman-teman unit kegiatan mahasiswa, Unit Kegiatan Selam (UKSA) – 387 Universitas Diponegoro. Bermula dari sana lah, penulis mengetahui indahnya laut Indonesia yang sangat luas. Hingga akhirnya, penulis berani melanjutkan kuliah dan mendalami dunia pariwisata laut.
10. Tim pengambil data dari UKM UKSA-387, yaitu Henry Syahputra (Kobam), Sababa, Danang, Amien Rois, Timothius, Gandang, Icang, Bapak Arista, dan Akhmad Khotim (Aping). Mereka yang berjasa mulai dari proses ambil data, pengolahan data, hingga penulisan tesis ini.
11. Pihak Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTN-KJ) yang memberikan ijin Surat Ijin Masuk Wilayah Konservasi (SIMAKSI). Ijin tersebut, menjadi langkah awal pengambilan data.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat menerima diskusi, kritik, dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, harapan penulis yaitu tesis ini dapat bermanfaat untuk pembaca, khususnya untuk dunia pariwisata Indonesia.
Yogyakarta, 27 Januari 2021
Muchammad Satrio Wibowo 17/420067/PMU/09278
vii DAFTAR ISI
SURAT PENGGANTI LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERYATAAN BEBAS PLAGIASI ... iii
PRAKATA ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
INTISARI ... xiv ABSTRACT ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 5 1.3. Pertanyaan Penelitian ... 6 1.4. Tujuan Penelitian ... 6 1.5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI... 7
2.1. Tinjauan Pustaka ... 7
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1. Pariwisata Berkelanjutan ... 12
2.2.1.1. Aspek Pariwisata Berkelanjutan ... 16
2.2.1.2. Prinsip-prinsip Pariwisata Berkelanjutan ... 19
2.2.2. Pariwisata Selam dan Snorkeling ... 22
2.2.3. Daya Dukung Kawasan ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1. Kerangka Pemikiran ... 28
3.2. Jenis Penelitian ... 31
3.3. Lokasi Penelitian ... 31
3.4. Variabel Penelitian ... 31
3.5. Metode Pengumpulan Data ... 32
viii
3.5.2. Sumber Data ... 34
3.5.3. Alat dan Bahan ... 35
3.6. Metode Analisis Data ... 35
3.6.1. Pariwisata Berkelanjutan ... 35
3.6.2. Perthitungan Nilai Indeks Kesesuaian Wisata ... 39
3.6.3. Daya Dukung Kawasan ... 42
3.6.4. Kapasitas Manajemen ... 44
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 45
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
5.1. Hasil dan Analisis Data Penelitian ... 51
5.1.1. Hasil Penelitian Pulau Sintok ... 51
5.1.1.1. Hasil Penilaian Aspek Lingkungan ... 51
5.1.1.2. Hasil Indeks Kesesuaian Wisata Selam dan Snorkeling ... 52
5.1.1.3. Hasil Daya Dukung Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling 59 5.1.2. Analisis Data Penelitian Pulau Sintok ... 59
5.1.2.1. Analisis Penilaian Aspek Lingkungan ... 59
5.1.2.2. Analisis Indeks Kesesuaian Wisata Selam Dan Snorkeling 65 5.1.2.3. Analisis Daya Dukung Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling ... 76
5.1.3. Hasil Penelitian Pulau Cilik ... 78
5.1.3.1. Hasil Penilaian Aspek Lingkungan ... 78
5.1.3.2. Hasil Indeks Kesesuaian Wisata Selam dan Snorkeling ... 78
5.1.3.3. Hasil Daya Dukung Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling ... 85
5.1.4. Analisis Data Penelitian Pulau Cilik ... 85
5.1.4.1. Analisis Penilaian Aspek Lingkungan ... 85
5.1.4.2. Analisis Nilai Indeks Kesesuaian Wisata Selam Dan Snorkeling ... 92
5.1.4.3. Analisis Daya Dukung Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling ... 102
ix
5.2. Pembahasan ... 104
5.2.1. Aspek Lingkungan Pariwisata Berkelanjutan ... 104
5.2.2. Indeks Kesesuaian Wisata Selam dan Snorkeling ... 111
5.2.3. Daya Dukung Kawasan Wisata Selam dan Snokeling ... 117
5.2.4. Kapasitas Manajemen ... 119
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 120
6.1. Kesimpulan ... 120
6.2. Saran ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 121
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Data Kunjungan Wisatawan Kepulauan Karimunjawa ... 4
Tabel 2.1. Daftar Kriteria Untuk Mengukur Progres Keberlanjutan Suatu Destinasi Wisata ... 14
Tabel 3.1. Alat Dan Bahan ... 35
Tabel 3.2. Variabel Penelitian Mengenai Penerapan Kriteria Pariwisata Berkelanjutan di Pulau Sintok dan Pulau Cilik ... 37
Tabel 3.3. Matriks Kesesuaian Wisata Selam ... 41
Tabel 3.4. Matriks Kesesuaian Wisata Snorkeling ... 42
Tabel 3.5. Potensi Ekologis Pengunjung (K) Dan Luas Area Kegiatan (Lt) ... 44
Tabel 3.6. Prediksi Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata . 44 Tabel 4.1. Zonasi Karimunjawa ... 46
Tabel 5.1. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 1 Pulau Sintok ... 52
Tabel 5.2. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 2 Pulau Sintok ... 53
Tabel 5.3. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 3 Pulau Sintok ... 53
Tabel 5.4. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 4 Pulau Sintok ... 54
Tabel 5.5. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Snorkeling Titik 1 Pulau Sintok . 56 Tabel 5.6. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Snorkeling Titik 2 Pulau Sintok . 56 Tabel 5.7. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Snorkeling Titik 3 Pulau Sintok . 57 Tabel 5.8 Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Snorkeling Titik 4 Pulau Sintok . 57 Tabel 5.9. Penilaian Aspek Lingkungan Pulau Sintok ... 60
Tabel 5.10. Kecerahan Perairan Pulau Sintok ... 66
Tabel 5.11. Jumlah dan Jenis Life form Terumbu Karang di Pulau Sintok ... 71
Tabel 5.12. Kelimpahan Ikan di Pulau Sintok ... 74
Tabel 5.13. Lebar Hamparan Karang Di Pulau Sintok ... 76
Tabel 5.14. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 5 Pulau Cilik ... 79
Tabel 5.15. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 6 Pulau Cilik ... 79
Tabel 5.16. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 7 Pulau Cilik ... 80
Tabel 5.17. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Selam Titik 8 Pulau Cilik ... 80
xi
Tabel 5.19. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Snorkeling Titik 6 Pulau Cilik ... 82
Tabel 5.20. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Snorkeling Titik 7 Pulau Cilik ... 83
Tabel 5.21. Indeks Kesesuaian Wisata Untuk Snorkeling Titik 8 Pulau Cilik ... 83
Tabel 5.22. Penilaian Aspek Lingkungan Pulau Cilik ... 86
Tabel 5.23. Kecerahan Perairan Pulau Cilik ... 93
Tabel 5.24. Jenis Life form Terumbu Karang di Pulau Cilik ... 99
Tabel 5.25. Hasil Kelimpahan Ikan di Pulau Cilik ... 100
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Segitiga Pariwisata Berkelanjutan ... 19
Gambar 2.2. Peralatan Selam ... 23
Gambar 2.3. Peralatan Snorkeling ... 24
Gambar 3.1. Kerangka Penelitian... 30
Gambar 4.1. Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ... 47
Gambar 4.2. Kapal Sopek... 47
Gambar 4.3. Homestay ... 49
Gambar 4.4. Penginapan Di Pulau Sintok ... 50
Gambar 4.5. Terumbu Karang Di Pulau Sintok ... 50
Gambar 4.6. Dermaga Menuju Pulau Cilik ... 50
Gambar 4.7. Ikan Badut Di Pulau Cilik ... 50
Gambar 5.1. Peta Kesesuaian Wisata Selam Pulau Sintok ... 55
Gambar 5.2. Peta Kesesuaian Wisata Snorkeling Pulau Sintok ... 58
Gambar 5.3. Pelarangan Penjarahan Telur Penyu ... 61
Gambar 5.4. Tempat Pembuangan Sampah Sebelum Dibakar ... 63
Gambar 5.5. Tempat Parkir Sopek ... 64
Gambar 5.6. Himbauan Dilarang Buang Sampah Sembarangan ... 65
Gambar 5.7. Pengambilan Data Tutupan Terumbu Karang ... 66
Gambar 5.8. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 1 Kedalaman 10 meter ... 67
Gambar 5.9. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 2 Kedalaman 10 meter ... 67
Gambar 5.10. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 3 Kedalaman 10 meter ... 68
Gambar 5.11. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 4 Kedalaman 10 meter ... 68
Gambar 5.12. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 1 Kedalaman 5 meter ... 69 Gambar 5.13. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 2
xiii
Kedalaman 5 meter ... 69
Gambar 5.14. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 3 Kedalaman 5 meter ... 70
Gambar 5.15. Tutupan Terumbu Karang Pulau Sintok Titik 4 Kedalaman 5 Meter ... 70
Gambar 5.16. Terumbu Karang Life Form Foliouse (lembaran) ... 72
Gambar 5.17. Kecepatan Arus Perairan Pasang Menuju Surut ... 75
Gambar 5.18. Kecepatan Arus Perairan Surut Menuju Pasang ... 76
Gambar 5.19. Luas Hamparan Terumbu Karang Pulau Sintok ... 79
Gambar 5.20. Peta Kesesuaian Wisata Selam Pulau Cilik ... 81
Gambar 5.21. Peta Kesesuaian Wisata Snorkeling Pulau Cilik ... 84
Gambar 5.22. Fasilitias Toilet di Pulau Cilik ... 89
Gambar 5.23. Tempat Sampah yang Disediakan ... 89
Gambar 5.24. Dermaga untuk Sandar Sopek ... 91
Gambar 5.25. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 5 Kedalaman 10 meter ... 94
Gambar 5.26. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 6 Kedalaman 10 meter ... 94
Gambar 5.27. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 7 Kedalaman 10 meter ... 95
Gambar 5.28. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 8 Kedalaman 10 meter ... 95
Gambar 5.29. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 5 Kedalaman 5 meter ... 96
Gambar 5.30. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 6 Kedalaman 5 meter ... 97
Gambar 5.31. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 7 Kedalaman 5 meter ... 97
Gambar 5.32. Tutupan Terumbu Karang Pulau Cilik Titik 8 Kedalaman 5 meter ... 97
xiv
Analisis Aspek Lingkungan Dan Daya Dukung Kawasan Wisata Selam Dan Snorkeling Dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan
Di Pulau Sintok Dan Pulau Cilik Kepulauan Karimunjawa Muchammad Satrio Wibowo, Tri Kuntoro Priyambodo, Chafid Fandeli
INTISARI
Pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperthitungkan dampak ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan saat ini hingga masa depan. Daya dukung kawasan diperlukan dalam pengembangan wisata bahari. Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimal pengunjung yang dapat ditampung di sebuah kawasan yang tersedia pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan wisatawan.
Salah satu kawasan yang memiliki potensi pariwisata selam dan snorkeling adalah pulau Sintok dan pulau Cilik, Karimunjawa. Kekayaan sumber daya alam laut yang dimiliki, menyebabkan kunjungan wisatawan meningkat dari tahun 2014-2018. Sebagai upaya pelestarian lingkungan, perlu dilakukan pengkajian terhadap pengelolaan pariwisata selam dan snorkeling pada kedua pulau, mengacu pada indikator aspek lingkungan dari UNWTO. Perhitungan daya dukung kawasan wisata selam dan snorkeling supaya menjadi destinasi pariwisata yang berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah penilaian aspek lingkungan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan, mengetahui nilai indeks kesesuaian wisata (IKW), dan daya dukung kawasan untuk awisata selam dan snorkeling di pulau Sintok dan pulau Cilik. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dari hasil wawancara dan observasi lapangan.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa nilai aspek lingkungan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di pulau Sintok 23, dengan rerata 3 dan pulau Cilik adalah 24, dengan rerata nilai 3. Kedua pulau tersebut masuk dalam kategori agak sesuai dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Hasil penilaian nilai IKW untuk wisata selam di titik 1, 2, 3, dan 4 (Pulau Sintok) secara berurutan yaitu 70,4%; 83,3%; 74,1%; dan 68,5%. Nilai IKW untuk selam di titik 5,6,7, dan 8 (Pulau Cilik) secara berurutan yaitu 77,8% ; 79,6% ; 53,7% ; dan 85,2%. Selanjutnya, hasil penilaian nilai IKW untuk snorkeling di titik 1, 2, 3, dan 4 secara berurutan yaitu 73,7%; 80,7%; 75,4%; dan 89,5%. Nilai IKW wisata snorkeling pada titik 5, 6, 7, dan 8 secara berurutan yaitu 80,7%; 78,9%; 66,7%; dan 89,5%. Sehingga, untuk wisata selam yang termasuk dalam kategori sangat sesuai (S1) yaitu titik 2, 5, 6, dan 8. Sedangkan yang masuk dalam kategori cukup sesuai (S2) yaitu titik 1, 3, 4, dan 7. Untuk wisata snorkeling, yang termasuk dalam kategori sangat sesuai (S1) yaitu titik 2, 3, 4, 5, 6, dan 8. Sedangkan yang masuk dalam kategori cukup sesuai (S2) yaitu titik 1 dan 7. Daya Dukung Kawasan wisata selam dan snorkeling di pulau Sintok sebesar 2.406 orang / hari dan untuk pulau Cilik sebesar 510 orang / hari.
Kata kunci : Aspek lingkungan, Pariwisata Berkelanjutan, Indeks Kesesuaian Wisata, Daya Dukung Kawasan
xv
Analysis of Environmental Aspects and Carrying Capacity of Diving and Snorkeling Tourism Areas in Sustainable Tourism Development in
Sintok Island and Cilik Island, Karimunjawa Islands :
Muchammad Satrio Wibowo, Tri Kuntoro Priyambodo, Chafid Fandeli ABSTRACT
Sustainable tourism is tourism that takes into account the current to future economic, social and environmental impacts. The carrying capacity of the area is needed in developing marine tourism. Area carrying capacity (DDK) is the maximum number of visitors that can be accommodated in an available area at a certain time without disturbing nature and tourists.
One area that has the potential for diving and snorkeling tourism is Sintok Island and Cilik Island, Karimunjawa. The wealth of marine natural resources that is owned has caused tourist visits to increase from 2014-2018. As an effort to conserve the environment, it is necessary to conduct an assessment of the management of diving and snorkeling tourism on the two islands, referring to indicators of environmental aspects from the UNWTO. Calculation of the carrying capacity of the diving and snorkeling tourism areas in order to become a sustainable tourism destination.
The purpose of this research is to assess environmental aspects in the development of sustainable tourism, to determine the value of the tourism suitability index (IKW), and the carrying capacity of the area for diving and snorkeling tours in Sintok and Cilik islands. Methods of data analysis using descriptive analysis of the results of interviews and field observations.
The results of this study state that the value of environmental aspects in the development of sustainable tourism in Sintok Island 23, with an average value of 3 and Cilik Island is 24, with an average value of 3. The two islands fall into the somewhat appropriate category for sustainable tourism development. The results of the IKW value assessment for diving tourism at points 1, 2, 3, and 4 (Sintok Island) are respectively 70.4%; 83.3%; 74.1%; and 68.5%. The IKW values for diving at points 5,6,7, and 8 (Cilik Island) are 77.8% respectively; 79.6%; 53.7%; and 85.2%. Furthermore, the results of the IKW value assessment for snorkeling at points 1, 2, 3, and 4 are respectively 73.7%; 80.7%; 75.4%; and 89.5%. The value of the IKW for snorkeling tourism at points 5, 6, 7, and 8, respectively, is 80.7%; 78.9%; 66.7%; and 89.5%. So, for diving tourism that is included in the very suitable category (S1), namely points 2, 5, 6, and 8. While those that are included in the quite suitable category (S2) are points 1, 3, 4, and 7. For snorkeling, which are included in the very suitable category (S1), namely points 2, 3, 4, 5, 6, and 8. While those who fall into the fairly suitable category (S2) are points 1 and 7. Carrying Capacity of diving and snorkeling tourism area on Sintok Island is 2,406 people / day and for Cilik Island it is 510 people / day. Keywords: environmental aspects, sustainable tourism, tourism suitability index, area carrying capacity
1 1.1. Latar Belakang
Pariwisata merupakan sebuah kegiatan yang dapat meningkatkan devisa negara. Namun, pengembangan pariwisata dapat berdampak negatif pada kelestarian lingkungan apabila tidak dikelola dengan sistematis dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukannya pengelolaan kegiatan pariwisata yang mengintegrasikan komponen lingkungan atau ekosistem, sosial ekonomi, kelembagaan dan sarana wilayah dalam bentuk ekowisata.
Berkembangnya ekowisata dapat memperoleh 3 manfaat yaitu kelesterian sumber daya pesisir dan laut, kesejahteraan masyarakat, dan tidak perlu mengeluarkan biaya konservasi (Rahmayani, 2015). Kegiatan pariwisata di ekosistem laut merupakan bagian dari manfaat tidak nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar (Fandeli dan Muhammad, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata dapat menjadi bagian dalam paradigma pengembangan pariwisata yang sudah ada.
Paradigma pengembangan pariwisata yang selaras dengan kelestarian sosial budaya, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat di sebuah destinasi pariwisata adalah paradigma pariwisata berkelanjutan. Menurut UNWTO (United
Nations World Tourism) (2004), pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang
memperthitungkan dampak ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan saat ini hingga masa depan. Serta, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri,
lingkungan, dan masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata berkelanjutan ini diharapkan mampu menghadirkan kriteria pembangunan berwawasan lingkungan, perberdayaan masyarakat lokal, tumbuhnya ekonomi dan budaya lokal yang semakin kuat dan berkembang (Fandeli dan Muhammad, 2019)
Gunawan dan Ortis (2012), mengatakan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan suatu agenda publik yang penting untuk pemangku kepentingan di semua tingkat. Pengembangan pariwisata berkelanjutan tidak hanya menikmati sumberdaya alami dan budaya saja, melainkan juga ada upaya konservasi. Selain itu, juga tidak hanya bermanfaat bagi sedikit orang, tetapi bertujuan mendistribusikan keuntungan secara luas diantara pemangku kepentingan dan komunitas. Ketika perekonomian meningkat, kondisi lingkungan tetap terjaga secara baik. Sehingga, dampak positif dari pariwisata berkelanjutan dapat dirasakan masyarakat sekitar dalam jangka waktu yang lama (Harris et al., 2002). Hal ini menunjukkan bahwa, tujuan inti dari pariwisata berkelanjutan adalah untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan konservasi alam.
Diperlukan berbagai jenis indikator yang dapat menunjang penilaian dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Peran penting indikator adalah sebagai berikut: a) menjelaskan dan membenarkan isu-isu penting yang berkaitan dengan keberlanjutan suatu destinasi, b) memberi arahan pada pengembangan pariwisata berkelanjutan, c) mendukung pada pengambilan keputusan dan tindakan pengelolaan, penyelenggaraan, dan perencanaan pariwisata yang lebih baik (UNWTO, 2004 dalam Rismawati, 2018). Salah satu indikator rujukan
pengelolaan pariwisata berkelanjutan adalah daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan yaitu kemampuan alam untuk menampung kegiatan pariwisata yang tetap tidak merusak keberadaan dan keberlanjutan alam tersebut (Nikijuluw, 2017). Berdasarkan hal tersebut, indikator dalam pariwisata berkelanjutan melalui konsep daya dukung menjadi pendekatan yang dapat ditetapkan sebagai target dan tujuan kinerja dalam sebuah kawasan pariwisata.
Pertimbangan dalam menghitung daya dukung sebuah kawasan yaitu faktor alam dan manfaat yang diperoleh masyarakat (Cupul-Magana ett all, 2017). Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimal pengunjung yang dapat ditampung di sebuah kawasan yang tersedia pada waktu tertentu tanpa mengganggu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan wisatawan (Yulianda, 2007). Daya dukung juga berkaitan dengan kualitas lingkungan dan akan berdampak pada kepuasan wisatawan (Fandeli dan Muhammad, 2009).
Daya dukung ekosistem terumbu karang untuk wisata selam dan snorkeling dipengaruhi oleh presentase terumbu karang, luas terumbu karang, dan aktivitas yang dilakukan. Perhitungan daya dukung terumbu karang dapat diterapkan pada berbagai kondisi sesuai aktivitas wisata (Sulisyati, et al., 2016). Oleh karena itu, daya dukung kawasan dapat menjadi prioritas dalam melakukan penilaian dalam setiap destinasi pariwisata yang memiliki lingkungan yang memiliki potensi wisata.
Salah satu kawasan yang memiliki potensi pariwisata, khususnya pada produk selam dan snorkeling adalah Pulau Karimunjawa. Secara administratif, kepulauan Karimunjawa masuk ke dalam wilayah kabupaten Jepara, provinsi
Jawa Tengah. Kepulauan ini terletak di sebelah barat laut dengan jarak sekitar 45 mil laut atau setara dengan 83 km (Yusuf, 2013). Berdasarkan Surat Keputusan Menhut No. 74/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001, Karimunjawa memiliki ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah seluas 1.285,50 ha, dan wilayah perairan 110.117,30 ha telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam (KPA). Di Pulau Karimunjawa terdapat 2 desa yaitu Desa Karimunjawa dan Desa Kemujan. Potensi kekayaan alam di Pulau Karimunjawa dipertegas dengan ditemukannya 20-30 genus terumbu karang dan kepadatan ikan dengan rata-rata 1,14 ekor/m2 (Yusuf, 2013). Kondisi tersebut sudah banyak mendatangkan wisatawan untuk berwisata di Karimunjawa. Hal ini dapat dilihat dengan data kunjungan wisatawan yang terus meningkat setiap tahunnya. Berikut data wisatawan yang berkunjung dalam kurun waktu 2014-2018.
Tabel 1.1. Data kunjungan wisatawan kepulauan karimunjawa No Tahun Wisatawan Nusantara Wisatawan
Mancanegara Jumlah
1 2014 71.081 orang 8.669 orang 79.750 orang 2 2015 84.536 orang 7.579 orang 92.115 orang 3 2016 110.984 orang 7.317 orang 118.301 orang 4 2017 69.237 orang 7.819 orang 77.056 orang 5 2018 129.679 orang 8.156 orang 137.835 orang
JUMLAH 465.517 orang 39.540 orang 505.057 orang
Sumber : Tourism Information Centre Jepara (2019)
Secara administratif, pulau-pulau kecil yang menjadi destinasi di Desa Kemujan adalah pulau Cilik, pulau Tengah, dan pulau Sintok. Ekosistem terumbu karang di tiga pulau tersebut sudah sejak lama dimanfaatkan untuk wisata selam dan snorkeling. Hal ini menunjukkan ekosistem laut mempunyai peranan penting bagi masyarakat terutama selam dan snorkeling di pulau-pulau kecil sekitar desa.
Penelitian ini menggunakan indikator pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dari aspek lingkungan. Peneliti bermaksud untuk melihat sejauh mana kondisi lingkungan di pulau Sintok dan pulau Cilik dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Selanjutnya, menghitung daya dukung kawasan wisata snorkeling dan selam di kedua pulau tersebut yang berada di Desa Kemujan. Oleh karena itu judul dalam penelitian ini adalah “Analisis Aspek Lingkungan Dan Daya Dukung Kawasan Wisata Selam Dan Snorkeling Dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Di Pulau Sintok Dan Pulau Cilik, Kepulauan Karimunjawa”
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Perlu dilakukan pengkajian terhadap pengelolaan pariwisata selam dan snorkeling di Pulau Sintok dan Pulau Cilik yang mengacu pada indikator aspek lingkungan dari UNWTO
2. Perhitungan daya dukung kawasan wisata selam dan snorkeling di Pulau Sintok dan Pulau Cilik agar menjadi destinasi pariwisata yang berkelanjutan.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kondisi lingkungan dan pengelolaan wisata selam dan snorkeling di Pulau Sintok dan Pulau Cilik yang berkaitan dengan aspek lingkungan berdasarkan indikator UNWTO ?
2. Apakah aspek lingkungan di Pulau Sintok dan Pulau Cilik dapat disebut pariwisata berkelanjutan ?
3. Berapa daya dukung wisata selam dan snorkeling di Pulau Sintok dan Pulau Cilik ?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Melakukan penilaian dan evaluasi aspek lingkungan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di pulau Sintok dan pulau Cilik.
2. Mengetahui nilai indeks kesesuaian wisata (IKW) untuk wisata selam dan snorkeling di pulau Sintok dan pulau Cilik
3. Mengetahui daya dukung kawasan untuk atraksi wisata selam dan snorkeling di Pulau Sintok dan Pulau Cilik
1.5. Manfaat Penelitian
1. Menjadi sumber informasi tentang kondisi dan pengembangan pariwisata yang berkaitan dengan aspek lingkungan di pulau Sintok dan pulau CIlik
2. Menjadi sumber informasi mengenai potensi pariwisata dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan Pulau Sintok dan Pulau Cilik
3. Menjadi sumber informasi perhitungan daya dukung kawasan untuk atraksi wisata selam dan snorkeling di Pulau Sintok dan Pulau Cilik
7 2.1. Tinjauan Pustaka
Pariwisata berkelanjutan dapat meminimalisir perubahan pada lingkungan, budaya lokal dan berkontribusi terhadap pembangunan. Kontribusi tersebut adalah dengan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Kemudian juga akan membawa pengalaman yang menarik bagi pelaku pariwisata dan wisatawan (Kostic dan Jovanovic-Toncev, 2014). Budiani et all (2018) dalam penelitian di Desa Sembungan, Wonosobo menyatakan bahwa desa tersebut memiliki sumber daya alam yang potensial. Namun, dalam pengembangan obyek wisata belum memenuhi prinsip pariwisata berkelanjutan. Perlu pembenahan dari segi atraksi, keunikan wisata, dan sumber daya manusia.
Upaya untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan berbasis di Desa Sembungan perlu memperhatikan kerjasama antar pihak, diantaranya masyarakat Pokdarwis, dan pemerintah. Adanya rekomendasi diharapkan mampu menjadikan Desa Sembungan menjadi desa wisata yang memiliki daya saing pariwisata. Pengembangan pariwisata berkelanjutan perlu dilakukan agar dampak dari pariwisata dapat dirasakan langsung untuk masyarakat sekitar.
Pariwisata dapat dikatakan berkelanjutan apabila dapat memenuhi tiga aspek yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Dalam pengembangan desa wisata Jatiluwih, dari aspek lingkungan dan sosial budaya tidak berdampak negatif. Kondisi alam desa masih terjaga dengan baik karena masyarakat sekitar
telah menjaga lingkungan dengan baik. Sebagai contoh, pengelolaan air melalui sistem subak memberikan kontribusi pemerataan penggunaan air. Kehidupan masyarakat desa masih kental dengan adat istiadat yang berlandaskan ajaran agama Hindu. Sedangkan aspek ekonomi, belum memberikan manfaat yang signifikan untuk masyarakat sekitar. Lapangan kerja yang tersedia dari sektor pariwisata belum dari sektor pariwisata belum mampu menyerap masyarakat sekitar dalam jumlah besar (Puspa Adi, 2011)
Pariwisata berkelanjutan didefinisikan sebagai semua bentuk kegiatan manajemen dan pengembangan pariwisata yang menjaga integritas alam, ekonomi, sosial, serta menjamin pemeliharaan sumber daya alam dan budaya. Prinsip pembangunan berkelanjutan bisa diaplikasikan ke pariwisata selama menghasilkan keuntungan. Dalam industri pelayanan bidang pawirisata (perhotelan) memperkenalkan solusi ramah lingkungan karena alasan ekonomi. Hal tersebut juga menjadi keuntungan dari sisi pemasaran. Penerapan dari prinsip pariwisata berkelajutan adalah salah satu cara terbaik untuk mempertahankan destinasi wisata dari dampak negatif dari ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. (Niedziolka, 2014)
Kepulauan Karimunjawa adalah salah satu destinasi pariwisata yang ramai dikunjungi wisatawan. Atraksi unggulan di sana yaitu selam dan snorkeling. Tahun 2014 hingga 2018, tercatat jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 465.517 untuk wisatawan nusantara dan 39.540 untuk wisatawan mancanegara (Tourist Information Jepara, 2019). Laksono dan Mussadun (2014), menyatakan bahwa peningkatan jumlah wisatawan akan berdampak pada kegiatan ekonomi,
lingkungan, dan sosial dan budaya kepada masyarakat setempat. Dari sisi perekonomian, kesejahteraan masyarakat meningkat karena banyak terbuka lapangan kerja seperti pemandu wisata, warung makan, homestay, dan penjual
souvenir. Sisi sosial dan budaya, terjadi pergeseran norma-norma yang sudah ada
sejak dulu. Anak-anak kecil merasa bebas dalam berpakaian dan sudah mucul keegoisan pada masyarakat yang merasa kuat.
Aktivitas wisata yang tidak terkendali, sudah meyebabkan perubahan ekosistem terumbu karang. Pada tahun 1991 luasan terumbu karang mencapai 459.952 hektare, namun pada tahun 2009 turun mencapai 198,675 hektare. Hal itu terjadi karena banyaknya wisatawan yang berkunjung dan saat melakukan aktivitas selam dan snorkeling banyak yang menginjak terumbu karang (Laksono dan Mussadun, 2014). Kontak fisik yang paling sering dilakukakan oleh wisatawan terhadap terumbu karang antara lain fins menyentuh terumbu karang, serta berdiri pada terumbu karang (Akhmad et.al., 2018).
Hal terebut ditambahkan oleh Davis dan Tisdell (1995), menyatakan bahwa kegiatan selam dan snorkeling akan berpengaruh pada perubahan lingkungan. Kegiatan wisata yang tidak terarah akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Kerusakan tersebut adalah akibat dari kegiatan wisata selam dan snorkeling yang melebihi kapasitas yang ada. Perlu perencanaan wisata selam dan snorkeling untuk mencegah kerusakan alam, salah satunya dengan perhitungan daya dukung kawasan untuk wisata selam dan snorkeling. Konsep daya dukung adalah sebuah instrumen untuk menghitung dampak tertentu dari kegiatan pariwisata. Daya dukung kawasan digunakan untuk mengukur kapasitas
maksimum kunjungan. Pertimbangan yang digunakan dalam menghitung daya dukung sebuah kawasan yaitu faktor alam dan manfaat yang diperoleh masyarakat (Cupul-Magana et.al., 2017).
Daya dukung kawasan diperlukan dalam pengembangan pariwisata, tidak terkecuali wisata bahari. Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimal pengunjung yang dapat ditampung di sebuah kawasan yang tersedia pada waktu tertentu tanpa mengganggu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan wisatawan (Yulianda, 2007). Analisis daya dukung kawasan sudah dilakukan di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Pulau Bawean termasuk wilayah yang sesuai (S1) untuk pengembangan wisata rekreasi pantai, snorkeling, dan selam. Nilai indeks kesuaian wilayahnya yaitu 88,33% untuk rekreasi pantai. Kemudian sebesar 84,21% untuk wisata snorkeling, dan 81,48% untuk wisata selam. Nilai total daya dukung Pulau ini adalah 398/hari yang terdiri dari rekreasi pantai 202 orang/hari, wisata snorkeling 120 orang/hari, dan wisata selam 68 orang/hari. Sehingga untuk daya dukung kawasa khususnya wisata bahari, wisatawan dibatasi sekitar 143.280 orang/tahun (Sukandar, et.al., 2017).
Salah satu indikator rujukan pengelolaan pariwisata berkelanjutan adalah daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan yaitu kemampuan alam untuk menampung kegiatan pariwisata yang tetap tidak merusak keberadaan dan keberlanjutan alam tersebut (Nikijuluw, 2017). Berdasarkan hal tersebut, indikator dalam pariwisata berkelanjutan melalui konsep daya dukung menjadi pendekatan
yang dapat ditetapkan sebagai target dan tujuan kinerja dalam sebuah kawasan pariwisata.
Daya dukung ekosistem terumbu karang untuk wisata selam dan snorkeling dipengaruhi oleh presentase terumbu karang, luas terumbu karang, dan aktivitas yang dilakukan. Durasi untuk snorkeling lebih sedikit dibanding untuk selam. Semakin singkat waktu yang digunakan untuk aktivitas wisata pada suatu lokasi, maka semakin banyak wisatawan lain yang bisa menggunakan lokasi tersebut. Perhitungan daya dukung terumbu karang dapat diterapkan pada berbagai kondisi sesuai aktivitas wisata (Sulisyati, et al., 2016).
Dari uraian di atas, menjelaskan bahwa konsep pariwisata berkelanjutan penting untuk diterapkan pada destinasi wisata. Tujuannya adalah untuk menghindari kerusakan alam, menjaga keaslian budaya dan perilaku sosial, serta memberi manfaat secara ekonomi bagi masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pariwisata berkelanjutan di Desa Kemujan. Peneliti ingin melihat apakah pengembangan pariwisata di sana sudah atau belum menerapkna konsep pariwisata berkelanjutan.
Selanjutnya peneliti juga ingin menghitung daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata selam dan snorkeling pada Pulau Cilik dan Pulau Sintok. Pemilihan lokasi tersebut karena kedua Pulau tersebut sudah ramai dikunjungi wisatawan dan secara administratif termasuk wilayah Desa Kemujan. Perhitungan daya dukung kawasan diharapkan mampu menjaga kondisi ekosistem terumbu karang, sehingga menjadi pariwisata yang berkelanjutan dan dapat dirasakan manfaatnya oleh penduduk sekitar.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata merupakan salah satu unsur penggerak yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional dan daerah. Oleh karena itu, pembangunan pariwisata berkelanjutan diarahkan pada pembangunan pariwisata yang mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Proses pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan dan berorientasi pada nilai-nilai agama dan budaya setempat, dan lingkungan. Pembangunan tersebut dilakukan secara sistematis, terencana, menyeluruh, berkelanjutan dan terpadu agar dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi para pemangku kepentingan (Chamdani, 2018).
Pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) bukan istilah baru di dunia kepariwisataan. Sektor pariwisata mempunyai posisi yang penting dalam memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, baik secara ekonomis maupun sosial dan untuk meningkatkan kesadaran pada kegiatan konservasi lingkungan. Dewi (2011), mengatakan bahwa
”Di dalam sektor pariwisata, pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan alam dan budaya tidak boleh dilihat sebagai tujuan yang bertentangan. Tujuan-tujuan tersebut harus diharmonisasikan dan diwujudkan sebagai aspirasi yang seharusnya saling mendukung. Kebijakan dan tindakan nyata harus ditujukan pada penguatan manfaat dan meminimalisasi dampak negatif dari kegiatan kepariwisataan.”
Untuk menjalankan konsep pembangunan berkelanjutan dalam dunia pariwisata, beberapa usaha nyata misalnya: tersusunnya indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan oleh World Tourism Organitation (WTO), akreditasi
yang dikembangkan oleh Green Globe dan Australian Nature and Ecotourism
Accreditation Program (Puspa Adi, 2011). Persyaratan mendasar dari sektor
pariwisata adalah bahwa ia harus merangkul prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan dan fokus pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan tidak boleh dianggap sebagai komponen pariwisata yang terpisah, melainkan sebagai kondisi sektor pariwisata secara keseluruhan, yang harus bekerja untuk menjadi lebih berkelanjutan.
Pedoman dan praktik pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat diterapkan untuk semua destinasi pariwisata. prinsip-prinsip pariwisaa berkelanjutan yaitu:
1. Memanfaakan sumber daya alam secara maksimal dengan tetap ada upaya untuk menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati.
2. Menghormati keaslian sosial dan budaya, melestarikan warisan budaya yang suda ada, dan sikap toleransi antar budaya
3. Kegiatan ekonomi berlangsung jangka panjang, memberikan manfaat sosial ekonomi bagi semua pemangku kepentingan yang terdistribusi secara adil, membuka lapangan pekerjaan, dan mengestaskan kemiskinan (UNEP, 2004 dalam Niedziolka, 2014).
UNWTO (2004) menerbitkan buku panduan tentang penjelasan-penjelasan detail yang berkaitan tentang pariwisata berkelanjutan. Buku ini menyebutkan mengenai indikator dan kriteria untuk mengukur progres pengembangan pariwisata berkelanjutan pada suatu destinasi. Indikator dan
kriteria tersebut berdasarkan tiga aspek pariwisata berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial-budaya, dan ekonomi.
Tabel 2.1. Daftar Kriteria untuk Mengukur Progres Keberlanjutan Suatu Destinasi Wisata
Indikator Kriteria
Aspek Lingkungan 1. Perlindungan lingkungan
secara keseluruhan
a. Komitmen pengelolaan lingkungan b. Perencanaan lingkungan dan perkiraan
dampak, pertimbangan sosial, budaya, ekologis dan ekonomi (termasuk dampak kumulatif dan strategi mitigasi
c. Pemeliharaan dan peningkatan habitat dan ekosistem kehidupan liar
d. Mekanisme untuk pengawasan pelaporan kondisi lingkungan.
2. Konsumsi energi a. Penggunaan energi dan air secara hemat dan efisien
3. Pengelolaan limbah (padat dan cair)
a. Melakukan upaya untuk mengurangi sampah
b. Proses daur ulang sampah
c. Mekanisme pengelolaan sampah dari awal sampai akhir
4. Perubahan lahan dan perhatian khusus terhadap siklus hidup
a. Material bangunan yang layak
b. Perlindungan habitat dan bentuk lahan 5. Pembelian a. Material atau barang-barang yang
digunakan dapat didaur ulang dan merupakan produksi lokal
b. Menggunakan pembersih ramah lingkungan
6. Kontaminasi a. Kualitas udara
b. Pengurangan polusi suara c. Transportasi
7. Informasi lingkungan a. Edukasi bagi pengunjung
b. Pelatihan staf, edukasi, tanggung jawab, pengetahuan, dan kesadaran terhadap aspek-aspek lingkungan
Lanjutan tabel 2.1
Aspek sosial-budaya 1. Masyarakat (relasi –
kesejahteraan)
a. Ada mekanisme untuk menjamin hak-hak dan kewajiban dari penduduk lokal b. Perhatian dan konservasi pada budaya
lokal, warisan budaya, dan keaslian 2. Masyarakat (partisipasi -
organisasi – keterlibatan)
a. Meminimalisir dampak negatif pada struktur sosial antara wisatawan dengan penduduk lokal
b. Kontribusi pada pengembangan / pemeliharaan infrastruktur masyarakat lokal.
3. Pelatihan tenaga kerja dan promosi
a. Penduduk lokal diberdayakan, termasuk pada posisi pengelolaan
b. Pelatihan untuk tenaga kerja lokal
4. Informasi sosial – budaya a. Interpretasi / edukasi kepada pengunjung b. Pelatihan staf, edukasi, tanggung jawab,
pengetahuan, dan kesadaran dalam aspek sosial – budaya.
Aspek Ekonomi dan Kualitas 1. Penciptaan lapangan kerja
lokal
a. Penciptaan lapangan kerja bagi penduduk lokal
b. Penggunaan makanan dari bahan – bahan yang diproduksi dan berasal dari lokal. c. Penggunaan makanan organik.
2. Praktik etika bisnis a. Perlakuan adil bagi pegawai
b. Pemasaran yang akurat dan bertanggung jawab sehingga sesuai dengan ekspetasi. 3. Kompetensi bisnis secara garis
besar
Mekanisme untuk reservasi, accounting, marketing, dan administrasi.
4. Kepuasan pelanggan Persyaratan bagi feedback pengunjung mengenai kualitas pengalaman berwisata. 5. Kesehatan dan keselamatan Bisnis memenuhi atau melebihi regulasi
kesehatan dan keselamatan yang diterapkan. 6. Pembangunan kapasitas
pegawai / kualifikasi
Program pelatihan untuk pegawai pada aspek keberlanjutan dan praktik – praktik bisnis Sumber : UNWTO (2004)
Di Indonesia, pariwisata berkelanjutan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pariwisata no 14 tahun 2016. Sesuai dengan Peraturan Menteri tersebut di atas, menyatakan bahwa
“Pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan, dan masyarakat setempat serta diaplikasikan ke semua bentuk aktifitas wisata di semua jenis destinasi wisata, termasuk wisata masal dan berbagai jenis destinasi wisata lainnya”
Pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan untuk memberikan acuan yang komprehensif mengenai pengelolaan destinasi pariwisata secara berkelanjutan, sehingga terwujud pengelolaan perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan kawasan sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan. Ruang lingkup pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan mencakup; (1) pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan, (2) pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal, (3) pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, dan (4) pelestarian lingkungan (Kementrian Pariwisata Indonesia, 2016).
2.2.1.1. Aspek Pariwisata Berkelanjutan
Pengembangan pariwisata berkelanjutan harus memenuhi 3 aspek yaitu aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Mengupayakan pengembangan pariwisata berkelanjutan berarti memaksimalkan dampak positif dan menimalisir dampak negatif dari kegiatan pariwisata (Swarbrooke, 1999). Penjelasan ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aspek lingkungan
Aspek lingkungan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan berarti melestarikan dan mengelola sumber daya yang ada dilingkungan sekitar, terutama
yang tidak terbarukan dalam hal kehidupan. Diperlukan tindakan untuk mengurangi polusi udara, tanah, dan air dan melestarikan keanekaragaman hayati dan warisan alam (UNEP dan UNWTO, 2005).
Pandangan umum, keberlanjutan adalah tentang lingkungan terutama lingkungan alami, fisik, dan perlindungannya. Terdapat lima ruang lingkup dalam aspek lingkungan, yaitu: lingkungan alam, margasatwa, lingkungan pertanian, lingkungan buatan, dan sumber daya alam. Beberapa kegiatan pariwisata yang tidak terkontrol, dapat menyebabkan kerusakan pada alam. Hal tersebut dapat dicegah dengan cara :
a. Memberi motivasi untuk melestarikan lingkungan alam dan satwa liar karena bisa menjadi daya tarik wisata. Tanpa motivasi tersebut, akan terjadi kerusakan lingkungan akibat perkembangan industri.
b. Meningkatkan kesadaran wisatawan akan masalah lingkungan. Berusaha untuk mengkampanyekan perlindungan alam.
c. Menjaga sektor pertanian agar tetap hidup dengan memberikan tambahan penghasilan, sehingga mencegah pengalihan fungsi lahan pertanian
d. Mengganti bangunan yang terlantar menjadi destinasi wisata yang baru bagi wisatawan (Swarbrooke, 1999)
2. Aspek ekonomi
Aspek ekonomi dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana memajukannya dalam jangka panjang. Kemudian, juga bisa meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang
tanpa mengurangi kualitas alam, masyarakat, dan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan.
Aspek ekonomi dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan berarti memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat melalui kegiatan pariwisata. Kemudian, juga mengefektivitaskan semua biaya dalam kegiatan ekonomi. Tentang kelayakan usaha dan kegiatan pariwisata yang dipertahankan dalam jangka waktu panjang. Pembahasan aspek ini lebih sedikit dibanding aspek lingkungan, namun pariwisata adalah sebuah fenomena ekonomi yang memiliki potensi besar di seluruh dunia (Swarbrooke, 1995).
3. Aspek sosial budaya
Aspek sosial budaya dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan berarti menghormati hak asasi manusia dan kesempatan yang setara bagi semua masyarakat, fokus dalam pengentasan kemiskinan, mempertahankan dan memperkuat sistem kehidupan di lingkungan. Terakhir, mengakui dan menghormati budaya yang berbeda dan menghindari segala bentuk eksploitasi (UNEP dan UNWTO, 2005). Hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam aspek sosial adalah stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, pertahanan keanekaragaman budaya, dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dicapai dengan menyeimbangkan ketiga aspek dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Gambar 2.1. Segitiga Pariwisata Berkelanjutan (Wray et al., 2010) Wray et al (2010), menyatakan bahwa konsep pariwisata berkelanjutan adalah sebuah segitiga dengan setiap sudutnya ketiga aspek yaitu aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Antara aspek lingkungan dengan aspek ekonomi ada upaya menyeimbangkan pemanfaatan lingkungan dengan manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata. Antara aspek lingkungan dengan aspek sosial, menyeimangkan pemanfaatan sumber daya lingkungan dengan perubahan nilai sosial dan komunikasi yang disebabkan oleh penggunaan sumber daya lingkungkan. Antara aspek ekonomi dengan aspek sosial, menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan dampak perubahan ekonomi pada nilai sosial dan komunikasi.
2.2.1.2. Prinsip-prinsip Pariwisata Berkelanjutan
Sunarta dan Arida (2017), menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam ini merupakan persyaratan dan sebagai pedoman dasar pengembangan pariwisata berkelanjutan. Prinsip-prinsip tersebut, antara lain :
1. Partisipasi
Masyarakat lokal harus terlibat dalam proses pengawasan dan mengontrol pembangunan pariwisata dengan berpatisipasi aktif dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber daya yang akan dipelihara
dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan dan strategi pengembangan dan pengelolaannya menjadi daya tarik wisata.. selain itu, masyarakat harus berpartisipasi dalam implementasi strategi-strategi yang telah disusun.
2. Keikutsertaan para pelaku pemangku kepentingan (stakeholder Involvement) Para pelaku yang ikut serta dalam pengembangan pariwisata meliputi kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kelompok sukarelawan pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak lainnya yang mempunyai pengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.
3. Kepemilikan lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Masyarakat setempat dilibatkan secara langsung dalam pengembangan dan pemeliharaan fasilitias penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb. Pendidikan dan pelatihan bagi penduduk sekitar serta akses kemudahan untuk para wirausahawan benar-benar dibutuhkan dalam menujudkan kepemilikan lokal. Keterkaitan antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut
4. Penggunaan Sumber daya yang berkelanjutan
Pengembangan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan yang artinya berbagai kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan. Tahap perencanaan, pembangunan, dan pelaksanaan perlu didukung dengan keterkaitan
lokal sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Kegiatan pariwisata harus menjamin sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakn kriteria-kriteria dan standart-standart internasional.
5. Mewadahi tujuan-tujuan masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara wisatawan, tempat, dan masyarakat lokal dapat terwujud. Sebagai contoh, kerja sama dalam wisata budaya atau
cultural tourism partnership dapat dilakukan dari tahap perencanaan, manajemen,
hingga pemasaran. 6. Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan operasional seharusnya dievaluasi secara rutin sehingga dapat menentukan perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi.
7. Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala lokal, regional, dan nasional.
8. Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan, dab perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakn-kebijakan pembangunan. Pengolaan dan pemanfaatan sumber daya alama seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas. Memastikan sumber daya yang tersedia tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9. Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan ketrampilan bisnis, vocational, dan profesional. Topik-topik pelatihan meliputi pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, dan topik lainnya yang berhubungan.
10. Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat lokal. Kegiatan dan penggunaan lahan tersebut bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas, sehingga memberikan kepuasan bagi pengunjung.
2.2.2. Pariwisata Selam dan Snorkeling
Ekosistem terumbu karang memiliki manfaat langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan terumbu karang merupakan salah satu jasa-jasa lingkungan dalam bentuk wisata bahari seperti selam dan snorkeling. Aktivitas
tersebut merupakan bentuk wisata bahari yang sangat digemari di ekosistem terumbu karang. Pengelolaan yang tepat dapat membuka peluang pertumbunhan ekonomi masyarakat sekitar dan dapat menunjang pendapatan daerah. Potensi karang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota lain yang berasosiasi dengan terumbu karang (Zulfikar et all., 2011).
Salah satu yang potensi yang dapat dikembangkan yaitu wisata bahari berupa menyelam dan snorkeling. Snorkeling ini merupakan kegiatan wisata untuk menikmati keindahan dasar laut menggunakan peralatan dasar selam seperti mask (masker), snorkle, dan fins (kaki katak). Menyelam atau yang biasa disebut dengan SCUBA Diving megggunakan peralatan selam lengkap seperti tabung selam, BCD (Bouyancy Compensator Device), dan regulatornya (Serageldin dan Danoedoro, 2015).
Gambar 2.2. Peralatan Selam
Snorkeling merupakan salah satu kegiatan wisata bahari. Snorkeling dilakukan di permukaan air sambil sesekali menuju kedalaman dengan mengambil nafas terlebih dahulu. Kemudian, wisatawan akan mengeluarkan udara dari mulut sedikit demi sedikit saat di bawah air. Udara yang tersisa di dalam paru-paru digunakan untuk mengeluarkan air yang ada di pipa snorkel.
Gambar 2.3. Peralatan Snorkeling
(Sumber : http://faulinablogaddress.blogspot.com/)
Wisata selam (scuba diving) adalah usaha manusia untuk menikmati keindahan ekosistem terumbu karang dengan alat bantu pernafasan agar berada di bawah air lebih lama dengan ketentuan kedalaman dan waktu tertentu. Untuk kegiatan penyelamanan seseorang harus mengikuti pelatihan agar mendapatkan sertifikat selam. Pelatihan dimulai dari kegiatan di dalam kelas, kemudian di kolam renang, dan terakhir kegiatan praktek di laut. Kegiatan pelatihan tersebut memerlukan pendampingan oleh instruktur selam (Madyaningrum, 2018).
Wisata selam berkembang dengan cepat dan menjadi salah satu komponen utama dalam industri pariwisata internasional. Selam berkembang di berbagai negara seperti Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata selam, antara lain :
1. Keinginan untuk mendapat pengalaman yang menantang 2. Tertarik dengan ekositem laut
3. Sebagai kegiatan wisata yang berbeda dan spesial 4. Tertarik pada keindahan bawah laut
5. Menyalurkan hobi fotografi bawah laut 6. Mendapatkan pengalaman
7. Dianggap sebagai petualangan yang berbahaya (Davis dan Tisdell, 1995).
Pariwisata selam adalah salah satu industri yang memberi dampak positif bidang ekonomi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya Pulau-pulau kecil mempromosikan kekayaan sumber daya laut. Permintaan wisatawan untuk wisata selam telah menimbulkan sektor-sektor pariwisata baru. Scuba Diving Tourism
System (SDTS) adalah sebuah sistem yang mengatur pertumbuhan pariwisata
selam. Unsur-unsur yang penting dalam SDTS antara lain ekosistem laut, penyelam, industri pariwisata, dan masyarakat sekitar.
Ekosistem laut adalah unsur SDTS yang paling penting karena semua menggunakannya. Pihak yang terlibat dalam operasional SDTS yaitu penyelam (permintaan), operator selam, akomodasi, dan transportasi. Para penyelam bergantung pada pelayanan dari pihak operator. Pelayanan yang memuaskan akan menghasilkan pengalaman yang bagus bagi para penyelam (Dimmock dan Musa, 2015).
2.2.3. Daya Dukung Kawasan
Menghitung daya dukung lingkungan merupakan langkah penting untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Berdasarkan daya dukung lingkungan, target dan tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat ditentukan. Serta, akan menemukan cara atau pendekatan untuk mencapai target dan tujuan tersebut. Fandeli dan Muhammad (2019), menyatakan bahwa daya dukung wisata merupakan daya dukung biogeofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya dari suatu destinasi. Hal tersebut dapat menunjang kegiatan pariwisata tanpa menimbulkan penurunan kualitas lingkungan dan kepuasan wisatawan dalam menikmati destinasi wisata.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung peri kehidupan manusia, makhluk hidup lainnya dan keseimbangan keduanya. Sepadan dengan daya dukung lingkungan Undang-undang tersebut mendefinisikan daya tampung lingkungan hidup sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dirumuskan daya dukung lingkungan pariwisata adalah kemampuan lingkungan hidup (alam) dalam menampung jumlah maksimum kegiatan pariwisata yang tidak merusak eksistensi, keberadaan, dan keberlanjutan lingkungang hidup di masa yang akan datang (Nikijuluw, 2017).
Event pariwisata adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengemas
potensi pariwisata sebagai suatu produk yang akan menarik kunjungan wisatawan. Sumber daya pariwisata inilah merupakan daya dukung pariwisata yaitu kemampuan sebuah destinasi untuk mendukung kegiatan wisatawan yang berkunjung, tanpa merusak sumber daya lokasi tersebut. Selain sebagai potensi pariwisata, menghitung daya dukung lingkungan juga mempunyai peranan sebagai rujukan pengelolaan (Nikijuluw, 2017).
Fandeli dan Muhammad (2009) menyatakan bahwa daya dukung pariwisata dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, jumlah, serta perilaku wisatawan. Pengaturan terhadap jumlah dan perilaku wisatawan perlu dilakukan sebab jumlah wisatawan yang berkunjung pada waktu puncak hari libur telah melewati daya dukung. Hal tersebut dapat mengancam kelesatarian lingkungan, sehingga menurunkan kualitas atraksi di destinasi tersebut. Pada destinasi wisata alam, terjadinya penurunan pengunjung dapat disebabkan oleh terlampauinya daya dukung lingkungan setempat sehingga kepuasan pengunjung berkurang (Fandeli dan Suyanto, 1999).
Langkah awal dalam pengelolaan dan pengembangan ekosistem terumbu karang untuk wisata bahari adalah tersedianya data dan informasi tentang kondisinya. Sebelum pengembangan secara berkelanjutan, memerlukan kajian kesesuaian kawasan ekosistem terumbu karang yang sesuai dengan tujuan pemanfaatannya berdasarkan data potensi ekosistem. Untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang dan memeperhatikan kenyamanan wisatawan, perlu dikaji berapa daya dukung lingkungan (Zulfikar et al., 2011).
28 3.1. Kerangka Pemikiran
Atraksi wisata yang menjadi andalan Karimunjawa yaitu selam dan snorkeling. Kunjungan wisatawan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kunjungan wisatawan tersebut bisa mengancam kondisi alam, sehingga menjadi ancaman terhadap keberlangsungan pariwisata. Salah satu upaya pencegahannya adalah dengan menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan dalam pengelolaan destinasi wisata.
Penelitian dimulai dengan pengambilan data tentang aspek lingkungan pariwisata berkelanjutan berdasarkan tabel indikator dari UNWTO (2004) dan menggunakan metode wawancara. Informan adalah penjaga pulau Cilik dan pulau Sintok. Daftar pertanyaan diajukan sesuai dengan indikator di atas. Kemudian, hasil dari wawancara menjadi acuan penilaian yang tertera di tabel penilaian aspek lingkungan pariwisata berkalnjutan dari UNWTO (Lampiran 1). Hasilnya menjadi jawaban apakah aspek lingkungan di pulau Cilik dan pulau Sintok sudah bisa termasuk pengembangan pariwisata berkelanjutan atau belum.
Nilai indeks kesesuaian wisata (IKW) selam dan snorkeling diperlukan guna mengetahui kondisi destinasi. Nilai IKW didapat dari perhitungan parameter tutupan terumbu karang, jumlah life form terumbu karang, jumlah ikan karang, kecerahan perairan, kecepatan arus, dan kedalaman perairan. Selanjutnya, menghitung daya dukung wisata selam dan snorkeling. Perhitungan daya dukung
kawasan menggunakan rumus yang berdasarkan potensi ekologi, luas area yang digunakan, waktu yang ditentukan oleh pengelola, dan waktu yang digunakan untuk wisatawan dalam kegiatan wisata selam dan snorkeling.
Data yang didapat dari penelitian kemudian bisa digunakan untuk acuan dalam pengembangan pariwisata di pulau Sintok dan Cilik. Penerapan pengembangan pariwisata berkelanjutan dan tidak melebihi nilai daya dukung kawasan bertujuan agar kondisi lingkungan terjaga, wisatawan tidak terganggu saat berwisata, dan dampak positif dari pariwisata dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Kerangka penelitian disajikan dalam gambar berikut
Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Potensi wisata selam dan snorkeling
di pulau Sintok dan pulau Cilik
Aspek lingkungan
Penilaian dan evaluasi pengembangan pariwisata
Perhitungan nilai daya dukung kawasan wisata selam dan snorkeling Indikator Aspek Lingkungan
1. Perlindungan terhadap aset alam yang berharga (area dilindungi, luas, aturan, perlindungan, pendanaan, kontribusi pariwisata terhadap upaya perlindungan) 2. Pengelolaan SDA yang terbatas
(kontrol, penggunaan, pelestarian)
3. Pembatasan dampak (penangan sampah, kontrol kegiatan wisata)
Parameter biologi - Terumbu karang - Ikan
Pengembangan pariwisata berkelanjutan
Penilaian indeks kesesuaian wisata selam dan snorkeling
Parameter fisika - Kecerahan perairan - Kecepatan arus - Kedalaman Perairan
Pengelolaan pariwisata berkelanjutan yang sesuai dengan daya dukung kawasan wisata selam dan snorkeling
3.2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap suatu subjek penelitian. Penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala sesuai dengan yang dilihat saat penelitian (Hikmawati, 2018).
3.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah pulau Cilik, dan pulau Sintok. Terdapat 4 titik pengambilan data pada masing-masing pulau yaitu pada setiap sisi utara, selatan, timur, dan barat. Penentuan titik koordinat pengambilan data menggunakan metode dengan survey citra satelit, kemudian ditambah dengan informasi dari penggiat pariwisata lokal. Pengecekan langsung di lapangan yang sesuai dengan titik koordinat yang sudah ditentukan sebelumnya. Setelah itu, dilakukan pengambilan data di lokasi yang sudah ditentukan.
3.4. Variabel Penelitian
Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola kegiatan pariwisata di pulau Cilik dan pulau Sintok. Indikator aspek lingkungan pada buku panduan dari UNWTO menjadi acuan untuk menetukan variabel penelitian, kemudian dijadikan pedoman untuk wawancara.
(Tabel 3.2). Kemudian, variabel daya dukung kawasan yaitu potensi ekologis, luas area wisata, dan waktu berwisata.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan untuk memperoleh data. Pegumpulan data merupakan suatu proses pengumpulan data primer untuk keperluan penelitan. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data, sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan (Nazir, 2014). Wawancara dilakukan secara terstruktur karena pertanyaan yang diajukan mengacu pada indikator-indikator aspek lingkungan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dari UNWTO. Informan penelitian ini yaitu petugas pelaksana pengelola dari masing-masing pulau. Wawancara terhadap pengelola pulau diharapkan memperoleh data tentang kondisi lingkungan daratan pulau dan sejauh mana aspek lingkungan berkontribusi dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di pulau Sintok dan pulau Cilik
2. Observasi
Pengumpulan data dengan obervasi langsung dilaksanakan terhadap subjek sebagaimana adanya di lokasi penelitian. Observasi adalah
suatu upaya peneliti mengamati perilaku atau aktivitas yang terjadi untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian (Hikmawati, 2018). Pengambilan data dilakukan di empat titik mewakili arah mata angin pada setiap pulau
Perhitungan kerapatan terumbu karang dan jumlah jenis ikan adalah Line Intercept Transect (LIT). Transek menggunakan transek garis dengan menggelar roll meter sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai. Dilakukan pada dua kedalaman berbeda yaitu 5 meter untuk snorkeling dan 10 meter untuk selam. Pengamatan terumbu karang meliputi jenis dan panjang terumbu karang setiap centimeter.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, dan lain sebagainya untuk menunjang data penelitian (Hikmawati, 2018). Dokumentasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain foto terumbu karang, foto ikan karang, dan foto kondisi lingkungan di pulau Sintok dan pulau Cilik.
3.5.1. Pemilihan sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik tersebut dilakukan dengan cara memilih sampel atas adanya tujuan