• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN PARAMETER MODEL NONLINIER JERAPAN FOSFOR MENGGUNAKAN METODE KUADRAT TERKECIL LINEAR DAN NONLINIER MARQUARDT-LEVENBERG NUNUNG NURJANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN PARAMETER MODEL NONLINIER JERAPAN FOSFOR MENGGUNAKAN METODE KUADRAT TERKECIL LINEAR DAN NONLINIER MARQUARDT-LEVENBERG NUNUNG NURJANAH"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

NUNUNG NURJANAH

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

Metode Kuadrat Terkecil Linier dan Nonlinier Marquardt-Levenberg. Dibimbing oleh MOHAMMAD MASJKUR dan FARIT MOCHAMAD AFENDI.

Ketersediaan fosfor (P) bagi tanaman sering bermasalah, bentuk fosfor yang tersedia dalam tanah sangat mudah bereaksi dengan komponen tanah lainnya membentuk fosfor terikat sehingga diperlukan pendugaan kapasitas jerapan tanah. Secara umum model yang digunakan antara jumlah P yang ditambahkan dengan P yang dijerap tanah adalah model nonlinier Langmuir dan Freundlich. Pendugaan parameter kedua model nonlinier tersebut dapat menggunakan metode kuadrat terkecil linier dengan transformasi linier terhadap model nonlinier dan menggunakan metode kuadrat terkecil nonlinier Marquardt-Levenberg. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode kuadrat terkecil linier dengan metode kuadrat terkecil nonlinier Marquardt-Levenberg dan menentukan model jerapan P yang paling baik. Data yang digunakan yaitu data isoterm jerapan P pada tanah smektitik dan kaolinitik, masing-masing sebanyak tiga lokasi. Hasil pendugaan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil linier dan nonlinier Marquardt-Levenberg masih belum memenuhi asumsi. Namun metode kuadrat terkecil nonlinier Marquardt-Levenberg lebih baik dibanding dengan metode kuadrat terkecil linier. Nilai jumlah kuadrat sisaan dari persamaan nonlinier Langmuir dan Freundlich yang dihasilkan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil nonlinier Marquardt-Levenberg lebih kecil. Model nonlinier yang lebih baik untuk jerapan P pada masing-masing lokasi tanah smektitik dan kaolinitik adalah model nonlinier Langmuir. Nilai MAPE, AIC dan RMSE pada persamaan nonlinier Langmuir lebih kecil dibanding persamaan nonlinier Freundlich, serta nilai korelasi antara nilai amatan dengan nilai dugaannya lebih besar.

Kata kunci: metode kuadrat terkecil nonlinier, prosedur Marquardt-Levenberg, model nonlinier Langmuir, model nonlinier Freundlich

(3)

NUNUNG NURJANAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(4)

NRP : G14052144

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Ir. Mohammad Masjkur, M.S

Farit Mochamad Afendi, S.Si., M.Si

NIP. 19610608 198601 1 002

NIP. 19790807 200501 1 003

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 19610328 198601 1 002

(5)

Jaenudin dan Ibu Sadiah. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Cilingga tahun 1999, kemudian menyelesaikan pendidikan menengahnya di SLTP Negeri 2 Tasikmalaya dan SMU Negeri 2 Tasikmalaya masing-masing pada tahun 2002 dan 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB dengan Minor Ekonomi dan Studi Pembangunan.

Penulis pernah menjadi asisten dosen Mata Kuliah Metode Statistika pada tahun 2007, Mata Kuliah Rancangan Percobaan dan Analisis Regresi I pada tahun 2008. Selain itu penulis aktif di beberapa kegiatan yang diselenggarakan Himpunan Profesi Mahasiswa Gamma Sigma Beta dan menjadi anggota Serum-G. Pada bulan Februari-April 2009 penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapang di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta.

(6)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, karunia dan nikmatny-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini berjudul ”Pendugaan Parameter Model Nonlinier Jerapan Fosfor Menggunakan Metode Kuadrat Terkecil Linier dan Nonlinier Marquardt-Levenberg”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Mohammad Masjkur, M.S dan Farit Mochamad Afendi, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang memberikan arahan, saran dan bimbingan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada semua Keluarga (Mama, Papa, Bubung, Nanang, Cucu dan Akmal) yang selalu mendoakan, memberi dukungan dan menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen-dosen atas semua ilmu yang diberikan dan kepada semua staff Departemen Statistika IPB atas bantuannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada Melisa, Dini, Arie, Miu, Viar, Pritha, Gocenk, Icha, Embi, Tri, Saeli dan Dauz serta teman-teman statistika 42 atas persahabatan, kebersamaan, dukungan, semangat, dan pengalaman hidup yang menyenangkan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan. Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2009

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN... iv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 1 Model Linier ... 1

Metode Kuadrat Terkecil Linier ... 1

Model Nonlinier... 1

Metode Kuadrat Terkecil Nonlinier... 2

Prosedur Marquardt-Levenberg ... 3

Model Nonlinier Langmuir dan Freundlich ... 3

Pengujian Asumsi ... 3

Kehomogenan ragam sisaan ... 3

Kebebasan sisaan ... 3

Kenormalan sisaan... 4

Koefisien Determinasi (R2)... 4

Akaike’s Information Criterion (AIC) ... 4

Mean Absolute Percent Error (MAPE)... 4

Root Mean Square Error (RMSE)... 4

Korelasi... 4

BAHAN DAN METODE ... 5

Bahan... 5

Metode... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN... 5

Persamaan Linier Langmuir dan Freundlich ... 5

Pendugaan Parameter MKT Linier... 7

Pendugaan Parameter MKT Nonlinier ML ... 8

Perbandingan MKT Liner dengan MKT Nonlinier ML ... 10

Pemilihan Model Terbaik ... 11

KESIMPULAN ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Penambahan konsentrasi P (ppm)... 5

2. Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan linier Langmuir ... 6

3. Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan linier Freundlich... 7

4. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov sisaan persamaan linier Langmuir ... 7

5. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov sisaan persamaan linier Freundlich ... 7

6. Nilai dugaan parameter model nonlinier Langmuir menggunakan MKT linier ... 8

7. Nilai dugaan parameter model nonlinier Freundlich menggunakan MKT linier ... 8

8. Nilai dugaan parameter model nonlinier Langmuir menggunakan MKT nonlinier ML... 8

9. Nilai dugaan parameter model nonlinier Freundlich menggunakan MKT nonlinier ML... 9

10. Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan nonlinier Langmuir ... 9

11. Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan nonlinier Freundlich... 9

12. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov sisaan persamaan nonlinier Langmuir... 10

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Plot pencaran antara peubah respon dengan peubah penjelas

model linier Langmuir ... 12

2. Plot pencaran antara peubah respon dengan peubah penjelas model linier Freundlich ... 13

3. Persamaan linier Langmuir dan Freundlich... 14

4. Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan linier Langmuir... 15

5. Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan linier Freundlich ... 16

6. Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan linier Langmuir... 17

7. Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan linier Freundlich ... 18

8. Plot peluang kenormalan sisaan persamaan linier Langmuir... 19

9. Plot peluang kenormalan sisaan persamaan linier Freundlich ... 20

10. Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan nonlinier Langmuir... 21

11. Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan nonlinier Freundlich ... 22

12. Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan nonlinier Langmuir... 23

13. Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan nonlinier Freundlich ... 24

14. Plot peluang kenormalan sisaan persamaan nonlinier Langmuir... 25

15. Plot peluang kenormalan sisaan persamaan nonlinier Freundlich ... 26

16. Asumsi MKT linier yang tidak terpenuhi... 27

17. Asumsi MKT nonlinier ML yang tidak terpenuhi ... 27

18. Jumlah kuadrat sisaan hasil pendugaan parameter MKT linier dan MKT nonlinier ML ... 28

19. Nilai indikator pemilihan model terbaik... 28

20. Plot nilai amatan dengan nilai dugaan model nonlinier Langmuir dan Freundlich ... 29

(10)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Fosfor (P) merupakan unsur hara penting dalam tanah. Ketersediaan P bagi tanaman sering bermasalah, bentuk fosfor yang tersedia atau jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya sebagian kecil dari jumlah yang ada didalam tanah. Fosfor yang terlarut hasil dekomposisi mineral primer dan sumber fosfor lainnya seperti pupuk sangat mudah bereaksi dengan komponen tanah lainnya membentuk fosfor terikat (bentuk senyawa dan adsorpsi) yang sukar diambil tanaman.

Ketersediaan fosfor bagi tanaman dapat diketahui dengan melihat kapasitas jerapan tanah. Cara yang umum digunakan untuk menduga kapasitas jerapan tanah adalah mengukur jumlah P dijerap oleh tanah pada penambahan P berbeda dan menyusun isoterm jerapan P (Masjkur 2008). Model yang sering digunakan antara jumlah P yang ditambahkan dengan P yang dijerap tanah adalah model nonlinier Langmuir dan Freundlich.

Model nonlinier Langmuir dan Freundlich merupakan model nonlinier yang secara intrinsik linier (intrinsically linear) yaitu model nonlinier yang dapat ditransformasi menjadi model linier. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pendugaan parameter model dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil linier. Namun transformasi model nonlinier menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya sisaan menjadi tidak normal, ragam pada data transformasi jarang sama dan hubungan antara peubah bisa berubah. Hal ini mengakibatkan asumsi-asumsi dalam metode kuadrat terkecil linier jadi tidak terpenuhi.

Alternatif lain yang digunakan untuk

menduga parameter model nonlinier

Langmuir dan Freundlich yaitu dengan

menggunakan metode kuadrat terkecil

nonlinier. Prosedur ini dilakukan secara iteratif sampai didapatkan parameter yang konvergen. Salah satu prosedur yang sering digunakan dalam metode kuadrat terkecil

nonlinier yaitu prosedur

Marquardt-Levenberg yang merupakan pengembangan dari prosedur Gauss-Newton.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membandingkan metode kuadrat terkecil linier dengan metode kuadrat terkecil

nonlinier Marquardt-Levenberg pada

model nonlinier jerapan P.

2. Menentukan model nonlinier jerapan P yang paling baik.

TINJAUAN PUSTAKA Model Linier

Model linier merupakan bentuk hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas. Maksud dari model linier disini yaitu linier dalam parameter. Secara umum model linier ditulis sebagai berikut:

 X

y dengan :

y = vektor peubah respon berordo nx1

X = matrix peubah penjelas berordo nxp β = vektor parameter berordo px1

ε = vektor sisaan berordo nx1

ε diasumsikan saling bebas dan menyebar

normal dengan nilai tengah nol dan ragam σ2.

Metode Kuadrat Terkecil Linier

Metode kuadrat terkecil linier (MKT

linier) merupakan metode pendugaan

parameter yang dilakukan dengan cara meminimumkan:

'

SSE

dengan:  yX

Jumlah kuadrat sisaan diminimumkan dengan harapan didapatkan pengepasan model terbaik. Penduga kuadrat terkecil diperoleh dengan cara:

 

'

0 ˆ      y X y X sehingga didapat:

'

ˆ

0

.

2

'

2

X

Y

X

X

Persamaan kuadrat terkecil normal secara umum dituliskan sebagai berikut:

X'X

ˆ  X'Y. Jika matriks X berpangkat penuh, maka:

'

 

'

.

ˆ X X 1 XY

Model Nonlinier

Model nonlinier merupakan bentuk

hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas yang tidak linier dalam parameter. Model nonlinier ada dua yaitu

model yang secara intrinsik linier

(intrinsically linear) dan model yang secara intrinsik nonlinier (intrinsically nonlinear). Model yang secara intrinsik linier yaitu model nonlinier yang dapat ditransformasi menjadi bentuk linier sedangkan model yang secara intrinsik nonlinier yaitu model yang tidak bisa ditransformasi menjadi bentuk linier (Draper

(11)

& Smith 1981). Secara umum model nonlinier ditulis sebagai berikut:

x

,

(

i

1

,

2

,

...,

n

)

f

y

i

i

i

dengan: f(.) = fungsi nonlinier yi = pengamatan ke-i

xi = peubah penjelas pada pengamatan ke-i

β = parameter

εi = sisaan ke-i

εi diasumsikan saling bebas dan menyebar

normal dengan nilai tengah nol dan ragam σ2.

Metode Kuadrat Terkecil Nonlinier

Metode kuadrat terkecil nonlinier (MKT nonlinier) merupakan pendugaan parameter yang dilakukan dengan cara meminimumkan:

 

, ˆ

. 1 2

   n i i i f x y SSE

Dalam model nonlinier, untuk mendapatkan nilai dugaan kuadrat terkecil hanya bisa diselesaikan melalui proses iterasi. Salah satu prosedur yang sering digunakan dalam MKT nonlinier adalah prosedur Gauss-Newton. Prosedur ini memerlukan nilai awal untuk

menduga parameter. Misalkan

1,0 2,0 ,0

'

0  , ,...,p

  adalah vektor nilai

dugaan awal. Model nonlinier

i

i

i f x

y  ,  diuraikan menjadi deret

Taylor di sekitar 0 dan hanya

mempertahankan bentuk linier. Sehingga:

xi,

~ f

xi, 0

f

         ... , 0 1 0 , 1 1       f xi

  0 , 0 ,                   p i p p x f (i = 1, 2, ..., n).

Persamaan diatas dapat dinyatakan dalam bentuk model linier yaitu sebagai berikut:

 

1,2,...,

 

1 ... ~ , , 0 1 1 2 2 n i w w w x f x f i i i i p pi            dimana

0 ,                 j i ji x f w adalah

turunan dari fungsi nonlinier terhadap

parameter ke-j pada semua nilai awal dan

0 ,

j j

j  

   . Sisi kiri persamaan (1) sebagai

sisaan yif(xi,0) dimana parameter

diganti oleh nilai awal. Pada model linier wji

berperan sebagai peubah penjelas dan γj

berperan sebagai koefisien model linier. Hasilnya prosedur Gauss-Newton mempunyai struktur regresi linier:

1,2,...,

 

2. ... ~ , 0 1 1 2 2 n i w w w x f yi i i i p pi          

Nilai dugaan dari setiap parameter dicari dengan melakukan proses iteratif berikut:

1. Duga 1,2,...,p dalam model (2)

dengan menggunakan metode kuadrat terkecil linier. Penduga dari iterasi pertama

dinyatakan sebagai ˆ1,1,ˆ2,1,...,ˆp,1.. 2. Hitung ˆj,1j,0ˆj,1 (j=1,2,...,p). 1 , 1 , 2 1 , 1 ,ˆ ,...,ˆ ˆ p  

 adalah nilai dugaan iterasi

pertama.

3. Nilai ˆ dari langkah 2 menjadi nilai awal

model (2).

4. Kembali ke langkah 1, kemudian hitung

2 , 2 , 2 2 , 1 ,ˆ ,...,ˆ ˆ  p  dan ˆ1,2,ˆ2,2,...,ˆ,2 p    .

5. Lakukan terus proses ini sampai

konvergen. Konvergen tercapai apabila dalam s iterasi, jumlah kuadrat sisaan dan penduga parameter tidak lagi berubah nilainya.

Pada setiap iterasi, ˆj merupakan kenaikan

yang ditambahkan kepada penduga dari iterasi sebelumnya seperti dalam langkah 2. Vektor penduga pada iterasi ke s terkait dengan iterasi ke s-1, secara formal dapat dinyatakan sebagai berikut :

 

1

' 1 1 1 ' 1 1 ˆ ˆ ˆ        s s s s s sW W W y f  

 

3 ˆ ˆ 1 1   ss

dimana Ws-1adalah matriks nxp dengan unsur

(i,j) adalah

1 ,         s j i x f     dan

 

ˆ1 f s

y  adalah vektor sisaan dari fungsi,

dalam hal ini vektor berdimensi n

mengandung

 

ˆ1

s

f  yang diperiksa pada ˆ1

s

 (Myers 1990).

Menurut Draper & Smith, prosedur Gauss-Newton memiliki kelemahan untuk masalah-masalah tertentu yaitu:

1. Proses kekonvergenannya mungkin

berjalan sangat lambat, dengan kata lain dibutuhkan langkah iterasi yang sangat banyak sebelum solusinya stabil, meskipun jumlah kuadrat sisaan terus turun.

2. Adakalanya solusinya berosilasi, terus berganti-ganti arah, dan sering menaik-turunkan jumlah kuadrat sisaan tersebut walau pada akhirnya solusinya mencapai kestabilan.

3. Dapat pula terjadi proses iterasi itu tidak konvergen sama sekali atau bahkan divergen sehingga jumlah kuadrat sisaan itu naik terus tanpa batas.

(12)

Prosedur Marquardt-Levenberg

Prosedur Marquardt-Levenberg (ML)

merupakan pengembangan prosedur Gauss-Newton yang digunakan untuk menghitung vektor perubahan kenaikan. Struktur dari vektor kenaikan untuk iterasi ke-s adalah

solusi

ˆ

s terhadap persamaan:

'

ˆ '

 

ˆ

0

 

4 s s s p s sW I W y f W

dengan nilai λ lebih dari nol. Marquardt menyatakan bahwa λ dapat memperbaiki kekonvergenan (Myers 1990). Nilai λ dapat menangani situasi ketika pangkat matriks W tak penuh dan matriks W’W menjadi singular (Lourakis 2005).

Pemilihan λ dalam prosedur ML disesuaikan pada masing-masing iterasi untuk meyakinkan pengurangan sisaan. Jika nilai λ dimulai dengan nilai besar, prosedur ML

mengubah langkah ˆ dekat arah turunan

tercuram. Jika nilai λ kecil, prosedur ML mendekati prosedur Gauss-Newton. Nilai λ dikendalikan dengan cara dinaikkan atau diturunkan jika satu tahap gagal untuk mengurangi sisaan. Dengan cara ini prosedur ML mampu untuk menyesuaikan diri dengan cara mendekati turunan tercuram ketika jauh dari sisaan yang minimum dan cepat konvergen ketika di sekitar sisaan yang minimum (Lourakis 2005).

Model Nonlinier Langmuir dan Freundlich

Model nonlinier Langmuir dan Freundlich sering digunakan pada data isoterm jerapan. Secara umum bentuk persamaan nonlinier Langmuir ditulis sebagai berikut:

Q = βκ C/(1+ κC) dengan:

Q = P jerap tanah (mg/kg)

C = kosentrasi P dalam larutan keseimbangan (mg/L)

β = parameter jerapan maksimum (mg/kg) κ = parameter energi ikatan (L/kg)

dan bentuk persamaan nonlinier Freundlich:

Q = βCκ

dengan Q, C, β, dan κ mempunyai arti yang sama dengan persamaan Langmuir (Houng & Lee 1998).

Model nonlinier Langmuir dan Freundlich merupakan model nonlinier yang secara intrinsik linier. Bentuk persamaan linier Langmuir ditulis sebagai berikut:

C/Q = 1/βκ + C/β dengan: C/Q = peubah respon C = peubah penjelas 1/βκ = intercept 1/β = slope

dan bentuk persamaan linier Freundlich: log Q = log β + κ log C dengan:

log Q = peubah respon

log C = peubah penjelas

log β = intercept

κ = slope

(Borling et al. 2001).

Pengujian Asumsi Kehomogenan ragam sisaan

Asumsi kehomogenan ragam memiliki peran yang sangat penting dalam pendugaan parameter dengan metode kuadrat terkecil. Konsekuensi dari ketidakhomogenan ragam

mengakibatkan beberapa pengamatan

mengandung informasi yang lebih,

pengamatan tersebut seharusnya mendapatkan bobot yang lebih besar dibandingkan pengamatan yang lain. Hal tersebut akan mengakibatkan presisi atau kecermatan dari penduga metode kuadrat terkecil menjadi

lebih kecil (Rawlings et al. 1998).

Kehomogenan ragam sisaan dideteksi secara eksplorasi dengan melihat plot antara sisaan dengan nilai dugaan.

Kebebasan Sisaan

Sisaan saling bebas apabila antar sisaan tidak saling berkorelasi atau korelasinya hampir mendekati nol. Sisaan yang saling berkorelasi mengakibatkan berkurangnya presisi penduga metode kuadrat terkecil, sama dengan pengaruh dari ketidakhomogenan ragam (Rawlings et al. 1998). Kebebasan sisaan dapat dideteksi secara eksplorasi dan uji formal. Secara eksplorasi dapat dilihat dari plot sisaan dengan urutan sisaan tersebut. Uji formal untuk mendeteksi kebebasan sisaan yaitu Uji Runtunan. Hipotesis yang di uji:

H0 : Sisaan saling bebas H1 : Sisaan tidak saling bebas.

Statistik ujinya ialah u yaitu jumlah runtunan dengan: , 1 2 2 1 2 1   n n n n) ( ) ( ) ( 1 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2       n n n n n n n n n n  ,

µ dan σ2 merupakan nilai tengah dan ragam

bagi sebaran u yang diskret.   ) ( 2 1    u z .

Nilai z merupakan suatu simpangan normal.

n1 : jumlah amatan tipe satu

(13)

Sisaan saling bebas pada taraf nyata α jika nilai-p pada tabel uji runtunan lebih besar dari taraf nyata α untuk statistik uji u, n1, dan n2 (Draper & Smith 1981).

Kenormalan Sisaan

Asumsi bahwa sisaan menyebar normal tidak terlalu penting dalam pendugaan parameter dan pemisahan total keragaman. Kenormalan hanya diperlukan pada waktu pengujian hipotesis dan penyusunan selang kepercayaan bagi parameter (Rawlings et al. 1998). Kenormalan sisaan dapat dideteksi secara eksplorasi dan uji formal. Secara eksplorasi dapat dilihat dari plot peluang

kenormalan sisaan. Uji formal untuk

mendeteksi kenormalan sisaan yaitu Uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang di uji:

H0 : Sisaan menyebar normal H1 : Sisaan tidak menyebar normal. Statistik uji yang digunakan :

| ) ( ) ( | sup S x F x D x  0  dengan:

S(x) : sebaran kumulatif contoh F0(x): sebaran kumulatif normal.

Sisaan menyebar normal pada taraf nyata α

jika nilai D < D(1- α, n)pada tabel nilai kritis uji

Kolmogorov-Smirnov atau nilai-p lebih besar daripada taraf nyata(Daniel 1990).

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi merupakan ukuran keragaman peubah respon yang mampu diterangkan oleh model. Formula dari statistik ini adalah:

JKT JKR R2 dengan:

R2 = koefisien determinasi

JKR = jumlah kuadrat regresi

JKT = jumlah kuadrat total.

Semakin besar R2suatu model maka semakin

terandalkan model tersebut.

Akaike’s Information Criterion (AIC)

AIC digunakan untuk membandingkan model dalam metode pendugaan komponen ragam. Persamaannya adalah:

p n SSE n AIC ln 2       dengan:

AIC = Akaike’s Information Criterion

SSE = jumlah kuadrat sisaan

n = banyaknya data

p = banyaknya parameter.

Model dengan nilai AIC terkecil dipilih sebagai model terbaik.

Mean Absolute Percent Error (MAPE)

MAPE digunakan untuk menentukan model yang paling sesuai atau efisien untuk masing-masing pendekatan. Persamaannya adalah:

   n i i i i y y y n MAPE 1 ˆ 100 dengan:

MAPE = Mean Absolute Percent Error

i

y = nilai amatan

i

= nilai dugaan

n = banyaknya data.

Nilai MAPE yang kecil menunjukkan model lebih baik.

Root Mean Square Error (RMSE)

RMSE digunakan untuk memperoleh gambaran keseluruhan standar deviasi yang muncul saat menunjukkan perbedaan antar kelompok atau hubungan yang dimiliki. Secara umum dirumuskan sebagai berikut:

p n SSE RMSE   dengan:

RMSE = Root Mean Square Error

SSE = jumlah kuadrat sisaan

n = banyaknya data

p = banyaknya parameter.

Nilai RMSE yang besar menunjukkan model tersebut kurang baik dan nilai RMSE yang kecil menunjukkan model tersebut baik.

Korelasi

Korelasi merupakan nilai yang

menunjukkan keeratan hubungan linier antara dua peubah (Draper & Smith 1981). Nilai korelasi yang dicari dalam penelitian ini yaitu hubungan antara nilai amatan dan nilai dugaan. Secara umum dirumuskan sebagai berikut: 2 2 ( ) ) ( ) )( ( y y x x y y x x r i i i i       

dengan: r = koefisien korelasi xi = nilai amatan ke-i yi = nilai dugaan ke-i

x= rata-rata nilai amatan

y

= rata-rata nilai dugaan.

Nilai korelasi berkisar antara -1 dan 1. Hubungan linier antara nilai amatan dengan nilai dugaan akan semakin erat jika nilai korelasi mendekati 1 atau -1. Sedangkan nilai

(14)

korelasi yang mendekati 0 menggambarkan hubungan linier lemah.

BAHAN DAN METODE Bahan

Penelitian ini menggunakan data isoterm jerapan P pada tanah smektitik dan kaolinitik. Tanah smektitik yang digunakan berasal dari tiga lokasi di Jawa Timur yaitu Demangan, Tirtobinangun, dan Kedungrejo. Sedangkan tanah kaolinitik yang digunakan berasal dari tiga lokasi di Lampung yaitu Purworejo 1, Purworejo 2 dan Simbarwaringin. P yang dijerap tanah sebagai peubah respon dan jumlah P dalam larutan keseimbangan sebagai peubah penjelas pada model nonlinier.

Pengambilan data dilakukan dengan cara sampel tanah lapisan atas (0-20 cm) diambil dari lokasi percobaan lapangan. Sampel tanah dikering-udarakan, dihaluskan dan diayak dengan saringan 2 mm. Sampel tanah pada masing-masing lokasi disuspensikan ke dalam 20 ml media 0.01 M CaCL2. Inkubasi dilakukan selama 6 hari sambil dikocok 2x30

menit/hari (pagi dan siang). Setelah

ekuilibrasi selesai, suspensi disentrifusi untuk mendapatkan cairan jernih. Kadar P dalam supernatan diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Perbedaan antara jumlah P yang tinggal dalam larutan dengan jumlah P yang diberikan adalah jumlah P yang dijerap oleh tanah. Konsentrasi P yang ditambahkan pada masing-masing tanah adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Penambahan konsentrasi P (ppm)

Tanah Smektitik Tanah Kaolinitik

50 25 100 50 150 75 200 100 250 150 300 200 350 250 400 300 450 400 500 500 Metode

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan pendugaan parameter model nonlinier Langmuir dan Freundlich pada masing-masing lokasi tanah smektitik dan

kaolinitik dengan menggunakan MKT linier dan MKT nonlinier ML.

2. Mencari indikator pemilihan model terbaik dari model nonlinier Langmuir dan Freundlich. Indikator pemilihan model terbaik yang digunakan yaitu nilai AIC, MAPE dan RMSE serta nilai korelasi antara nilai amatan dengan nilai dugaan. 3. Membandingkan nilai indikator pemilihan

model terbaik.

4. Menentukan model nonlinier jerapan P yang paling baik.

Tahap-tahap yang dilakukan dalam pendugaan parameter MKT linier adalah: 1. Transformasi data P yang dijerap tanah

dan konsentrasi P dalam larutan

keseimbangan sehingga didapatkan data peubah respon dan peubah penjelas pada model linier Langmuir dan Freundlich. 2. Membuat plot antara peubah respon

dengan peubah penjelas model linier Langmuir dan Freundlich.

3. Mencari persamaan linier Langmuir dan Freundlich.

4. Melakukan pemeriksaan asumsi.

5. Transformasi balik nilai dugaan intercept dan slope pada model linier Langmuir dan Freundlich untuk mendapatkan nilai dugaan parameter pada model nonlinier Langmuir dan Freundlich.

Tahap-tahap yang dilakukan dalam

pendugaan parameter MKT nonlinier ML adalah:

1. Menentukan nilai dugaan awal pada masing-masing parameter. Nilai dugaan awal yang dicoba sama yaitu 0.01, 0.1, 0.5, 1, 5, 10 dan 100.

2. Menentukan nilai λ. Nilai awal λ yang

ditetapkan yaitu 10-7, untuk iterasi

selanjutnya jika nilai SSEs+1< SSEs maka

λ=λ/10 dan jika nilai SSEs+1> SSEsmaka

λ=10λ.

3. Menentukan nilai dugaan parameter akhir dari hasil iterasi yang sudah konvergen. 4. Melakukan pemeriksaan asumsi.

Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Software statistika dan Microsoft Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN Persamaan Linier Langmuir

dan Freundlich

Model linier hasil transformasi diperiksa dengan melihat plot pencaran antara peubah respon dengan peubah penjelas. Plot pencaran model linier Langmuir hasil transformasi data isoterm jerapan P dapat dilihat pada Lampiran

(15)

1. Berdasarkan plot pencaran yang dihasilkan terlihat bahwa hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas hasil transformasi mempunyai hubungan linier yang positif. Pada lokasi Tirtobinangun plot pencarannya cukup merata membentuk garis yang sedikit melengkung. Plot pencaran pada lokasi Demangan, Kedungrejo, dan Simbarwaringin terlihat dapat membentuk garis lurus namun terdapat beberapa titik pengamatan yang akan sedikit jauh dari dugaan garis lurus. Pada lokasi Purworejo 1 dan Purworejo 2, plot pencarannya terlihat lebih tegas membentuk garis lurus.

Model linier Freundlich hasil transformasi pada data isoterm jerapan P diperiksa dengan melihat plot pencaran antara peubah respon dengan peubah penjelas yang terdapat pada Lampiran 2. Plot pencaran menunjukkan bahwa hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas memiliki hubungan linier yang positif. Pada lokasi Demangan, Kedungrejo, Purworejo 1, Purworejo 2 dan

Simbarwaringin, plot pencaran terlihat

membentuk garis yang sedikit melengkung. Plot pencaran yang berbentuk garis lurus hanya terlihat pada lokasi Tirtobinangun.

Plot pencaran antara peubah respon dengan peubah penjelas pada model linier hasil transformasi menunjukkan bahwa

pendugaan parameter model nonlinier

Langmuir dan Freundlich dapat dilakukan dengan MKT linier. Persamaan linier Langmuir dan Freundlich yang dihasilkan dengan menggunakan MKT linier dapat

dilihat pada Lampiran 3. Nilai R2persamaan

linier Langmuir pada lokasi Purworejo 1 dan Purworejo 2 tinggi yaitu diatas 90% sesuai dengan plot pencarannya yang membentuk garis lurus secara tegas. Pada lokasi

Tirtobinangun, nilai R2 dari persamaan yang

dihasilkan cukup tinggi yaitu sebesar 82.8%. Sedangkan pada lokasi lainnya kurang terlalu bagus apalagi pada lokasi Simbarwaringin,

nilai R2 dari persamaan yang dihasilkan

kurang dari 50% yaitu 47.9%.

Persamaan linier Freundlich yang

dihasilkan pada lokasi Tirtobinagun

mempunyai nilai R2 yang paling tinggi yaitu

sebesar 98%, plot pencarannya juga

memperlihatkan bentuk garis lurus yang lebih tegas dibanding dengan lokasi yang lainnya.

Nilai R2 persamaan linier Freundlich pada

lokasi lainnya juga cukup tinggi, nilainya lebih dari 50%.

Nilai dugaan intercept dan slope dari persamaan linier yang dihasilkan dengan menggunakan MKT linier akan tidak bias dan

efisien jika asumsi MKT linier terpenuhi. Pemeriksaan asumsi dilakukan dengan melihat plot sisaan dan melakukan uji formal terhadap sisaan dari persamaan yang telah dihasilkan. Pada asumsi kehomogenan ragam tidak dilakukan uji formal, pemeriksaan asumsi hanya dilihat secara visual.

Kehomogenan ragam sisaan

Plot antara sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan linier Langmuir dapat dilihat pada Lampiran 4. Plot sisaan pada

lokasi Demangan dan Purworejo 1

menunjukkan suatu pola dari besar menjadi kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan pada lokasi tersebut tidak homogen. Ragam sisaan pada lokasi lainnya homogen, plot sisaan tidak menunjukkan suatu pola.

Plot antara sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan linier Freundlich dapat dilihat pada Lampiran 5. Plot sisaan pada lokasi Tirtobinangun menunjukkan suatu pola dari besar menjadi kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan tidak homogen. Ragam sisaan pada lokasi lainnya homogen, plot sisaan tidak menunjukkan suatu pola.

Kebebasan sisaan

Plot antara sisaan dengan urutan sisaan persamaan linier Langmuir dapat dilihat pada Lampiran 6. Plot sisaan pada semua lokasi menunjukkan suatu pola naik turun, semakin naik atau semakin turun sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan tidak saling bebas. Hasil tersebut didukung oleh hasil Uji Runtunan yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan linier Langmuir Lokasi Nilai p Smektitik Demangan 0.000 Tirtobinangun 0.000 Kedungrejo 0.000 Kaolinitik Purworejo 1 0.000 Purworejo 2 0.026 Simbarwaringin 0.000

Nilai p yang dihasilkan pada masing-masing lokasi kurang dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan tidak saling bebas.

(16)

Plot antara sisaan dengan urutan sisaan persamaan linier Freundlich dapat dilihat pada Lampiran 7. Plot sisaan pada semua lokasi menunjukkan bahwa sisaan tidak saling bebas. Plot sisaan dari persamaan yang dihasilkan membentuk suatu pola naik turun dengan titik balik urutan sisaan ke-11, 22, dan 33. Hasil tersebut didukung oleh hasil Uji Runtunan yang terdapat pada Tabel 3. Nilai p yang dihasilkan pada masing-masing lokasi kurang dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaannya tidak saling bebas.

Tabel 3 Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan linier Freundlich Lokasi Nilai p Smektitik Demangan 0.000 Tirtobinangun 0.032 Kedungrejo 0.002 Kaolinitik Purworejo 1 0.000 Purworejo 2 0.000 Simbarwaringin 0.000 Kenormalan sisaan

Plot peluang kenormalan sisaan persamaan linier Langmuir dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada lokasi Demangan, Purworejo 1 dan Simbarwaringin, plot peluang kenormalan sisaan tidak terlalu mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan tidak normal. Plot peluang kenormalan sisaan pada lokasi Tirtobinangun, Kedungrejo dan Purworejo 2 cukup mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaannya normal. Hasil tersebut didukung oleh hasil Uji Kolmogorov-Smirnov yang terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov sisaan persamaan linier Langmuir

Lokasi Nilai p Smektitik Demangan <0.010 Tirtobinangun 0.128 Kedungrejo >0.150 Kaolinitik Purworejo 1 <0.010 Purworejo 2 0.060 Simbarwaringin <0.010

Nilai p yang dihasilkan pada lokasi Demangan, Purworejo 1 dan Simbarwaringin kurang dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaannya tidak normal. Nilai p yang

dihasilkan pada lokasi Tirtobinangun,

Kedungrejo dan Purworejo 2 lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaannya normal.

Plot peluang kenormalan sisaan persamaan linier Freundlich dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada lokasi Demangan, Purworejo 1 dan Purworejo 2, plot peluang kenormalan sisaan tidak terlalu mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan tidak normal. Plot peluang kenormalan sisaan pada lokasi Tirtobinangun,

Kedungrejo dan Simbarwaringin cukup

mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan normal. Hasil tersebut sesuai dengan hasil Uji Kolmogorov-Smirnov yang terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov sisaan persamaan linier Freundlich

Lokasi Nilai p Smektitik Demangan <0.010 Tirtobinangun 0.119 Kedungrejo >0.150 Kaolinitik Purworejo 1 0.036 Purworejo 2 0.048 Simbarwaringin 0.082

Nilai p yang dihasilkan pada lokasi Demangan, Purworejo 1 dan Purworejo 2 kurang dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan tidak normal. Nilai p yang

dihasilkan pada lokasi Tirtobinangun,

Kedungrejo dan Simbarwaringin lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan normal.

Pendugaan Parameter MKT Linier

Persamaan linier Langmuir dan Freundlich yang dihasilkan digunakan untuk menduga parameter model nonlinier. Nilai dugaan parameter yang dicari terlebih dahulu pada model nonlinier Langmuir yaitu parameter jerapan maksimum dengan cara transformasi balik nilai slope yang dihasilkan dari persamaan linier Langmuir. Setelah parameter jerapan maksimum didapatkan, nilai intercept persamaan linier Langmuir ditransformasi

(17)

balik untuk mendapatkan nilai dugaan parameter energi ikatan. Nilai dugaan parameter model nonlinier Langmuir terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai dugaan parameter model nonlinier Langmuir menggunakan MKT linier Lokasi β κ Smektitik Demangan 729.927 1.6728 Tirtobinangun 961.539 0.3574 Kedungrejo 714.286 2.7668 Kaolinitik Purworejo 1 540.541 16.6667 Purworejo 2 510.204 20.8511 Simbarwaringin 980.392 13.2468

Hasil dugaan parameter model nonlinier Langmuir dengan menggunakan MKT linier menunjukkan bahwa nilai dugaan parameter jerapan maksimum pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif lebih tinggi dibanding tanah kaolinitik. Nilai dugaan parameter energi ikatan yang dihasilkan pada masing-masing lokasi tanah smektitik lebih rendah dibanding tanah kaolinitik.

Pendugaan parameter model nonlinier

Freundlich menggunakan MKT linier

dilakukan dengan melihat nilai slope persamaan linier Freundlich untuk menduga parameter energi ikatan dan transformasi balik nilai intercept untuk mencari nilai dugaan parameter jerapan maksimum. Nilai dugaan parameter model nonlinier Freundlich terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai dugaan parameter model nonlinier Freundlich menggunakan MKT linier Lokasi β κ Smektitik Demangan 489.779 0.622 Tirtobinangun 239.883 0.767 Kedungrejo 794.328 0.732 Kaolinitik Purworejo 1 977.237 0.511 Purworejo 2 724.436 0.409 Simbarwaringin 5128.614 0.834

Nilai dugaan parameter jerapan maksimun untuk model nonlinier Freundlich dengan menggunakan MKT linier pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif lebih rendah dibanding tanah kaolinitik. Nilai dugaan parameter energi ikatan yang dihasilkan pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif lebih tinggi dibanding tanah kaolinitik.

Pendugaan Parameter MKT Nonlinier ML

Pendugaan parameter model nonlinier Langmuir dan Freundlich dicari juga dengan

menggunakan MKT nonlinier ML.

Berdasarkan beberapa nilai dugaan awal yang dicoba, diperoleh nilai dugaan parameter yang konvergen. Banyaknya iterasi yang diperlukan sampai ditemukan nilai dugaan parameter yang konvergen berbeda-beda tergantung pada nilai dugaan awal. Rata-rata banyaknya iterasi yang diperlukan pada model nonlinier Langmuir sampai ditemukan nilai dugaan parameter yang konvergen lebih sedikit dibanding model nonlinier Freundlich.

Nilai dugaan parameter model nonlinier

Langmuir yang dihasilkan dengan

menggunakan MKT nonlinier ML terdapat pada Tabel 8. Nilai dugaan parameter jerapan maksimum model nonlinier Langmuir pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif lebih tinggi dibanding tanah kaolinitik. Nilai dugaan parameter energi ikatan yang dihasilkan pada masing-masing lokasi tanah smektitik lebih rendah dibanding tanah kaolinitik.

Tabel 8 Nilai dugaan parameter model nonlinier Langmuir menggunakan MKT nonlinier ML Lokasi β κ Smektitik Demangan 662.9 2.2138 Tirtobinangun 1209.1 0.2535 Kedungrejo 659.5 3.8659 Kaolinitik Purworejo 1 530.1 23.0506 Purworejo 2 489.0 26.7087 Simbarwaringin 805.5 20.6545

Nilai dugaan parameter model nonlinier

Freundlich yang dihasilkan dengan

menggunakan MKT nonlinier ML terdapat pada Tabel 9. Nilai dugaan parameter jerapan maksimum model nonlinier Freundlich pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif

(18)

lebih rendah dibanding tanah kaolinitik. Nilai dugaan parameter energi ikatan pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif lebih tinggi dibanding tanah kaolinitik.

Tabel 9 Nilai dugaan parameter model nonlinier Freundlich menggunakan MKT nonlinier ML Lokasi β κ Smektitik Demangan 468.3 0.5213 Tirtobinangun 240.4 0.7544 Kedungrejo 585.3 0.4808 Kaolinitik Purworejo 1 642.7 0.3185 Purworejo 2 565.4 0.2802 Simbarwaringin 2064.6 0.5584

Pada MKT nonlinier ML juga dilakukan pemeriksaan asumsi dengan melihat plot sisaan dan melakukan uji formal terhadap sisaan dari persamaan yang telah dihasilkan. Sama halnya dengan MKT Linier, asumsi kehomogenan ragam sisaan pada MKT nonlinier ML hanya dilihat secara visual.

Kehomogenan ragam sisaan

Plot antara sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan nonlinier Langmuir dapat dilihat pada Lampiran 10. Plot sisaan pada semua lokasi tersebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan homogen.

Plot antara sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan nonlinier Freundlich dapat dilihat pada Lampiran 11. Plot sisaan pada semua lokasi tersebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan homogen.

Kebebasan sisaan

Plot antara sisaan dengan urutan sisaan persamaan nonlinier Langmuir dapat dilihat pada Lampiran 12. Plot sisaan pada semua lokasi menunjukkan suatu pola semakin naik atau semakin turun sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan tidak saling bebas. Hasil tersebut didukung oleh hasil Uji Runtunan yang terdapat pada Tabel 10. Nilai p yang dihasilkan pada masing-masing lokasi kurang dari 0.05 sehingga disimpulkan bahwa sisaannya tidak saling bebas.

Tabel 10 Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan nonlinier Langmuir

Lokasi Nilai p Smektitik Demangan 0,000 Tirtobinangun 0,005 Kedungrejo 0,000 Kaolinitik Purworejo 1 0,002 Purworejo 2 0,032 Simbarwaringin 0,000

Plot antara sisaan dengan urutan sisaan persamaan nonlinier Freundlich dapat dilihat pada Lampiran 13. Pada lokasi Tirtobinangun, plot sisaan acak dan tidak membentuk suatu pola sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan saling bebas. Plot sisaan pada lokasi lainnya menunjukkan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan tidak saling bebas. Plot sisaan yang dihasilkan membentuk pola plot sisaan yang semakin turun dan pola naik turun dengan titik balik urutan sisaan ke-11, 22, dan 33. Hasil tersebut didukung oleh hasil Uji Runtunan yang terdapat pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil Uji Runtunan sisaan

persamaan nonlinier Freundlich

Lokasi Nilai p Smektitik Demangan 0,000 Tirtobinangun 0,161 Kedungrejo 0,000 Kaolinitik Purworejo 1 0,000 Purworejo 2 0,001 Simbarwaringin 0,000

Nilai p yang dihasilkan pada lokasi Tirtobinangun lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan saling bebas. Nilai p yang dihasilkan pada lokasi lainnya kurang dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan tidak saling bebas.

Kenormalan sisaan

Plot peluang kenormalan sisaan persamaan

nonlinier Langmuir dapat dilihat pada

Lampiran 14. Pada lokasi Purworejo 2, plot peluang kenormalan sisaan tidak terlalu mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang

(19)

dihasilkan tidak normal. Plot sisaan pada lokasi lainnya cukup mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan normal. Hasil tersebut didukung oleh hasil Uji Kolmogorov-Smirnov yang terdapat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

sisaan persamaan nonlinier Langmuir Lokasi Nilai p Smektitik Demangan >0.150 Tirtobinangun >0.150 Kedungrejo 0.068 Kaolinitik Purworejo 1 >0.150 Purworejo 2 0.030 Simbarwaringin >0.150

Nilai p yang dihasilkan pada lokasi Purworejo 2 kurang dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaannya tidak normal. Nilai p yang dihasilkan pada lokasi lainnya lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaannya normal.

Plot peluang kenormalan sisaan persamaan nonlinier Freundlich dapat dilihat pada Lampiran 15. Pada lokasi Demangan, plot peluang kenormalan sisaan tidak terlalu mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan tidak normal. Pada lokasi lainnya, plot sisaan cukup mengikuti garis lurus sehingga dapat dikatakan bahwa sisaan dari persamaan yang dihasilkan normal. Hasil tersebut sesuai dengan hasil Uji Kolmogorov-Smirnov yang terdapat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

sisaan persamaan nonlinier Freundlich Lokasi Nilai p Smektitik Demangan 0.027 Tirtobinangun >0.150 Kedungrejo 0.146 Kaolinitik Purworejo 1 >0.150 Purworejo 2 >0.150 Simbarwaringin >0.150

Nilai p yang dihasilkan pada lokasi Demangan, kurang dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan tidak normal. Nilai p pada lokasi lainnya lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan normal.

Perbandingan MKT Linier dengan MKT Nonlinier ML

Pendugaan parameter MKT linier dan MKT nonlinier ML masih belum memenuhi asumsi. Pelanggaran asumsi dari persamaan yang dihasilkan dengan menggunakan MKT linier dan MKT nonlinier ML masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Asumsi kehomogenan ragam sisaan terpenuhi pada semua persamaan yang dihasilkan dengan menggunakan MKT

nonlinier ML. Pada persamaan yang

dihasilkan dengan menggunakan MKT linier, terdapat beberapa yang tidak memenuhi asumsi kehomogenan ragam sisaan. Asumsi kebebasan sisaan tidak terpenuhi pada semua

persamaan yang dihasilkan dengan

menggunakan MKT linier dan MKT nonlinier ML kecuali pada persamaan nonlinier Freundlich dari lokasi Tirtobinangun dengan menggunakan MKT nonlinier. Asumsi kenormalan sisaan banyak tidak terpenuhi pada persamaan yang dihasilkan dengan menggunakan MKT linier. Rawlings et al. (2008) menyatakan bahwa asumsi kenormalan sisaan tidak terlalu penting dalam pendugaan parameter. Selain itu menurut Gujarati (2006)

pelanggaran asumsi kebebasan dan

kehomogenan ragam sisaan menghasilkan nilai dugaan yang bias namun tidak efisien, sehingga persamaan nonlinier yang dihasilkan tetap terandalkan.

Nilai dugaan parameter model nonlinier Langmuir menggunakan MKT linier dan MKT nonlinier ML memberikan kesimpulan yang sama. Nilai dugaan parameter jerapan maksimum pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif lebih tinggi dan nilai dugaan energi ikatannya lebih rendah. Nilai dugaan

parameter model nonlinier Freundlich

menggunakan MKT linier dan MKT nonlinier ML juga memberikan kesimpulan yang sama. Nilai dugaan parameter jerapan maksimum pada masing-masing lokasi tanah smektitik relatif lebih rendah dan nilai dugaan energi

ikatannya lebih tinggi. Namun untuk

mendapatkan nilai dugaan parameter dengan menggunakan MKT linier perlu transformasi terlebih dahulu sehingga tidak memberikan jumlah kuadrat sisaan terkecil bagi P yang dijerap tanah. Jumlah kuadrat sisaan yang dihasilkan pada persamaan linier merupakan

(20)

jumlah kuadrat sisaan terkecil bagi peubah respon pada model linier hasil transformasi model nonlinier.

Jumlah kuadrat sisaan dari persamaan nonlinier hasil pendugaan parameter MKT linier dan MKT nonlinier ML dapat dilihat pada Lampiran 18. Nilai jumlah kuadrat sisaan dari persamaan yang dihasilkan dengan menggunakan MKT nonlinier ML lebih kecil dibanding MKT linier baik itu pada model

nonlinier Langmuir maupun Freundlich.

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa MKT nonlinier Marquardt-Levenberg lebih baik digunakan untuk menduga parameter pada model nonlinier jerapan P.

Pemilihan Model Terbaik

Penentuan model terbaik dicari dengan menggunakan nilai dugaan parameter hasil MKT nonlinier ML. Persamaan nonlinier Langmuir dan Freundlich yang dihasilkan dipilih yang paling baik bagi jerapan P

berdasarkan indikator pemilihan model

terbaik. Nilai indikator pemilihan model terbaik yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 19. Pada masing-masing lokasi tanah smektitik dan kaolinitik, nilai MAPE, AIC dan RMSE yang dihasilkan dari persamaan nonlinier Langmuir lebih kecil dibanding persamaan nonlinier Freundlich. Nilai korelasi antara nilai amatan dengan nilai dugaan yang dihasilkan dari persamaan nonlinier Langmuir lebih besar dibanding persamaan nonlinier Freundlich.

Hasil indikator pemilihan model terbaik didukung oleh plot pencaran antara nilai amatan dengan nilai dugaan persamaan nonlinier Langmuir dan Freundlich yang terdapat pada Lampiran 20. Plot pencaran pada masing-masing lokasi menunjukkan nilai dugaan persamaan nonlinier Langmuir lebih mendekati nilai amatan dibanding nilai

dugaan persamaan nonlinier Freundlich.

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa model nonlinier Langmuir lebih baik dibanding model nonlinier Freundlich.

KESIMPULAN

Pendugaan parameter model nonlinier Langmuir dan Freundlich jerapan P lebih baik

menggunakan metode kuadrat terkecil

nonlinier Marquardt-Levenberg dibanding

metode kuadrat terkecil linier. Model

nonlinier yang lebih baik untuk jerapan P pada masing-masing lokasi tanah smektitik

dan kaolinitik adalah model nonlinier Langmuir.

DAFTAR PUSTAKA

Borling, K., E. Otabbong, and E. Barberis (2001). Phosphorus Sorption in Relation to Soil Properties in Some Cultivated Swedish Soils. Nutr. Cycl. Agr. 59: 39-46.

Daniel, W W. 1990. Applied Nonparametric Statistics Second Edition. Boston: PWS-KENT Publishing Company.

Draper, N. and Smith, H. 1981. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Sumantri

B, penerjemah. Jakarta: Gramedia.

Terjemahan dari: Applied Regression Analysis.

Gujarati, D. N. 2006. Dasar-Dasar

Ekonometrika. Mulyadi, J. A;

penerjemah. Jakarta: Erlangga.

Terjemahan dari : Basic Econometrics. Houng, K. H., and D. Y. Lee. 1998.

Comparison of Linier and Nonlinier Langmuir and Freundlich Curve-Fit in the study of Cu, Cd, and Pb adsorption on Taiwan Soils. Soil Sci. 163: 115-121. Lourakis, Manolis I. S. 2005. A Brief

Description of the Levenberg-Marquardt Algorithm Implemened. Institut of Computer Science.

http://www.ics.forth.gr/˜lourakis/levmar/l evmar/pdf. [6 Mei 2009]

Masjkur, M. 2008. Korelasi Parameter Jerapan Fosfor Tanah Kaolinitik dan Smektitik dengan Serapan Fosfor Padi Sawah. Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor.

Myers, Raymond H. 1990. Classical And Modern Regression With Application.

Boston: PWS-KENT Publishing

Company.

Rawlings, John O., Pantula, Sastry G. and Dickey, David A. 1998. Applied Regression Analysis. New York: Springer-Verlag.

(21)
(22)

Lampiran 1 Plot pencaran antara peubah respon dengan peubah penjelas model linier Langmuir C C / Q 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 0,0025 0,0020 0,0015 0,0010 0,0005 DEMANGAN C C / Q 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,0016 0,0014 0,0012 0,0010 0,0008 0,0006 0,0004 0,0002 0,0000 PURWOREJO1 C C /Q 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0,0055 0,0050 0,0045 0,0040 0,0035 0,0030 0,0025 0,0020 TIRTOBINANGUN C C /Q 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,0020 0,0015 0,0010 0,0005 0,0000 PURWOREJO2 C C / Q 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 0,00225 0,00200 0,00175 0,00150 0,00125 0,00100 0,00075 0,00050 KEDUNGREJO C C / Q 0,14 0,12 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 0,00 0,00025 0,00020 0,00015 0,00010 0,00005 SIMBARWARINGIN

(23)

Lampiran 2 Plot pencaran antara peubah respon dengan peubah penjelas model linier Freundlich LOGC LO G Q 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 -1,2 -1,4 -1,6 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 DEMANGAN LOGC LO G Q 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 -2,0 2,75 2,50 2,25 2,00 1,75 1,50 PURWOREJO1 LOGC LO G Q 0,50 0,25 0,00 -0,25 -0,50 -0,75 -1,00 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 TIRTOBINANGUN LOGC LO G Q 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 -2,0 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 PURWOREJO2 LOGC LO G Q 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 -1,2 -1,4 -1,6 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 KEDUNGREJO LOGC LO G Q -1,0 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8 -2,0 -2,2 -2,4 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 SIMBARWARINGIN

(24)

Lampiran 3 Persamaan linier Langmuir dan Freundlich

Lokasi Langmuir R2(%) Freundlich

R2(%)

Smektitik

Demangan C/Q = 0.000819 + 0.00137 C 60.1 LOG Q = 2.69 + 0.622 LOG C 79.9

Tirtobinangun C/Q = 0.002910 + 0.00104 C 82.8 LOG Q = 2.38 + 0.767 LOG C 98.0

Kedungrejo C/Q = 0.000506 + 0.00140 C 64.7 LOG Q = 2.90 + 0.732 LOG C 79.8

Kaolinitik

Purworejo 1 C/Q = 0.000111 + 0.00185 C 95.6 LOG Q = 2.99 + 0.511 LOG C 68.3

Purworejo 2 C/Q = 0.000094 + 0.00196 C 99.4 LOG Q = 2.86 + 0.409 LOG C 78.0

(25)

Lampiran 4 Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan linier Langmuir FittedValue St an d a rd iz ed R e si d u al 0,00250 0,00225 0,00200 0,00175 0,00150 0,00125 0,00100 3 2 1 0 -1 DEMANGAN FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 0,0016 0,0014 0,0012 0,0010 0,0008 0,0006 0,0004 0,0002 0,0000 5 4 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO1 FittedValue S ta n d ar di ze d R es id ua l 0,0055 0,0050 0,0045 0,0040 0,0035 0,0030 2 1 0 -1 -2 -3 TIRTOBINANGUN FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 0,0020 0,0015 0,0010 0,0005 0,0000 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO2 FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 0,00200 0,00175 0,00150 0,00125 0,00100 0,00075 0,00050 4 3 2 1 0 -1 KEDUNGREJO FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 0,00022 0,00020 0,00018 0,00016 0,00014 0,00012 0,00010 0,00008 4 3 2 1 0 -1 SIMBARWARINGIN

(26)

Lampiran 5 Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan linier Freundlich FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 2 1 0 -1 -2 -3 DEMANGAN FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 3,0 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 2 1 0 -1 -2 -3 PURWOREJO1 FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 3 2 1 0 -1 -2 -3 TIRTOBINANGUN FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 2,9 2,8 2,7 2,6 2,5 2,4 2,3 2,2 2,1 2,0 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO2 FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si du a l 3,0 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 2 1 0 -1 -2 -3 KEDUNGREJO FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si du a l 3,0 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 2 1 0 -1 -2 -3 SIMBARWARINGIN

(27)

Lampiran 6 Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan linier Langmuir ObservationOrder St an d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 3 2 1 0 -1 DEMANGAN ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 5 4 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO1 ObservationOrder St an d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 -1 -2 -3 TIRTOBINANGUN ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si du a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO2 ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 4 3 2 1 0 -1 KEDUNGREJO ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 4 3 2 1 0 -1 SIMBARWARINGIN

(28)

Lampiran 7 Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan linier Freundlich ObservationOrder St a nd ar d iz e d R e si d ua l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 -1 -2 -3 DEMANGAN ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si du a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 -1 -2 -3 PURWOREJO1 ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 3 2 1 0 -1 -2 -3 TIRTOBINANGUN ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO2 ObservationOrder St a nd ar d iz e d R e si d u al 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 -1 -2 -3 KEDUNGREJO ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 -1 -2 -3 SIMBARWARINGIN

(29)

Lampiran 8 Plot peluang kenormalan sisaan persamaan linier Langmuir StandardizedResidual P er ce n t 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 DEMANGAN StandardizedResidual P e rc e n t 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 PURWOREJO1 StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 TIRTOBINANGUN StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 PURWOREJO2 StandardizedResidual P e rc e n t 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 KEDUNGREJO StandardizedResidual P e rc e n t 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 SIMBARWARINGIN

(30)

Lampiran 9 Plot peluang kenormalan sisaan persamaan linier Freundlich StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 DEMANGAN StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 PURWOREJO1 StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 TIRTOBINANGUN StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 PURWOREJO2 StandardizedResidual P er ce nt 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 KEDUNGREJO SIMBARWARINGIN P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 SIMBARWARINGIN

(31)

Lampiran 10 Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan nonlinier Langmuir FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 500 400 300 200 100 0 2 1 0 -1 -2 DEMANGAN FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 500 400 300 200 100 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO1 FittedValue S ta n d ar di ze d R es id ua l 500 400 300 200 100 0 2 1 0 -1 -2 TIRTOBINANGUN FittedValue S ta n d ar di ze d R es id ua l 500 400 300 200 100 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 PURWOREJO2 FittedValue St an d a rd iz ed R e si d u al 500 400 300 200 100 0 2 1 0 -1 -2 KEDUNGREJO FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 600 500 400 300 200 100 0 2 1 0 -1 -2 SIMBARWARINGIN

(32)

Lampiran 11 Plot sisaan dengan dugaan peubah respon persamaan nonlinier Freundlich FittedValue St a n da rd iz ed R e si d ua l 500 400 300 200 100 3 2 1 0 -1 -2 DEMANGAN FittedValue S ta n da rd iz e d R e si d u a l 600 500 400 300 200 100 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO1 FittedValue S ta n d ar di ze d R es id ua l 500 400 300 200 100 0 2 1 0 -1 -2 TIRTOBINANGUN FittedValue S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 600 500 400 300 200 100 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO2 FittedValue St an d a rd iz ed R e si d u al 600 500 400 300 200 100 2 1 0 -1 -2 KEDUNGREJO FittedValue St an d a rd iz ed R e si d u al 700 600 500 400 300 200 100 2 1 0 -1 -2 -3 SIMBARWARINGIN

(33)

Lampiran 12 Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan nonlinier Langmuir ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 30 20 10 0 2 1 0 -1 -2 DEMANGAN ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 30 20 10 0 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO1 ObservationOrder St an d a rd iz ed R e si d u al 40 30 20 10 0 2 1 0 -1 -2 TIRTOBINANGUN ObservationOrder S ta n d ar di ze d R es id ua l 40 30 20 10 0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 PURWOREJO2 ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 30 20 10 0 2 1 0 -1 -2 KEDUNGREJO ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 30 20 10 0 2 1 0 -1 -2 SIMBARWARINGIN

(34)

Lampiran 13 Plot sisaan dengan urutan sisaan persamaan nonlinier Freundlich ObservationOrder S ta n d ar di ze d R es id ua l 40 30 20 10 0 3 2 1 0 -1 -2 DEMANGAN ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 30 20 10 0 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO1 ObservationOrder St an d a rd iz ed R e si d u al 40 30 20 10 0 2 1 0 -1 -2 TIRTOBINANGUN ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 30 20 10 0 3 2 1 0 -1 -2 PURWOREJO2 ObservationOrder S ta n d a rd iz e d R e si d u a l 40 30 20 10 0 2 1 0 -1 -2 KEDUNGREJO ObservationOrder St a nd ar d iz e d R e si d ua l 40 30 20 10 0 2 1 0 -1 -2 -3 SIMBARWARINGIN

(35)

Lampiran 14 Plot peluang kenormalan sisaan persamaan nonlinier Langmuir StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 DEMANGAN StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 PURWOREJO1 StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 TIRTOBINANGUN StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 PURWOREJO2 StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 KEDUNGREJO StandardizedResidual P e rc e n t 3 2 1 0 -1 -2 -3 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 SIMBARWARINGIN

Gambar

Tabel 1  Penambahan konsentrasi P (ppm) Tanah Smektitik Tanah Kaolinitik
Tabel 2  Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan linier Langmuir Lokasi Nilai p Smektitik   Demangan 0.000   Tirtobinangun 0.000   Kedungrejo 0.000 Kaolinitik   Purworejo 1 0.000   Purworejo 2 0.026   Simbarwaringin 0.000
Tabel 3  Hasil Uji Runtunan sisaan persamaan linier Freundlich Lokasi Nilai p Smektitik   Demangan 0.000   Tirtobinangun 0.032   Kedungrejo 0.002 Kaolinitik   Purworejo 1 0.000   Purworejo 2 0.000   Simbarwaringin 0.000 Kenormalan sisaan
Tabel 7  Nilai dugaan parameter model  nonlinier Freundlich menggunakan  MKT linier Lokasi β κ  Smektitik   Demangan 489.779 0.622   Tirtobinangun 239.883 0.767   Kedungrejo 794.328 0.732 Kaolinitik   Purworejo 1 977.237 0.511   Purworejo 2 724.436 0.409
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, sebenarnya metroseksual adalah perilaku yang cukup sehat dan baik, karena sudah sewajarnya jika seorang pria memperhatikan penampilan dirinya secara fisik, apalagi jika

Di provinsi dengan prevalensi minum sedang sampai deilgan sangat tinggi, bir dominan dikonsumsi di Kepulauan Riau, Gorontalo; 'wine' dominan dikonsumsi di Sulawesi

masyarakat.Sehingga dapat ditentukan judul penelitian yaitu ” Perbandingan Tingkat KepuasanPelayanan Listrik Pintar (Prabayar) Dengan Listrik Regular (Pascabayar)pada

Data arus lalu lintas ruas jalan diperoleh dari besarnya volume lalu lintas yang melewati suatu ruas jalan selama 1 jam dalam waktu jam puncak, tempat pencatatan dilakukan

Gubernur dalam kesempatannya menyampaikan bahwa UKM yang masih dapat meningkatkan produktivitasnya /tidak harus meninggalkan produk yang sifatnya tradisional//Apalagi jika

Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode komparatif dengan menggunakan analisa data kuantitataif dan menggunakan rumus

Hasil penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan antara lain: (a) model pembelajaran berbasis web yang dikembangkan masih terbatas hanya dengan menggunakan

PERGERAKAN KONDISI PEREKONOMIAN DI JOGJAKARTA / TADI SIANG DISAMPAIKAN KANTOR BANK INDONESIA JOGJAKARTA // SELAIN PENGARUH BENCANA TERHADAP BEBERAPA SEKTOR / DISAMPAIKAN