Reiny Ditta Myrtanti , Pengaruh Workstation Terhadap Beban Kerja Personil Kesehatan Di Ruang Operasi RSB PENGARUH WORKSTATION TERHADAP BEBAN KERJA PERSONIL
KESEHATAN DI RUANG OPERASI RSB Reiny Ditta Myrtanti
Fakultas Teknik Universitas Soerjo Ngawi
Hospital services, especially in the operating room must be balanced with the condition of the workstation that will affect the workload of health personnel involved in the operation in a hospital operating room.
Working environment (workstation) that is less ergonomic will cause inconvenience for health personnel in dealing with patients, especially in the operating room. Directly, this will also affect the workload of the health personnel.
Environmental conditions (workstation) in the operating room include temperature, humidity, and the position of the tools or instruments used.
Kata kunci : workstation, beban kerja Seiring dengan peningkatan
kesehatan di Indonesia, pihak rumah sakit dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan terhadap pasien. Pelayanan ini harus diim-bangi dengan berbagai perubahan di masing-masing bagian, salah satu-nya pada ruang operasi rumah sakit.
Adapun perubahan yang dilakukan terutama perubahan pada workstation yang merupakan ling-kungan kerja bagi personil kesehatan.
Pelayanan personil kesehatan yang ada di ruang operasi, terdiri dari perawat, dokter anastesi dan dokter kandungan, kurang optimal karena ketidaknyamanan personil kesehatan dalam penanganan pasien yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja dan tata letak fasilitas yang kurang ergonomis, dimana temperatur dan kelembapan yang kurang mendukung, serta posisi instrumen atau alat-alat yang digunakan kurang tertata dengan
baik. Keadaan tersebut mengakibat-kan tidak efektifnya pekerjaan yang dilakukan oleh personil kesehatan dalam proses operasi.
Dari latar belakang tersebut, maka diambil salah satu obyek penelitian yaitu Rumah Sakit Bersalin Jasem Sidoarjo.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasikan masalah yang berhubungan dengan permasalahan tersebut, yaitu :
Bagaimana memperbaiki work-station untuk mengurangi beban kerja personil kesehatan di ruang operasi rumah sakit ?
Tujuan Pemecahan Masalah Adapun tujuan pemecahan masalah dari hal tersebut, adalah sebagai berikut :
Reiny Ditta Myrtanti , Pengaruh Workstation Terhadap Beban Kerja Personil Kesehatan Di Ruang Operasi RSB 1. Menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi beban kerja personil kesehatan
2. Membandingkan letak fasilitas sebelum dan sesudah perbaikan lingkungan kerja (workstation) Landasan Teori
A. Pengertian ergonomi
Menurut Sritomo
Wignjosoebroto (2000 : 56), ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaat-kan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja, sehingga tercapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman, dan nyaman.
Fokus perhatian dari ergo-nomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia dan interak-sinya dalam perancangan fasilitas, cara posisi dan lingkungan kerja.
Menurut Sritomo
Wignjosoebroto (2000 : 58), ergonomi bertujuan menimbulkan efektifitas fungsional, keamanan dan kenyamanan pemakaian peralatan, fasilitas, lingkungan kerja dan posisi kerja yang tepat.
Tujuan dari ilmu ergonomi adalah :
Memperbaiki proses kerja manusia (menambah kecepatan kerja, akurasi, mengurangi energi kerja yang berlebih dan mengurangi kelelahan serta menjaga keselamatan kerja Memperbaiki pendayagunaan
ketrampilan yang diperlukan
Mengurangi waktu yang ter-buang sia-sia dan meminimum-kan kerusakan bahan dan peralatan yang disebabkan oleh human error factor (faktor kesalahan manusia)
B. Pendekatan ergonomis dalam perbaikan fasilitas kerja
Secara ideal, perancangan sistem kerja haruslah disesuaikan dengan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat, yaitu manusia, lingkungan fisik kerja, peralatan dan fasilitas-fasilitas yang ada. Mesin/peralatan kerja harus ber-fungsi untuk menambah kemam-puan atau kinerja manusia, tidak memberikan beban kerja tambahan bagi manusia dan membantu melaksanakan kerja-kerja tertentu yang dibutuhkan, tetapi di atas kapasitas atau kemampuan yang dimiliki manusia.
C. Kondisi lingkungan fisik kerja yang mempengaruhi aktifitas kerja manusia
Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi kerja, yaitu :
1. Temperatur 2. Kelembapan 3. Sirkulasi udara 4. Pencahayaan 5. Kebisingan 6. Bau-bauan 7. Getaran mekanis 8. Warna
D. Pengukuran beban kerja
Pengukuran beban kerja dilakukan dengan menggunakan
Reiny Ditta Myrtanti , Pengaruh Workstation Terhadap Beban Kerja Personil Kesehatan Di Ruang Operasi RSB salah satu metode, yaitu Subjective
Workload Assessment Technique (SWAT). Dalam menggunakan metode SWAT dilakukan 2 (dua) tahapan pekerjaan, yaitu :
1. Scale development 2. Event scoring
Menurut SWAT model, performance kerja manusia terdiri dari 3 dimensi ukuran beban kerja, yaitu :
1. Time Load / beban waktu (T) 2. Mental effort load / beban
usaha pemikiran (E)
3. Psycological stress load / beban tekanan psikologis (S) Dimensi tersebut, terdiri dari 3 kategori rating, yaitu :
1. Nilai 1 kategori rendah 2. Nilai 2 kategori sedang 3. Nilai 3 kategori tinggi Metodelogi Penelitian
Untuk mendapatkan data yang obyektif, diperlukan cara atau langkah yang dipakai, yaitu : 1. Survei lapangan
2. Studi literatur 3. Pengumpulan data :
a. kuisioner
b. pengukuran beban kerja c. pengukuran waktu pelayanan d. pengukuran kondisi
ling-kungan kerja
4. Perbaikan lingkungan kerja dan letak fasilitas
5. Perbandingan kondisi ling-kungan kerja
Perbaikan tata letak fasilitas ditekankan pada aspek ergonomi, agar personil kesehatan dapat
bekerja dengan nyaman dari perubahan lingkungan kerja (workstation) yang dilakukan.
Obyek penelitian adalah di ruang operasi Rumah Sakit Bersalin Jasem Sidoarjo dan kasus yang diambil adalah kasus yang memerlukan tindakan operasi (proses kelahiran).
Data Kuisioner
a. Kuisioner beban kerja
Dari perhitungan kuisioner dapat disimpulkan bahwwa 70% responden merasa beban kerja mereka saat di ruang operasi terlalu tinggi, sedangkan yang merasakan beban kerja rendah adalah sebanyak 30% dari seluruh responden.
b. Kuisioner Lingkungan Kerja Hasil penyebaran kuisioner mengenai lingkungan kerja, 63,23% responden merasa tidak puas dengan kondisi lingkungan kerja saat ini, sedangkan yang merasa puas hanya 36,77% dari seluruh responden.
Pengukuran Beban Kerja
Pengukuran beban kerja disesuaikan dengan deskripsi kerja yang dilakukan oleh personil kesehatan, antara lain :
Jenis Pekerjaan Deskripsi pekerjaan Persiapan pada pasien - Memasang infus - Memindahkan pasien ke meja operasi - Menutup daerah
Reiny Ditta Myrtanti , Pengaruh Workstation Terhadap Beban Kerja Personil Kesehatan Di Ruang Operasi RSB Persiapan instrumen oleh personil kesehatan Pra operasi (proses anastesi) Proses operasi kepala dan tungkai dengan kain steril - Memasang pengikat tangan dan tungkai - Mencuci tangan dengan antiseptik - Menggunakan pakaian khusus, sandal, masker, penutup kepala, dan sarung tangan steril - Pembiusan dengan obat anastesi (lidodex, halotan, infeksi ketalar dan oksigen) - Melakukan desinfeksi (pemberian larutan antiseptik di daerah yang akan dioperasi) dan ditutup dengan kain linen steril (duk) - Pembedahan - Pemberian transfusi darah, obat-obatan parenteral (obat-obatan yang diberikan melalui suntikan) - Menghentikan pendarahan luka pembedahan dengan alat Cauter - Menutup luka pembedahan Recovery (pemulihan) - Menghentikan anastesi (pasien dalam keadaan setengah sadar) - Memindahkan pasien ke ruang pemulihan (recovery room) Dengan menggunakan metode SWAT, setiap personil kesehatan mempunyai SWAT rescale di atas 40 (tinggi) pada setiap elemen kerja yang mereka lakukan.
Perbaikan Lingkungan Kerja Perbaikan lingkungan kerja dan letak fasilitas kerja di ruang operasi, adalah sebagai berikut : 1. Temperatur
Pengukuran temperatur pada kondisi awal di ruang operasi adalah 29,8 0C. Ber-dasarkan pengukuran temperatur tersebut, memberikan ketidak-nyamanan bekerja bagi personil kesehatan dan tidak sesuai dengan standarisasi temperatur lingkungan kerja yang telah ditentukan, sehingga perlu dilakukan perbaikan untuk mengoptimalkan kerja personil kesehatan di ruang operasi.
Menurut dr. Soetamto Wibowo, dkk dalam “Pedoman Teknik Operasi Optek”, standarisasi temperatur untuk ruang operasi adalah 24-270C.
Pada kondisi awal dengan temperatur tinggi tersebut, dapat menyebabkan pembiakan bakteri dengan cepat. Umumnya bakteri akan berbiak dengan cepat pada suhu yang sama dengan suhu
Reiny Ditta Myrtanti , Pengaruh Workstation Terhadap Beban Kerja Personil Kesehatan Di Ruang Operasi RSB tubuh manusia, yaitu antara
30-37 0C. Oleh karena itu, tem-perature pada kondisi awal di ruang operasi perlu dilakukan perbaikan yang bertujuan agar tidak menimbulkan kuman, bakteri, dan mikroba lainnya.
Setelah dilakukan peneli-tian lebih lanjut, hasil peng-ukuran temperatur sesudah perbaikan adalah 25,7 0C.
2. Kelembapan
Suasana yang lembap akan merupakan kondisi yang baik buat pertumbuhan dan reproduksi bakteri, dimana bakteri dapat tumbuh pada nanah yang mengering, ludah ataupun darah setelah waktu lama.
Untuk menghilangkan kondisi yang lembap di ruang operasi, maka setiap selesai operasi dilakukan pembersihan dan pencucian atau disemprot dengan uap detergen/ desin-fektan, kemudian dilakukan penyinaran dengan sinar ULTRAVIOLET untuk mem-peroleh keadaan suci hama di ruang operasi. Sinar U-V hanya dinyalakan bila tidak ada orang didalamnya, dan dinyalakan dalam waktu yang lama (akhir hari sampai esok paginya) bila ingin dicapai pembasmian kuman yang efektif, terutama untuk lantai kamar dan benda-benda yang permanen di dalamnya.
Besarnya ukuran kelemba-ban sesudah penyinaran dengan sinar U-V harus lebih rendah atau lebih kecil daripada
sebelum penyinaran, dimana besarnya lampu U-V yang dibutuhkan di ruang operasi menggunakan kekuatan lebih dari 1 – 5 Watt/m2.
Berdasarkan hasil peng-amatan yang dilakukan, kelem-bapan di ruang operasi masih belum sesuai, karena sinar U-V yang dipakai dalam ruang operasi tersebut di bawah kekuatan sinar U-V yang distandarkan, sehingga harus dilakukan penambahan kekuatan pada lampu penyinaran U-V, karena hal ini sangat mem-pengaruhi keadaan kelembapan di ruang operasi tersebut.
Kondisi awal kelembapan pada lingkungan kerja di ruang operasi adalah sebesar 45,2 %RH, sedangkan setelah dilakukan perbaikan pada letak fasilitas dan lingkungan kerja maka didapatkan kelembapan sebesar 48,8 %RH.
3. Letak fasilitas
Perbaikan tata letak fasilitas yang dilakukan di ruang operasi adalah sebagai berikut : a. Kondisi awal tata letak
fasilitas di ruang operasi masih belum ergonomis, karena seaktu-waktu jika terdapat lebih dari satu pasien yang akan melahirkan, maka dalam ruang operasi diletak-kan dua meja operasi, sehingga dalam 1 ruang operasi dilakukan 2 operasi, baik oleh dokter yang sama maupun oleh dokter yang berbeda. Jika dilakukan oleh
Reiny Ditta Myrtanti , Pengaruh Workstation Terhadap Beban Kerja Personil Kesehatan Di Ruang Operasi RSB dokter yang sama, maka
operasi dilakukan dari satu pasien sampai selesai, setelah itu dilanjutkan ke pasien berikutnya (tanpa istirahat). Oleh karena itu, diperlukan perbaikan tata letak fasilitas, dengan hanya meletakkan 1 meja operasi.
b. Pada kondisi awal, letak instrumen di ruang operasi masih belum ergonomis, dimana semua instrumen diletakkan di samping meja operasi, sehingga memper-sulit pandangan dari dokter kandungan pada alat-alat yang dibutuhkannya dalam operasi.
Oleh karena itu, dilakukan perbaikan tata letak fasilitas untuk instrument yang digunakan dalam operasi, yaitu :
Instrumen seperti klem, pisau, pinset, gunting, spatel, dsb diletakkan di bagian depan meja operasi, sehingga memu-dahkan bagi perawat untuk mengambil instru-men dan memudahkan pandangan dokter kan-dungan pada alat-alat yang dibutuhkan dalam operasi
Instrumen lain, seperti ECG (Electro Car-diogram), Monitor detak jantung, alat pembiusan, Blood Suction, Electro Surgical Unit / Cauter Unit diletakkan di samping (kiri dan kanan)
meja operasi sehingga perawat dapat dengan mudah menggunakan atau menyodorkan pada dokter kandungan
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan pengolahan data
dengan metode SWAT, maka beban kerja personil kesehatan di ruang operasi sebelum dilakukan perbaikan lingkungan kerja mempunyai SWAT rescale rata-rata di atas 40 (tinggi), dan sesudah dilakukan perbaikan lingkungan kerja mempunyai SWAT rescale dibawah 40 (rendah)
2. Setelah melakukan pengamatan dan penyebaran kuisioner didapatkan factor yang mempengaruhi lingkungan kerja, yaitu :
Sebelum perbaikan ling-kungan kerja
o Temperatur = 29,8 0
C o Kelembapan = 45,2
%RH
Sesudah perbaikan ling-kungan kerja
o Temperatur = 25,7 0
C o Kelembapan = 48,8
%RH
3. Pada kondisi awal letak fasilitas di ruang operasi terdapat 2 meja operasi lengkap degan peralatannya, sehingga mem-pengaruhi kondisi lingkungan kerja dan proses kerja di ruang operasi tersebut, setelah
Reiny Ditta Myrtanti , Pengaruh Workstation Terhadap Beban Kerja Personil Kesehatan Di Ruang Operasi RSB dilakukan perbaikan terhadap
fasilitas yang ada, yaitu dengan merubah letak fasilitas dan mengurangi jumlah meja operasi serta peralatan yang digunakan. Hal ini menunjuk-kan bahwa dengan melakumenunjuk-kan perbaikan letak fasilitas di ruang operasi tersebut, maka kondisi lingkungan kerja dan proses kerja dari personil kesehatan lebih optimal.
Daftar Pustaka
Amstrong, Harry G, Subjective
Workload Assessment
Technique (SWAT), A user’s guide L, J
Azwar, Saifuddin, Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya,
Edisi ke-2, Pustaka Pelajar, Jogja, 1995
Nurmianto, Eko, Ergonomi,
Konsep Dasar dan
Aplikasinya, Edisi pertama,
PT. Guna Widya, Jakarta, 1996
Puruhito, Dasar-dasar Tata Kerja
dan Pengelolaan Kamar
Operasi, Airlangga University
Press, Surabaya, 1995
Djojodibroto, Darmanto,
Kesehatan Kerja di
Perusahaan, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1999