• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan

Klasifikasi tumbuhan titanus sebagai berikut (Depkes, RI., 2001; LIPI, 2015): Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Rhamnales Suku : Leeacea Marga : Leea

Jenis : Leea aequata L. 2.1.2 Nama asing

Leea aequata L. memiliki nama lain seperti: ginggiyang (Sunda), girang (Jawa Tengah), jirang (Madura), kayu ajer perempuan (Melayu), mali-mali (Makassar), uka (Maluku) (Depkes, RI., 2001).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan Leea aequata L. merupakan tumbuhan perdu, tahunan. Batang berkayu, bercabang, bentuk bulat, masih muda berambut dan hijau. Daun majemuk, anak daun lanset, bertangkai pendek, tepi daun bergerigi, ujung daun runcing, pangkal membulat, panjangnya 6-25 cm, lebarnya 3-8 cm, berambut dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, kelopak bulat telur, panjang 2-5 cm dan kuning keputih-putihan. Buahnya berbentuk bulat, diameter ± 12 mm,

(2)

masih muda hijau dan setelah tua ungu kehitaman dengan biji kecil berbentuk segitiga dan berwana putih kekuningan. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan berakar tunggal dengan warna coklat muda (Depkes, RI., 2001).

2.1.4 Habitat

Tumbuhan ini tumbuh tersebar di seluruh pulau Jawa pada ketinggian kurang dari 1000 m di atas permukan laut, sebagai semak yang tidak berduri yang tumbuh di tepi sungai-sungai dan dibawah semak belukar lain di lembah-lembah (Heyne, 1950).

2.1.5 Kandungan kimia

Biji Leea aequata L. mengandung saponin, flavonoid dan polifenol (Depkes, RI., 2001). Suharmiati (2005) menyatakan bahwa daun, buah dan akar Leea indica yang memiliki famili yang sama dengan Leea aequata L. mengandung flavonoid. Daunnya mengandung flavonoid, alkaloid, glikosida, steroid/terpenoid, tanin dan polifenol. Buahnya mengandung tanin dan flavonoid. Kulit batangnya mengandung alkaloid, flavonoid dan steroid. Akarnya mengandung saponin, flavonoid, steroid dan tanin. Bijinya mengandung saponin, flavonoid dan polifenol (Rahman,et al., 2012).

2.1.6 Manfaat tumbuhan

Daun Leea aequata L. berkhasiat sebagai antiseptik dan anti pegal linu (Depkes, RI., 2001). Suharmiati (2005) menyatakan bahwa Leea indica yang memiliki famili yang sama dengan Leea aequata L memilki manfaat yaitu daunnya bermanfaat sebagai psikoneurotik,analgetik, mengobati jantung berdebar, mengobati bisul, mengobati sakit kepala dan perawatan nifas. Bunganya berguna mengobati bisul di jari. Akarberguna sebagai obat antifungi,antimalaria dan antidiare. Kayunyasebagai antiseptik, mengobati batu karang, mengobati sakit

(3)

kepala. Kulit batangnya berguna sebagai antiracun ular, antidiare, analgetik dan antimalaria.

2.3 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisisa nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Ditjen POM, 1985). Ekstraksi adalah penyarian komponen aktif dari suatu tumbuhan atau hewan dengan menggunakan pelarut yang cocok (Handa, 2008). Metode yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi antara lain maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi, digesti dan infus. Pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Harborne, 1987). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi tersebut harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan kandungan zat aktif yang semaksimal mungkin dari unsur-unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989).

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian adalah:

A. Cara panas 1. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Ditjen, POM., 2000).

2. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen, POM., 2000).

(4)

3. Sokletasi

Proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu dan alat tertentu (soxlet) sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi (Voigt, 1994).

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air terukur 96-980C selama 15-20 menit (Ditjen, POM., 2000).

5. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur > 900C selama 30 menit(Harborne, 1987).

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen, POM., 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru hingga semua pelarut tertarik dengan sempurna umunya dilakukan pada suhu kamar. Tahapan perkolasi penetesan pelarut serta penampungan perkolat nya hingga didapat volume 1 sampai 5 kali jumlah bahan.

2.3 Fraksinasi (Ekstraksi Cair-Cair)

Fraksinasi dikenal dengan nama ekstraksi cair-cair atau partisi adalah proses untuk memisahkan golongan kandungansenyawa yang satu dengan

(5)

golongan yang lainnya dari suatu ekstrak. Prosedur pemisahan dengan fraksinasi ini didasarkan pada perbedaankepolaran kandungan senyawanya (Harborne, 1987). Teknik pemisahan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan corong pisah. Kedua pelarut yang saling tidak bercampur tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian digojok dan didiamkan. Solut atau senyawa organik akan terdistribusi ke dalam fasenya masing-masing tergantung pada kelarutannya terhadap fase tersebut dan kemudian akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat dipisahkan dengan membuka kunci pipa corong pisah (Dey, 2012).

Ekstrak dipartisi dengan menggunakan peningkatan polaritas pelarut seperti petrolum eter, n-heksana, klorofom, dietil eter, etilasetat dan etanol. Pemilihan pelarut pada ekstraksi umumnya tergantung pada sifat analitnya dimana pelarut dan analit harus memiliki sifat yang sama, contohnya analit yang bersifat nonpolar akan terekstraksi pada pelarut yang relatif nonpolar seperti n-heksana sedangkan analit yang semipolar terlarut pada pelarut yang semipolar seperti etilasetat atau diklorometana (Venn, 2008).

Pemilihan pelarut menjadi sangat penting, pelarut yang dipilih memiliki sifat antara lain: solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit, tidak mudah menguap pada saat ekstraksi, mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali, tersedia, tidak mahal,mempunyai titik didih yang rendah (jika digunakan untuk evaporasi), sebaiknya memiliki densitas yang lebih rendah daripada air (untuk membentuk lapisan atas sehingga pemisahan lebih mudah dilakukan) dan pelarut harus aman dan tidak merusak lingkungan jika digunakan. Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi ini cukup banyak, tetapi pelarut yang dapat digunakan hanya n-heksana, metil tertier

(6)

butil eter (MTBE) dan etilasetat. Hasil dariproses partisi yang diperoleh masing-masing dapat diuji aktivitas biologisnya untuk mengidentifikasi keaktifan komponen bioaktif yang terkandung (Venn, 2008).

2.4 Artemia salina Leach

Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustaceae dari suku Artemidae. Organisme sejenis udang-udangan berukuran kecil. Artemia salina Leach sebelumnya telah digunakan untuk berbagai macam uji hayati, seperti uji pestisida dan ketoksikan dalam air laut (Meyer, et al., 1982; Widyastuti, 2008).

Secara lengkap sistematika Artemia salina Leachmenurut Mudjiman (1989) dapat dijelaskan sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Branchiopoda Ordo : Anostraca Famili : Artemidae Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina Leach. 2.4.1 Habitat dan morfologi

Artemia salinaLeachmerupakan jenis udang-udangan yang hidup dalam air yang berkadar garam tinggi. Artemia salina Leachtumbuh baik pada temperatur 25-300C. Keistimewaan Artemia salina Leachadalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri) dari kisaran kadar garam yang sangat luas. Beberapa ditemukan di rawa asin hanya pada pedalaman

(7)

bukit pasir pantai, tidak pernah ditemukan di laut itu sendiri karena terlalu banyak predator (Mudjiman, 1989).

Telur Artemia salinaLeach atau siste adalah telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio dan kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras dan mempermudah pengapungan, sehingga tahan menghadapi keadaan lingkungan yang buruk (Panjaitan, 2011). Telurnya merupakan makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko penjual ikan hias dalam keadaan kering. Telur Artemia yang kering direndam dalam air laut pada suhu 25-300C, akan menetas dalam waktu 24-36 jam dan dari dalam cangkang keluar larva yang disebut dengan istilah nauplius(Mudjiman, 1989)atau nauplii (Indiastuti, et al., 2008).

Perkembangan selanjutnyalarva akan mengalami 15 kali perubahan bentuk. Setiap kali mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan pertama disebut instar I, tingkat II instar II, tingkat III instar III, demikian selanjutnya sampai instar XV. Instar I bentuk lonjong, panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15 mikrogram, warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan makanan dan masih belum memerlukan makanan. 24 jam setelah menetas, larva akan berubah menjadi instar II. Instar II mulai memiliki mulut, saluran pencernaan dan dubur, berfungsi mencari makanan karena cadangan makanan sudah mulai habis, tingkatan selanjutnya mulai terbentuk sepasang mata majemuk, berangsur-angsur tumbuh tunas-tunas kakinya. Instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang yang disebut dengan Artemiadewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu. Artemia salinaLeach mempunyai

(8)

panjang sekitar 1 cm, beratnya 10 mg, dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5. Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Mudjiman, 1989).

Gambar 2. Tahap pertumbuhan Artemia salinaLeach (Mudjiman, 1989) 2.4.2 Penggunaan Artemia salinaLeach pada metode BSLT

Artemia salina Leach secara luas telah digunakan untuk pengujian aktivitas farmakologi ekstrak suatu tanaman. Artemia salinaLeach juga merupakan hewan uji yang digunakan untuk praskrining aktivitas kanker di Institut Kanker Nasional, Amerika Serikat. Uji BSLT dengan hewan uji Artemia salinaLeach dapat digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antikanker maupun fisiologi aktif tertentu (Panjaitan, 2011).

2.5 Toksisitas

Menurut Panjaitan (2011), toksisitas didefenisikan sebagai kemampuan suatu zat kimia untuk menimbulkan kerusakan. Setiap zat kimia baru harus terlebih dahulu dilakukan penelitian mengenaisifat-sifat ketoksikannya sebelum

(9)

diperbolehkan digunakan secara luas. Oleh karena itu dalam proses pemanfaatan dan pengembangan obat tradisional bersumber hayati, harus dilakukan beberapa langkah pengujian sebelum digunakan dalam pelayanan kesehatan. Setelah diketahui obat alam tersebut berkhasiat secara empirik maka dilakukan uji praklinik untuk menentukan keamanannya melalui uji toksisitas dan menentukan khasiat melalui uji farmakodinamik serta uji klinik pada orang sakit atau orang sehat. Setelah terbukti manfaat dan keamanannya, maka obat tradisional tersebut dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan (Ramdhini, 2010).Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas suatu zat atau bahan pencemar dan untuk pemantauan rutin suatu limbah (Panjaitan, 2011). Toksisitas suatu ekstrak dinilai berdasarkan tingkat mortalitas larva udang yang akan digunakan sebagai bahan uji. Data dianalisis untuk memperoleh nilai LC50. LethalConcentration 50% adalah tingkat konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari hewan yang diuji. Apabila jumlah mortalitas lebih dari 50% dapat dipastikan nilai LC50 ˂ 1000 μg/ml atau 1000 ppm. ketentuan ini menunjukkan bahwa ekstrak tersebut aktif (Tomayahu, et al.,2014).

Menurut Meyer, et al., (1982); Arbiastuti dan Muflihati (2008), menyatakan pembagian nilai LC50untuk ekstrak dan senyawa murni yang berpotensi sebagai senyawa bioaktif adalah sebagai berikut:

a. Nilai LC50 ≤ 30 µg/ml memiliki potensi aktivitas sebagai anti tumor atau kanker yang bersifat sitotoksik.

b. Nilai LC50 antara 30-200 µg/ml memilki potensi sebagai antimikroba c. Nilai LC50> 200 kurang dari 1000 µg/ml bersifat pestisida.

Toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas kronik dan toksisitas subkronik (Runia, 2008; Fanani, 2009). Toksisitasakut adalah efek total yang

(10)

didapat pada dosis tunggal dalam 24 jam setelah pemaparan.Toksisitas akut bersifat mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel. Suatu senyawa kimia bersifat “racun kronik” jika menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang (kontak yang berulang-ulang dalam jumlah yang sedikit). Ada 3 cara utama senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh, yaitu melalui paru-paru, mulut dan kulit. Melalui ketiga rute tersebut, senyawa yang bersifat racun dapat masuk ke aliran darah kemudian terbawa ke jaringan tubuh lainnya. Perhatian utama dalam toksisitas adalah kuantitas/dosis senyawa tersebut. Besar senyawa yang berada dalam bentuk murninya memiliki sifat racun. Manfaat dari pengukuran toksisitas adalah dapat digunakan sebagai skrining ekstrak tumbuhan untuk kepentingan pengobatan, menilai potensi dan efek bahaya dari pestisida baru serta menilai toksisitas yang mugkin ditimbulkan oleh sumber polusi (Kemala, 2012).

2.6 Brine Shrimp LethalityTest(BSLT)

Brine Shrimp Lethality Test merupakan salah satu metode skrining awal untuk mengetahui ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa bahan alam. Metode ini menggunakan larva Artemia salinaLeachsebagai hewan uji. Uji toksisitas ini dapat diketahui dari jumlah kematian larva Artemia salina Leach karena pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam pada konsentrasi yang diberikan (McLaughlin, et al., 1998). Metode ini dilakukan dengan menentukan besarnya nilai LC50 selama 24 jam. Data dianalisis menggunakan probit analisis untuk mengetahui nilai LC50. Jika nilai LC50 suatu ekstrak atau senyawa yang diuji kurang dari 1000 μg/ml maka dianggap menunjukkan adanya aktivitas biologik dan pengujiannya dapat digunakan sebagai skrining awal terhadap senyawa bioaktif yang diduga berkhasiat sebagai antikanker(Anderson,et al., 1991).

Gambar

Gambar 2. Tahap pertumbuhan Artemia salinaLeach (Mudjiman, 1989)  2.4.2 Penggunaan Artemia salinaLeach pada metode BSLT

Referensi

Dokumen terkait

Neoplasma yang pertumbuhannya lambat, gejala klinis, antara lain nyeri kepala, akan muncul perlahan-lahan, apalagi bila topis neoplasma di daerah otak yang tidak

Beberapa informasi yang didapat menunjukkan bahwa kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir belum maksimal, seperti dari segi kualitas

 berhasil sehingga sehingga klien klien dapat dapat beradaptasi beradaptasi di di masyarakat masyarakat tanpa tanpa gejala-gejala gejala-gejala gangguan jiwa, tanyakan

Instrumen trade remedies perlu diterapkan dengan lebih efektif untuk mengendalikan importasi produk baja yang sudah pada tingkat mengancam keberlangsungan industri baja

نم تراب فإ يم ؿلاخ ث يجولو ا ( اىرابتعاب جهنم ا ي فا ديري ) فشك اننأ انل كلذو .صن لىإ ةرظنلا فى ىدقنلا فقولدا لىإ جاتلض ةغللا ؿلاخ نم فلأ

minum obat ditentukan oleh peran dokter, keluarga dan diri sendiri. Hampir semua odha menyatakan tidak punya pilihan untuk tidak minum obat karena mengalami

Penelitian yang berjudul pengaruh suhu dan lama waktu pengeringan terhadap kualitas kimia dan biologi tepung limbah ikan lele (TLIL) sebagai sumber protein hewani dalam ransum