• Tidak ada hasil yang ditemukan

IbM PETERNAK LELE DESA KARANGPATIHAN KECAMATAN BALONG KABUPATEN PONOROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IbM PETERNAK LELE DESA KARANGPATIHAN KECAMATAN BALONG KABUPATEN PONOROGO"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 423

IbM PETERNAK LELE DESA KARANGPATIHAN KECAMATAN BALONG

KABUPATEN PONOROGO

Munaji1,Arif Hartono2,Didik Riyanto1

1Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Alamat Korespondensi : Jl. Budi Utomo No. 10 Ponorogo, Telp. 0352-481124 Fax 0352-461796 E-mail: 1)kangmunaji@gmail.com

Abstrak

Program Ipteks bagi Masyarakat (IbM) Kelompok Peternak Lele Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo ini bertujuan untuk mengatasi masalah pakan ikan lele yang masih tergantung pada pakan buatan pabrik. Program diprioritaskan berupa pengadaan mesin perajang daun dan mesin pembuat pelet pakan ikan lele, serta pelatihan dan penyuluhan mengenai penggunaan alat dan cara pembuatan pakan lele. Dari hasil evaluasi pelaksanaan program diperoleh hasil bahwa pemberian bantuan mesin pembuat pelet dan mesin perajang daun mampu mengurangi ketergantungan terhadap pakan pabrikan. Kelompok mitra memperoleh manfaat berupa penekanan biaya produksi sebesar 22,5%, meningkatkan meningkatkan keuntungan sebesar 180%.

Kata kunci: pakan lele, mesin perajang, mesin pelet, keuntungan.

1. PENDAHULUAN

Desa Karangpatihan berada di wilayah Kecamatan Balong, jaraknya sekitar 6 km dari pusat kecamatan. Ketinggian rata-rata wilayah Karangpatihan adalah 145 m dpl. Desa Karangpatihan mempunyai luas wilayah mencapai 13,36 km2 atau sekitar 23,46 persen dari luas wilayah

Kecamatan Balong dan merupakan desa terluas. Dari luas wilayah tersebut, 596,23 ha diantaranya digunakan untuk lahan pertanian [1]. Desa Karangpatihan sempat mendapat julukan “Kampung Idiot”, karena di desa ini, tepatnya di Dusun Tanggung Rejo, terdapat komunitas penderita idiot (tunagrahita) dengan jumlah yang cukup besar, kurang lebih 70 orang [2].

Untuk memberdayakan warga yang mengalami keterbelakangan mental tersebut, Kepala Desa Karangpatihan Eko Mulyadi telah memulai rintisan usaha kolam lele di tahun 2010, dimulai dengan pembuatan kolam lele sebesar 5,5 x 24 meter dengan kapasitas 24.000 ekor ikan lele. Kolam ini kemudian menjadi sarana pelatihan penyandang Tunagrahita untuk belajar memberi pakan, membersihkan kolam, hingga penggantian air kolam.Selanjutnya dari hasil kolam ini dapat digunakan untuk mendanai pembuatan kolam-kolam lain seluas 1 x 2 meter di belakang setiap rumah warga penyandang Tunagrahita. Hasil panen ikan lele ini biasanya dijual ke pengepul yang berasal dari sekitar wilayah Kabupaten Ponorogo. Dari kolam-kolam tersebut diperoleh keuntungan bersih antara Rp. 150.000 – Rp. 250.000 per tiga bulan sekali [3, 5].

Dalam perkembangannya, tidak hanya para penyandang tunagrahita yang memelihara ikan lele, tetapi juga warga lainnya. Desa Karangpatihan telah terdapat sekita 84 kolam lele. Para peternak lele di Desa Karangpatihan telah diorganisir ke dalam kelompok-kelompok peternak. Terdapat tiga kelompok peternak lele, yaitu Kelompok Lestari, Berkah Ikan, dan Karangpatihan Bangkit [5].

Untuk kebutuhan pakan, para peternak lele di Desa Karangpatihan masih sepenuhnya menggunakan pakan buatan pabrik. Belum ada upaya untuk membuat pakan sendiri. Di satu sisi, Desa Karangpatihan juga memiliki hasil bumi yang memungkinkan digunakan untuk memproduksi pakan sendiri, seperti : jagung, ketela pohon, daun kangkung, dan daun pepaya yang memiliki

(2)

424 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

potensi untuk diolah menjadi pakan lele. Data Bappeda Kabupaten Ponorogo menyebutkan bahwa pada tahun 2013 di Desa Karangpatihan dihasilkan 6.705,18 kuintal jagung, dan 23.565,25 kuintal ubi kayu/ketela pohon [1]. Hasil bumi ini pada umumnya dijual dalam kondisi mentahan kepada para pedagang pengepul.

Beberapa bahan yang juga potensial sebagai bahan baku pakan lele adalah kotoran itik. Meski di desa Karangpatihan sendiri tidak terdapat peternak itik dalam skala besar, namun di desa tetangga seperti Pandak, Dadapan, Singkil, dan Karangan terdapat peternak itik dengan jumlah cukup besar. Data Bappeda Ponorogo tahun 2013 menyebutkan bahwa jumlah itik di desa Pandak terdapat sedikitnya 300 ekor, Dadapan 225 ekor, Singkil 120 ekor, dan Karangan 437 ekor. Hal ini merupakan potensi besar sebagai salah satu penyuplai bahan dasar pakan lele.

Potensi lain di desa Karangpatihan adalah keberadaan peternak ayam petelur dan pedaging, yang menurut data Bappeda berjumlah 1.800 ekor dan 12.000 ekor [1], yang mana tentu memiliki potensi adanya ayam yang mati. Beberapa sumber menyebutkan bahwa bangkai ayam dapat juga dimanfaatkan untuk pakan lele, tentu setelah diolah terlebih dahulu [4].

Secara umum gambaran permasalahan mitra IbM adalah sebagai berikut:

Pertama, Ketergantungan terhadap pakan buatan pabrik. Hal ini peternak harus menyediakan dana cukup besar sehingga memberatkan biaya pakan ternak. Sebagaimana diketahui bahawa harga pakan produksi pabrik semakin hari semakin mahal.

Kedua, Sebagian kecil masyarakat sudah memahami akan pentingnya usaha membuat pakan sendiri dari hasil bumi desa Karangpatihan seperti jagung, ketela pohon, dedak, daun kangkung, daun pepaya, dan sebagainya; akan tetapi terkendala dengan belum tersedianya teknologi tepat guna untuk pengolahan bahan-bahan tersebut menjadi pakan lele.

Ketiga, Mayoritas penduduk memiliki tingkat pendidikan hanya sampai dengan Sekolah Menegah, dan kurangnya media informasi yang mendukung pengembangan kreatifitas berfikir dalam pengembangan teknologi pembuatan pakan. Namun memiliki semangat dan potensi untuk dapat berkembang.

2. METODE

Metode yang digunakan dalam program IbM ini meliputi tahapan analisis situasi, perencanaan solusi, implementasi solusi, implementasi IbM oleh mitra, dan monitoring dan pendampingan.

Analisis Situasi, yaitu upaya menemukan permasalahan yang dihadapi oleh mitra. Tahapan

ini dilakukan melalui beberapa bentuk kegiatan seperti wawancara dan diskusi dengan mitra.

Perencanaan Solusi merupakan tahapan untuk menentukan tindakan apa yang akan

dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh mitra. Pengusul dan mitra telah bersepakat bahwa program IbM ini diprioritaskan untuk mengatasi permasalahan ketergantungan terhadap pakan lele buatan pabrik dengan berusaha untuk membuat pakan sendiri.

Implementasi Solusi. Dalam tahapan ini terdapat dua kegiatan utama yaitu : (1) pengadaan

dan pengujian alat produksi berupa alat perajang/pencacah daun dan alat pembuat pelet pakan lele, (2) pelatihan dan pendampingan penggunaan alat produksi.

Implementasi IbM oleh mitra. Dalam tahapan ini mitra IbM menerapkan solusi yang

telag diberikan oleh tim pengusul, yaitu memproduksi dua jenis pakan lele menggunakan alap produksi yang telah diberikan. Dua jenis pakan tersebut adalah pelet dan pakan pendamping berupa rajangan daun-daunan.

Monitoring dan pendampingan. Pada tahapan ini dilakukan pendampingan secara

berkelanjutan untuk memastikan proses pembuatan pakan berjalan sesuai dengan perencanaan. Pendampingan dilakukan kepada ketua kelompok ternak dan ketua LitBang Desa Karangpatihan. Pendampingan dilakukan setiap bulan, atau mengikuti permasalahan yang muncul dalam penggunaan mesin dan komposisi pakan.

(3)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 425

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Observasi Awal

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada LitBang Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, data potensi ternak lele dan kebutuhan pakan dapat dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1

Potensi Ternak Lele di Desa Karangpatihan

No. Dusun Jumlah Kolam Estimasi Kebutuhan Pakan

1 Tanggung Rejo 60 2700 kg

2 Krajan 4 180 kg

3 Beji 15 675 kg

4 Bibis 5 225 kg

Sumber : wawancara dengan ketua mitra

Data di atas menunjukkan adanya potensi besar dari peternak lele yang sementara ini sangat menggantungkan kebutuhan pakan lelenya dari membeli pakan jadi. Hal tersebut menyebabkan banyaknya kebutuhan biaya pakan yang menyebabkan sedikitnya keuntungan dari penjualan lele.

Tabel 2

Biaya Produksi per 1000 ekor lele

No. Komponen Jumlah Biaya

1 Benih 1000 150.000

2 Pakan 3 sak @ 30 kg 816.000

3 Lain-lain 44.000

Total 1.000.000

Sumber : wawancara dengan ketua mitra

Tabel 2 memberikan informasi yang menunjukkan bahwa biaya pakan mengambil porsi mayoritas dari total biaya produksi. Dengan hasil panen rata-rata 75 kg, dan harga jual Rp. 15.000,-/kg diperoleh hasil panen sebesar Rp. 1.125.000,-. Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 125.000,- per 1000 ekor ikan lele. Nilai ini relatif kecil sehingga menyebabkan sebagian peternak lele usahanya.

3.2 Hasil Implementasi IbM

Kondisi ternak lele yang kurang diminati, lebih diakibatkan persepsi masyarakat yang memandang adanya biaya cukup besar untuk kebutuhan pakan. Oleh karena itu diberikan alternatif untuk membuat pakan sendiri dengan memanfaatkan potensi alam yang sudah ada di sekitar. Untuk dapat memproduksi sendiri pakan lele, tim IbM memberikan bantuan peralatan berupa mesin pembuat pelet dan mesin perajang daun.

Mesin pembuat pelet ini menggunakan tenaga penggerak berupa motor bensin dengan daya 5,5 hp. Konstruksi mesin ini dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun mesin perajang daun berfungsi untuk memproduksi pakan pendamping berupa daun-daunan yang disukai oleh lele seperti daun pepaya, kangkung, dan sebagainya. Mesin perajang daun ini juga menggunakan tenaga penggerak

(4)

426 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

berupa motor bensin dengan daya 5,5hp. Dari hasil uji coba diperoleh hasil bahwa dengan kondisi normal mesin pembuat pelet ini mampu menghasilkan 2 kuintal pakan dalam satu hari kerja (8 jam).

(a) (b)

Gambar 1. (a) Mesin Pembuat Pelet dan (b) Mesin Perajang Daun

Hasil observasi setelah melakukan pengolahan pakan sendiri dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan estimasi pengurangan biaya produksi ditunjukkan pada Tabel 4. Dari Tabel 3 dapat diproleh informasi bahwa biaya produksi untuk 1 kg pakan sekitar Rp. 5.000,-. Hal ini dengan asumsi bahwa dari bahan-bahan tersebut diperoleh 44 kg pakan siap pakai.

Tabel 3. Biaya Produksi Pakan Buatan Sendiri

No. Komponen Jumlah Biaya (Rp)

1 Katul 40 kg 120.000 2 Tepung ikan 3 kg 30.000 3 Pur 1 kg 10.000 4 Kanji 1 kg 4.000 5 Tetes 1 botol 10.000 Total 174.000

Dalam implementasinya, pada tahapan awal peternak tidak sepenuhnya mengganti pakan pabrik dengan pakan produksi sendiri tetapi melakukan kombinasi antara pakan pabrikan dengan pakan buatan sendiri. Hal ini dilakukan karena pakan yang dibuat dengan mesin pembuat pelet relatif berukuran besar sehingga hanya bisa diberikan ketika lele telah berusia diatas satu bulan.

Tabel 4. Estimasi Biaya Produksi per 1000 ekor lele dengan pakan kombinasi

No. Komponen Jumlah Biaya

1 Benih 1.000 ekor 150.000

2 Pakan pabrik 1 sak @ 30 kg 275.000 3 Pakan sendiri 2 sak @ 30 kg 300.000

4 Lain-lain 50.000

(5)

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 427 Tabel 4 menunjukkan estimasi biaya produksi per 1000 ekor ikan lele dengan pakan kombinasi. Berdasarkan data di atas dengan hasil panen rata-rata 75 kg, dan harga jual Rp. 15.000,-/kg diperoleh hasil panen sebesar Rp. 1.125.000,-. Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 350.000,- per 1000 ekor ikan lele. Hasil ini naik sebesar Rp. 225.000,- atau 180%. Apabila peternak lele konsisten dalam menggunakan teknologi pakan yang diberikan, potensi keuntungan akan semakin besar. Adapun dari segi pengurangan biaya produksi, dengan adanya program IbM ini mampu menekan biaya produksi sebesar 22,5%.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pelaksanaan program IbM Peternak Lele Desa Karangpatihan dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa pemberian bantuan mesin pembuat pelet dan mesin perajang daun mampu mengurangi ketergantungan terhadap pakan pabrikan. Kelompok mitra memperoleh manfaat berupa penekanan biaya produksi sebesar 22,5%, meningkatkan meningkatkan keuntungan sebesar 180%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DRPM Kemristekdikti atas bantuan Hibah Program Pengabdian Masyarakat Tahun Anggaran 2016 Nomer : 025/SP2H/PPM/K7/KM/2016.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Tim Penyusun. 2014. Profil Kecamatan Balong. BAPPEDA Kabupaten Ponorogo.

[2] Ambiro Puji Asmaroini. 2012. Efektivitas bantuan sosial bagi masyarakat kampung idiot di

Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Skripsi. Universitas Negeri Malang

[3] http://igi.fisipol.ugm.ac.id/index.php/en/unfgi/figure/434-eko-mulyadi-kepala-desa-qkampung-idiotq

[4] http://www.wartasaranamedia.com/4-pakan-alternatif-ikan-lele-dari-alam.html

[5] Wawancara dan diskusi dengan Eko Mulyadi, kepala Desa Karangpatihan, dan Paimin, ketua Litbang Desa Karangpatihan.

Gambar

Tabel 3. Biaya Produksi Pakan Buatan Sendiri  No.  Komponen  Jumlah   Biaya (Rp)

Referensi

Dokumen terkait

Bebras adalah sebuah inisiatif internasional yang tujuannya adalah untuk mempromosikan Computational Thinking (Berpikir dengan landasan Komputasi atau Informatika),

Hasil analisis statistik jumlah daun pertanaman menunjukkan pada perlakuan Cendawan Mikoriza Arbuskula tidak berbeda nyata.. Hasil analisis statistik tercantum

Pada hasil pengumpulan jawaban dari responden gambaran mengenai pengaruh pengaruh pendidikan terhadap pola pikir mahasiswa institut agama islam negeri antasari banjarmasin

KEPALA SUB BAGIAN MONITORING DAN EVALUASI - BAGIAN ADMINISTRASI PEREKONOMIAN - SEKRETARIAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS 03/06/1984 30/09/2014

Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin

Subyek penelitian ini adalah balita yang berusia 1-4 tahun yang menderita diare pada bulan Januari-Maret 2016 di wilayah kerja Puskesamas Wedung II. Umur minimum

Berdasarkan dari penelitian dan fenomena diatas penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai Pengaruh Harga dan Kualitas Produk

Tingkat konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : faktor hewan yaitu: bobot badan, umur dan kondisi, stress yang diakibatkan oleh lingkungan: