• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Metode Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Metode Kerja"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 11 bulan yaitu mulai dari bulan Juli 2008 hingga bulan Mei 2009. Kepiting bakau yang diteliti merupakan kepiting bakau yang telah ditangkap oleh nelayan di masing-masing lokasi pengambilan sampel dengan menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana (PCAS), dimana jumlah sampel yang diambil sesuai dengan yang ada pada saat itu tanpa melihat spesiesnya. Menurut Boer (2001), teknik pengacakan dapat mengurangi faktor subjektivitas pelaksana percobaan dalam memilih dan mengatur perlakuan atau ulangan pada satuan percobaan.

Lokasi pengambilan sampel yang dicakup berjumlah 14 lokasi, yaitu Pidie (Nangroe Aceh Darussalam), Tanjung Jabung Timur (Jambi), Bintan (Kep. Riau), Cilamaya (Karawang), Blanakan (Subang), Gebang dan Ambulu (Cirebon), Mataram (Nusa Tenggara Barat), Pontianak dan Samarinda (Kalimantan), Maros dan Teluk Bone (Sulawesi), Jayapura dan Teluk Bintuni (Irian Jaya). Lokasi pengambilan sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Pengukuran karakter morfometrik dan meristik dilakukan secara in situ dan di laboratorium. Sampel kepiting bakau dimasukkan ke dalam ice box dan selanjutnya di bawa ke Laboratorium Biologi Makro I (BIMA I), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan merupakan data primer.

3.2. Metode Kerja

Sampel kepiting bakau diambil dengan cara membeli langsung dari nelayan yang menangkap kepiting bakau di sekitar perairan mangrove pada masing-masing lokasi penelitian. Alat yang digunakan pada saat menangkap kepiting bakau ialah pancing, bubu, dan jaring. Kepiting bakau yang diambil mewakili berbagai ukuran kepiting bakau jantan dan betina dan dianalisis di Laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Sampel kepiting bakau yang terkumpul akan diukur secara mofometrik, yang meliputi 10 karakter utama seperti yang dilakukan Clark et al. (2001) terhadap genus Carcinus (Portunidae). Karakter

(2)

2 5 Ga m b ar 8 . L o k as i p en g am b il a n s am p el k ep it in g b a k au d i P er a ir an I n d o n es ia ( p et a d im o d if ik as i d ar i ww w .h in o .c o .i d / p e ta -i n d o n es ia -s im p lf y .g if ).

(3)

26

morfometrik dan meristik yang diukur tertera pada Tabel 4, Tabel 5, Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.

Tabel 4. Karakter morfometrik kepiting bakau yang diukur.

No. Karakter Morfometrik Keterangan

1. Lebar karapas (L) Jarak antara ujung duri marginal terakhir di sebelah kanan dengan duri marginal terakhir di sebelah kiri (horizontal)

2. Panjang karapas (P) Jarak antara tepi duri frontal margin dengan tepi bawah karapas

3. Tinggi karapas (T) Panjang garis tegak antara karapas dengan

abdomen

4. Optical groove widths Jarak duri frontal margin di antara mata 5. Panjang chela sebelah

kanan (PCR)

Panjang capit (hand) sebelah kanan mulai dari ujung palm hingga ujung dactylus

6. Tinggi chela sebelah kanan (TCR)

Jarak lurus terbesar secara vertikal antara tepi atas dan bawah chela sebelah kanan

7. Panjang profundus chela sebelah kanan (PCR)

Jarak antara ujung palm dengan tepi dactylus sebelah kanan

8. Panjang chela sebelah kiri (PCL)

Panjang capit (hand) sebelah kiri mulai dari ujung palm hingga ujung dactylus

9. Tinggi chela sebelah kiri (TCL)

Jarak lurus terbesar secara vertikal antara tepi atas dan bawah chela sebelah kiri

10. Panjang profundus chela sebelah kiri (PCL)

Jarak antara ujung palm dengan tepi dactylus sebelah kiri

Tabel 5. Karakter meristik kepiting bakau yang diukur.

No. Karakter Meristik Keterangan

1. Jumlah duri frontal margin Jumlah duri frontal margin yang berada di antara kedua mata kepiting

2. Jumlah duri anterolateral margin sebelah kanan

Jumlah seluruh duri anterolateral margin yang berada di sebelah kanan karapas

3. Jumlah duri anterolateral sebelah kiri

Jumlah seluruh duri anterolateral margin yang berada di sebelah kiri karapas

Berikut ini merupakan langkah kerja saat melakukan pengukuran. Pertama-tama, dilakukan penomoran kepiting menggunakan kertas label dimana sebelumnya telah dibersihkan dari lumpur dan air menggunakan tissue (Lampiran 1). Lalu dilakukan pengamatan terhadap jenis kelamin dengan cara melihat bentuk abdomen kepiting tersebut, dimana jantan memiliki bentuk abdomen yang mengerucut sedangkan betina memiliki bentuk abdomen yang melebar.

(4)

Gambar 9. Karakter morfometrik dan meristik tampak dorsal (Keterangan: 1 (lebar karapas); 2 (panjang karapas); 3 (Optical groove widths ); 4 ( tinggi karapas); 5 (Duri anterolateral kiri); 6 (Duri anterolateral kanan); 7 (duri frontal margin)).

Gambar 10. Karakter morfometrik pada chela (Keterangan: 8 (PPR); 9 (PCR); 10 (TCR); 11 (PPL); 12 (PCL); 13 (TCL)).

(5)

28

Kemudian, bobot tubuh ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 10 gram dan pengukuran tinggi karapas dengan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 1 mm. Selanjutnya dilakukan pengukuran aspek morfometrik dengan menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm serta pengukuran aspek meristik secara visual (Lampiran 2 dan 3). Seluruh data tersebut dicatat pada data sheet yang telah dipersiapkan sebelumnya (Lampiran 4 dan 5). Setelah proses pengukuran selesai, dilakukan proses identifikasi dan klasifikasi spesies, dengan cara dilakukan pengamatan terhadap dua duri tajam yang berada pada bagian cheliped carpus, warna karapas, bentuk alur “H”, corak pada pleopod, serta bentuk duri pada frontal margin.

Penulis menggunakan klasifikasi dan identifikasi kepiting bakau berdasarkan Estampador karena hingga saat ini masih terdapat perdebatan antara para ahli mengenai jenis-jenis kepiting bakau. Estampador (1949) in Fushimi & Watanabe (2001) mengklasifikasikan kepiting bakau menjadi tiga spesies dan satu varietas, yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla oceanica, dan Scylla serrata var. paramamosain dengan menggunakan spesimen yang dikumpulkan dari Filiphina berdasarkan perbedaan morfologi eksternal (warna karapas dan kaki, gigi anterolateral pada karapas, dan duri luar pada cheliped carpus). Serene (1952) in Fushimi & Watanabe (2001) menyatakan bahwa eksistensi keempat spesies kepiting bakau yang ditemukan di Vietnam sesuai dengan penemuan Estampador. Akan tetapi, Stephenson dan Campbell (1960) in Fushimi & Watanabe (2001) menyatakan bahwa keempat spesies tersebut merupakan satu spesies kepiting bakau berdasarkan kesimpulan yang diambil dari sampel yang berasal dari Queensland dan New South Wales (Australia). Stephenson dan Campbell menduga bahwa perbedaan karakter morfologis tersebut diperoleh dari perbedaan lingkungan habitat kepiting bakau.

Selanjutnya Fuseya & Watanabe (1996) in Fushimi & Watanabe (2001) melakukan studi mengenai variasi genetik di 3 loci pada kepiting bakau dan menyatakan bahwa ketiga spesies tersebut benar-benar berbeda dan dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasi Estampador. Keenan et al. (1998) in Fushimi & Watanabe (2001), membuat sebuah revisi mengenai genus Scylla dengan menggunakan spesimen yang berasal dari Laut Merah dan beberapa lokasi di Indo-Pasifik, menggunakan 2 metode genetik yang independen, allozyme elektrophoresis, dan

(6)

sequencing of two mitochondrial DNA genes (Sitokrom oksidase I dan 16s RNA) yang bekerja pada masing-masing spesies. Keenan et al. (1998) in Fushimi & Watanabe (2001), menyatakan bahwa terdapat 4 spesies dengan menggunakan kriteria morfologi tetapi keempatnya berbeda secara istilah.

Fuseya (1998) in Fushimi & Watanabe (2001) melakukan analisis morfometrik antar spesies pada genus Scylla yang berasal dari daerah sebaran geografis kepiting bakau yang luas. Fuseya pun melakukan uji karakteristik morfologi pada pleopod pertama dan kedua dari kepiting bakau jantan. Berdasarkan analisisnya, spesies Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica benar-benar dapat dibedakan. Karaketristik morfologi yang telah ditemukan dari ketiga spesies tersebut sesuai dengan deskripsi yang dijabarkan oleh Estampador pada tahun 1949.

3.3. Identifikasi Morfologi Kepiting Bakau

Proses pengidentifikasian kepiting bakau menggunakan klasifikasi yang digunakan Estampador, di mana kepiting bakau dibedakan menjadi 3 spesies berdasarkan perbedaan karakter morfologisnya, yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica. Klasifikasi dan identifikasi kepiting bakau (FAO 1998) adalah sebagai berikut:

a. Cheliped carpus hanya memiliki setidaknya 1 duri yang tidak pernah tajam; warna tubuh biasanya agak keorangean atau kekuningan ... c – d b. Cheliped carpus memiliki 2 duri tajam; warna

tubuh biasanya hijau hingga ungu ... e c. Frontal margin bergigi tajam; duri pada ujung

carpus tajam ... Scylla tranquebarica

d. Frontal margin bergigi tumpul membundar; duri

pada ujung carpus hampir tereduksi ... Scylla serrata e. Frontal margin bergigi tajam; duri pada cheliped

carpus kebanyakan tajam; warna karapas hijau atau hijau-olive; pleopod biasanya bercorak (jantan

(7)

30

Gambar 12. Identifikasi kepiting bakau menurut Estampador (dimodifikasi) (FAO 1998).

3.4. Analisis Data

3.4.1. Distribusi frekuensi panjang dan lebar karapas

Analisis data dilakukan terhadap sebaran frekuensi panjang dan lebar karapas kepiting bakau untuk mendapatkan selang kelas, nilai tengah, dan frekuensi dengan menggunakan program Microsoft Excel dalam hal perhitungannya. Langkah-langkah dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah sebagai berikut: a. Menentukan nilai maksimum dan minimum dari keseluruhan data panjang dan

lebar karapas dari jumlah total kepiting bakau. b. Menentukan jumlah kelas.

c. Menentukan wilayah data (c); c = nilai maksimum – nilai minimum. d. Menentukan lebar kelas; lebar kelas = c/jumlah kelas.

e. Menetukan batas atas kelas dan batas bawah kelas setiap selang kelas. f. Mendaftarkan seluruh batas kelas untuk setiap selang kelas.

g. Menentukan nilai tengah setiap selang kelas.

h. Menjumlahkan frekuensi panjang dan lebar karapas yang telah ditentukan berdasarkan masing-masing selang kelas.

i. Memplotkan distribusi frekuensi panjang dan lebar karapas dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya.

(8)

3.4.2. Hubungan lebar karapas-berat

Data yang digunakan pada analisis pada hubungan lebar karapas-berat ialah data gabungan kepiting jantan dan betina pada masing-masing lokasi penelitian. Analisis hubungan lebar karapas-berat menggunakan rumus hubungan panjang-berat pada kepiting (Hartnoll 1982):

W = a Lb Keterangan: W = berat

L = lebar karapas

a = intersep (perpotongan kurva hubungan panjang- berat dengan sumbu y)

b = penduga pola pertumbuhan panjang-berat Untuk mendapatkan persamaan linier atau garis lurus digunakan persamaan:

Log W = Log a + b Log L Y = a + b x Untuk menguji nilai b digunakan uji t, dengan hipotesis: H0 : b = 1, hubungan lebar karapas-berat adalah isometrik

H1 : b ≠ 1, hubungan lebar karapas-berat adalah allometrik, yaitu:

• Allometrik positif (b > 1), pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang.

• Allometrik negatif (b < 1), pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan berat.

t hitung = 1 0 1 Sb b b −

Keterangan: b1 = nilai b (dari hubungan panjang-berat)

b0 = 1

Sb1 = simpangan koefisien b

Kemudian, bandingkan antara nilai thitung dengan nilai ttabel dengan selang

kepercayaan 95% (α = 0.05). Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhannya, kaidah keputusan yang diambil adalah sebagai berikut:

thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (H0) thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol (H0)

Penulis menggunakan bantuan software SPSS 15.0 for Windows Evaluation Version dan Microsoft Excel dalam hal perhitungannya.

(9)

32

3.4.3. Analisis komponen utama (principal component analysis)

Sepuluh karakter morfometrik dianalisis dengan menggunakan program Principal Components Analysis (PCA). Berdasarkan hasil analisis dari program PCA, didapatkan suatu komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total dengan menggunakan sedikit komponen utama saja. Penggunaan komponen utama sering disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyaknya peubah (Sartono et al. 2003). Selain itu, hasil plot antar komponen utama (grafik score plot) dapat digunakan untuk untuk menentukan banyaknya penggerombolan secara sederhana. Penulis menggunakan bantuan software MINITAB 15.0 dalam hal perhitungan PCA.

3.4.4. Analisis biplot

Analisis perbandingan karakter morfometrik yang telah ditentukan bertujuan untuk melihat karakter morfometrik yang memiliki keterkaitan dengan karakter lainnya. Biplot merupakan teknik statistik deskriptif dimensi ganda yang dapat disajikan secara visual dengan menyajikannya secara simultan segugus objek pengamatan dan peubah dalam suatu grafik pada suatu bidang datar sehingga ciri-ciri peubah dan objek pengamatan serta posisi relatif antara objek pengamatan dan peubah dapat dianalisis. Biplot dapat menunjukkan hubungan antar peubah kemiripan relatif antar objek pengamatan, serta posisi relatif antara objek pengamatan dengan peubah (Jolllife 1986 & Rawling 1988 in Sartono et al. 2003). Perhitungan dalam analisis biplot, Penulis dibantu dengan menggunakan software SAS 9.1.

Salah satu informasi yang didapat melalui analisis bilpot adalah untuk mengetahui korelasi antar peubah, dimana dua peubah yang memiliki korelasi positif tinggi digambarkan dengan dua buah garis dengan arah yang sama (membentuk sudut sempit). Sementara itu, dua peubah yang memiliki korelasi negarif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan (membentuk sudut tumpul). Sedangkan dua peubah yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis yang membentuk sudut mendekati 90o (Sartono et al. 2003).

Gambar

Tabel  5.  Karakter meristik kepiting bakau yang diukur.
Gambar 10. Karakter morfometrik pada chela (Keterangan: 8 (PPR); 9 (PCR); 10  (TCR); 11 (PPL); 12 (PCL); 13 (TCL))
Gambar 12.  Identifikasi kepiting bakau menurut Estampador (dimodifikasi)            (FAO 1998)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS TENTANG KONSOLIDASI TANAH PADA DESA

RADIO VISI INTI SWARA FM/H... JEMBER

Dari kenyataan diatas penulis memandang penelitian ini sangat perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan: Pertama, pendidikan karakter di sekolah atau madrasah

- PALING SEDIKIT 40% DARI JUMLAH KESELURUHAN SAHAM YANG DISETOR DICATATKAN DI BURSA EFEK DI INDONESIA, TIDAK TERMASUK SAHAM YANG DIBELI KEMBALI ATAU TREASURY STOCK DENGAN

Prototipe alat pengaduk dodol menghasilkan mutu dodol yang baik, dengan nilai 12.26 dari hasil uji organoleptik, pada putaran pengadukan 20 rpm dan kapasitas 4 kg, serta

Mengingat, produksi filet patin yang diharapkan dapat menjadi alternatif sumber protein hewan bagi masyarakat, tetapi selama ini sering mengalami penurunan kualitas

Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal.. ini penting dalam perubahan- perubahan morfologi hewan. Penetasan

Masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah cara memberikan warna kepada semua simpul-simpul yang ada, sedemikian rupa sehingga 2 simpul yang berdampingan