• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN APGAR KELUARGA PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDHA DAN YANG DI RUMAH BERSAMA KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN APGAR KELUARGA PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDHA DAN YANG DI RUMAH BERSAMA KELUARGA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN APGAR KELUARGA PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDHA DAN YANG DI RUMAH BERSAMA KELUARGA

Ranno Sapulette, Hidayatus Sya’diyah., S.Kep., Ns., M.Kep.

APGAR keluarga adalah instrumen yang digunakan untuk mengkaji fungsi keluarga. Kata APGAR merupakan singkatan dari atas (5) lima parameter yaitu Adaptability, Partnership, Growth, Affection, dan Resolve. Tujuan penelitian untuk menganalisis perbedaan APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di Panti Werdha dan yang di Rumah bersama keluarga.

Desain Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto berjumlah 44 orang dengan sampel sebanyak 40 orang pada 1-3 Juli 2015 dan populasi lansia di RW.03 Banjarsugihan Surabaya berjumlah 44 orang dengan sampel sebanyak 40 orang pada 21 Mei 2015. Instrumen menggunakan Lembar Kuesioner. Data dianalisa dengan uji Mann Whitney.

Hasil penelitian bahwa APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di Panti Werdha sebagian besar baik (80%) meskipun lebih banyak yang kurang baik (20%), sementara APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga sebagian besar baik (90%). Uji Mann Whitney menunjukan adanya perbedaan APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di Panti Werdha dan yang tinggal di rumah bersama keluarga dengan ρ = 0,002.

Implikasi penelitian ini adalah perbedaan APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di Panti Werdha dan yang di Rumah bersama keluarga, sehingga baik Panti Werdha Mojopahit Mojokerto dan RW.03 Banjarsugihan Surabaya dapat meningkatkan dukungan dan dayaguna untuk peningkatan APGAR Keluarga pada lansia.

Kata kunci : APGAR Keluarga pada lansia di panti werdha, APGAR Keluarga pada lansia di rumah

(2)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Penuaan merupakan proses fisiologis yang pasti dialami setiap manusia. Penuaan seiring bertambah usia terjadi penurunan fungsi biologis maupun psikis, hal ini berbeda pada setiap orang tergantung pengaruh dari dalam diri seperti pikiran, herediter, maupun pengaruh luar seperti lingkungan dan stressor. Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Undang-Undang no 13 tahun 1998). Glascock dan Freinman (1981); Stanley and Beare (2007), menganalisis kriteria lanjut usia dari 57 negara di dunia dan menemukan bahwa kriteria lanjut usia yang paling umum adalah gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang. Dampak dari penurunan fungsional pada lansia adalah menjadi tidak bisa mandiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini mengakibatkan kesulitan bagi lansia maupun orang di sekitarnya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan lansia sehingga dianggap membebani bagi orang lain. Fenomena menunjukan banyak lansia terbuang dan dimasukan ke panti werda karena alasan keluarga tidak mampu menangani, sehingga menimbulkan persepsi bagi lansia bahwa keluarga tidak perduli lagi ataupun lansia adalah orang terbuang.

Menurut data PBB, UN, World Population Prospects : The 2010 Revision, yang dikutip oleh Depkes RI (2013) menyatakan populasi lansia di dunia berjumlah lebih dari 25% dari total populasi. Lansia di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 7,56% dari populasi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,49% per tahun. Dengan pesatnya pertambahan penduduk, populasi lansia di Indonesia diperkirakan mencapai 28,68% pada tahun 2050. Hal ini diperparah lagi dengan semakin tingginya angka harapan hidup yang mencapai 70,1 pada tahun 2015. Berdasarkan studi pendahuluan di Panti Werdha Mojopahit – Mojokerto pada tanggal 17 Februari 2015, dari 10 orang lansia yang diwawancarai, didapatkan

bahwa seluruhnya merupakan janda /duda, dan beberapa diantaranya tidak memiliki keluarga. Sedangkan, lansia di RW 03 Banjarsugihan Surabaya berdasarkan studi pendahuluan pada 26 Februari 2015, dari 10 orang lansia yang diwawancarai, didapatkan bahwa seluruhnya masih memiliki keluarga atau kerabat terdekat, dan sebagian besar diantaranya masih memiliki pasangan.

Lansia yang tinggal di panti werdha mengalami keterpisahan dengan keluarga dan lingkungan. Sementara lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga masih bisa beraktivitas dan berorganisasi dengan masyarakat. Hal ini secara langsung bisa berdampak bagi kesehatan psikis lansia. Menurut Siswariningtyas (2012), lansia yang tinggal di panti werdha mengalami depresi sedang hingga berat sementara lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga tidak mengalami depresi hingga mengalami depresi ringan. Hal ini menunjukan bahwa ada faktor keluarga yang sangat mempengaruhi tingkat depresi lansia. Depresi hanyalah salah satu dari berbagai masalah psikis yang bisa dialami oleh lansia. Dalam hal ini keluarga memiliki peranan yang cukup riskan dalam menjaga kesehatan psikis maupun biologis lansia.

APGAR keluarga adalah salah satu instrumen atau metode yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang jelas dan dapat diandalkan (Smilkstein, G. 1978). Smilkstein mendefinisikan keluarga dalam hal komitmen dan berbagi sumber daya seperti waktu, ruang dan keuangan. Sebuah keluarga dalam konteks ini adalah kelompok psikososial yang terdiri dari pasien dan satu atau lebih orang, anak-anak atau orang dewasa, dimana ada komitmen bagi anggota untuk memelihara masing-masing yang lainnya. Berangkat dari definisi ini maka keluarga dari lansia memiliki tanggung jawab yang sangat penting dalam menjaga dan merawat lansia.

Diharapkan melalui penelitian ini bisa menunjukan data yang spesifik tentang apa yang dialami lansia, dan harapan bagi keluarga adalah lebih meningkatkan lagi dukungan sosial berupa fungsi-fungsi yang seharusnya dicapai oleh keluarga khususnya bagi lansia yang hidup di panti. Fungsi keluarga yang baik diharapkan mampu membantu meningkatkan derajat

(3)

N 1 + N (d)2 n =

kesehatan lansia yaitu psikis maupun biologis dengan upaya mengupayakan dukungan yang baik bagi lansia. Dukungan sosial keluarga dapat terpenuhi apabila fungsi keluarga berjalan dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis melakukan penelitian guna mengetahui APGAR Keluarga pada lansia. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan pada penelitian ini adalah “Adakah perbedaan APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di panti werdha Mojopahit-Mojojerto dengan yang tinggal di rumah bersama keluarga di RW.03 Banjarsugihan Surabaya?”

METODOLOGI 1. Desain Penelitian

Untuk menganalisa perbedaan APGAR keluarga pada lansia yang tinggal di panti werdha dengan yang tinggal di rumah bersama keluarga. Dimana cross sectional sebagai suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), yang artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Werda Mojopahit-Mojokerto, dan di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya pada Mei sampai dengan Juli 2015.

3. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto sejumlah 44 lansia dan di RW 03 Banjarsugihan-Surabaya sejumlah 44 lansia.

4. Sampel Penelitian

Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi yang telah diketahui di atas, karena jumlah populasi terdiri atas 44 lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto dan 44 lansia di RW 03 Banjarsugihan-Surabaya, maka

penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel secara acak (Random Sampling) dan teknik untuk pengambilan sampel menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

n = jumlah sampel N = jumlah populasi = 44

d2 = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Besar sampel lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto adalah :

n =

Besar sampel lansia di RW 03 Banjarsugihan-Surabaya adalah :

n =

Rumus di atas menghasilkan besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 lansia yang dibagi menjadi 40 lansia di Panti

= = = 44 1 + 44 (0,05)2 44 1,11 39,6 N 1 + N (d)2

40 lansia di Panti Werdha

= = = 44 1 + 44 (0,05)2 44 1,11 39,6 N 1 + N (d)2 40 lansia di RW 03 Banjarsugihan

(4)

Werdha Mojopahit-Mojokerto sedangkan 40 lansia di RW 03 Banjarsugihan-Surabaya

4.1 Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Probability Sampling dengan tehnik Simple Random Sampling. Pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Cara ini dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Pengambilannya dapat dilakukan dengan lotere. 5. Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu : 1. APGAR keluarga pada lansia di Panti

Werdha Mojopahit-Mojokerto

2. APGAR keluarga pada lansia di Rumah bersama keluarga di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya

6. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisa Data

6.1 Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner. Lembar kuesioner pertama berisi tentang data demografi tentang responden dan data tentang pengukuran APGAR keluarga pada lansia dengan skor setiap pertanyaan dinilai:

a. 0 : Hampir tidak pernah b. 1 : Kadang-Kadang c. 2 : Hampir Selalu

Kemudian seluruh pertanyaan dijumlahkan skornya, sehingga didapatkan total skor :

a. 7 – 10 : Baik b. 4 – 6 : Kurang baik c. 0 – 3 : Tidak baik

2. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dan persetujuan dari Institusi STIKES Hang Tuah Surabaya dan Kepala Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto serta Ketua lansia RW 03 Banjarsugihan-Surabaya untuk mengadakan penelitian. Langkah awal penelitian, peneliti melakukan pengambilan data pada sampel lansia yang tinggal di Panti Werdha, peneliti kemudian melakukan pengambilan data dari sampel lansia

di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto dan di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya. Dalam pengambilan data, peneliti menciptakan pendekatan dan hubungan saling percaya dengan responden untuk mendapat persetujuan menjadi responden. Pendekatan dan hubungan saling percaya dilakukan dengan cara memberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian untuk menghindari kesalahpahaman. Sampel diberi pengarahan, menjawab biodata dan lembaran persetujuan menjadi responden yang telah diselesaikan. Kemudian sampel yang akan diteliti dikumpulkan dalam ruangan yang sama, dalam hal ini peneliti membutuhkan waktu senggang atau santai untuk menyebarkan kuesioner, sehingga peneliti harus selalu berkoordinasi dengan responden untuk mengetahui jadwal waktu senggang atau liburnya.

Dalam penelitian ini untuk variabel digunakan kuesioner APGAR keluarga yang sudah baku yang telah diteliti validitas dan reabilitas oleh peneliti terdahulu. Kuesioner dijabarkan kedalam 5 pertanyaan.

Kuesioner yang berjumlah 5 pertanyaan : 1) Adaptability 2) Partnership 3) Growth 4) Affection 5) Resolve. Pengisian kuesioner oleh responden dilakukan dengan teknik Check-list. 6.2 Pengolahan Data

1. Editing

Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para responden. Peneliti mengurutkan lembar kuesioner untuk memudahkan proses penilaian. Kemudian memeriksa jawaban kuesioner yang diberikan oleh responden apakah masing-masing item telah diisi secara penuh.

2. Memberikan tanda kode/koding

Adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam nilai angka. Klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

3. Scoring

Adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data dan menentukan skor atau nilai untuk tiap item pertanyaan dan menentukan nilai terendah sampai tertinggi.

(5)

Setelah proses pengelompokan item selesai dan lembar kuesioner yang sudah dijawab responden diberi nilai, langkah peneliti selanjutnya adalah menjumlahkan semua nilai disetiap item dan memasukannya dalam beberapa katgori, dimana dalam kuesioner APGAR keluarga dibagi menjadi 3, yaitu:

a. 7 – 10 : Baik

b. 4 – 6 : Kurang baik c. 0 – 3 : Tidak baik 4. Entry data

Jawaban-jawaban yang sudah diberikan

kode kategori kemudian dimasukan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Memasukkan data, boleh dengan cara manual atau melalui pengolahan komputer yaitu menggunakan software microsoft excel.

5. Cleaning

Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum.

6. Mengeluarkan informasi

Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan (Setiadi, 2007).

6.3 Analisa Data

Peneliti melakukan analisa deskriptif yang dilakukan untuk menggambarkan variabel yang akan diteliti dengan cara membuat tabel frekuensi. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan APGAR keluarga pada lansia dilakukan dengan uji statistik dengan analisa univariate dan analisa bivariate. Analisa univariate dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian, sedangkan analisa bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga saling berhubungan. Kuesioner yang telah dikumpulkan diperiksa ulang untuk mengetahui kelengkapan isi data. Data yang sudah di analisa, kemudian diuji dengan uji statistik Mann Withney dengan bantuan program SPSS 16,0 dengan derajat kemaknaan jika 0,05 maka H1 diterima yang artinya ada perbedaan

Apgar Keluarga pada lansia lansia yang tinggal di Panti Werdha dan yang tinggal di Rumah bersama keluarga.

Rumus Mann Whitney :

( ) ∑ ( ) ∑

HASIL&PEMBAHASAN 1. APGAR Keluarga Lansia di Panti

Werdha Mojopahit Mojokerto Tabel 1 APGAR Keluarga pada lansia di

Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto pada tanggal 1-3 Juli 2015

Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil dari 40 responden, lansia yang memiliki APGAR keluarga baik sebanyak 32 responden (80%), lansia yang memiliki APGAR keluarga kurang baik sebanyak 8 responden (20%) dan tidak ada lansia yang memiliki APGAR keluarga tidak baik (0%).

Secara umum hasil penelitian menunjukan bahwa APGAR Keluarga pada lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto tergolong baik, berdasarkan data penelitian dari 40 lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto didapatkan persentase tertinggi yaitu 32 responden (80%) memiliki APGAR Keluarga baik, 8 responden (20%) memiliki APGAR Keluarga yang kurang baik, dan tidak ada responden (0%) yang APGAR Keluarganya tidak baik.

Data di atas menunjukan bahwa lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto sebagian besar sebanyak 32 responden (80%) memiliki APGAR Keluarga baik. Hal ini ditunjang oleh komponen APGAR Keluarga (Adaptability) lansia di Panti Werdha yaitu sebesar 62 atau (77,5%) dari skor maksimal 80. Kemampuan Adaptability menunjukan bahwa lansia mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan khususnya dengan sesama penghuni Panti Werdha. Dengan pertimbangan bahwa lansia yang tinggal di Panti Werdha adalah individu-individu dengan latar belakang yang berbeda-No. APGAR

Keluarga responden Frekuensi ( % )

1. Baik 32 80

2. Kurang Baik 8 20

3. Tidak Baik 0 0

(6)

beda dan berasal keluarga yang memiliki perbedaan masing-masing khususnya menyangkut budaya atau kebiasaan lama di keluarga, maka untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri adalah hal yang cukup sulit dan dibutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi, akan tetapi dari hasil penelitian dapat dikatakan kemampuan lansia untuk beradaptasi di Panti Werdha sangat baik. Menurut Salbiah (2006), adaptasi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berespon terhadap stimulus guna mencapai kesejahteraan, dalam hal ini kesejahteraan sosial.

Selain itu, komponen Partnership juga mendukung APGAR Keluarga lansia di Panti Werdha baik, yaitu sebesar 68 atau (85%) dari skor maksimal 80. Partnership menunjukan bahwa telah tercapainya suatu sistem komunikasi dan musyawarah untuk mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi, meskipun lansia yang tinggal di Panti Werdha cenderung untuk berkomunikasi hanya dengan lansia lain yang paling dekat karena tinggal sekamar atau dalam satu asrama yang sama. Menurut Puspitawati (2012), kemitraan digambarkan sebagai kerjasama secara setara dan berkeadilan antara anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan dalam pembagian peran sesuai dengan fungsinya.

Hasil tabulasi silang pada kegiatan lansia saat di Panti Werdha juga mendukung APGAR Keluarga baik. Lansia yang memiliki APGAR Keluarga baik sebanyak 32 responden, seluruhnya mengikuti kegiatan beribadah selama tinggal di Panti Werdha. Lansia di Panti Werdha selalu diupayakan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan pola hidup sehat yang telah diatur oleh pengurus Panti Werdha dengan memberikan pelayanan kesehatan yang cukup baik, diharapkan lansia dapat belajar menerima aktivitas dan minat baru dalam hal ini beribadah untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Menurut Potter dan Perry (2005), tugas perkembangan lansia diantaranya adalah lansia harus mampu untuk menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan seiring terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal

ini tidak hanya dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal terjadi.

Selain itu, didapatkan masih ada lansia di Panti Werdha yang memiliki APGAR Keluarga kurang baik, yaitu sebanyak 8 orang (20%). Hal ini dikarenakan komponen APGAR Keluarga (Growth) hanya sebesar 58 atau (72,5%) dari skor maksimal 80, dibawah lansia yang tinggal di Rumah. Hal ini menunjukan bahwa para lansia belum sepenuhnya puas atas kebebasan untuk bertumbuh. Pertumbuhan atau perkembangan mencakup jasmani dan rohani. Pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya berjalan selaras dan pada tahap-tahap tertentu menghasilkan “kematangan”. Menurut Bandiyah (2009), di usia lanjut lansia seperti kembali ke masa kanak-kanak dan mengalami kemunduras secara psikis.

Selanjutnya, komponen Affection juga mendukung APGAR Keluarga kurang baik yaitu sebesar 56 atau (70%) dari skor maksimal 80. Affection menunjukan bahwa kasih sayang antar lansia yang tinggal di Panti Werdha masih kurang. Ada 6 orang lansia yang memutuskan untuk menikah setelah tinggal di Panti Werdha menunjukan bahwa para lansia memiliki kebutuhan akan kasih sayang yang tinggi yang kadang-kadang tidak bisa didapatkan dari sebatas orang terdekat dalam hal ini lansia sekamar. Para lansia yang menikah mengaku bahwa meskipun sudah tua, tetapi rasa saling membutuhkan sangat tinggi. Menurut Bandiyah (2009), Kasih sayang pada lansia dibutuhkan adanya interaksi emosional yang cukup kuat.

Komponen Resolve juga mendukung APGAR Keluarga kurang baik, pada lansia di Panti Werdha didapat sebesar 57 atau (71,25%) dari skor maksimal 80. Resolve menunjukan belum tercapainya kebersamaan yang baik antar sesama penghuni Panti Werdha. Kebersamaan yang dimaksud adalah kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang. Hal ini diakibatkan kurangnya aktivitas yang dapat meningkatkan rasa kebersamaan antar lansia. Menurut Bandiyah (2009), kebersamaan yang dimaksud lebih mengarah kepada toleransi seseorang terhadap yang lain.

Hasil tabulasi silang didapatkan bahwa alasan lansia tinggal di Panti Werdha karena anjuran petugas Desa/Kelurahan tempat tinggal

(7)

lansia di masa lalu juga menunjang APGAR Keluarga kurang baik. Pada Lansia yang APGAR Keluarganya kurang baik, ada sebanyak 6 responden tinggal di Panti Werdha karena anjuran dari petugas Desa/Kelurahan tempat tinggal lansia di masa lalu. Dari hasil wawancara, lansia yang tinggal di Panti Werdha karena dianjurkan petugas Desa/Kelurahan mengaku seringkali merasakan kesepian, banyak lansia yang tidak memiliki keluarga sehingga oleh petugas Desa/Kelurahan tempat tinggal dianjurkan supaya tinggal di Panti Werdha. Menurut Potter dan Perry (2005), lansia memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya harus menyesuaikan terhadap penurunan fisik dan kekuatan, hal ini tidak hanya dianggap penyakit, tetapi umum terjadi pada lansia mencakup penyesuaian terhadap kehilangan orang-orang terdekat.

2. APGAR Keluarga Lansia di RW.03 Banjarsugihan Surabaya

Tabel 2 APGAR Keluarga pada lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya pada tanggal 21 Mei 2015

Secara umum hasil penelitian menunjukan bahwa APGAR Keluarga pada lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya yang tinggal bersama keluarga baik, berdasarkan data dari 40 responden di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya didapatkan persentase hasil tertinggi yaitu 36 responden (90%) memiliki APGAR Keluarga yang baik, 4 responden (10%) memiliki APGAR Keluarga yang kurang baik dan tidak ada responden (0%) yang memiliki APGAR Keluarga tidak baik.

Data di atas menunjukan bahwa lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya sebagian besar yaitu sebanyak 36 responden (90%)

memiliki APGAR Keluarga baik, ditunjang oleh komponen APGAR Keluarga (Adaptability) sebesar 63 atau (78%) dari skor maksimal 80. Hal ini menunjukan bahwa para lansia sudah mampu untuk menyesuaikan diri guna mencapai kesejahteraan yang lebih mengarah kepada kesejahteraan sosial atau disebut adaptasi. Lansia dalam beradaptasi membutuhkan fungsi keluarga dalam hal ini sosialisasi untuk mengenal lingkungan guna mengetahui peran yang seharusnya bagi lansia. Menurut Calista Roy (Salbiah, 2006), lingkungan adalah semua kondisi, keadaan dan kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok, sementara keperawatan sebagai upaya mengarahkan manusia untuk mengurangi atau mengatasi kondisi maladaptif dan meningkatkan kemampuan adaptasi manusia.

Selain itu, komponen Partnership juga mendukung APGAR Keluarga baik sebesar 66 atau (82,5%) dari skor maksimal 80. Hal ini menunjukan bahwa lansia dapat berkomunikasi serta bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi bersama. Lansia yang tinggal bersama keluarga adalah individu-individu yang telah terbiasa dengan budaya atau kebiasaan di keluarga maupun masyarakat. Selain itu, para lansia tergabung dalam organisasi yaitu Posyandu Lansia. Menurut Padilla (2012), tugas keluarga diantaranya memelihara ketertiban anggota keluarga serta sosialisasi antar anggota keluarga.

Selanjutnya, komponen Growth juga mendukung APGAR Keluarga baik, yaitu sebesar 67 atau (83%) dari skor maksimal 80. Hal ini menunjukan bahwa para lansia memiliki kebebasan untuk bertumbuh dengan minat dan aktivitas yang biasa dilakukan maupun yang ingin dilakukan. Peneliti berasumsi bahwa lansia di RW.03 Banjasugihan-Surabaya memiliki aktivitas yang sangat berguna bagi lansia diantaranya senam pagi, selain untuk meningkatkan kondisi fisik lansia, juga lansia dapat belajar untuk bertumbuh secara jasmani pada aktivitas di luar rumah yang berguna bagi lansia. Menurut Desmita (2005), pertumbuhan atau perkembangan yang dimaksud mencakup pertumbuhan atau perkembangan secara jasmani No. APGAR

Keluarga responden Frekuensi Persentase ( % )

1. Baik 36 90 2. Kurang Baik 4 10 3. Tidak Baik 0 0 Total 40 100.0

(8)

dan secara psikis. Perkembangan tidak terbatas pada pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar.

Komponen Affection juga mendukung APGAR Keluarg baik, yaitu sebesar 70 atau (87,5%) dari skor maksimal 80. Hal ini menunjukan lansia yang tinggal bersama keluarga mendapatkan kasih sayang dari orang terdekat. Peneliti berasumsi bahwa lansia memiliki keluarga yang memiliki hubungan darah, selain itu sebagian besar lansia masih memiliki pasangan yang senangtiasa memberikan kasih sayang kepada lansia. Menurut (Salbiah, 2006), kasih sayang merupakan kunci kebahagiaan sebuah keluarga. Sadar atau tidak, kasih sayang menuntut adanya pengorbanan, kejujuran, saling percaya, saling pengertian, saling terbuka, sehingga keluarga menjadi kesatuan yang utuh.

Sedangkan komponen Resolve juga mendukung APGAR Keluarga baik sebesar 68 atau (85%) dari skor maksimal 80. Hal ini menunjukan bahwa kebersamaan yang dialami lansia dengan orang terdekat telah tercapai sesuai yang diharapkan. Peneliti berasumsi bahwa lansia seringkali menghabiskan waktu dengan orang terdekat ketika tidak ada kegiatan yang dilakukan. Menurut Salbiah (2006), kebersamaan yang dimaksud lebih mengarah pada toleransi yaitu mementingkan kepentingan bersama lebih dari kepentingan pribadi.

Hasil tabulasi silang menunjukan bahwa lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya memiliki APGAR Keluarga baik, lebih banyak pada riwayat pekerjaan lain-lain sebanyak 26 responden (65%). Lansia yang terbiasa bekerja dapat lebih produktif pada masa tua karena pengalaman yang telah dimiliki membuat lansia lebih dapat mengisi hari tua dengan hal-hal yang menyenangkan. Menurut Kuntjoro (2012), ada tipe kepribadian mandiri (independent personality), dimana pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang tidak memberikan otonomi, akan tetapi lansia yang terbiasa

bekerja akan lebih mandiri dalam menjalani hidupnya.

Hasil tabulasi silang menunjukan bahwa lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya memiliki APGAR Keluarga baik, lebih banyak pada lansia yang penghasilan saat ini berasal dari uang pensiun/pesangon yaitu 11 responden (27,5%), lansia yang memiliki penghasilan dari uang pensiun/pesangon adalah lansia yang tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain, APGAR Keluarga pada lansia yang seperti ini sangat baik. Menurut Kuntjoro (2012), lansia dengan tipe kepribadian mandiri (independent personality), dalam hal ini lansia yang pernah bekerja dan memiliki pensiun akan lebih mandiri dalam menjalani hidupnya.

Sementara itu, hasil penelitian juga menunjukan bahwa masih ada lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya yang memiliki APGAR Keluarga kurang baik sebanyak 4 responden (10%). Tabulasi silang menunjukan bahwa responden yang memiliki APGAR Keluarga kurang baik mendapatkan penghasilan dari pensiun/pesangon dan pemberian keluarga atau orang terdekat. Dari sisi ekonomi hal ini tentu membuat lansia menjadi pribadi yang bergantung pada orang lain. Seringkali lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan karena kurangnya penghasilan, membuat kondisi psikis lansia menjadi bergejolak. Hal ini menunjukan bahwa beberapa lansia yang tinggal di Rumah belum mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan, serta kurang memahami budaya atau kebiasaan di keluarga maupun masyarakat. Para lansia dituntut untuk dapat berkomunikasi, musyawarah dalam mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi, hal ini belum sepenuhnya bisa dipahami oleh seluruh lansia. Menurut Bandiyah (2009), pada lansia sering ditemui stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan, hal ini tentu berpengaruh terhadap hubungan lansia dengan keluarga.

(9)

3. Perbedaan APGAR Keluarga pada Lansia di RW.03 Banjarsugihan

Surabaya dan Panti Werdha Mojopahit Mojokerto

Tabel 5.18 Perbedaan APGAR Keluargapada lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto dan di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya

Secara umum, APGAR Keluarga dari 40 lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto didapatkan persentasi tertinggi 32 responden (80%) memiliki APGAR Keluarga baik sedangkan 8 responden (20%) memiliki APGAR Keluarga kurang baik dan tidak ada responden yang memiliki APGAR Keluarga tidak baik (0%). Sementara dari 40 lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya didapatkan persentasi tertinggi 36 responden (90%) memiliki APGAR Keluarga baik sedangkan 4 responden (10%) memiliki APGAR Keluarga kurang baik dan tidak ada responden yang memiliki APGAR Keluarga tidak baik (0%).

Data di atas menunjukan bahwa lansia di Panti Werdha sebagian besar memiliki APGAR Keluarga baik mencapai (80%). Akan tetapi lansia di Rumah memiliki APGAR Keluarga yang lebih baik yaitu mencapai (90%). APGAR Keluarga baik pada lansia di Panti Werdha didukung oleh komponen Adapability yaitu sebesar 62 atau (77,5%) dari skor maksimal 80. Hal ini menunjukan bahwa lansia mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan khususnya dengan sesama penghuni Panti Werdha. Lansia yang tinggal di Panti Werdha adalah individu-individu dengan latar belakang yang berbeda-beda dan berasal keluarga yang memiliki perbebedaan masing-masing khususnya

menyangkut budaya atau kebiasaan lama di keluarga, maka untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri adalah hal yang cukup akan tetapi dari hasil penelitian didapatkan kemampuan lansia untuk beradaptasi di Panti Werdha sangat baik. Menurut Salbiah (2006), adaptasi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berespon terhadap stimulus guna mencapai kesejahteraan, dalam hal ini kesejahteraan sosial.

Selain itu, komponen Partnership juga mendukung APGAR Keluarga baik dengan skor sebesar 68 atau (85%) dari skor maksimal 80. Lansia di Panti Werdha memiliki kemitraan yang lebih baik dari lansia yang tinggal di Rumah karena lansia merasa senasib di hari tua, disamping itu keluarga institusional juga membawa dampak kemitraan yang baik antar sesama lansia. Menurut Munarak (2009), Panti Werdha merupakan keluarga institusional. Kegiatan yang dilakukan di Panti Werdha dilakukan secara bersama-sama. Menurut Hurlock (1996) dalam Aisyah (2013), lansia yang tinggal di Panti Werdha memiliki kemungkinan untuk berhubungan dengan teman seusia yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama.

Apabila dibandingkan dengan lansia di Panti Werdha, lansia yang tinggal di Rumah memiliki APGAR Keluarga yang lebih baik yaitu mencapai (90%). Hal ini didukung oleh seluruh komponen APGAR Keluarga. Komponen APGAR Keluarga (Adaptability) pada lansia yang tinggal di Rumah didapat hasil sebesar 63 atau (78%) dari skor maksimal 80. Hasil tersebut menunjukan bahwa para lansia yang tinggal di Rumah sudah mampu untuk menyesuaikan diri guna mencapai kesejahteraan atau adaptasi. Dalam beradaptasi, lansia membutuhkan fungsi keluarga dalam hal ini sosialisasi untuk mengenal lingkungan guna mengetahui peran yang seharusnya bagi lansia. Menurut Calista Roy (Salbiah, 2006), lingkungan adalah semua kondisi, keadaan dan kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok, sementara keperawatan sebagai upaya mengarahkan manusia untuk mengurangi atau mengatasi kondisi maladaptif dan meningkatkan kemampuan adaptasi manusia. APGAR Keluarga Lansia di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto Lansia di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya Frekuensi ( % ) Frekuensi ( % ) Baik 32 80 36 90 Kurang Baik 8 20 4 10 Tidak Baik 0 0 0 0 Total 40 100.0 40 100.0

(10)

Komponen Partnership pun mendukung APGAR Keluarga baik yaitu sebesar 66 atau (82,5%) dari skor maksimal 80. Hasil tersebut menunjukan bahwa lansia yang tinggal di Rumah dapat berkomunikasi serta bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi bersama. Lansia yang tinggal bersama keluarga adalah individu-individu yang telah terbiasa dengan budaya atau kebiasaan di keluarga maupun masyarakat. Selain itu, para lansia tergabung dalam organisasi yaitu Posyandu Lansia. Menurut Padilla (2012), tugas keluarga diantaranya memelihara ketertiban anggota keluarga serta sosialisasi antar anggota keluarga.

Komponen Growth juga mendukung APGAR Keluarga baik, yaitu sebesar 67 atau (83%) dari skor maksimal 80. Hal ini menunjukan bahwa para lansia yang tinggal di Rumah memiliki kebebasan untuk bertumbuh dengan minat dan aktivitas yang biasa dilakukan maupun yang ingin dilakukan. Lansia di RW.03 Banjasugihan-Surabaya memiliki aktivitas yang sangat berguna bagi lansia diantaranya senam pagi, selain untuk meningkatkan kondisi fisik lansia, juga lansia dapat belajar untuk bertumbuh secara jasmani pada aktivitas di luar rumah yang berguna bagi lansia. Menurut Desmita (2005), pertumbuhan atau perkembangan yang dimaksud mencakup pertumbuhan atau perkembangan secara jasmani dan secara psikis. Perkembangan tidak terbatas pada pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar.

Selain itu, komponen Affection juga mendukung APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di Rumah baik yaitu sebesar 70 atau (87,5%) dari skor maksimal 80. Lansia yang tinggal di Rumah dapat mengungkapkan perasaan dan emosi seperti senang, marah, ataupun sedih karena lansia memiliki keluarga yang lebih mengenal lansia karena telah terbiasa dengan sikap dan perilaku lansia dalam keluarga. Selain itu, lansia yang tinggal di Panti Werdha kurang mendapat fungsi keluarga

seperti fungsi afektif yang membuat lansia sulit untuk mengungkapkan emosi. Menurut Friedman (1998) dalam Padilla (2012), fungsi keluarga antara lain fungsi afektif yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan psikososial termasuk ungkapan senang, sedih, ataupun marah.

Komponen Resolve juga mendukung APGAR Keluarga baik pada lansia yang tinggal di rumah, yaitu sebesar 68 atau (85%) dari skor maksimal 80. Lansia yang tinggal di Rumah memiliki lebih banyak waktu untuk bersama dengan keluarga ataupun berbagi dengan keluarga karena banyak lansia yang tidak memiliki pekerjaan tetap ataupun telah pensiun sehingga lebih banyak waktu dihabiskan di rumah bersama keluarga. Sementara lansia yang tinggal di Panti Werdha lebih banyak mengalami konflik karena perilaku lansia lain yang seringkali berdasarkan emosi dan hal ini membuat kebersamaan antar lansia di Panti Werdha menjadi berkurang. Menurut Hurlock (1998) dalam Aisyah (2013), kerugian yang dialami lansia yang tinggal di Panti Werdha adalah berhubungan dekat dan menetap dengan beberapa orang yang mungkin tidak menyenangkan akibat konflik yang terjadi.

Dari hasil uji statistik Mann-Whitney Test (dengan menggunakan SPSS 19.0), didapatkan derajat kemaknaan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa ρ ≤ 0,05, berarti H0 ditolak

dan H1 diterima sehingga ada perbedaan antara

APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di Panti Werdha dengan yang di rumah bersama keluarga dimana lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga memiliki APGAR Keluarga yang lebih baik.

SIMPULAN&SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada lansia yang tinggal di Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto dan yang di rumah bersama keluarga di di RW.03 Banjarsugihan-Surabaya, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

1. APGAR Keluarga dari lansia yang tinggal di Panti Werdha sebagian besar baik.

(11)

2. APGAR Keluarga dari lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga sebagian besar baik.

3. Ada perbedaan APGAR Keluarga pada lansia yang tinggal di Panti Werdha dan yang di Rumah bersama keluarga dengan nilai ρ = 0,002.

6.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah :

1. Bagi Panti Werdha Mojopahit-Mojokerto agar memperhatikan keadaan psikis dan sosial lansia agar dapat menjadi lebih baik dengan intervensi yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan rasa saling mendukung serta kebersamaan antar lansia yang tinggal di Panti Werdha.

2. Bagi RW.03 Banjarsugihan-Surabaya agar memperhatikan keadaan psikis dan sosial lansia agar dapat menjadi lebih baik dengan intervensi yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan rasa saling mendukung serta kebersamaan antar lansia yang tinggal di Rumah bersama keluarga. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan

malakukan penelitian tentang “Perbedaan fungsi keluarga pada lansia di Panti Werdha dengan yang di Rumah”. Dengan alat ukur berupa kuesioner yang dikembangkan sendiri dan diuji validitas.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. dan Achmad, Hidir.2012. Kehidupan Lansia Yang Dititipkan Keluarga Di Panti Sosial Tresna Werdha Khusnul Khotimah Pekanbaru. Naskah Terbuka. Azizah, L, M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

BPS, Jatim. 2015. Data Lansia Terlantar.

http://jatim.bps.go.id diunduh tanggal 09 Maret jam 10.04 WIB.

Depkes RI. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Dinsos, Jatim. 2015. Data Panti Sosial di Jawa Timur. http://www.dinsosjatim.go.id

diunduh tanggal 09 Maret jam 09.12 WIB.

Ekawati. 2011. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Lansia. Program Studi Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret.

Friedman, M. M., Bowdwn, V. R. dan Jones. G. F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset & Praktik Edisi 5. Jakarta: EGC.

Mickey, Stanley. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC

Mubarak, W, I, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Padila. (2013). Buku ajar Keperawatan

Gerontik. Yogyakarta: Nusa Medika. Potter dan Perry. (2005). Fundamental

Keperawatan Edisi 4; Konsep, Proses, dan Praktik, Jakarta: EGC.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Siswariningtyas, Rizka .(2012). Perbedaan Tingkat Depresi pada Lansia antara Tinggal di Panti Werdha dengan di Rumah Bersama Keluarga. Jurusan S1 Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya: Skripsi tidak dipublikasikan. Stanley dan Beare, (2007). Buku Ajar

Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Tamher, S dan Noorkasiani, (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Referensi

Dokumen terkait

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Remediasi Pembelajaran Melalui Model Arcs (Attention, Relevancy,pConvident, Satisfaction) untuk

1) Digital Library (Digilib) yang dibuat untuk menampilkan katalog buku, pencarian buku dan download lampiran buku. 2) Buku-buku yang dapat di download hanya

Sungai Salor merupakan sungai buatan (irigrasi primer) yang digunakan untuk mengaliri sawah di lahan 1.000 ha. Sungai Salor tergolong dalam saluran sekunder yang sumber

Pelaksanaan pembayaran klaim kepada Kreditur dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan

Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demi masa depan peserta

Sebelum stek ditanam, media yang sudah dimasukkan dalam polybag disiram dengan air sesuai dengan kapasitas lapang media tanam yang ditentukan dengan cara mengukur selisih bobot

(2017) ‘Pengaruh Persepsi Kualitas , Citra Merek , Persepsi Harga terhadap Loyalitas Pelanggan dengan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel Mediasi’,

Hasil uji statistik Chi Square , menunjukan nilai p 0.189, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gizi seimbang dengan Indeks