• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI

PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN

PASIEN PRE OPERASI DI RSU PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh :

HARNI TRI ASTUTI

201110201094

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

YOGYAKARTA

2015

(2)

ii

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI

PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN

PASIEN PRE OPERASI DI RSU PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Pendidikan Ners-Program Studi Ilmu Keperawatan

Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

HARNI TRI ASTUTI

201110201094

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

YOGYAKARTA

2015

(3)

iii iii

(4)

iv

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI

ROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN

PASIEN PRE OPERASI DI RSU PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL

THE IMPACT OF PROGRESSIVE RELAXATION

THERAPY TOWARDS ANXIETY LEVEL OF

PRE-SURGERY PATIENTS AT RSU PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL

Harni Tri Astuti, Ruhyana

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta Email: [email protected]

Abstrak: Sekitar 70% dari pasien yang akan menjalani pembedahan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul melaporkan mengalami kecemasan. Kecemasan ini jika tidak segera diatasi dapat menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis yang akan menghambat dilakukannya tindakan operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Desain penelitian ini menggunakan pre eksperimental, dengan rancangan one group pretest

posttest design. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan

jumlah 20 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner T-MAS. Analisis statistik yang digunakan adalah paired samples t-test. Berdasarkan analisis data diperoleh nilai p= 0,002 (p<0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti pemberian terapi relaksasi progresif efektif terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi. Relaksasi progresif dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi kecemasan pada pasien pre operasi.

Kata Kunci: Terapi Relaksasi Progresif, Tingkat Kecemasan, Pre Operasi.

Abstract: Around 70% of pre-surgery patients at RSU PKU Muhammadiyah Bantul are reported to feel some anxiety. If the anxiety cannot be handled, there will be some physiology changes that could hamper the surgery. This research was to determine the impact of progressive relaxation therapy towards anxiety level of surgery patients RSU PKU Muhammadiyah Bantul. This research was

pre-experimental study with one group pretest post study design. Purposive sampling

was employed as sampling technique for 20 respondents. T-MAS questionnaire was administrated as data collecting instrument. Paired samples t-test was conducted as statistical data analysis. Based on the statistical data analysis, it resulted effective impact of progressive relaxation therapy on the decreasing anxiety level of pre-surgery patients, with p- value= 0,002 (p<0,05), which Ha was accepted, and Ho was rejected. Progressive relaxation can be used as an alternative therapy to overcome the anxiety level of pre-surgery patients.

(5)

1

PENDAHULUAN

Tindakan operasi merupakan semua tindakan pengobatan yang dilakukan oleh dokter dengan cara memasukkan suatu peralatan khusus ke dalam tubuh pasien dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat, 2005). Secara mental, pasien harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan, karena selalu menimbulkan rasa cemas atau takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, bahkan kemungkinan cacat atau mati (Potter & Perry, 2005).

Kebijakan rumah sakit telah menetapkan peran maupun tugas perawat terhadap pasien. Perawat sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pasien mengatasi kecemasan. Peran tersebut sangat dibutuhkan karena perawat merupakan petugas kesehatan yang terdekat dan terlama menangani pasien, maka perawat harus mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami kecemasan menjelang tindakan pembedahan. Sebelum dilakukan pembedahan perawat perlu memberikan informed

concern kepada pasien supaya pasien mengetahui prosedur yang akan dilakukan

pembedahan sehingga menurunkan tingkat kecemasan pasien (Kennedy, 2009). Kebijakan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul ketika pasien mengalami kecemasan, perawat memberikan bimbingan rohani serta memberikan doa-doa untuk spiritualnya.

Dari hasil wawancara terhadap pasien pre operasi dari 10 (sepuluh) responden terdapat 7 responden atau 70% mengatakan cemas menghadapi operasi dan 3 responden atau 30% mengatakan biasa-biasa saja dan ikhlas menghadapi operasi. Jong (1997, dalam Efendy, 2008) menyebutkan bahwa akibat dari kecemasan pasien pre operasi yang sangat hebat maka ada kemungkinan operasi tidak bisa dilaksanakan, karena pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum operasi akan muncul kelainan seperti tekanan darah yang meningkat, sehingga apabila tetap dilakukan operasi akan dapat mengakibatkan penyulit terutama dalam menghentikan perdarahan, dan bahkan setelah operasi pun akan mengganggu proses penyembuhan.

Salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah dengan cara mempersiapkan mental dari pasien (Potter & Perry, 2005). Kini telah banyak

(6)

2

dikembangkan terapi–terapi keperawatan untuk mengatasi kecemasan. Salah satunya yaitu dengan menggunakan metode terapi relaksasi otot progresif. Teknik relakasasi otot progresif dibuktikan mampu membantu mengatasi gangguan kecemasan.

Penelitian Jacobson (1938, dalam Soewondo, 2012) mengemukakan bahwa relaksasi otot progresif sebagai suatu program untuk melatih orang merileks otot-otot secara keseluruhan. Ketegangan menyebabkan serabut-serabut otot kontraksi, mengecil, menciut. Ketegangan timbul bila seseorang cemas dan stres ini bisa hilang dengan menghilangkan ketegangan.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan pre eksperimental, dengan rancangan one

group pretest posttest design, yaitu desain yang terdapat pretest, sebelum diberikan

perlakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan menjalani operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul di ruang rawat inap kelas III bangsal dewasa pada bulan September 2014 berjumlah 137 orang. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling, merujuk pada pendapat Nursalam (2008) besar sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 20 responden.

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan observasi dan kuesioner. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui proses kerja dari pemberian relaksasi progresif. Sedangkan alat ukur tingkat kecemasan yang digunakan menggunakan kuesioner T-MAS (Taylor

Manifest Anxiety Scale).

Analisis statistik yang digunakan adalah paired samples t-test, digunakan untuk menguji hipotesis yang datanya dari dua sampel saling berhubungan dan untuk menganalisis hasil eksperimen yang menggunakan pre-test dan post-test one group

design (Arikunto, 2013).

HASIL PENELITIAN Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Jenis operasi yang dapat dilaksanakan meliputi: bedah umum, orthopedi, urologi, obstetri, THT, syaraf, digesti, gynekologi dan anak. Adapun fasilitas dan alat penunjang yang ada di kamar operasi meliputi: lampu operasi, bed operasi, monitor, pemeriksaan endoscopy, ct scan multislice, rontgen dan USG 3D. Prosedur penanganan pasien pre

(7)

3

operasi meliputi persiapan umum yaitu persiapan informed consent. Pasien dan keluarga harus mengetahui prosedur operasi, jenis operasi dan prognosis dari hasil pembedahan. Persiapan alat dan obat yang akan digunakan selama pembedahan, penyediaan darah untuk persiapan tranfusi darah, pencalonan pasien yang akan dilakukan pembedahan dari ruang rawat inap ke kamar unit di mana pasien akan dilakukan pembedahan. Pengkajian riwayat kesehatan, riwayat alergi, kebiasaan merokok, alkohol dan narkoba.

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pasien yang akan dilakukan tindakan operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul yaitu di bangsal kelas III dewasa, terdiri dari 20 responden yang diberi pre test dan post test. Responden dikarakteristikkan berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Berikut karakteristik responden penelitian:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Karakteristik

Frekuensi % Usia

Anak <17 tahun Dewasa 18-64 tahun Usia lanjut >65 tahun

Jumlah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Jumlah 1 16 3 20 11 9 20 6 2 12 20 5,0% 80,0% 15,0% 100,0% 55,0% 45,0% 100,0% 30,0% 10,0% 60,0% 100,0% Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan karakteristik usia responden yang paling banyak adalah usia dewasa 18-64 tahun yaitu sebanyak 16 orang (80,0%). Sedangkan responden yang paling sedikit adalah usia anak <17 tahun yaitu 1 orang (5,0%). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden yang paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (55,0%) dan responden yang paling sedikit adalah responden perempuan yaitu sebanyak 9 orang (45,0%). Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden

(8)

4

yang paling banyak adalah berpendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang (60,0%). Sedangkan responden yang paling sedikit adalah berpendidikan SMP yaitu sebanyak 2 orang (10,0%).

Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Progresif

Tabel 2. Distribusi Kategorik Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Diberikan Intervensi

Tingkatan

Waktu

Skor <20 Skor 20-40 Skor >40 Jumlah

f % f % f % f %

Pre test 13 65,0% 7 35,0% - - 20 100,0%

Post test 14 70,0% 6 30,0% - - 20 100,0%

Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui tingkat kecemasan responden pre test yang paling banyak adalah kecemasan skor <20 yaitu sebanyak 13 orang (65,0%) dan kecemasan yang paling sedikit adalah kecemasan skor 20-40 yaitu sebanyak 7 orang (35,0%), sedangkan tidak terdapat responden pada kecemasan skor>40.

Pada tingkat kecemasan responden post test yang paling banyak adalah kecemasan <20 yaitu sebanyak 14 orang (70,0%) dan kecemasan yang paling sedikit adalah kecemasan skor 20-40 yaitu sebanyak 6 orang (30,0%), sedangkan tidak terdapat responden pada kecemasan skor >40.

Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

Hasil uji normalitas shapiro-wilk menunjukkan nilai statistic sebesar 0,943 dengan (p)= 0,276 untuk variabel tingkat kecemasan pre test. Sedangkan untuk variabel tingkat kecemasan post test nilai statistic sebesar 0,962 dengan (p)= 0,594. Dapat disimpulkan bahwa data memiliki nilai (p) > 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa data penelitian berdistribusi normal.

(9)

5

Tabel 3. Hasil Uji Statistik Paired Samples T-test

Data Mean t hitung t tabel Sig (2-tailed)

Pre test 18,85 3,559 1,740 0,002

Post test 18,25

Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan hasil tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata sebelum terapi realaksasi progresif yaitu 18,85 sedangkan nilai rata-rata setelah terapi relaksasi progresif yaitu 18,25. Hasil uji statistik menggunakan paired samples t-test didapatkan data bahwa nilai significancy (2-tailed) untuk tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi progresif sebesar 0,002 (p<0,05). Tabel di atas juga menunjukkan nilai t hitung > t tabel yaitu t hitung sebesar 3,559 dan t tabel sebesar 1,740. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti ada pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul.

PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan tabel 1. menujukkan sebagian besar responden didapatkan berumur dewasa antara 18-64 tahun yaitu 80%. Menurut Nursalam (2001 dalam Kusmarjathi 2009) mengemukakan bahwa kematangan usia berpengaruh terhadap seseorang dalam menyikapi situasi/ penyakitnya dalam mengatasi kecemasan yang dialami. Pada penelitian ini umur responden tergolong dewasa muda dan madya.

Tabel 1. menunjukkan jumlah responden berdasarkan jenis kelamin. Menurut Videbeck (2008) mengemukakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan tingkat kecemasan, di mana perempuan lebih mudah tersinggung, sangat peka dan menonjolkan perasaannya. Sedangkan laki-laki, memiliki karakteristik maskulin yang cenderung dominan, aktif, lebih rasional dan tidak menonjolkan perasaan. Akan tetapi pada penelitian ini didapatkan jumlah responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 55,0% dan sebagian kecil berjenis kelamin perempuan yaitu 45,0%.

Tabel 1. jumlah responden berdasarkan pendidikan. Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah

(10)

6

mengalami kecemasan. Jika seseorang pasien terpapar informasi tentang penyakitnya lebih jelas, maka pasien dapat tenang dalam menerima proses pengobatan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus (Lutfa dan Maliya, 2008). Akan tetapi pada penelitian ini didapatkan jumlah responden sebagian besar berpendidikan SMA yaitu 60,0%. Hal tersebut didukung oleh penelitian Uskenat (2012) tentang perbedaan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan general anestesi sebelum dan sesudah diberikan relaksai otot progresif yang menyatakan bahwa dari 30 responden yang paling banyak berpendidikan SMA yaitu 40,0%.

b. Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Diberi Terapi Relaksasi Progresif

Merujuk pada tabel 3. hasil uji statistik paired samples t-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata sebelum terapi realaksasi progresif yaitu 18,85 sedangkan nilai rata-rata setelah terapi relaksasi progresif yaitu 18,25. Hal ini menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi progresif. Berdasarkan tabel 2. dapat diketahui tingkat kecemasan responden pre test yang paling banyak adalah kecemasan skor <20 yaitu sebanyak 13 orang (65,0%) dan kecemasan yang paling sedikit adalah kecemasan skor 20-40 yaitu sebanyak 7 orang (35,0%).

Penelitian ini didukung oleh Muttaqin dan Sari (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pasien pre operasi adalah takut terhadap nyeri, kematian, takut tentang ketidaktahuan penyakit, takut tentang deformitas dan ancaman lain terhadap citra tubuh. Jadi, pada kecemasan ringan ini dapat disimpulkan bahwa seseorang individu masih bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa dan apabila individu tersebut mengetahui bahwa dirinya sedang mengalami cemas maka masih bisa diatasi.

Pada tingkat kecemasan responden post test yang paling banyak adalah kecemasan skor <20 yaitu sebanyak 14 orang (70,0%) dan kecemasan yang paling sedikit adalah kecemasan skor 20-40 yaitu sebanyak 6 orang (30,0%). Hal ini dikarenakan setelah diberi terapi relaksasi progresif, sebagian besar pasien mengalami penurunan tingkat kecemasan dan menjadi lebih siap untuk menjalani operasi. Di Indonesia penelitian tentang relaksasi progresif pernah dilakukan oleh Maryani (2008), mengukur efektivitas Progressive Muscle Relaxation (PMR) untuk

(11)

7

mengurangi kecemasan yang berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi. Ini didukung oleh pendapat yang disampaikan oleh Jacobson (1938, dalam Soewondo 2012) yang pertama kali mengembangkan metode relaksasi progresif untuk melawan rasa cemas, stres dan tegang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa apabila seseorang mengalami ketegangan dapat menyebabkan serabut-serabut otot kontraksi, mengecil dan menciut. Ketegangan timbul bila seseorang cemas dan stres bisa hilang dengan menghilangkan ketegangan.

2. Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi, yaitu sebagai berikut:

Merujuk pada hasil penelitian pada tabel 3. menggunakan uji statistik paired

samples t-test didapatkan data bahwa nilai significancy (2-tailed) untuk tingkat

kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi progresif sebesar 0,002 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti ada pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul.

Pasien pre operasi dapat mengalami kecemasan, hal ini merupakan respon psikologis yang wajar. Kecemasan yang dialami dapat berada pada rentan respon ringan, sedang, berat dan panik. Tindakan untuk mengurangi kecemasan salah satunya menggunakan teknik relaksasi progresif.

Dalam penelitian ini relaksasi progresif dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan, karena dapat menekan saraf simpatis di mana dapat menekan rasa tegang yang dialami oleh individu secara timbal balik, sehingga timbul counter conditioning (penghilangan). Relaksasi diciptakan setelah mempelajari sistem kerja saraf manusia, yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis lebih banyak aktif ketika tubuh membutuhkan energi. Misalnya pada saat terkejut, takut, cemas atau berada dalam keadaan tegang. Pada kondisi seperti ini, sistem saraf akan memacu aliran darah ke otot-otot skeletal, meningkatkan detak jantung, kadar gula dan ketegangan menyebabkan serabut-serabut otot kontraksi, mengecil dan menciut. Sebaliknya,

(12)

8

relaksasi otot berjalan bersamaan dengan respon otonom dari saraf parasimpatis. Sistem saraf parasimpatis mengontrol aktivitas yang berlangsung selama penenangan tubuh, misalnya penurunan denyut jantung setelah fase ketegangan dan menaikkan aliran darah ke sistem gastrointestinal (Ramadani & Putra, 2009). Sehingga kecemasan akan berkurang dengan dilakukannya relaksasi progresif.

Hal ini sejalan dengan penelitian Uskenat (2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan general anestesi sebelum dan sesudah diberikan relaksai otot progresif, penelitian ini menunjukkan hasil yang sangat signifikan dengan p= 0,000 atau < 0,05 sehingga terapi relaksasi progresif terbukti dapat mengurangi tingkat kecemasan. Terapi Progressive Muscle

Relaxation ini akan merangsang pengeluaran zat kimia endorfin dan ekefalin serta

merangsang signal otak yang menyebabkan otot rileks dan meningkatkan aliran darah ke otak. Efektivitas latihan relaksasi progresif adalah salah satu bentuk self

control coping skill. Videbeck (2009) mengatakan bahwa individu yang memiliki

koping adaptif dapat berada pada kecemasan yang ringan sebaliknya bila individu memiliki koping maladaptif, maka individu masuk dalam rentang kecemasan berat hingga panik. Namun demikian beda dengan penelitian Pailak (2013) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh relaksasi otot progresif dan napas dalam terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Merujuk pada tabel 3. hasil uji statistik paired samples t-test didapatkan nilai t hitung > t tabel yaitu t hitung sebesar 3,559 dan t tabel sebesar 1,740. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberi terapi relaksasi progresif.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Merujuk pada tujuan dan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan ada pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi yang dibuktikan sebagai berikut:

1. Karakteristik responden pada penelitian ini sebagian besar berusia dewasa 18-64 tahun yaitu sebanyak 16 orang (80,0%), jenis kelamin responden yang paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (55,0%) dan tingkat pendidikan

(13)

9

responden yang paling banyak adalah berpendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang (60,0%).

2. Tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul sebelum diberi terapi relaksasi progresif yang paling banyak adalah kecemasan skor <20 yaitu sebanyak 13 orang (65,0%). Nilai rata-rata sebelum terapi realaksasi progresif yaitu 18,85.

3. Tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul sesudah diberi terapi relaksasi progresif yang paling banyak adalah kecemasan <20 yaitu sebanyak 14 orang (70,0%). Nilai rata-rata setelah terapi relaksasi progresif yaitu 18,25.

4. Berdasarkan hasil uji statistik paired samples t-test didapatkan nilai t hitung > t tabel yaitu t hitung sebesar 3,559 dan t tabel sebesar 1,740. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberi terapi relaksasi progresif.

Saran

1. RSU PKU Muhammadiyah Bantul

Setelah terapi relaksasi progresif bisa diuji coba untuk mengurangi kecemasan, maka diharapkan dapat digunakan sebagai standar prosedur operasi maksimal 24 jam sebelum operasi.

2. Bagi Perawat

Setelah mengetahui terapi relaksasi progresif dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan pasien pre operasi, maka perawat dapat menggunakannya sebagai terapi tambahan untuk mengatasi kecemasan pasien.

3. Bagi Responden

Dapat mengurangi kecemasan menghadapi operasi dengan cara melakukan terapi relaksasi progresif.

(14)

10 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya apabila ingin meneliti dengan terapi relaksasi progresif diharapkan dapat membandingkan tingkat kecemasan tertentu yaitu ringan, sedang dan berat. Selain itu, dapat menggunakan kelompok kontrol untuk membedakan tingkat kecemasan yang diberi perlakuan dengan yang tidak diberi perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta, Jakarta.

Effendy, C. (2008). Kiat Sukses Menghadapi Operasi. Sahabat Setia, Yogyakarta. Kennedy, S. L. (2009). Komunikasi Untuk Keperawatan. Erlangga, Jakarta.

Kusmarjathi, K. N. (2009). Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi Appendiktomi Di

Ruang Bima RSUD Sanjiwani Gianjar.

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21097276.pdf. Diperoleh tanggal 01 April 2015.

Lutfa, U. & Maliya, A. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Pasien Dalam Tindakan Kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.

http://eprints.ums.ac.id/1131/1/4g.pdf , diperoleh tanggal 27 Maret 2015. Maryani. (2008). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kecemasan

Yang Berimplikasi Pada Mual Dan Muntah Pada Pasien Post Kemoterapi Di Poliklinik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Tesis Perpustakaan FIKUI,

diakses pada tanggal 24 April 2015.

McDowell. (2006). Measuring Health A Guide to Rating Scales and Qustionaries.

Oxford University Press, New York. Dalam http://books.google.co.id, diakses

pada tanggal 07 Mei 2015.

Muttaqin, A. & Sari, K., (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif: konsep, proses

dan aplikasi. Salemba Medika, Jakarta.

Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keparawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Pailak, H. (2013). Perbedaan Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Dan Nafas

Dalam Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Journal STIKES Telogorejo, Semarang. Diakses

(15)

11

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan

Praktik, E/4, Vol.2. EGC, Jakarta.

Ramdhani, N. & Putra. (2009). Studi Pendahuluan Multimedia Interaktif “Pelatihan

Relaksasi”. Dalam http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/relaksasi.pdf diakses pada

tanggal 18 April 2014.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W. D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta.

Soewondo, S. (2012). Relaksasi Progresif, Stres, Manajemen Stres dan Relaksasi

Progresif (hlm.21-38). LPSP3 UI, Depok.

Suliswati, Payapo, Maruhawa, Sianturi, & Sumijatun. (2005). Konsep Dasar

Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC, Jakarta.

Uskenat, M. D., (2012). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi

Denagan General Anestesi Sebelum dan Sesudah Diberikan Relaksasi Otot Progresif Di RS Wilasa Citarum Semarang, Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Stikes Telogorejo.

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
Tabel 2. Distribusi Kategorik Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah  Diberikan Intervensi

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan spread signal yang relatif lebih besar diban- dingkan teknologi selular lainnya, CDMA dapat melakukan transmisi data dan suara secara bersamaan.. Ini

C2.1 UBIS berdasarkan pertimbangan sendiri secara sepihak, untuk melindungi dirinya sendiri, setiap saat dan dari waktu kewaktu bila dianggap perlu dapat melakukan hal-hal

■ Among the most important issues when buying clothing and textiles are the criteria of product quality, skin-friendliness, fashionable appearance, tests for harmful substances

In this section, we expand existing conceptions of opportunity structures to private regulation, by conceptualizing private regulation opportunity structures (PROS) and how they

[r]

[r]

Langkah Isap, yang dimulai dengan piston pada titik mati atas dengan. berakhir ketika piston mencapai titik mati

You will typically find these transaction managers that implement the JTA in application servers such as JBoss, GlassFish, IBM WebSphere, and BEA WebLogic. Unfortunately, the JTA is