• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keaktifan belajar IPS materi permasalahan social melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match pada siswa kelas IV MI. “Fathurrachman” Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan keaktifan belajar IPS materi permasalahan social melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match pada siswa kelas IV MI. “Fathurrachman” Jakarta Selatan"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

MI. “FATHURRACHMAN”

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

AGHNIA PUSPARINI

NIM. 18090183000057

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

STRATEGI

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE INDEX

CARD

MATCH PADA

SISWA

KELAS

IV

MI.

6(FATHURRACHMAN''

JAKARTA

SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas IImu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

AGHNIA

PUSPARINI

NrM.

18090183000057

Di

bawah bimbingan :

t0-Qj.l.L.-DR. FAUZAIY,

MA

NrP. r97 61107200701 1013

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN

GURU

MADRASAH

IBTIDAIYAH

(PGMT)

FAI(ULTAS

TLMU

TARBIYAII

DAI{

KEGURUAN

UIN

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

NIM. 18090183000057, Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15

Januari 2015 dinyatakan lulus dalam sidang munaqasah dihadapan dewan penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Shata I (S.Pd) padajurusan Kependidikan Islam Program Studi Pendidkan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)

Jakart+ 04 Maret 2015

Panitia Ujian Munaqasahn

Ketua Panitia (Ketua

Jurusan/Prodi)

Tanggal Tanda tangan

:T*t..*r..

Tanggal

r0s!.!.1--[

_

DR. FAUZAN. MA NrP. 19761 107200701 1013

Sekretaris (Ketua Prodi PGM)

ASEP EDIANA -LATIP. M.Pd

NrP. 198106n2009nrc03

Penguji I

DR. rWAN PURWANTO. M.Pd NIP. 197304242008mrcn

Penguji II

NAI'rA WAFTONT. M.Pd

NrP. 1 98 1 t0032009n2004

l?

bl^n:

Tanggal

Tanda

tangan-.-?f

^

1'rrrs

4It/

Tanggal

T

oa

lu

f

',ts

Dekan Fakultas Ilnu

Ta%*!)svm

anda tangan

.}

W

(4)

PER}IYATAAII KARYA

SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

Tempat/Tanggal lahir NIM

Jurusan / Prodi Judul Skripsi

Dosen Pembimbing NIP.

AGHNIA PUSPARIM Jakarta, 13 September 1 990

180901830000s7 PGMI i DMS

Peningkatan Keaktifan Belajar IPS Materi

Permasalahan

Sosial

Melalui

Strategi

Pembelajaran Koperatif Tipe Index Card

Match Pada

Siswa

Kelas

W

Mi. "Fathurrachm an" J akarta Se latan.

DR. FAUZAN, MA

1976n 072007011013

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang

saya tulis didalamnya.

November 2014

(5)

Selatan”. Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kata Kunci: Keaktifan belajar, Materi permasalahan sosial, Pembelajaran

Koperatif Tipe Index Card Match.

Berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran IPS pra siklus pada siswa kelas IV MI Fathurrahman, Jakarta Selatan, ditemukan beberapa permasalahan, yaitu: [1] rendahnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, [2] kegiatan pembelajaran yang berlangsung sangat monoton, [3] kegiatan pembelajaran masih di dominasi oleh peran guru sebagai pusat pembelajaran, [4] kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sangat rendah. Untuk itu, perlu diadakan tindakan perbaikan pembelajaran untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang ada. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang dalam pelaksanaannya dilakukan selama 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, analisis dan refleksi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan subjek yang diteliti yaitu siswa kelas IV MI Fathurrachman yang berjumlah 25 orang. Sedangkan, teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunkan teknik non tes berupa lembar observasi yang kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari hasil observasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebesar 17,30% siswa yang menunjukan keaktifan belajar pada kegiatan pembelajaan pra siklus. Kemudian pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I, keaktifan belajar siswa meningkat sebesar 30,97%, sehingga persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 48,27%. Selanjutnya pada kegiatan penyempurnaan pembelajaran siklus II, keaktifan siswa kembali meningkat sebesar 33,60%, sehingga persentase rata-rata keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II sebesar 81,87%.

(6)

Teacher Education Program Government Elementary School (primary education) Department of Islamic Education Faculty Tarbiyah and teacher, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keywords: learning activeness, material social issues, Cooperative Learning Index Card Match mode.

Based on the results of learning activities IPS pre cycles in grade IV MI Fathurrahman, South Jakarta, found several problems, namely: [1] the low activity of students in the learning activities, [2] the learning activities that take place very monotonous, [3] are still in the learning activities domination by the teacher's role as a center of learning, [4] the ability of teachers to manage the learning is very low. To that end, there should be learning corrective action to improve the conditions existing learning. Improvement of learning undertaken in this study through the implementation of cooperative learning strategies match the type of index cards.

This research is a classroom action research which in practice is done for 2 cycles, each cycle consisting of planning, implementation, analysis and reflection. This study aims to increase students' activity in learning activities with the subjects studied were grade IV MI Fathurrachman totaling 25 people. Meanwhile, data collection techniques in this research using the non-test techniques such as observation sheet which is then analyzed by descriptive quantitative numerical results obtained from observation.

The results showed that only amounted to 17.30% of students who show learning activeness in pembelajaan pre-cycle activity. Then on the first cycle of learning improvement activities, students' learning activeness increased by 30.97%, so that the average percentage of the activity of students in the first cycle of learning activities reached 48.27%. Later in the second cycle of learning improvement activities, student activity again increased by 33.60%, so that the average percentage of active students in learning activities by 81.87% second cycle.

(7)

melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan Keaktifan Belajar IPS Materi Permasalahan Sosial Melalui Strategi Pembelajaran Koperatif Tipe Index Card Match Pada Siswa Kelas IV MI. Fathurrachman, Jakarta Selatan” dengan baik.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terwujud selain dari usaha serta kemampuan yang ada pada diri penulis sendiri, namun tak lepas dari dukungan dan bimbingan pihak-pihak terkait. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis ingin berterima kasih kepada kepada :

1. Dra. Nurlena, MA., Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. DR. Fauzan, MA. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing penulisan skripsi dari awal hingga akhir dengan penuh ketelitian dan kesabaran.. 3. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

(PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Staff dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. H. Achmad Sidik, S.PdI., selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam dan

Yatim Piatu “Fathurrachman”, Jakarta Selatan.

6. Suyatna, S.PdI., selaku Kepala MI. Fathurrachman yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di lembaga yang dipimpinnya.

(8)

9. Keluarga yang telah membantu secara moril maupun materil dari awal sampai akhir sehingga terselesainya skripsi ini dengan baik.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi hingga akhir.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi lembaga pendidkan dan para pembaca serta dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 8 November 2014 Penulis,

(9)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR DIAGRAM xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah 1

B. Identifikasi area dan fokus penelitian 5

C. Pembatasan fokus peneliltian 6 D. Perumusan masalah penelitian 6 E. Tujuan dan kegunaan hasil penelitian 7 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan teori area dan fokus yang diteliti 8 1. Pembelajaran kooperatif 8 a. Pengertian pembelajaran kooperatif 8 b. Unsur-unsur pembelajaran kooperatif 9 c. Karakteristik pembelajaran kooperatif 10

d. Tujuan pembelajaran kooperatif 12

(10)

b. Kadar keaktifan siswa dilihat dari proses pembelajaran 20 c. Kadar keaktifan siswa dilihat dari kegiatan evaluasi

pembelajaran 20

4. Ilmu pengetahuan sosial 21

a. Pengertian ilmu pengetahuan sosial 21 b. Karakteristik ilmu pengetahuan sosial 23 c. Fokus kajian ilmu pengetahuan sosial 23 d. Tujuan ilmu pengetahuan sosial 24 e. Kompetensi pendidikan IPS sekolah dasar 24 f. Standar kompetensi & kompetensi dasar IPS kelas IV 25

g. Permasalahan sosial 26

B. Hasil penelitian yang relevan 28

C. Kerangka berpikir 29

D. Hipotesis tindakan 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian 30

B. Metode penelitian dan rancangan siklus penelitian 30

C. Subjek dan objek penelitian 32

D. Peran dan posisi peneliti dalam penelitian 33

E. Tahapan intervensi tindakan 33

1. Kegiatan pendahuluan 33

2. Kegiatan penelitian pra siklus 34

3. Kegiatan penelitian siklus I 34

4. Kegiatan penelitian siklus II 40 F. Hasil intervensi tindakan yang diharapkan 46

G. Data dan sumber data 46

(11)

BAB IV DESKRIPSI, ANALISA DATA, DAN PEMBAHASAN

A.Deskripsi 50

1. Deskripsi kegiatan pra siklus 50

2. Deskripsi kegiatan siklus I 51

3. Deskripsi kegiatan siklus II 56

B. Analisa data 62

1. Analisa data pra siklus 62

2. Analisa data siklus I 64

3. Analisa data siklus II 65

C. Pembahasan 67

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN

A.Kesimpulan 73

B.Implikasi 73

C.Saran-saran 74

(12)

Tabel 2.2 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif 15 Tabel 2.3 Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS kelas IV 25

Tabel 3.1 Kisi-kisi lembar observasi siswa 48

Tabel 3.2 Kisi-kisi lembar obsrvasi guru 48

Tabel 4.1 Keaktifan siswa pra siklus 63

Tabel 4.2 Keaktifan siswa siklus I 64

(13)

Diagram 4.2 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I 68 Diagram 4.3 Persentase perbandingan keaktifan siswa pada kegiatan 69

pembelajaran pra siklus dengan siklus I

Diagram 4.4 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II 70 Diagram 4.5 Persentase perbandingan keaktifan siswa pada kegiatan 71

pembelajaran siklus I dengan siklus II

(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah kunci kesuksesan dalam meraih masa depan yang gemilang. Berbicara tentang proses pendidikan, sudah tentu tak terpisahkan dengan upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang memiliki kemampuan melaksanakan perannya di masa yang akan datang. Untuk menjadi manusia yang berkualitas harus melalui proses pendidikan yang berkualitas pula, karena kualitas pendidikan yang dimiliki seseorang akan menentukan kualitas hidupnya di masa yang akan datang. Dengan demikian, untuk memiliki kemampuan melaksanakan peran di masa yang akan datang harus melewati proses pendidikan yang diimplementasikan dengan proses pembelajaran. Namun, kegiatan pembelajaran tidak akan terjadi apabila hanya ada pendidik dan pendidikan juga tidak akan terjadi apabila hanya ada peserta didik. Pendidik dan peserta didik merupakan satu kesatuan yang menjadi faktor utama terjadinya proses pembelajaran, karena pada hakekatnya kegiatan pembelajaran merupakan proses timbal balik antara pendidik dan peserta didik dalam satuan pembelajaran. Sedangkan menurut Oemar Hamalik, unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pembelajaran adalah peserta didik, suatu tujuan dan prosedur untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini, pendidik tidak termasuk sebagai unsur sistem pembelajaran, fungsinya dapat dialihkan kepada media sebagai pengganti.1

Dengan demikian, berhasil tidaknya tujuan pendidikan bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa, dalam hal peningkatan kualitas pembelajaran peran guru sangatlah menentukan dalam dunia pendidikan. Untuk menjadi seorang guru yang profesional bukanlah hal yang mudah dan tidak pula diperoleh dari proses yang singkat. Untuk itu, kegiatan pembelajaran akan berjalan baik

1

(15)

apabila guru selalu membuat perencanaan sebelum mengajar. Dengan persiapan yang matang maka guru akan mantap mengajar di depan kelas. Perencanaan yang matang dapat menimbulkan inisiatif dan daya kreatif guru ketika mengajar. Selain itu, guru harus tepat dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran agar bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga kelas menjadi hidup, karena metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa. Selanjutnya, guru hendaknya memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang banyak melibatkan siswa untuk aktif dalam belajar karena siswa akan belajar secara aktif jika model pembelajaran yang di rencanakan guru mengharuskan siswa baik secara sukarela maupun terpaksa untuk melakukan kegiatan belajar. Seperti yang diungkapkan Slameto bahwa, penerimaan pelajaran jika dengan aktifitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu bergitu saja tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda.2

Siswa aktif bukan hanya sekedar hadir dikelas, menghapal materi kemudian mengerjakan latihan diakhir pelajaran, tetapi siswa terlibat dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktifitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Siswa akan terlihat aktif dengan berpartisipasi konstributif dalam proses pembelajaran seperti menyampaikan dan menjawab pertanyaan seputar materi pelajaran, mengajukan gagasan yang dimiliki, serta berinteraksi multi arah antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa. Oleh sebab itu, mengingat pentingnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, maka guru dituntut untuk melakukan usaha yang kreatif agar dapat menciptakan kondisi belajar yang efektif dan efisien. Belajar yang efektif dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan intruksional yang ingin dicapai.3 Sedangkan belajar yang efisien tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat.4

2

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003) h.36

3Ibid., h.74 4Ibid

(16)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Materi pembahasan dalam pelajaran IPS yang bersifat teoritis serta cenderung hapalan tersebut semakin membuat pelajaran IPS terlihat membosankan. Seperti hasil observasi yang peneliti lakukan di MI Fathurrachman yang menggambarkan bahwa peristiwa yang menonjol dari pihak guru adalah dalam proses pembelajaran tidak menggunakan metode yang membuat siswa aktif, tetapi pembelajaran berlangsung pasif dengan masih mengandalkan metode ceramah yang dianggap nyaman dalam pelaksanaannya serta aman dari pertanyaan siswa karena tidak ada yang membantah keterangan guru. Padahal, apabila pembelajaran berlangsung pasif maka potensi siswa tidak dapat tergali dengan baik sehingga menghambat keberhasilan pendidikan. Seharusnya, guru harus membuat siswa berani mencoba, berani bertanya, serta berani mengemukakan gagasan. Selanjutnya, masih rendahnya kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan persoalan lain yang menambah kemacetan dalam pembelajaran yang dinamis dan dialogis. Persoalan tersebut juga diperparah oleh perencanaan pembelajaran yang disiapkan guru belum digarap secara serius sehingga semakin memperparah proses pembelajaran.

(17)

Dengan demikian, secara keseluruhan proses pembelajaran yang seharusnya terdapat partisipasi berupa keaktifan siswa hanya berupa kegiatan mendengar dan mencatat materi yang guru sampaikan, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengeluarkan kemampuan yang dimilikinya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan pembelajaran, karena siswa yang mampu beradaptasi dengan baik akan semakin cerdas sedangkan siswa yang kemampuan berpikirnya kurang akan semakin terperosok disebabkan ketidakpahaman materi yang di sampaikan guru. Keadaan tersebut merupakan sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan, seolah guru hanya mengerjakan tugas pendidikan sebagai kegiatan formalitas semata. Sehingga, upaya untuk mengerjakan tugas pendidikan sebagai alat untuk mencerdasksan kehidupan bangsa masih sebatas retorika.

Apabila masalah tersebut terus dibiarkan dan tidak segera diatasi, maka kualitas mutu pembelajaran akan semakin menurun bahkan tidak akan meningkat ketaraf yang lebih baik. Padahal, perbaikan mutu pendidikan harus terus diupayakan demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Karena melalui peningkatan kualitas pembelajaran, potensi siswa dapat tergali dengan baik sehingga dapat menuju keberhasilan pendidikan. Untuk itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran agar siswa terlibat secara aktif adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif. Wina Sanjaya mengatakan bahwa, “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen)”.5 Sedangkan Rusman mengemukakan bahwa, “cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang”.6 Lebih lanjut, Johnson (dalam Hasan, 1996)

5

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed. 1, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. 7, h.242

6

(18)

menjelaskan bahwa “belajar cooperative adalan pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut”.7 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar yang mengarahkan siswa harus mampu mencapai tujuan bersama secara kelompok. Dalam situasi ini, akan tumbuh rasa kebersamaan dan memiliki sikap kooperatif dengan sesama anggota kelompok, sehingga pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk menghargai satu sama lain.

Sedangkan salah satu jenis strategi pembelajaran kooperatif yang peneliti terapkan dalam penelitian ini adalah tipe Index Card Match. Menurut Mel Silberman, “pembelajaran Index Card Match adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Ia membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis dengan kawan sekelas.8 Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu topik dalam suasana menyenangkan, sehingga siswa tidak akan merasa jenuh dengan pembelajaran yang biasanya mengharuskan siswa duduk ditempat duduknya melainkan dapat berinteraksi secara aktif selama proses pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dapat dijadikan strategi yang efektif untuk meningkatkan keaktifan siswa pada proses pembelajaran. Sehingga peneliti perlu mengambil tindakan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dalam upaya meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IV MI. Fathurrachman pada pelajaran IPS.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Dari situasi pembelajaran yang telah diuraikan, maka kondisi pembelajaran yang menjadi fokus penelitian ini dapat dijabarkan dalam 2 aspek, yaitu:

7Ibid. 8

(19)

1. Fokus siswa

a. Kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran karena metode pembelajaran yang digunakan guru meminimalkan keterlibatan siswa. b. Tidak adanya kesempatan siswa untuk mengembangkan argumen yang

dimilikinya karena guru terlihat lebih aktif dibandingkan siswa.

c. Kegiatan siswa hanya sekedar mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan meskipun mereka tidak mengerti apa yang disampaikan. d. Sebagian besar siswa takut dan malu bertanya kepada guru mengenai

materi yang kurang dipahami.

2. Fokus guru

a. Guru ketika melakukan proses belajar mengajar masih mengandalkan metode ceramah sehingga kondisi belajar belum kondusif.

b. Rendahnya kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan persoalan lain yang menambah kemacetan dalam pembelajaran.

c. Perencanaan pembelajaran yang disiapkan guru belum mampu digarap secara serius sehingga semakin memperparah proses pembelajaran.. d. Pembelajaran didomisasi oleh guru yang secara aktif mengajarkan

materi sedangkan siswa mendengarkan dan mencatat materi.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang diteliti dibatasi pada keaktifan siswa berinteraksi dengan guru, keaktifan siswa berinteraksi dengan siswa lain serta keaktifan siswa terhadap materi pembelajaran.

D. Perumusan Masalah Peelitian

1. “Bagaimana penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS?” 2. “Apakah melalui pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match dapat

(20)

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

1. Tujuan Hasil Penelitian

a. Tujuan umum

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS yang selama ini bersifat konvensional dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match.

b. Tujuan khusus

Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada pelajaran IPS dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match

sehingga siswa dapat berpartisipasi dengan guru maupun dengan siswa lainnya dalam kegiatan pembelajaran.

2. Kegunaan Hasil Penelitian

a. Bagi guru

1.1 Menjadikan pertimbangan untuk meningkatkan keaktifan siswa melalui pemilihan dan penggunaan model pembelajaran untuk digunakan pada saat proses belajar mengajar.

1.2 Memberikan masukan dalam menentukan strategi belajar yang tepat, yang bisa menjadi alternatif lain dalam mata pelajaran IPS. 1.3 Memberikan pengalaman bagi guru dalam penerapan metode

Index Card Match pada mata pelajaran IPS. b. Bagi siswa

1.1 Meningkatkan keaktifan siswa melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match.

1.2 Meningkatkan pemahaman materi pelajaran dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe index card match.

c. Bagi sekolah

1.1 Sebagai masukan dalam rangka mewujudkan pembelajaran aktif yang bermuara pada peningkataan hasil belajar siswa.

(21)

8 A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya, “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen)”.1 Sedangkan menurut Rusman, “cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang”.2 Lebih lanjut, Johnson (dalam Hasan, 1996) menjelaskan bahwa

“belajar cooperative adalan pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut”.3 Senada dengan pendapat tersebut, Artzt & Newman (1990:448) menyatakan bahwa “dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap angggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya”.4 Dalam hal ini, Trianto menegaskan bahwa, “tujaan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar”.5

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.7, h.242

2

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.204

3Ibid. 4

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet.4, h.56

(22)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar siswa dalam kelompok yang akan mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan bersama secara kelompok. Jadi, strategi pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk saling menghargai satu sama lain.

b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya, terdapat empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu , yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; 2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.

1.1 Adanya peserta dalam kelompok

Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa diterapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang berdasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang didasarkan latar belakang kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan.

1.2 Adanya aturan kelompok

Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waku dan tempat pelaksanaan dan lain sebagainya.

1.3 Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok

Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antar peserta saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman maupun gagasan-gagasan.

1.4 Adanya tujuan yang harus dicapai

Aspek tujuan yang dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.6

6

(23)

Dengan demikian, hal yang menarik dalam strategi pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok akan bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya, sehingga tumbuh rasa kebersamaan dengan sesama anggota kelompok. Selain itu, dalam pembelajaran kooperatif juga terdapat dampak pengiring seperti kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain serta dapat meningkatkan harga diri. Dari alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Strategi pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran lain, karena pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada proses kerja sama kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas pembelajaran kooperatif. Berikut adalah perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional yang dikemukakan oleh Killen (1996) dalam Trianto:

Tabel 2.1

Pembelajaran kooperatif vs pembelajaran konvensional

Pembelajaran kooperatif Pembelajaran konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya

(24)

siapa yang dapat memberikan bantuan.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pimpinan kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dsengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, memercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antara pribadi yang salking menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

(Killen, 1996)7

Selanjutnya, dalam strategi pembelajaran kooperatif terdapat dua komponen utama seperti yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya yaitu komponen tugas kooperatif dan komponen struktur insentif kooperatif.

7

(25)

Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga mecapai tujuan kelompok.8

Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dari berbagai perspektif seperti yang dikutip oleh Rusman sebagai berikut:

[1] Perspektif motivasi, artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok; [2] Perspektif sosial, artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan; [3] Perspektif perkembangan kognitif, artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. (Sanjaya, 2006:242)9

Dengan demikian, pembelajaran kooperatif disusun dalam suatu usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Para ahli menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa meningkatkan kinerja dalam tugas akademik serta memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk bekerja satu sama lain dan belajar untuk menghargai satu sama lain. Selanjutnya, berikut adalah ungkapan para ahli mengenai tujuan pembelajaran kooperatif yang dikutip dalam Trianto.

8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.7, h.243

9

(26)

Slavin (1995) mengemukakan bahwa belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasan materi. Sedangkan Johnson dan Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Lebih lanjut, Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual.10

e. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:

1.1 Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

1.2 Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

1.3 Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

1.4 Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

1.5 Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif.11

f. Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Wina Sanjaya merumuskan bahwa prosedur strategi pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:

10

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet.4, h.57

(27)

1.1 Penjelasan materi

Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.

1.2 Belajar dalam kelompok

Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. Menurut Yudhi Munadi terdapat beberapa teknik dalam pembentukan kelompok, antara lain. 1.2.1 Random (acak)

Cara ini dapat dilakukan dengan cara meminta siswa berhitung 1 sampai 4. Kemudian siswa yang menyebuut angka 1 berkumpul dengan siswa yang menyebut angka 1, begitu selanjutnya.

1.2.2 Purposive (ada tujuan tertetu)

Cara ini dilakukan jika seorang guru mempunyai tujuan tertentu dan langkah ini dapat dilakukan apabila karakter siswa telah dikenali satu persatu.12

1.3 Penilaian

Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan infomasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerjasama setiap anggota kelompok.

1.4 Pengakuan tim

Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling berprestasi, kemudian diberikan penghargaan. Pengakuan dan pemberian penghargaan diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.13

Sedangkan, Rusman membagi prosedur pembelajaran kooperatif kedalam 6 tahapan yang jelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

12

Yudhi Munadi, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (Jakarta:FITK UIN Syarif Hidayatullah2011), Cet.2, h.41

13

(28)

Tabel 2.2

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

TAHAP TINGKAH LAKU GURU

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melalukan transisi secara efektif dan efisien. Tahap 4`

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

(Rusman, 2012) 14

Dengan demikian, secara garis besar prosedur pembelajaran kooperatif diawali dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran selanjutnya memotivasi siswa untuk belajar. Kemudian dilanjutkan dengan penyajian informasi yang selanjutnya pembentukan kelompok siswa. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjsama dalam kelompok. Fase terakhir meliputi presentasi hasil kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah dipelajari dan pemberian penghargaan terhadap hasil kerja kelompok maupun individu.

14

(29)

g. Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif

Wina Sanjaya merumuskan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, setidaknya memiliki keunggulan sebagai berikut

1.1. Melalui strategi pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

1.2 Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

1.3 Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak respek pada orang lain serta menerima segala perbedaan.

1.4 Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

1.5 Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu dan sikap positif terhadap sekolah. 1.6 Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan

kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik, Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

1.7 Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (rill).

1.8 Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.15

h.Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif

Selain keunggulan, dalam pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan, seperti yang dirumuskan oleh Wina Sanjaya sebagai berikut: 1.1. Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran

kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalu kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

15Op.cit

(30)

1.2. Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak dapat dicapai oleh siswa.

1.3. Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

1.4. Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.

1.5.Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan individual. Oleh karena itu, melalui strategi pembelajarn kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.16

2. Model Pembelajaran Index Card Match

Perubahan cara pandang siswa sebagai objek belajar menjadi subjek belajar menjadi titik tolak banyak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran. Sehingga, guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat siswa untuk aktif dalam pengalaman belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dapat membantu meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Menurut Mel Silberman,

“pembelajaran Index Card Match adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Ia membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis dengan kawan sekelas”.17 Berdasarkan hal tersebut, perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match ini diterapkan dalam proses pembelajaran. Mel Silberman menjelaskan prosedur pelaksanaan model pembelajaran Index Card Match, sebagaiberikut:

16Ibid

., h.250-251 17

(31)

a. Pada kartu indeks terpisah, tulislah pertanyaan tentang apapun yang diajarkan didalam kelas. Buatlah kartu pertanyaan yang cukup untuk menyamai satu setengah jumlah siswa.

b. Pada kartu terpisah, tulislah jawaban bagi setiap pertanyaan-pertanyaan tersebut.

c. Campurlah dua lembar kartu dan kocok beberapa kali sampai benar-benar tercampur.

d. Berikan satu kartu kepada setiap peserta didik. Jelaskan bahwa ini adalah latihan permainan. Sebagian memegang pertanyaan review dan sebagian lain memagang jawaban.

e. Perintahkan kepada peserta didik untuk menemukan kartu permainannya. Ketika permainan dibentuk, perintahkan peserta didik yang bermain untuk mencari tempat duduk bersama (beritahu mereka jangan menyatakan kepada peserta didik lain apa yang ada pada kartunya.

f. Ketika semua pasangan permainan telah menempati tempatnya, perintahkan setiap pasangan menguji peserta didik yang lain dengan membaca keras pertanyaannya dan menantang teman sekelas untuk menginformasikan jawaban kepadanya. 18

3. Keaktifan siswa

Dalam proses pendidikan, pembelajaran di desain untuk membelajarkan siswa. Artinya, pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pendidikan mengarahkan guru untuk menerapkan pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Dalam hal ini, Dasim Busimansyah

menjelaskan bahwa, “aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif mengajukan pertanyaan, mengemukakan gagasan dan mencari data dan informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah”19

Dengan demikian, keaktifan siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran dan aktifitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan prinsip utama dalam proses pembelajaran karena dengan keaktifan siswa tersebut, maka lambat laun akan mengantar mereka menuju belajar mandiri.

18

Ibid.

19

(32)

Namun, seperti yang dikatakan oleh Rusman bahwa “keaktifan siswa dalam pembelajaran bukan berarti siswa dibuat aktif menggantikan peran guru sehingga guru tidak perlu memainkan perannya dalam pembelajaran. Tetapi, aktifitas belajar siswa diciptakan dan dikondisikan oleh guru sebagai mediator dan fasilitator belajar siswa”.20 Dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, mereka akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Walaupun demikian, jika dalam proses pembelajaran hanya mengandalkan keaktifan siswa saja tidaklah cukup, sebab pembelajaran memiliki tujuan yang harus dicapai. Apabila pembelajaran hanya membuat siswa aktif tetapi tidak efektif maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti pemahaman biasa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan berupa kegiatan fisik yang mudah diamati seperti membaca, menulis, berdiskusi, melakukan pengamatan dan kegiatan psikis yang sulit diamati seperti mendengarkan dan menyimak. Sehingga, kadar keaktifan siswa tidak hanya ditentukan oleh aktifitas fisik akan tetapi juga ditentukan oleh aktifitas nonfisik seperti mental, intelektual dan emosional.21

Oleh sebab itu, aktif tidaknya siswa dalam pembelajaran hanya siswa sendiri yang mengetahuinya. Sehingga, apabila siswa yang tampaknya hanya mendengarkan saja tidak berarti memiliki kadar keaktifan yang rendah dibandingkan dengan siswa yang sibuk mencatat. Sebab, mungkin saja siswa yang hanya mendengarkan itu tidak sekedar mendengarkan tetapi menyimak, menganalisa dalam pikirannya dari setiap informasi yang disampaikan. Sebaliknya, siswa yang sibuk mencatat tidak bisa dikatakan memiliki kadar keaktifan yang tinggi jika hanya sekedar aktif mencatat tanpa diikuti aktifitas mental dan emosi. Dengan demikian, siswa dapat dikatakan belajar secara aktif apabila siswa tersebut memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam kegiatan belajarnya.

20

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.394

21

(33)

Untuk mengetahui proses pembelajaran memiliki kadar keaktifan yang tinggi, sedang atau lemah dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran, proses pembelajatan maupun dalam mengevaluasi pembelajaran. Semakin siswa terlibat dalam ketiga aspek tersebut, maka kadar keaktifan siswa semakin tinggi.

.

a. Kadar keaktifan siswa dilihat dari proses perencanaan

1.1Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan motivasi yang dimiliki sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran.

1.2Adanya keterlibatan siswa dalam meyusun rancangan pembelajaran. 1.3Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber

belajar yang diperlukan.

1.4Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan.

b. Kadar keaktifan siswa dilihat dari proses pembelajaran

1.1Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional maupun intelektual dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tingginya perhatian serta motivasi siswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

1.2Siswa belajar secara langsung (experiental learning). Dalam proses pembelajaran secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui pengalaman nyata seperti merasakan, meraba, mengoperasikan, melakukan sendiri dan lain sebagainya. Demikian juga pengalaman itu bisa dilakukan dalam bentuk kerjasama dan interaksi dalam kelompok. 1.3Adanya keinginan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang

kondusif.

1.4Keterlibatan siswa dalam memanfaatkan setiap sumber belajar yang tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran.

1.5Adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung. 1.6Terjadinya interaksi yang multi arah, baik antara siswa dengan siswa

atau antara guru dan siswa. Interaksi ini juga ditandai dengan keterlibatan semua siswa secara merata. Artinya, pembelajaran atau proses tanya jawab tidak didominasi oleh siswa-siswa tertentu.

c. Kadar keaktifan siswa dilihat dari kegiatan evaluasi pembelajaran

1.1Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran yang telah dilakukannya.

(34)

1.3Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan berkenaan hasil belajar yang diperolehnya. 22

Selanjutnya, Yuhdi Munadi (2011) mengemukakan ciri-ciri pokok pembelajaran aktif, antara lain adalah:

a. Interaktif yang ditandai dengan adanya dialog antara siswa dengan siswa dan dialog antara siswa dengan guru dan bisanya memanfaatkan sumber-sumber belajar yang bervariasi (media pembelajaran).

b.Memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dengan sikap berikut: 1.1Mendorong setiap siswa untuk ikut aktif memberi pendapat

1.2Mendorong setiap siswa untuk ikut berbuat

1.3Mendorong setiap siswa utuk ikut aktif mencari sumber c. Menantang, yakni ditandai dengan sikap sebagai berikut:

1.1Mendorong kompetensi antar siswa 1.2Mengundang siswa untuk terlibat penuh 1.3Membangkitkan gairah belajar siswa.23

Selanjutnya, secara khusus Wina Sanjaya mengemukakan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran bertujuan sebagai berikut:

a. Meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna, artinya siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi tetapi juga bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupannya.

b. Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, artinya melalui keaktifan siswa diharapkan tidak hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang tetapi juga seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental. 24

4. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Mengutip pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang dikemukakan oleh Ali Imran Udin dalam Abu Ahmadi menyatakan bahwa

“Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah”.25 Sedangkan, Abu Ahmadi sendiri menyatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bidang studi yang

22

Ibid. 23

Yudhi Munadi, Pembelajarn Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet.2, h.33

24

(35)

merupakan paduan (fusi) dari sejumlah mata pelajaran sosial.26 Selanjutnya, menurut A. Kosasih Djahiri, “Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.27 Dalam hal ini, Sapriya menegaskan bahwa:

“Pengertian IPS ditingkat persekolahan itu sendiri mempunyai

perbedaan makna khususnya antara IPS untuk sekolah dasar (SD) dengan IPS untuk sekolah menengah pertama (SMP) dan IPS untuk sekolah menengah atas (SMA). Pengertian IPS dipersekolahan tersebut ada yang berarti program pengajaran, ada yang berarti mata pelajaran yang berdiri sendiri, dan ada yang berarti gabungan

(paduan) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu”.28

Lebih lanjut, Kurikulum 2006 yang dikutip oleh Sapriya dalam buku yang berbeda dari sebelumnya menjelaskan bahwa:

“IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji sperangkat isu sosial.Pada jenjang SD/MI/SDLB, mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokrasi dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.29

Namun, pada jenjang SD/MI/SDLB, materi pembelajaran IPS disajikan secara terpadu sehingga tidak menunjukan label dari disiplin ilmu sosial, serta disusun secara tematik dengan mengambil tema-tema sosial yang terjadi di lingkungan siswa. Demikian juga tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena serta aktifitas sosial yang terjadi disekitar siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu-ilmu sosial merupakan dasar dari IPS tetapi tidak semua ilmu-ilmu sosial dapat

25

H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta:PT. Rineka Cipta,2003) Cet.4, h.2 26Ibid.

h.3 27

Sapriya, dkk, Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS, Ed.1 (Bandung:UPI PRESS, 2006), Cet.1, h.7

28

(36)

menjadi pokok bahasan dalam IPS. Tingkat usia, jenjang pendidikan dan perkembangan pengetahuan anak didik sangat menentukan materi-materi ilmu-ilmu sosial mana yang tepat menjadi pokok bahasan dalam IPS. Melalui substansi materi dalam pembelajaran IPS, siswa diharapkan tidak hanya mampu menguasai teori-teori kehidupan di dalam masyarakat tetapi mampu menjalani kehidupan nyata secara bijaksana.

b. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam kurikulum 2006 yang dikutip oleh Sapriya, menjelaskan bahwa mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.30 Dengan demikian, kunci utama dalam pembelajaran IPS adalah bagaimana membina kecerdasan sosial siswa yang mampu berpikir kritis, analitis, kreatif, inovatif, berwatak dan berkepribadian luhur, bersikap ilmiah dalam cara memandang, menganalisa serta menelaah kehidupan nyata yang dihadapinya.31 Oleh karena itu, guru IPS dituntut untuk mampu merencanakan pembelajaran IPS sedemikian rupa dengan memperhatikan prinsip dan karakteristik IPS itu sendiri sehingga tujuan dalam pembelajaran IPS dapat tercapai.

c. Fokus kajian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Fokus kajian pendidikan IPS adalah kehidupan manusia dengan sejumlah aktifitas sosialnya. Seperti yang dikemukakan Nana Supriatna bahwa berbagai dimensi manusia dalam kehidupan sosialnya . merupakan fokus kajian IPS. Aktifitas manusia dilihat dari dimensi waktu meliputi masa lalu, masa kini dan masa depan. Aktifitas manusia yang berkaitan

(37)

dalam hubungan dan interaksin dengan aspek keruangan atau geografis. Aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dalam dimensi arus produksi, distribusi dan konsumsi. Pada intinya, fokus kajian IPS adalah berbagai aktifitas manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sosial sesuai dengan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial.32

d. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Menurut Hasan (1996), tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu pengembangan kemampuan intelektual siswa, pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta pengembangan diri siswa sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial. Tujuan kedua berorientasi pada pengembanagn diri siswa dan kepentingan masyarakat. Sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu.33

e. Kompetensi Pendidikan IPS Sekolah Dasar

Dalam kurikulum KTSP terdapat dua aspek perkembangan kompetensi dalam pembelajaran IPS, yaitu aspek pengembangan intelektual dan aspek pengembangan keterampilan sosial. Aspek pengembangan intelektual meliputi pengembangan kemampuan untuk mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya serta memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keretampilan dalam kehidupan sosial. Sementara, aspek pengembangan keterampilan sosial meliputi kemampuan untuk memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan serta memiliki kemampuan

32

Nana Supriatna, Pendidikan IPS di SD, Ed.I, (Bandung:UPI PRESS,2007) Cet.I. h.4

33 Ibid.,

(38)

berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal, nasional maupun global.34

f. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas IV

[image:38.595.110.521.192.718.2]

Standar kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu.35 Sedangkan, kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam rangka menguasai standar kompetensi mata pelajaran tersebut.36 Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Berikut adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar pelajaran IPS kelas IV.

Tabel 2.3

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kelas IV

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami sejarah, kenampakan alam dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.

1.1.Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan

menggunakan skala sederhana.

1.2.Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan

kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial budaya. 1.3.Menunjukkan jenis dan

persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di

lingkungan setempat.

34

Ibid., h. 21-22 35

KTSP, Perangkat Pembelajaran MI/SD dan SDLB; Panduan Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, h.1

(39)

1.4.Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi). 1.5.Menghargai berbagai

peninggalan sejarah di lingkungan setempat dan menjaga kelestariannya. (kabupaten/kota, provinsi). 1.6.Meneladani kepahlawanan dan

patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya.

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya

2.2 Mengenal pentingnya

koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2.3 Mengenal perkembangan

teknologi produksi,

komunikasi, dan transportasi serta pengalaman

menggunakannya

2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya

Sapriya, (2008)37

g. Permasalahan Sosial

Masalah sosial merupakan suatu keadaan di masyarakat yang tidak normal atau tidak semestinya. Masalah-masalah sosial dapat berupa masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama dan masalah lainnya. Abu Ahmadi menjelaskan bahwa “masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh setiap masyarakat tidaklah sama antara satu dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan tingkat perkembangan kebudayaan dan masyarakatnya serta keadaan lingkungan alamnya dimana masyarakat itu hidup”.38 Selanjutnya, menurut Nisbet (1961) yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya adalah bahwa masalah sosial selalu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral

37

(40)

dan pranata-pranata sosial, serta selalu ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia dan dengan konteks-konteks normatif dimana hubungan-manusia manusia itu terwujud.39

Masalah sosial memiliki dua pendefinisian; [1] pendefinisian menurut umum, dan; [2] pendefinisian merurut para ahli. Menurut pendefinisian umum, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah sosial. Sedangkan pendefinisian menurut para ahli, masalah sosial adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan.40 Sebagai contoh, masalah pedagang kaki lima. Menurut definisi umum, pedagang kaki lima bukan masalah sosial karena merupakan upaya mencari nafkah untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan menurut definisi ahli perencanaan kota, pedagang kaki lima adalah masalah sosial karena menjadi sumber kekacauan lalu lintas.

Namun kenyataannya, permasalahan sosial tidak dirasakan secara sama oleh setiap warga masyarakat. Suatu kondisi yang dianggap merugikan sejumlah warga masyarakat belum tentu dirasakan oleh sejumlah masyarakat lainnya sebagai sesuatu yang menguntungkan. Misalnya masalah sampah, sampah yang bertebaran disebagian kota dirasakan merugikan kebersihan, kesehatan, keindahan tetapi para pengumpul barang bekas dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan. Dengan demikian, suatu masalah yang digolongkan sebagai masalah sosial oleh para ahli belum tentu dianggap sebagai masalah sosial oleh umum. Sebaliknya, masalah-masalah sosial yang dianggap sebagai masalah sosial oleh umum belum tentu dianggap sebagai masalah sosial oleh para ahli. Dengan demikian, batasan masalah sosial agak sedikit rumit karena mengingat masalah sosial berkaitan dengan sistem nilai yang berlaku di

38

H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta:PT. Rineka Cipta,2003) Cet.4, h.12 39Ibid.

40Ibid

(41)

masyarakat yang bersangkutan. Tetapi yang jelas, tidak ada satu pun tingkah laku manusia yang dapat dianggap sebagai suatu masalah sosial apabila tidak dianggap sebagai penyimpangan secara moral dari norma-norma masyarakat yang telah diterima secara umum.

B.Hasil Penelitian yang Relevan

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Roro Fattahu Sarah, Mahasiswi Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, 2013

Peningkatan keaktifan belajar IPS Sejarah siswa melalui model pembelajaran index card match (icm) kelas viii di smp negeri 4 semarang tahun ajaran 2012/2013.

Dari hasil penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card

match dalam proses

pembelajaran, mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam berpikir kreatif dan berpikir kritis. 2. Tatmimatun

Ni’mah, Mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang Penerapan metode

index card match untuk meningkatkan

keaktifan dalam

pembelajaran ips siswa kelas IV SDN 1

Petanahan, semester II tahun ajaran

2012/2013.

Dari hasil penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card

match dalam proses

pembelajaran, mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam komunikasi yang bersifat multi arah, baik komunikasi siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa.

3. Ratih Ariyanti, Mahasiswi

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Peningkatan keaktifan dan hasil belajar

melalui model

pembelajaran

kooperatif tipe index card match siswa kelas IV SD Negeri Tugurejo 01 Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013.

Dari hasil penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card

match dalam proses

pembelajaran, mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam membuat rangkuman materi yang telah telah dipelajari, serta aktif menyelesaikan tugas yang dberikan guru. 4. Anis Fitrotunnisa,

Mahasiswi Jurusan Pendidikan

Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah

Penerapan Metode

Index Card Match

Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Bahasa Arab Kelas VIII C Mtsn Lab. UIN

Dari hasil penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card

match dalam proses

Gambar

Tabel 2.1 Pembelajaran kooperatif vs pembelajaran konvensional
Tabel 2.1 Pembelajaran kooperatif vs pembelajaran konvensional
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
+5

Referensi

Dokumen terkait

Metode evaluasi yang digunakan berdasarkan Kualitas dan Biaya, dimana untuk Evaluasi Kualitas dilakukan terhadap Penawaran File I meliputi administrasi dengan

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN PETA KONSEP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pemilihan Ketua, dan Pemilihan Sekretaris Senat Universitas Negeri Malang, pada pasal 2 ayat 3 disebutkan bahwa anggota Senat UM terdiri atas: (a) Rektor dan Wakil

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah reflectance, dengan judul Perkiraan Nilai Reflectance Berdasarkan Warna

Penelitian dilaksanakan dengan menganalisis aspek kognitif menurut TIMSS yang telah ditentukan pada soal-soal latihan matematika prosentase soal knowing (pengetahuan)

Cairan di dalam labu erlenmeyer disaring dengan kertas saring (Whatman no. 41) yang telah diketahui bobotnya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong Buchner

Thanks for blessing me in finishing my research paper entitled “Sara Tancredi’s Oppressions in the Prison in The Final Break (2009) by Brad Turner and Kevin Hooks: A

Berdasarkan hasil koreksi aritmatik dan evaluasi penawaran terhadap 4 (empat) peserta yang memasukkan penawaran, Pokja Pengadaan Barang/Jasa ULP Kabupaten Aceh Barat Daya, sesuai