ABSTRACT
INTRODUCTION:
Recently, plenty of waste of paddy as a lignosellulosic organic material was obtained due to increasing. However, utilization of rice hull still not optimally done and it has low economic value. In some countries, the lignosellulosic waste becomes a problem because it pollutes the environment. Many researches showed that rice hull can be used in several necessity product, such as, alternative energy source, particle board, and cement bonded board and this research was to find out the substitution of solid wood and it may solve environmental problem.
The objective of the study was to evaluate the effect of cement portion variation on the physical and mechanical properties of cement bonded boards from rice hull.
MATERIAL AND METHOD:
The cement bonded board were manufacture using rice hull particles (Oryza sativa,L.), portland cement, calcium chloride, and water. The rice hull particles were immersed in cold water for 24 hours prior to board manufacture. The rice hull-cement-water ratios applied were 1,00 : 2,75 : 1,38 ; 1,00 : 3,00 : 1,50, and 1,00 : 3,25 : 1,63 with used calcium chloride at 2 % of total weight. Manufacturing process the cement bonded board from rice hull can be divided into several operations including: the preparation of a raw material, mixing, mat forming (30 cm x 30 cm x 1 cm) at target density was 1,2 g/cm³, pressing (35 kgf/cm²), setting (60ºC for 24 hours), hardening (room temperature for 2 weeks), drying (80ºC for 10 hours), conditioning (2 weeks) and the test of physical and mechanical properties of cement bonded board.
This experiment was designed using a Completely Randomized Design (CRD) with one treatment and three replicates.
RESULT:
Result showed that moisture content of cement bonded board is 8,01-9,33%, density 1,15-1,26 g/cm³, for immersion period of 2 hours showed thickness swelling 0,12-0,35%, linear expansion 0,21-0,32%, and water absorption 20,98-24,78% while the immersion period of 24 hours thickness swelling 0,32-0,51%, linear expansion 0,29-0,33%, and water absorption 24,89-28,14%, modulus of elasticity 14.324,16-22.488,66 kgf/cm², modulus of rupture 22,99-29,63 kgf/cm², internal bond 0,45078-0,58797 kgf/cm², and screw holding strength 19,75-23,39 kgf. Physical properties of the boards requirement fulfilled the JIS A 5417 (1992) standard and Bison (1975) while mechanical properties of the boards were MOE, MOR, IB, screw holding strength did not fulfill the JIS A 5417 (1992) standard and Bison (1975).
Result of research showed that increase in cement portion did not significantly effect the properties of cement bonded board from rice hull.
Ratu Fortuna. E24050362. Kualitas Papan Semen dari Sekam Padi (Oryza sativa Linn).
Pembimbing : Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc
RINGKASAN SKRIPSI
Masalah serius yang dihadapi oleh industri kayu saat ini adalah kekurangan bahan baku kayu. Untuk mengatasi hal ini berbagai upaya dilakukan diantaranya dengan mensubstitusi penggunaan kayu yang selama ini dipergunakan, dengan bahan-bahan non kayu yang masih terbatas dan belum optimal pemanfaatannya. Salah satunya dengan pemanfaatan sekam padi yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan papan semen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan kadar semen terhadap sifat fisis dan mekanis papan semen dari sekam padi.
Bahan yang digunakan adalah sekam padi (Oryza sativa Linn), semen portland, kalsium klorida (CaCl2), dan air. Papan semen dibuat dengan
perbandingan antara partikel sekam : semen : air yaitu 1,00 : 2,75 : 1,38 ; 1,00 : 3,00 : 1,50, dan 1,00 : 3,25 : 1,63 dengan menggunakan katalis CaCl2 2 %
dari berat total. Pembuatan papan semen dari sekam padi meliputi penyiapan bahan, pencampuran, pembuatan lembaran (30 cm x 30 cm x 1 cm) dengan kerapatan sasaran 1,2 g/cm³, pengempaan dengan tekanan 35 kgf/cm², pengerasan awal suhu 60ºC selama 24 jam, pengerasan lanjutan suhu kamar selama 2 minggu, pengeringan suhu 80ºC selama 10 jam, pengkondisian selama 2 minggu dan pengujian sifat fisis dan mekanis. Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan.
Hasil pengujian sifat fisis papan semen diperoleh nilai rata-rata kadar air yaitu 8,53 %, kerapatan 1,22 g/cm³, untuk perendaman 2 jam pengembangan tebal 0,27%, pengembangan linear 0,25 %, dan daya serap air 22,93 %, perendaman 24 jam pengembangan tebal 0,39 %, pengembangan linear 0,31 %, daya serap air 26,46 %. Sifat fisis papan semen seperti kadar air, kerapatan, pengembangan tebal, dan pengembangan linear memenuhi persyaratan JIS A5417 1992.
Hasil pengujian sifat mekanis papan semen diperoleh nilai rata-rata MOE sebesar 19110,37 kgf/cm², MOR 27,17 kgf/cm², internal bond 0,51533 kgf/cm², dan kuat pegang sekrup 21,28 kgf. Sifat mekanis papan semen semuanya tidak memenuhi JIS A5417 1992.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri kayu merupakan industri kehutanan yang penting dalam rangka
pemanfaatan sumberdaya hutan. Masalah serius yang dihadapi oleh industri kayu
saat ini adalah kekurangan bahan baku kayu. Hal ini disebabkan oleh kerusakan
hutan yang semakin parah dan disertai dengan permintaan kayu yang semakin
meningkat. Menurut Statistik Kehutanan Indonesia (2007) industri kayu Indonesia
memerlukan 75.822.903 m³ kayu, sedangkan pasokan resmi hanya sebesar
21.792.144 m³. Dengan demikian terjadi defisit sekitar 54.030.759 m³.
Kekurangan pasokan yang sangat besar tersebut perlu segera diantisipasi karena
akan membahayakan kelestarian hutan di satu sisi dan kelanjutan industri
perkayuan di sisi lainnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kekurangan bahan baku kayu,
diantaranya dengan mensubstitusi penggunaan kayu yang selama ini
dipergunakan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai substitusi
penggunaan kayu adalah papan komposit. Papan semen merupakan salah satu
produk papan komposit kayu yang dibuat dari campuran partikel kayu atau bahan
berlignoselulosa lainnya dengan semen sebagai perekat (Ajayi 2004). Bahan
berlignoselulosa lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
papan semen adalah sekam.
Sekam merupakan salah satu produk sampingan dari proses penggilingan
padi yang cukup melimpah dan dapat digunakan sebagai bahan baku. Meskipun
jumlah sawah dan ladang sudah banyak yang beralih fungsi, namun kegiatan
bertanam padi masih dominan kecuali di kota Metropolitan. Menurut data statistik
Deptan (2008) produksi padi sebesar 60.325.925 ton dan tahun 2009 diramalkan
62.561.146 ton gabah kering giling (GKG). Pada proses penggilingan padi
biasanya diperoleh sekam sekitar 20 % dari bobot gabah (Hara 1986 dalam Bali & Prakoso 2002) dengan demikian perolehan sekam tahun 2009 sekitar 12.512.230
ton. Sekam padi telah banyak dibicarakan oleh para peneliti dan telah banyak
Kandungan silika (SiO2) yang cukup tinggi dalam sekam mengindikasikan potensi
besar yang dimiliki sekam padi untuk dimanfaatkan.
Bermacam-macam sisa pertanian dapat digunakan untuk bahan baku
papan semen. Penggunaan sisa pertanian punya beberapa keuntungan:
Meningkatkan penghasilan petani dan mengurangi kemiskinan, meningkatkan
persediaan bahan baku untuk konstruksi, menciptakan lapangan kerja dan
mengurangi tekanan pada sumber daya hutan. Ketertarikan menghasilkan papan
semen dihubungkan oleh beberapa faktor: tersedianya bahan baku dalam jumlah
besar, teknologi sederhana, tersedianya pengusaha kecil, persediaan kayu dikenal yang daya tahan alaminya tinggi berkurang, dan biaya perekat semen relatif
rendah dari resin (Ajayi 2004).
Hasil penelitian Subagio (1987) menunjukkan bahwa pemakaian kalsium
klorida (CaCl2) sebagai katalisator dalam produksi papan semen dari sekam
memberikan hasil yang lebih baik dibanding kapur dan tawas sedangkan sifat
mekanis yaitu keteguhan tekan dan MOR nilainya belum memenuhi JIS A5417
1992.
1.2 Tujuan
Mengevaluasi pengaruh perbedaan kadar semen terhadap sifat fisis dan
mekanis papan semen dari sekam padi.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk papan semen
kualitas tinggi menggunakan sekam padi dan menjadi substitusi penggunaan kayu
yang semakin langka ketersediaannya.
1.4 Hipotesis
Peningkatan kadar semen pada berbagai taraf tertentu berpengaruh
terhadap sifat fisis dan mekanis papan semen dan peningkatan kualitas papan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sekam
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri
dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Sel-sel sekam yang telah masak mengandung lignin dan silika dalam konsentrasi tinggi.
Kandungan silika diperkirakan berada dalam lapisan luar (De Datta 1981 dalam Setiawan 2008) sehingga permukaannya keras dan sulit menyerap air,
mempertahankan kelembaban, serta memerlukan waktu yang lama untuk
mendekomposisinya (Houston 1972 dalam Setiawan 2008).
Pada proses penggilingan beras, sekam akan terpisah dari butir beras dan
menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Proses penggilingan padi biasanya
menghasilkan sekam sekitar 20 % dari bobot awal gabah (Hara 1986 dalam Bali & Prakoso 2002). Menurut Luh (1991) padi kering dalam satu malai
menghasilkan 52 % beras putih (% dalam berat), 20 % sekam, 15 % jerami, dan
10 % dedak, sisanya 3 % hilang selama konversi. Sekam dikategorikan sebagai
biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku
industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar.
Ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur
kimia penting, komposisi kimia sekam padi menurut DTC - IPB : • Karbon (zat arang) : 1,33%
• Hidrogen : 1,54% • Oksigen : 33,64% • Silika : 16,98%
Menurut Juliano (1985) dalam Luh (1991) komposisi dari sekam padi:
• Kelembaban: 7,6 – 10,2 %
• Abu: 13,2 – 21,0 %
• Silika: 18,8 – 22,3 %
• Kalsium: 0,6 – 1,3 mg/g
Menurut Jackson (1977) dalam Budaarsa (1997), sekam padi (paddy hull) mengandung bahan kering 86 % serta dinding sel tanaman yang terdiri atas
selulosa 39 %, hemiselulosa 14 %, dan lignin 11 %. Sekam memiliki kadar SiO2
15 % dengan endapan terbanyak terdapat pada antar ruang, antara kutikula dan
sel-sel epidermis (Yoshoda 1975 dalam Soepardi et al. 1982).
2.2 Semen
Menurut Sutigno (1994), perekat adalah suatu bahan yang dapat menahan
dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan. Tali, paku, pasak, dan baut tidak
termasuk perekat karena bukan berdasarkan ikatan permukaan.
Berdasarkan komposisi bahan kimianya perekat kayu dibedakan menjadi 2
jenis yaitu perekat organik dan perekat anorganik (Wills 1965). Perekat organik
contohnya urea formaldehid, fenol formaldehid, sedangkan semen, gypsum, dan
magnesit adalah contoh perekat anorganik. Perekat anorganik disebut juga perekat
mineral.
Semen disebut perekat hidrolisis, karena daya rekatnya disebabkan oleh
adanya air. Jumlah air yang digunakan untuk sejumlah semen menentukan
kualitas adukan campuran yang dihasilkan. Pada umumnya jenis semen yang
digunakan untuk bahan bangunan adalah semen portland. Semen portland dibuat dari hasil pembakaran bahan-bahan dasar yang terdiri dari batu kapur (yang
mengandung CaO), tanah geluh atau serpih (yang mengandung H2O dan SiO2)
dan tambahan bahan lain yang sesuai dengan jenis semen yang diinginkan.
Campuran dari bahan tersebut di atas selanjutnya dibakar pada temperatur tinggi
dalam tanur bakar, dan digiling halus secara mekanik sambil ditambahkan gips tak
terbakar. Hasilnya terbentuk tepung kering yang dikemas dalam kantong semen
(Purwoko et al. 1980 dalam Setiadhi 2006). Semen portland terdiri dari 3CaOSiO2 dan 2CaOSiO2 dengan beberapa komponen minor 3CaOAl2O3 dan
4CaOAl2O3Fe2O3. Papan semen memerlukan waktu untuk mencapai kekuatan
Tabel 1 Unsur Utama Semen Portland dalam Komposisi Campuran
Nama Bentuk Bahan Kimia Persen
Tricalcium silicate 3CaOSiO2 50
Dicalcium silicate 2CaOSiO2 25
Tricalcium aluminate 3CaOAl2O3 12
Tetracalcium aluminoferrite 4CaOAl2O3Fe2O3 8
Calcium sulfate dehydrate CaSO42H2O 3
Sumber: Simatupang dan Geimer 1990
Badan Standar Nasional (1994) menggolongkan semen portland menjadi lima jenis, yaitu:
• Semen portland jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus seperti pada
jenis-jenis yang lain
• Semen portland jenis II, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang
• Semen portland jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah
pengikatan terjadi
• Semen portland jenis IV, yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan kalor hidrasi rendah
• Semen portland jenis V, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat
Mutu semen sebagai bahan pengikat sangat ditentukan oleh mutu
ikatannya, sedangkan mutu ikatan semen ditentukan oleh jenis semen. Semen
portland cenderung lebih tahan terhadap air dan sifat mengeras lebih cepat dibandingkan dengan jenis semen yang lain, sehingga umum dipakai dalam
pembuatan papan semen partikel. Secara umum komposisi bahan kimia yang
Tabel 2 Komposisi Bahan Kimia Semen Portland
No Komposisi Bahan Kimia Jumlah (%)
1 Kapur (CaO) 66 - 80
2 Silikat (SiO2) 19 - 24
3 Alumina (Al2O3) 3,0 - 7,0
4 Besi Oksida (Fe2O3) 0,7 - 3,0
5 Magnesia (MgO) 1,5 - 7,2
6 Sulfur Trioksida (SO3) 0,0 - 1,0
7 Soda (Na2O) 0,1 - 1,5
8 Potasium (K2O) 0,3 - 0,6
Hermawan (2001) menyatakan bahwa pencampuran semen dengan air
dalam produksi papan semen partikel akan terjadi reaksi antara komponen semen
dengan air dan menghasilkan kalsium silikat hidrat dan kalsium karbonat.
Kemudian kedua senyawa tersebut saling berikatan membentuk kristal-kristal
padat dan melapisi partikel kayu dalam lembaran panil. Adapun reaksi komponen
semen dengan air sebagai berikut:
1. Pengerasan awal (setting)
2Ca3SiO5 + 6H2O Ca3Si2O7.3H2O + 3Ca(OH)2
2Ca2SiO4 + 4H2O Ca3Si2O7.3H2O + Ca(OH)2
2. Pengerasan lanjutan (curing)
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
2.3 Papan Semen
Papan semen adalah papan tiruan yang menggunakan semen sebagai
perekatnya sedangkan bahan bakunya dapat berupa partikel kayu atau bahan
berlignoselulosa lainnya. Papan semen mempunyai sifat yang lebih baik
dibanding papan partikel yaitu lebih tahan terhadap jamur, tahan air, dan tahan
api. Papan semen juga lebih tahan terhadap serangan rayap tanah dibanding kayu.
Papan semen juga tidak menghasilkan bahan-bahan kimia berbahaya dan tidak
berpengaruh pada kualitas udara di dalam ruangan. (Haygreen & Bowyer 1989),
menambahkan bahwa kelebihan papan semen lainnya adalah dapat disambung,
Papan semen di samping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan
dibanding papan tiruan lainnya antara lain adalah berat dan penggunaannya lebih
terbatas sebagai bahan bangunan. Menurut Moslemi dan Pfister (1987) dalam Sulastiningsih (2008) diperlukan waktu yang lama bagi papan semen untuk
benar-benar mengeras sebelum mencapai kekuatan yang cukup. Kelemahan lainnya
adalah tidak semua jenis kayu atau bahan berlignoselulosa dapat digunakan
sebagai bahan baku papan semen karena adanya zat ekstraktif seperti gula, tannin,
dan minyak yang dapat mengganggu pengerasan semen dengan bahan baku
tersebut.
Kesesuaian kayu dengan semen juga ditemukan berbeda-beda dalam satu
spesies bergantung tempat pohon ditanam (Hachmi et al. 1990 dalam Karade et al. 2003) dan bagian pohon yang digunakan (Moslemi et al. 1990 dalam Karade et
al. 2003). Sekarang ini lebih dari 30 tanaman di seluruh dunia dapat digunakan sebagai bahan baku papan semen, 10 tanaman di Rusia, 5 tanaman di Jepang dan
sisanya di 10 negara lain (Simatupang & Geimer 1990). Beberapa usaha dapat
dilakukan untuk mengurangi ketidaksesuaian suatu jenis kayu atau bahan
berlignoselulosa lain sebagai bahan papan semen antara lain dengan jalan
merendam partikel kayu atau bahan berlignoselulosa dalam air dingin atau air
panas sehingga zat penghambat tersebut larut dalam air (Kamil 1970).
Perpanjangan lama perendaman partikel tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap perbaikan sifat papan semen manii (Sulastiningsih 2008).
Di samping itu beberapa peneliti telah meneliti secara mendalam
penambahan bahan kimia dalam campuran kayu, semen, dan air untuk
meningkatkan pengerasan semen. Hermawan (2001) menyatakan untuk
memperbaiki kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen dapat dilakukan
melalui penyimpanan dan penggunaan mineral. Hasil penelitian Hermawan (2001)
menyatakan bahwa pemberian gas CO2 dan supercritical CO2 setelah pengempaan
ke dalam papan semen mampu mempercepat proses pengerasan semen dan
meningkatkan kualitas panil.
Sifat-sifat papan semen ditentukan oleh dua komponen dasar yaitu kayu
semen ini bisa dilapisi dengan bahan lain yang mempunyai kekuatan yang baik
(Bison 1975). Tahap-tahap pembuatan papan semen menurut paten Bison (1975)
adalah sebagai berikut :
1. Persiapan flake (Flake preparation)
Sebelum dibuat flake, kayu dibersihkan dari kulit dan disimpan selama beberapa bulan untuk menyesuaikan kadar air sekaligus mengurangi zat-zat
penghambat ikatan antara semen dengan partikel-partikel kayu.
2. Pembuatan partikel
Kayu dipotong-potong menjadi ukuran 50 cm dengan chain saw, kemudian dimasukkan dalam flaker. Hasilnya berupa partikel berukuran panjang 30 – 40 mm dengan tebal 0,2 – 0,3 mm. Partikel yang ukurannya lebih besar dari
ukuran ini secara otomatis dipisahkan dan kemudian digiling kembali lalu
disimpan dalam storage bin. 3. Pengendalian kadar air
Pengukuran kadar air dilakukan di storage bin secara kontinyu. Variasi kadar air dikompensasi dengan cara penambahan air pada tahap
pengelolaan selanjutnya.
4. Penimbangan dan pembuatan adonan (proportion and mixing)
Bahan-bahan dalam pembuatan papan semen seperti semen, kayu, air, dan
zat kimia tambahan dicampur dalam satu tangki pencampuran (mixing station). Semua bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan ditimbang secara seksama.
5. Pembuatan lembaran (mats forming)
Kualitas lapik dipengaruhi oleh toleransi ukuran tebal akhir panil, sehingga
diperlukan toleransi penyebaran adonan secara merata di atas plat cetakan.
Penyebaran adonan yang homogen dalam cetakan sangat berpengaruh
terhadap kerapatan lapik.
6. Pengempaan (pressing)
Tekanan yang dibutuhkan pada proses pengempaan sampai dengan
25 kg/cm³. Tingkat tekanan tergantung pada ukuran dan ketebalan papan
7. Pengerasan awal, pematangan, dan pengkondisian (hardening, maturing, and conditioning)
Pada pengerasan awal panil diberi tekanan dan panas yang dikontrol.
Pemberian panas dilakukan selama 6 – 8 jam. Pematangan ikatan semen
dengan partikel kayu memerlukan waktu minimal 18 hari. Setelah itu panil
mencapai kekuatan optimum. Lembaran-lembaran panil ditumpuk di
gudang atau diletakkan berdiri tegak dan diberi celah supaya sirkulasi udara
baik, sehingga kadar air panil dengan lingkungan sesuai.
8. Penyelesaian (finishing)
Penyelesaian dilakukan dengan cara pengampelasan panil pada satu sisi
atau dua sisi sesuai dengan permintaan konsumen. Pengampelasan pada
satu atau dua sisi harus memperhatikan tingkat ketebalan. Pada umumnya
untuk meratakan tepi papan menggunakan mesin pemotongan manual yang
digunakan pada industri papan partikel.
Terdapat dua alternatif ukuran panil yaitu 1.220 x 2.440 mm dan 1.250 x
2.800 mm. Ukuran ketebalan berkisar 8 – 40 mm dengan kerapatan maksimum
1,25 kg/cm³ untuk perbandingan partikel : semen adalah 1 : 2,75 (Bison 1975).
2.4 Katalisator
Katalisator adalah suatu bahan yang dapat mempercepat reaksi kimia tanpa
merubah strukturnya. Selain itu, katalisator adalah bahan kimia yang
menyebabkan suatu reaksi kimia dapat berlangsung lebih cepat dan dapat
ditemukan kembali serta tidak berubah di akhir reaksi tersebut. Katalisator
berfungsi untuk meningkatkan daya ikat bahan pengikat terhadap partikel kayu
atau bahan berlignoselulosa agar tercapai suatu ikatan yang optimum dan untuk
mempercepat proses pengerasan (pengeringan) sehingga didapatkan hasil akhir
yang lebih baik. Pemakaian katalisator dimaksudkan untuk mempercepat proses
pengerasan (pengeringan) dan memperkuat daya rekat semen (Simatupang 1971
dalam Setiadhi 2006).
Bahan kimia seperti kalsium klorida (CaCl2), besi klorida (FeCl2), besi
sulfat (Fe2(SO4)3), magnesium klorida (MgCl2), dan kalsium hidroksida Ca(OH)2
Subagio (1987) menunjukkan bahwa pemakaian kalsium klorida sebagai
katalisator dalam produksi papan semen sekam memberikan hasil yang lebih baik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Peningkatan Mutu, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Seafast Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel sekam padi kasar (Oryza sativa Linn) dan serbuk sekam ukuran 20 - 40 mesh, semen portland sebagai perekat, kalsium klorida (CaCl2) sebagai katalis dan air.
Alat-alat yang digunakan adalah hammer mill, saringan, ember, timbangan elektrik, plastik, oven, sprayer, gelas plastik, wadah plastik, lakban, plastik cor, plat besi dan mur-nya, plat seng, cetakan kayu (30 cm x 30 cm), desikator, kaliper, mesin kempa, circular saw, kertas label, Universal Testing Machine merk Instron, kamera,alat tulis, dan program SAS 1997.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Papan Semen
Ukuran papan semen yang dibuat adalah 30 cm x 30 cm x 1 cm
dengan kerapatan sasaran 1,2 g/cm3. Proses pembuatan papan semen adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan Partikel
Partikel sekam kasar dari limbah penggilingan padi serta serbuk sekam
berukuran 20 – 40 mesh.
b. Perendaman Partikel
Partikel sekam kasar diberi perlakuan pendahuluan berupa perendaman
dalam air dingin selama 24 jam. Partikel yang sudah direndam kemudian
diangin-anginkan sampai kadar air sekam setelah perendaman kurang
c. Pembuatan papan semen
Papan semen dibuat dengan menggunakan partikel sekam padi yang sudah direndam dalam air dingin selama 24 jam dan serbuk untuk lapisan permukaan dengan perbandingan antara serbuk : semen adalah 1,00 : 13,33. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan kadar semen terhadap sifat papan yang dihasilkan maka penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dengan perbandingan sekam : semen : air yaitu A = 1,00 : 2,75 : 1,38 ; B = 1,00 : 3,00 : 1,50, dan C = 1,00 : 3,25 : 1,63. Setiap perlakuan dilakukan penambahan katalis CaCl2 2 % dari berat total
papan semen. Untuk masing-masing kombinasi perlakuan dibuat 3 ulangan.
Gambar 1 Proses Pembuatan Papan Semen.
Proses pembuatan papan antara lain: (1) Partikel sekam yang telah dipersiapkan disemprot dengan menggunakan larutan katalis seperti terlihat pada Gambar 1, adonan diaduk sampai kadar air partikel sekam merata di seluruh bagian kemudian ditaburkan semen ke dalam adonan dan diaduk sampai rata. (2) Pembuatan lembaran lapik dilakukan di atas plat besi yang dilapisi dengan plastik cor agar papan semen mudah diangkat dari plat besi. Pembuatan lembaran dilakukan dengan menggunakan cetakan 30 cm x 30 cm. Lapik diberi tekanan awal (pre press) setelah itu cetakan diangkat. Bagian atas lapik dilapisi plastik coran dan diletakkan plat besi pasangan di atasnya. (3) Lapik yang ada pada plat besi dimasukkan ke dalam mesin kempa dingin dengan Pengujian
(1) (2) (3)
(4)
(5) (6)
tekanan spesifik 35 kgf/cm² sampai ketebalan 1 cm dan baut dikencangkan (pengkleman). (4) Setelah klem plat besi yang berisi lapik dioven selama 24 jam dengan suhu 60°C. (5) Lembaran lapik dikeluarkan dari plat besi dan dibiarkan pada suhu ruangan untuk pengerasan lanjutan (curing) selama 2 minggu. (6) Setelah itu lembaran
lapik dimasukkan ke dalam oven suhu 80°C selama 10 jam. (7) Lembaran lapik dibiarkan selama 2 minggu pada suhu kamar untuk
menyamakan suhu panil dengan suhu ruangan.
Proses pembuatan papan semen secara skematis ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Alur Proses Pembuatan Papan Semen.
KATALIS
AIR
PARTIKEL SEKAM
SEMEN PENCAMPURAN
PEMBENTUKAN LEMBARAN
PRESSING
Tekanan 35 kgf/cm²
PENGERASAN AWAL
Setting ± 60°C, 24 jam
PENGERASAN LANJUTAN
Hardening 2 minggu, suhu kamar
PENGERINGAN
Suhu 80°C, 10 jam
PENGKONDISIAN
2 minggu
3.3.2 Pengujian Papan Semen
a). Penyiapan Contoh Uji
Papan semen yang sudah mendapat perlakuan pengkondisian kemudian dipotong untuk diuji sifat fisis dan mekanisnya, meliputi kadar air, kerapatan, pengembangan tebal & linear, penyerapan air, modulus of rupture (MOR), modulus of elasticity (MOE), internal bond (IB), dan kuat pegang sekrup dengan menggunakan standar JIS A 5908 1994.
Gambar 3 Pola Pemotongan Contoh Uji Menurut JIS A 5908 (1994).
Keterangan :
1. Contoh uji kerapatan dan kadar air, berukuran 10 cm x 10 cm
2. Contoh uji pengembangan linear, tebal dan daya serap air,
berukuran 5 cm x 5 cm
3. Contoh uji modulus patah dan modulus elastisitas, berukuran
5 cm x 20 cm
4. Contoh uji keteguhan rekat internal bond, berukuran 5 cm x 5 cm
5. Contoh uji kuat pegang sekrup, berukuran 4 cm x 7,5 cm
b). Pengujian Papan Semen 1. Sifat Fisis Papan Semen a). Kerapatan
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm dalam keadaan
kering udara ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar, 30 cm 30 cm
2
2
3 3 4
4
5 5
1
dan tebal untuk menentukan volume. Jumlah contoh uji kerapatan
tiap papan adalah 2 buah. Kerapatan papan semen dihitung m
enggunakan rumus:
b). Kadar Air
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang untuk
mendapatkan berat awal (BA), kemudian dioven dengan suhu
103 ± 2°C selama 24 jam sampai beratnya konstan. Nilai kadar air
papan dapat dihitung dengan rumus :
100 %
Keterangan :
BA : Berat awal (gr)
BKO : Berat kering oven (gr)
c). Pengembangan Linear dan Tebal
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm diukur dimensinya
pada kondisi kering udara. Dimensi lebar diukur pada kedua sisinya
kemudian dirata-ratakan (D1), sedangkan tebal diukur pada pusat
contoh uji. Selanjutnya contoh uji direndam dalam air dingin selama
2 jam dan 24 jam, kemudian diukur kembali dimensinya (D2). Nilai
pengembangan tebal dan linear papan dapat dihitung dengan rumus:
₁ ₀
₀ 100 %
Keterangan:
D0 : Dimensi awal (cm)
d).Daya Serap Air
Pengujian daya serap air dilakukan bersamaan dengan
pengujian pengembangan linear dan tebal. Contoh uji ditimbang
kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan
24 jam, kemudian contoh uji ditimbang kembali. Nilai daya serap
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
# $ ₂ ₁
₁ 100 %
Keterangan:
B1 : Berat contoh uji sebelum perendaman (gr)
B2 : Berat contoh uji setelah perendaman (gr)
2. Sifat Mekanis Papan Semen
a). Keteguhan Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Universal Testing
Machine (UTM) merk Instron. Contoh uji berukuran 5 cm × 20 cm × 1 cm pada kondisi kering udara dibentangkan
dengan jarak sangga 15 cm seperti terlihat pada Gambar 3.
Pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Kemudian
ukur besarnya beban yang mampu ditahan oleh contoh uji tersebut
sampai batas proporsi. Pada pengujian ini kecepatan pembebanan
sebesar 6 mm/menit. Nilai MOE dihitung dengan rumus:
& ' ∆ )³ 4∆# ,³
Keterangan :
MOE : Modulus of Elasticity (kgf/cm2)
∆P : perubahan beban yang digunakan (kgf) L : jarak sangga (cm)
∆y : perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b : lebar contoh uji (cm)
Keterangan :
P = Beban
L = Panjang bentang
b). Keteguhan Patah atau Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Universal
Testing Machine (UTM) merk Instron. Contoh uji berukuran 5 cm x 20 cm x 1 cm pada kondisi kering udara dibentangkan dengan
jarak sangga 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm
(seperti tertera pada gambar 3) dan kemudian pembebanan dilakukan
di tengah-tengah jarak sangga. Pada pengujian ini, pembebanan pada
pengujian MOE dilanjutkan sampai contoh uji mengalami kerusakan
(patah) dengan kecepatan pembebanan 6 mm/menit. Nilai MOR
dihitung dengan menggunakan rumus:
& - 3 ) 2 ,²
Keterangan:
MOR : Modulus patah (kgf/cm²)
P : Beban sampai patah (kgf)
L : Panjang bentang (cm)
b : Lebar contoj uji (cm)
h : Tebal contoh uji (cm)
Gambar 4 Pengujian MOE dan MOR. P
L/2 L/2
L = 15 cm
c). Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm direkatkan pada
dua buah median (blok besi/kayu) dengan menggunakan perekat
epoxy Gambar 4 dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Kedua median ditarik tegak lurus permukaan contoh uji sampai beban
maksimum (contoh uji rusak). Nilai keteguhan rekat internal dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
1
Keterangan:
IB : Keteguhan rekat internal (kgf/cm²)
P : Beban maksimum saat ikatan partikel lepas (kgf)
A : Luas permukaan contoh uji (cm²)
Gambar 5 Pengujian Internal Bond.
d).Kuat Pegang Sekrup
Pada titik pertemuan diagonal contoh uji berukuran
4 cm x 7,5 cm x 1 cm dipasang sekrup berdiameter 3,1 mm dan
panjang 13 mm hingga kedalaman 8 mm. Sekrup kemudian ditarik
ke atas hingga beban maksimum yaitu sampai sekrup tercabut. Kuat
pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang
dicapai dalam satuan kg. Posisi sekrup dapat dilihat pada Gambar 5
di bawah ini.
5 cm
Blok kayu
Gambar 6 Pengujian Kuat Pegang Sekrup.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
faktor perlakuan dan enam ulangan. Faktor perlakuan terdiri dari tiga taraf semen
sehingga terdapat 9 papan dengan 18 satuan percobaan.
Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
Y (ij) = Variabel respon pengamatan ke-i ulangan ke-j
= Nilai rata-rata umum
τ
(i) = Pengaruh perlakuan ke-iε
(ij) = Pengaruh galat (kesalahan) percobaan perlakuan ke-i ulanganke-j
i = 2,75 : 1,00 ; 3,00 : 1,00, dan 3,25 : 1,00
j = 1, 2, 3, 4, 5, 6
Pengaruh dari seluruh perlakuan dapat diketahui dengan menggunakan uji
F pada taraf 5 %. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati
dalam sidik ragam maka setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji
lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5 %. 7,5 cm
4 cm
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Fisis Papan Semen
4.1.1. Kadar Air
Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran
disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Kadar Air.
Pada Gambar 7 diketahui bahwa nilai kadar air papan semen berkisar
antara 8,01 – 9,33 % dengan rata-rata 8,53 %. Nilai kadar air yang diperoleh
lebih rendah dibandingkan papan semen sekam (Subagio 1987) yang berkisar
antara 11,49 – 11,64 % dengan rata-rata 11,62 %. Komposisi semen : sekam
yang digunakan Subagio (1987) adalah 1,50 : 1,00 ; 1,75 : 1,00, dan
2,00 : 1,00 dengan nilai kadar air tertinggi terdapat pada komposisi
2,00 : 1,00 dan terendah 1,50 : 1,00. Hal ini disebabkan kadar semen yang
digunakan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Subagio
(1987) sehingga papan semen yang dihasilkan lebih padat dengan struktur
yang lebih kompak dan akan memperbaiki stabilitas dimensi papan yang
dihasilkan.
Menurut Haligan (1970) dalam Djalal (1986), disamping sifat absorpsi air dari bahan baku yang digunakan dan ketahanan perekat terhadap
0 3 6 9 12
A B C
K
ad
ar
ai
r
(%
)
Komposisi semen : sekam : air
air, terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi pertambahan kadar air
dari papan semen. Faktor-faktor tersebut meliputi: a) volume ruang kosong
yang dapat menampung air di antara partikel, b) adanya saluran kapiler yang
menghubungkan ruang kosong satu sama lainnya, c) luas permukaan partikel
dan, d) luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi perekat.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa komposisi A, B, dan C
berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air papan semen yang dihasilkan. Uji
lanjut Duncan menunjukkan komposisi A berbeda nyata dengan komposisi B
dan C. Komposisi C mempunyai nilai kadar air terendah tetapi nilai yang dihasilkan tidak berbeda dengan komposisi B sehingga untuk efisiensi
sebaiknya dipilih komposisi B karena dengan meningkatnya kadar semen
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kadar air papan semen
yang dihasilkan.
Nilai kadar air semua papan pada penelitian ini lebih rendah dari
nilai yang digunakan perusahaan Bison karena nilainya tidak lebih dari 12 %
dan JIS A 5417 (1992) yang menetapkan maksimum 16 %.
4.1.2. Kerapatan
Kerapatan merupakan faktor penting yang banyak digunakan sebagai pedoman untuk memperoleh gambaran tentang kekuatan dari papan semen yang diinginkan. Nilai rata-rata kerapatan papan semen sekam disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Kerapatan. 0.0
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4
A B C
K
erap
at
an
(g
/cm
³)
Komposisi semen : sekam : air
Nilai kerapatan papan semen sekam pada penelitian ini berkisar antara
1,15 – 1,26 g/cm³ dengan rata-rata 1,22 g/cm³. Kerapatan yang dihasilkan
lebih tinggi dibanding kerapatan papan semen sekam (Subagio 1987) yang
berkisar antara 0,93 - 1,15 g/cm³ dengan rata-rata 1,03 g/cm³. Nilai kerapatan
tertinggi papan semen tersebut terdapat pada komposisi semen : sekam =
2,00 : 1,00 dan terendah pada komposisi 1,50 : 1,00. Hal ini dikarenakan
jumlah semen yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi dibanding
papan semen sekam (Subagio 1987), dengan semakin banyak semen yang
digunakan maka ikatan antar partikel di dalam papan menjadi lebih kompak.
Meningkatnya kadar semen menyebabkan ikatan adhesi antara partikel
dengan semen dalam papan semakin erat, keadaan ini mengakibatkan
kerapatan papan semakin tinggi (Noor 2007).
Sebagian besar kerapatan papan yang dihasilkan lebih tinggi dari
target kerapatan yang diinginkan yaitu 1,2 g/cm³ kecuali papan dengan
komposisi A. Hal ini diduga disebabkan penyebaran partikel di dalam
lembaran kurang merata sehingga terjadi variasi kerapatan di beberapa bagian
lembaran. Akan tetapi, selisih nilai yang dihasilkan tidak terlalu besar yaitu
0,05 g/cm³, sehingga untuk produksi papan secara manual tingkat ketelitian
yang dicapai sudah termasuk baik (Setyawati & Massijaya 2005).
Variasi kadar semen berpengaruh terhadap kerapatan papan dimana
semakin sedikit semen yang dicampurkan makin rendah kerapatan papan
semen yang dihasilkan. Chew dan Ong (1980) dalam Djalal (1986) membuktikan bahwa MOR, MOE, dan IB meningkat dengan bertambahnya
kerapatan lembaran. Lebih jauh Kollmann et al (1975) menambahkan bahwa daya pegang paku, daya pegang sekrup, dan sifat-sifat mekanik lainnya juga
meningkat dengan bertambahnya kerapatan lembaran.
Hasil sidik ragam menunjukkan komposisi A, B, dan C tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan papan semen yang dihasilkan. Hal
ini menunjukkan nilai kerapatan papan tidak dipengaruhi oleh peningkatan
kadar semen. Apabila papan harus dipilih, maka papan dengan kadar semen
paling sedikit yaitu komposisi A yang dipilih karena memberikan hasil yang
Kerapatan papan semen pada penelitian ini hanya komposisi C yang
berada di bawah nilai yang digunakan perusahaan Bison dengan kerapatan
maksimum 1,25 g/cm³ dan semua papan semen pada penelitian ini memenuhi
JIS A 5417 (1992) karena nilai kerapatannya > 0,8 g/cm³.
4.1.3. Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal adalah kemampuan papan semen untuk
menyerap air yang diukur berdasarkan penambahan tebal sebelum dan
sesudah perendaman. Nilai rata-rata pengembangan tebal papan semen sekam
setelah direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam disajikan pada
Gambar 9.
Gambar 9 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Pengembangan
Tebal.
Hasil pengujian pengembangan tebal papan semen sekam setelah direndam selama 2 jam berkisar antara 0,12 - 0,35 % dengan rata-rata 0,27 %, dan untuk perendaman selama 24 jam berkisar antara 0,32 % – 0,51 % dengan rata-rata 0,39 %. Nilai pengembangan tebal yang dihasilkan lebih kecil dibanding papan semen sekam (Subagio 1987) yang berkisar antara 1,66 - 1,83 % dengan rata-rata 1,74 % dengan nilai pengembangan tebal tertinggi terdapat pada komposisi semen : sekam = 1,50 : 1,00 dan terendah 2,00 : 1,00. Hal ini disebabkan struktur lembaran papan semen sekam pada penelitian ini lebih padat dari pada struktur lembaran penelitian Subagio
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
A B C
Pen
g
em
b
an
g
an
T
eb
al
(%
)
Komposisi semen : sekam : air
JIS A5417 1992: ±10 %
(1987). Struktur lembaran papan semen sekam yang lebih padat akan menyerap air dari lingkungannya lebih sedikit daripada struktur lembaran yang tidak padat. Menurut Pasaribu (1987), struktur lembaran yang padat erat hubungannya dengan kerapatan. Struktur lembaran papan yang semakin padat menyebabkan penurunan pengembangan tebal papan semen.
Hasil sidik ragam menunjukkan komposisi A, B, dan C tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pengembangan tebal papan semen yang dihasilkan, baik perendaman selama 2 jam maupun setelah perendaman 24 jam. Hal ini menunjukkan nilai pengembangan tebal papan tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar semen, sehingga untuk efisiensi maka sebaiknya diambil komposisi A karena nilai yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan komposisi B dan C. Meskipun demikian dari Gambar 9 dapat dilihat pengembangan tebal papan semen cendrung meningkat dengan bertambahnya kadar semen.
Seluruh nilai pengembangan tebal papan pada penelitian ini memenuhi JIS A 5417 (1992) yang menetapkan toleransi perubahan dimensi tebal sebesar 1 mm (± 8,3%) untuk panil dengan tebal 12 mm dan lebih bagus dibandingkan Bison dengan nilai maksimum pengembangan tebal 1,3 % untuk perendaman 2 jam dan 2 % untuk perendaman 24 jam.
4.1.4. Pengembangan Linear
Nilai rata-rata pengembangan linear papan semen sekam setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 10. 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
A B C
Pen g em b an g an L in ear (% )
Komposisi semen : sekam : air
JIS A5417 1992: ±10 %
Gambar 10 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Pengembangan Linear.
Nilai pengembangan linear papan semen sekam setelah direndam selama 2 jam berkisar antara 0,21 - 0,32 % dengan rata-rata 0,25 % dan untuk perendaman selama 24 jam berkisar antara 0,29 - 0,33 % dengan rata-rata 0,31 %. Penelitian Sulastiningsih (2008) papan semen manii dengan menggunakan katalis CaCl2 5 % dari berat semen, nilai pengembangan linear
papan yang dihasilkan untuk perendaman selama 24 jam berkisar antara 0,336 - 0,540 % dengan rata-rata 0,438 %. Nilai pengembangan linear tertinggi pada penelitian tersebut terdapat pada komposisi semen : kayu = 2,40 : 1,00 dan terendah pada komposisi 2,50 : 1,00. Nilai pengembangan linear papan yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari yang dihasilkan perusahaan Bison dengan nilai maksimum 4 % dan papan semen manii (Sulastiningsih 2008). Hal ini disebabkan karena kerapatan papan semen yang dihasilkan (1,22 g/cm³) lebih tinggi dari papan semen (Sulastiningsih 2008) dengan nilai 1 g/cm.
Semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin sedikit lembaran papan tersebut menyerap air, perubahan tebal dan linear yang terjadi juga semakin rendah sehingga stabilitas dimensi akan semakin baik dan memungkinkan penggunaan eksterior untuk bangunan (Sugita et al. 2006). Menurut Koch (1985) dalam Riyanto (2003) perubahan dimensi panil dipengaruhi oleh varibel-variabel pengolahan produk itu sendiri, seperti kerapatan bahan baku, ketebalan partikel, kadar perekat, dan besarnya tekanan kempa yang diberikan pada lapik.
Hasil sidik ragam menunjukkan komposisi A, B, dan C tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pengembangan linear papan
semen yang dihasilkan baik perendaman selama 2 jam maupun setelah
perendaman 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kadar semen
sampai dengan proporsi 3,25 : 1 menghasilkan nilai pengembangan linear
yang sama. Papan dengan komposisi 2,75 : 1 adalah proporsi yang efisien
dibandingkan dengan komposisi yang lain.
Keseluruhan nilai pengembangan linear papan semen yang
pengembangan linear untuk panil dengan tebal 12 mm sebesar 1 mm
(± 8,3%).
4.1.5. Daya Serap Air
Papan semen mengandung bahan berlignoselulosa yang mempunyai
sifat afinitas yang tinggi terhadap air. Sifat tersebut akan menyebabkan papan
semen mempunyai sifat mengembang dan menyusut sesuai dengan
kandungan air di dalam papannya. Nilai rata-rata daya serap air papan semen
sekam setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam
disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Daya Serap Air.
Hasil pengukuran daya serap air setelah perendaman selama 2 jam
berkisar antara 20,98 % – 24,78 % dengan rata-rata 22,93 % dan untuk
perendaman selama 24 jam berkisar antara 24,89 % - 28,14 % dengan
rata-rata 26,46 %. Nilai rata-rata-rata-rata daya serap air yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian Subagio (1987) untuk perendaman 24 jam
yang berkisar antara 23 % - 30,83 % dengan rata-rata 25,82 %. Hal ini
disebabkan campuran yang mengandung semen yang semakin tinggi sifat
penyerapan air akan semakin rendah. Vital et al. (1974) dalam Djalal (1986) menyatakan peningkatan kerapatan lembaran akan memperbaiki stabilitas
0 5 10 15 20 25 30
A B C
D
ay
a
Serap
A
ir
(%
)
Komposisi semen : sekam : air
dimensi papan yang dihasilkan. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan
penyerapan air, yaitu :
1. Struktur lembaran papan semen sekam yang dibuat dari campuran ini
tidak rapat atau padat, karena peningkatan kandungan sekam dan
semakin rendah semen yang dikandung campuran sehingga semakin
banyak partikel sekam yang tidak sempurna dilapisi semen. Lembaran
yang memiliki struktur yang tidak rapat akan lebih mudah dimasuki air.
Karena pada saat lembaran direndam dalam air, tekanan air di luar
lembaran lebih besar dari pada di dalamnya.
2. Dengan semakin tinggi partikel sekam yang dikandung campuran
menyebabkan semakin tinggi kemampuan lembaran papan semen sekam
untuk mengikat air, karena semakin banyak gugusan hidroksil sekam
dalam lembaran yang dapat mengikat air.
Hasil sidik ragam menunjukkan komposisi A, B, dan C tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air papan semen yang dihasilkan,
baik perendaman selama 2 jam maupun setelah perendaman 24 jam, sehingga
untuk efisiensi maka sebaiknya diambil komposisi A karena nilai yang
dihasilkan sama dengan komposisi B dan C. Hal ini diduga karena bagian
permukaan semua papan dilapisi campuran serbuk dan semen dengan
perbandingan yang sama dan sekam yang keras membuat daya serap terhadap
air lebih kecil jika dibanding bahan baku kayu. Meskipun demikian dari
Gambar 11 dapat dilihat daya serap air papan semen cendrung meningkat
dengan bertambahnya kadar semen yang digunakan.
4.2. Sifat Mekanis Papan Semen
4.2.1. Keteguhan Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)
Keteguhan lentur adalah nilai yang menunjukkan sifat kekakuan dan
merupakan ukuran dari perubahan papan dalam menahan perubahan bentuk
atau lenturan yang terjadi akibat adanya pembebanan sampai batas proporsi
Gambar 12 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Keteguhan
Lentur (MOE).
Modulus lentur papan semen yang dihasilkan berkisar antara
14.324,16 - 22.488,66 kgf/cm² dengan rata 19.110,37 kgf/cm². Nilai
rata-rata keteguhan lentur yang dihasilkan lebih rendah dibanding papan semen
gmelina (Triandana 2007) yang menggunakan fly ash sebagai substitusi semen dengan komposisi semen : kayu = 2,5 : 1,00. Nilai rata-rata keteguhan
lentur papan semen (Triandana 2007) berkisar antara 16.757,93 –
37.404,52 kg/cm² dengan nilai keteguhan lentur tertinggi terdapat pada taraf
substitusi 0 % dan terendah pada taraf substitusi 50 %.
Rendahnya nilai keteguhan lentur papan semen yang dihasilkan karena partikel sekam untuk bagian tengah papan tidak digiling terlebih dahulu, sehingga banyak rongga kosong yang tidak terlapisi sempurna oleh semen. Hal ini menyebabkan ikatan antara semen dan sekam menjadi lemah, sehingga keteguhan lentur papan semen yang dihasilkan rendah. Menurut Maloney (1993) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi sifat akhir papan komposit antara lain jenis bahan baku, jenis partikel, jenis perekat, maupun jumlah dan distribusi perekat.
Hasil sidik ragam menunjukkan komposisi A, B, dan C menghasilkan nilai yang sama terhadap nilai keteguhan lentur papan semen. Meskipun demikian dari Gambar 12 dapat dilihat keteguhan lentur papan semen cendrung meningkat dengan bertambahnya kadar semen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan papan semen dengan
0 5 10 15 20 25 30
A B C
MO E ( x 1 0 0 0 k g f/ cm ²)
Komposisi semen : sekam : air
menggiling partikel sekam terlebih dahulu sebelum pembuatan papan semen dilakukan untuk menghilangkan rongga kosong yang terdapat dalam partikel.
Nilai keteguhan lentur semua papan pada penelitian ini masih rendah dibanding nilai yang digunakan perusahaan Bison 30000 - 50000 kgf/cm² dan juga tidak memenuhi standar JIS A 5417 (1992) yang mensyaratkan nilai MOE > 24000 kgf/cm².
4.2.2. Keteguhan Patah atau Modulus of Rupture (MOR)
Modulus of Rupture (MOR) adalah merupakan keteguhan patah dari suatu balok yang dinyatakan dalam besarnya tegangan per satuan luas, yang
mana dapat dihitung dengan menentukan besarnya tegangan pada permukaan
bagian atas dan bagian bawah dari balok pada beban maksimum (Maloney
[image:31.595.113.503.362.679.2]1977 dalam Djalal 1984). Nilai rata-rata keteguhan patah papan semen sekam hasil pengukuran terdapat pada Gambar 13.
Gambar 13 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Keteguhan
Patah (MOR).
Modulus patah papan semen yang dihasilkan berkisar antara
22,99 - 29,63 kgf/cm² dengan rata-rata 27,17 kgf/cm. Nilai keteguhan patah
yang diperoleh lebih tinggi dibanding papan semen sekam (Subagio 1987)
yang berkisar antara 13,55 - 26,37 kgf/cm² dengan rata-rata 20,39 kgf/cm².
Keteguhan patah papan semen (Subagio 1987) tertinggi terdapat pada
komposisi semen : sekam = 2,00 : 1,00 dan terendah pada komposisi
1,50 : 1,00. 0 10 20 30 40 50
A B C
MO
R
(k
g
f/
cm
²)
Komposisi semen : sekam : air
Nilai keteguhan patah papan semen yang dihasilkan lebih tinggi dari penelitian Subagio (1987) karena adanya peningkatan kadar semen yang digunakan. Hal ini menyebabkan ikatan adhesi antara partikel dengan semen semakin kuat. Karena kekompakan ikatan antara partikel dengan semen semakin erat sehingga nilai modulus patah meningkat dan papan semen semakin stabil (Noor 2007).
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan peningkatan komposisi semen : sekam sampai dengan 3,25 : 1 menghasilkan nilai keteguhan patah papan semen yang sama.
Nilai keteguhan patah semua papan pada penelitian ini lebih rendah dibanding nilai yang digunakan perusahaan Bison 90 - 150 kgf/cm² dan standar JIS A 5417 (1992) yang mensyaratkan > 63 kgf/cm². Hal ini diduga disebabkan oleh penyebaran partikel di dalam lembaran kurang merata sehingga terjadi variasi kerapatan di beberapa bagian lembaran dan banyaknya rongga kosong yang tidak terlapisi sempurna oleh semen sehingga keteguhan lentur papan yang dihasilkan rendah.
4.2.3. Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)
Keteguhan rekat internal merupakan ukuran tunggal terbaik tentang
kualitas pembuatan suatu papan karena menunjukkan kekuatan ikatan antara
partikel-partikel (Haygreen & Bowyer1989). Nilai rata-rata keteguhan rekat
[image:32.595.115.502.506.755.2]internal papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Keteguhan Rekat Internal (IB).
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
A B C
IB
(k
g
f/
cm
²)
Kekuatan rekat internal papan semen yang dihasilkan berkisar antara 0,45078 - 0,58797 kgf/cm² dengan rata-rata 0,51533 kgf/cm². Penelitian Heckhel (2007) papan semen acacia menggunakan fly ash sebagai substitusi semen dengan komposisi semen : kayu = 2,50 : 1,00 menghasilkan nilai rata-rata keteguhan rekat internal yang berkisar antara 1,04 - 2,43 kg/cm², nilai keteguhan rekat internal tertinggi terdapat pada taraf substitusi fly ash 0 % dan terendah pada taraf substitusi 50 %. Nilai keteguhan rekat internal yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Heckel (2007). Hal ini diduga disebabkan banyaknya rongga kosong partikel sekam yang tidak terlapisi sempurna oleh semen dan penaburan semen kurang merata saat proses pencampuran sehingga ikatan antara semen dan sekam menjadi lemah. Dengan makin lemahnya ikatan antara semen dan sekam, serta daya ikat semen yang semakin rendah sehingga nilai IB juga semakin rendah.
Hasil sidik ragam menunjukkan komposisi A, B, dan C tidak berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat internal papan semen yang dihasilkan, sehingga untuk efisiensi sebaiknya diambil komposisi A karena nilai yang diperoleh memberikan hasil yang sama. Meskipun demikian dari Gambar 14 dapat dilihat keteguhan rekat internal papan semen cendrung meningkat dengan bertambahnya kadar semen.
Nilai keteguhan rekat internal semua papan pada penelitian ini lebih rendah dibanding nilai yang digunakan perusahaan Bison 4 - 6 kgf/cm². Standar JIS A5417 (1992) tidak mensyaratkan internal bonding. Hal ini menunjukkan masih rendahnya daya ikat perekat dengan bahan baku.
4.2.4. Kuat Pegang Sekrup
Gambar 15 Respon Peningkatan Kadar Semen terhadap Kuat Pegang
Sekrup.
Nilai kuat pegang sekrup yang dihasilkan berkisar antara 19,75 – 23,39 kgf dengan rata-rata 21,28 kgf. Penelitian Triandana (2007) papan semen gmelina menggunakan fly ash sebagai substitusi semen dengan komposisi semen : kayu yang digunakan 2,50 : 1,00 menghasilkan nilai rata-rata kuat pegang sekrup yang berkisar antara 14,22 – 26,77 kg dengan nilai kuat pegang sekrup tertinggi terdapat pada taraf substitusi fly ash 0 % dan terendah pada taraf substitusi fly ash 50 %.
Hasil sidik ragam menunjukkan kuat pegang sekrup papan yang
dihasilkan nilainya sama untuk semua komposisi semen dan sekam yang
digunakan pada penelitian ini.
Nilai kuat pegang sekrup semua papan pada penelitian ini lebih
rendah dibanding nilai yang digunakan perusahaan Bison dengan nilai
minimal 90 kgf. Standar JIS A5417 (1992) tidak mensyaratkan nilai kuat
pegang sekrup. Rendahnya nilai kuat pegang sekrup papan semen yang
dihasilkan diduga akibat bentuk partikel yang digunakan tidak homogen
sehingga kontak permukaan antar partikel saat pencampuran dengan semen
tidak merata dan banyaknya rongga kosong partikel sekam yang tidak
dilapisi oleh semen sehingga kuat pegang sekrup papan yang dihasilkan
rendah. 0 5 10 15 20 25
A B C
K
ua
t
P
eg
ang
S
ekr
up
(kg
f)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Papan semen terbaik adalah papan dengan komposisi 3,25 : 1 karena
mempunyai stabilitas dimensi, MOE, dan MOR yang lebih tinggi
dibandingkan dengan komposisi yang lain.
2. Papan semen partikel pada penelitian ini belum memenuhi standar JIS
A5417 (1992). Sifat fisis papan semen seperti kadar air, kerapatan,
pengembangan tebal, dan pengembangan linear memenuhi nilai yang
dipersyaratkan JIS A5417 (1992). Sedangkan sifat mekanis papan semen
belum memenuhi nilai yang dipersyaratkan JIS A5417 (1992). Untuk
keteguhan rekat internal dan kuat pegang sekrup tidak dipersyaratkan oleh
JIS A5417 (1992).
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kadar semen tidak
memberikan hasil yang berpengaruh nyata terhadap sifat papan semen
partikel dari sekam padi.
5.2 Saran
Sebelum pembuatan papan semen dilakukan partikel sekam yang
digunakan digiling terlebih dahulu untuk menghilangkan rongga kosong yang
KUALITAS PAPAN SEMEN DARI SEKAM PADI
(Oryza sativa Linn)
RATU FORTUNA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR PUSTAKA
Ajayi B. 2004. Properties of Maize–Stalk–Based Cement-Bonded Composites. dalam Structural Condition Assessment of In-Service Wood. Forest Product Journal Vol. 56. No. 6. Akure. Nigeria.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Partanian
http://smallcrab.com/others/35-lain-lain/329-sekam-padi-sebagai-sumber-energi-alternatif [1 Oktober 2008].
Badan Standardisasi Nasional. 1994. Semen Portland. SNI 15-2049-1994. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Bali IA dan Prakoso. 2002. Beton Abu Sekam Padi Sebagai Alternatif Bahan Konstruksi, Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Jakarta ; Universitas Kristen Indonesia.
Bison. 1975. Cement – Bonded Particleboard Plant Integrated With Low Cost Housing Production Unit Case Study Prepared for FAO Portofolio of Scale Forest Industries for Developing Countries. Bison Werke and Breten Bmtt and Co. 3257 Spring IFR. Germany.
Budaarsa K. 1997. Kajian Pengunaan Rumput Laut dan Sekam Padi Sebagai Sumber Serat dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia 2007. Direktorat Jendral PHP. http://www.dephut.go.id/files/Stat_2007. pd. [8 Juli 2009]
Departemen Pertanian. 2008. Statistics Indonesia.
http://database.deptan.go.id/bdsp/hasilKom.asp. [8 Juli 2009]
Djalal M. 1984. Peranan Kerapatan Kayu dan Kerapatan Lembaran dalam Usaha Perbaikan Sifat-sifat Mekanik dan Stabilitas Dimensi Papan Partikel dari Beberapa Jenis Kayu dan Campurannya. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Harsono H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. Jurnal Ilmu Dasar Vol. 3 No. 2 : 98-103. FMIPA. Universitas Brawijaya.
Haygreen dan Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press
Hermawan D. 2001. Manufacture of Cement-Bonded Particleboard Using Carbon Dioxide Curing Technology. Disertation Presented to the Departement of Forest and Biomass Science. Graduate School of the Faculty of Agriculture. Kyoto University.
Japanese Standards Association. 1992. Japanese Industrial Standard Cement Bonded Particle Board. No. 5417-1992.
Japanese Standards Association . 1994. Japanese Industrial Standard Particle Board. No. 5908-1994.
Kamil RN. 1970. Prospek Pendirian Industri Papan Wol Kayu di Indonesia. Pengumuman No. 95. LPHH. Bogor.
Karade SR, Mark I, Kevin M. 2003. Assessment of Wood-Cement Compatibility. Holzforschung Vol.57 No.6.
Kollman FFP, E.W Kuenci dan A.J Stamm. 1975. Principles of Wood Science and Technology, Volume II. Wood Based Materials Springer, Verlag Berlin.
Luh BS. 1991. Rice hulls.p. 269-294. In B.S. Luh (ed): Rice, Utilization, Vol. II. Van Nostrand Reinhold Publ. New York.
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. Edisi Revisi. USA : Miller Freeman Inc San Francisco.
Moslemi AA. 1994. Inorganic Bonded Wood and Fiber Composite: Technologies and Application Second Pasific Rim Bio Based Composite Symposium. November 6-9. Vancouver. Canada.
Noor GS. 2007. Pengaruh Variasi Berat Partikel Terhadap Sifat Papan Gipsum. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 25 No. 3.
Pasaribu RA. 1987. Pengaruh Campuran Pulp dan Semen Terhadap Sifat-sifat Papan Semen Pulp dari Tiga Jenis Kayu. Tesis. Fakultas Pascasarjana. IPB. Bogor.
Pasaribu RP. 2007. Analisis Kemampuan Beton Ringan – Abu Sekam Padi. Jakarta; Lembaga Penelitian dan Publikasi Ilmiah Universitas Tarumanagara.
Purwoko T dan Bedjo. 1980. Petunjuk Praktek Batu dan Beton Jilid 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah dan Kejuruan.
Riyanto. 2003. Pengaruh Pemberian Accelerator CaCl2 dan Na2SO4 Terhadap Sifat
Setiadhi H. 2006. Pembuatan Papan Semen dari Sabut Kelapa (Cocos nucifera L.). Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Setiawan B. 2008. Kualitas Papan Partikel Sekam Padi. Skripsi Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Setyawati D dan Muhammad YM. 2005. Pengembangan Papan Komposit Berkualitas Tinggi dari Sabut Kelapa dan Polipropilena Daur Ulang (I) : Suhu dan Waktu Kempa Panas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 18 No. 2. Bogor
Simatupang MH dan Geimer RL. 1990. Inorganic Binder for Wood Composites: Feasibility and Limitations. Federal Research Center for Forestry and Forest Product and the Institude of Wood Chemistry and Chemical and Chemical Technology of Wood. Hamburg Germany.
Soepardi G, Chaniago IA, Sudarsono. 1982. Pemanfaatan Sekam, Terak, dan Pasir Kuarsa Sebagai Sumber Silikat Bagi Pertumbuhan Tanaman Padi. IPB. Bogor
Subagio R. 1987. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Semen Sekam. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sugita T, Koichiro E, Atsushi H, Satoshi I. 2005 . Wood Cement Board and Method for The Manufacturing Thereof. U.S Patent Application Publication US 2006/0043627 A1.
Sulastiningsih IM. 2008. Pengaruh Lama Perendaman Partikel, Macam Katalis dan Kadar Semen Terhadap Sifat Papan Semen. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 26. No 3. Bogor.
Sutigno P. 1994. Perekat dan Perekatan, Diktat Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor.
Triandana I. 2007. Kualitas Papan Semen Partikel dari Kayu Gmelina arborea Roxb. dengan Substitusi Fly Ash. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Wills JH. 1965. Inorganic Adhesive and Cement. Part B Miscellaneous Inorganic Materials. dalam Adhesion and Adhesives Volume I. R. Houwink and G. Salomon, ed. Elsevier Publishing Company, London.
KUALITAS PAPAN SEMEN DARI SEKAM PADI
(Oryza sativa Linn)
RATU FORTUNA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
INTRODUCTION:
Recently, plenty of waste of paddy as a lignosellulosic organic material was obtained due to increasing. However, utilization of rice hull still not optimally done and it has low economic value. In some countries, the lignosellulosic waste becomes a problem because it pollutes the environment. Many researches showed that rice hull can be used in several necessity product, such as, alternative energy source, particle board, and cement bonded board and this research was to find out the substitution of solid wood and it may solve environmental problem.
The objective of the study was to evaluate the effect of cement portion variation on the physical and mechanical properties of cement bonded boards from rice hull.
MATERIAL AND METHOD:
The cement bonded board were manufacture using rice hull particles (Oryza sativa,L.), portland cement, calcium chloride, and water. The rice hull particles were immersed in cold water for 24 hours prior to board manufacture. The rice hull-cement-water ratios applied were 1,00 : 2,75 : 1,38 ; 1,00 : 3,00 : 1,50, and 1,00 : 3,25 : 1,63 with used calcium chloride at 2 % of total weight. Manufacturing process the cement bonded board from rice hull can be divided into several operations including: the preparation of a raw material, mixing, mat forming (30 cm x 30 cm x 1 cm) at target density was 1,2 g/cm³, pressing (35 kgf/cm²), setting (60ºC for 24 hours), hardening (room temperature for 2 weeks), drying (80ºC for 10 hours), conditioning (2 weeks) and the test of physical and mechanical properties of cement bonded board.
This experiment was designed using a Completely Randomized Design (CRD) with one treatment and three replicates.
RESULT:
Result showed that moisture content of cement bonded board is 8,01-9,33%, density 1,15-1,26 g/cm³, for immersion period of 2 hours showed thickness swelling 0,12-0,35%, linear expansion 0,21-0,32%, and water absorption 20,98-24,78% while the immersion period of 24 hours thickness swelling 0,32-0,51%, linear expansion 0,29-0,33%, and water absorption 24,89-28,14%, modulus of elasticity 14.324,16-22.488,66 kgf/cm², modulus of rupture 22,99-29,63 kgf/cm², internal bond 0,45078-0,58797 kgf/cm², and screw holding strength 19,75-23,39 kgf. Physical properties of the boards requirement fulfilled the JIS A 5417 (1992) standard and Bison (1975) while mechanical properties of the boards were MOE, MOR, IB, screw holding strength did not fulfill the JIS A 5417 (1992) standard and Bison (1975).
Result of research showed that increase in cement portion did not significantly effect the properties of cement bonded board from rice hull.
Ratu Fortuna. E24050362. Kualitas Papan Semen dari Sekam Padi (Oryza sativa Linn).
Pembimbing : Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc
RINGKASAN SKRIPSI
Masalah serius yang dihadapi oleh industri kayu saat ini adalah kekurangan bahan baku kayu. Untuk mengatasi hal ini berbagai upaya dilakukan diantaranya dengan mensubstitusi penggunaan kayu yang selama ini dipergunakan, dengan bahan-bahan non kayu yang masih terbatas dan belum optimal pemanfaatannya. Salah satunya dengan pemanfaatan sekam padi yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan papan semen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan kadar semen terhadap sifat fisis dan mekanis papan semen dari sekam padi.
Bahan yang digunakan adalah sekam padi (Oryza sativa Linn), semen portland, kalsium klorida (CaCl2), dan air. Papan semen dibuat dengan
perbandingan antara partikel sekam : semen : air yaitu 1,00 : 2,75 : 1,38 ; 1,00 : 3,00 : 1,50, dan 1,00 : 3,25 : 1,63 dengan menggunakan katalis CaCl2 2 %
dari berat total. Pembuatan papan semen dari sekam padi meliputi penyiapan bahan, pencampuran, pembuatan lembaran (30 cm x 30 cm x 1 cm) dengan kerapatan sasaran 1,2 g/cm³, pengempaan dengan tekanan 35 kgf/cm², pengerasan awal suhu 60ºC selama 24 jam, pengerasan lanjutan suhu kamar selama 2 minggu, pengeringan suhu 80ºC selama 10 jam, pengkondisian selama 2 minggu dan pengujian sifat fisis dan mekanis. Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan.
Hasil pengujian sifat fisis papan semen diperoleh nilai rata-rata kadar air yaitu 8,53 %, kerapatan 1,22 g/cm³, untuk perendaman 2 jam pengembangan tebal 0,27%, pengembangan linear 0,25 %, dan daya serap air 22,93 %, perendaman 24 jam pengembangan tebal 0,39 %, pengembangan linear 0,31 %, daya serap air 26,46 %. Sifat fisis papan semen seperti kadar air, kerapatan, pengembangan tebal, dan pengembangan linear memenuhi persyaratan JIS A5417 1992.
Hasil pengujian sifat mekanis papan semen diperoleh nilai rata-rata MOE sebesar 19110,37 kgf/cm², MOR 27,17 kgf/cm², internal bond 0,51533 kgf/cm², dan kuat pegang sekrup 21,28 kgf. Sifat mekanis papan semen semuanya tidak memenuhi JIS A5417 1992.
KUALITAS PAPAN SEMEN DARI SEKAM PADI
(Oryza sativa Linn)
RATU FORTUNA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Papan
Semen dari Sekam Padi (Oryza sativa Linn) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbin