• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kawasan Pusaka

Kawasan pusaka dalam suatu kota adalah bukti perkembangan kota tersebut. Bagaimana dimulainya kota, potensi awal kota, kawasan strategis pada kota tersebut serta kehidupan sosial maupun budaya masyarakatnya. Kawasan pusaka merupakan cikal bakal kehidupan kota yang seiring waktu semakin meluas dan terus tumbuh. Kawasan ini menjadi saksi berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Selain itu juga menjadi bukti perkembangan arsitektur kota tersebut.

Kawasan pusaka merupakan aset kota yang menunjukan kekayaan arsitektur kota. Kawasan pusaka menunjukan keindahan visual dan keanekaragaman langgam dalam kota yang cenderung di dominasi bangunan berlantai banyak dan bangunan minimalis. Dengan kata lain, kawasan pusaka memberikan ‘warna’ pada kota selain bernilai sejarah tinggi (Kamil, 2013). Rapoport (1983) dalam Juliarso (2001) menerangkan bahwa kawasan pusaka dapat mencerminkan karakteristik suatu setting kota budaya, memiliki karakteristik lokal yang unik ditandai dengan ditemukan bukti-bukti inskripsi yang mencatat peristiwa dan terdapatnya situs, artefak, bangunan-bangunan bersejarah, istana, keraton, gereja, masjid, candi, klenteng, tugu, benteng-gerbang kota, dalem pangeran, pasar dan lapangan (square, alun-alun, taman) ataupun tempat yang memiliki karakter dengan suasana lingkungan yang bermakna dan bernilai positif bagi masyarakat.

Seringkali pertumbuhan kota, dengan adanya kemajuan teknologi, bergeser dari kawasan awal mulanya. Faktor usia bangunan, kebutuhan ruang, tingkat kenyamanan yang semakin tinggi menyebabkan bangunan dan lingkungan di kawasan pusaka dianggap tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan manusia dan cenderung ditinggalkan. Terlebih dengan adanya keinginan untuk ‘modernisasi’ oleh pemerintah dan pejabat pengambil keputusan di negara-negara berkembang. Keinginan untuk modernisasi membuat mereka percaya bahwa hanya

(2)

2 yang modern yang berharga atau layak untuk kota (Steinberg, 1996). Akibatnya, kawasan pusaka diletakan bersebrangan dengan pembangunan kota dan akhirnya kurang dikenali dan semakin ditinggalkan.

Rypkema (2009) dalam laporannya untuk Inter-American Development Bank menyatakan, ada dual hal yang menjadi ancaman besar bagi kawasan pusaka; pembangunan baru dan rusaknya aset karena minimnya pemeliharaan. Pembangunan baru menjadi ancaman ketika pusat kota sudah tidak mempunyai ruang lagi untuk bangunan baru, akan tetapi kebutuhan masyarakat sangat tinggi. Sehingga bangunan-bangunan pada kawasan pusaka yang dalam kondisi mangkrak dihancurkan untuk digantikan dengan bangunan baru. Hal ini bukan hal yang baru dan sudah sangat sering terjadi dengan dalih bahwa bangunan yang di hancurkan tidak memiliki nilai yang sangat penting bagi kota atau bukan monumen bagi kota. Padahal bangunan pusaka yang ada masih bisa dimanfaatkan apabila perbaikan dilakukan.

Ancaman yang kedua adalah minimnya pemeliharaan pada bangunan-bangunan dalam kawasan pusaka. Tidak dipungkiri bahwa pemeliharaan bangunan pusaka memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sehingga ketika dana yang dimiliki terbatas, hal pertama yang dilakukan adalah mengurangi biaya pemeliharaan. Akibatnya nilai bangunan turun, kondisi bangunan rusak, ditinggalkan penghuninya dan akhirnya mangkrak dan terancam di hancurkan oleh pembangunan baru.

Untuk tetap dapat bertahan ditengah tuntutan modernisasi, pembangunan baru dan minimnya pemeliharaan, kawasan pusaka harus masuk dalam rencana pengembangan kota, bukannya diletakan bersebrangan dengan pembangunan dan ekonomi kota. Karena kawasan pusaka sebenarnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika dimanfaatkan dengan baik. Kawasan pusaka dapat menjadi katalis atau pemacu untuk pengembangan sosio-ekonomi kota melalui pariwisata, fungsi-fungsi komersial, serta nilai properti yang tinggi karena lokasinya strategis. Dengan pemanfaatan yang baik, kawasan pusaka akan mendatangkan keuntungan yang dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan, restorasi maupun rehabilitasi bangunan dan lingkungan.

(3)

3 Pemanfaatan kawasan pusaka akan menjadi maksimal dengan upaya revitalisasi. Secara umum, revitalisasi memiliki pengertian upaya pengembalian vitalitas kawasan dengan memasukan fungsi atau kegiatan baru. Revitalisasi akan menghidupkan kembali kawasan dengan memasukan fungsi-fungsi baru pada bangunan yang lebih menarik dan lebih modern. Selain itu juga merangsang kegiatan-kegiatan baru dalam kawasan sehingga kawasan menjadi lebih aktif.

Revitalisasi dipercaya merupakan salah satu bentuk pengembangan pusaka berkelanjutan, melalui tindakan pemanfaatan kembali bangunan dan lingkungan serta kegiatan baru yang dimasukan dalam kawasan yang akan merangsang kawasan tetap hidup.

1.1.2. Kota Lama Semarang sebagai Kawasan Pusaka

Indonesia merupakan negara yang memiliki warisan arsitektur dan budaya yang sangat beragam. Warisan arsitektur berupa bangunan, candi, dan kawasan pusaka yang tersebar di beberapa kota. Kota atau kabupaten yang memiliki aset pusaka yang unggul, berupa pusaka alam dan budaya, disebut sebagai kota pusaka (BPPI dkk., 2013). Pada tahun 2012, Ditjen Penataan Ruang Kementrian PU bekerjasama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) menetapkan 10 kota sebagai pilot project kota pusaka. Kesepuluh kota yang ditetapkan sebagai pilot project kota pusaka memiliki karakteristik unik, kearifan lokal dan kekayaan budaya yang dapat menjadi cikal bakal sebagai kota pusaka warisan dunia. Kota yang memenuhi deskripsi sebagai kota pusaka dunia merupakan kota yang penting dan istemewa sehingga melampaui batas-batas nasional dan memiliki nilai penting bagi umat manusia di masa kini maupun mendatang. Kesepuluh kota tersebut adalah Banda Aceh, Bau-Bau, Banjarmasin, Bogor, Palembang, Karangasem, Denpasar, Sawah Lunto, Yogyakarta dan Semarang.

Kota Semarang, yang menjadi lokus penelitian ini, merupakan kota yang memiliki aset pusaka arsitektur yang cukup banyak. Menurut data Inventarisasi dan Pengklasifikasian Bangunan dan Kawasan Konservasi Kota Semarang Tahun 2011, Kota Semarang memiliki 314 bangunan pusaka dan 12 kawasan pusaka. Dengan banyaknya cagar budaya berupa bangunan dan kawasan pusaka ini, maka tepat jika Kota

(4)

4 Semarang menjadi salah satu Kota Pusaka di Indonesia. Akan tetapi, dengan segala kekayaan aset pusaka yang dimiliki Kota Semarang, hambatan dan tantangan dalam pelestarian juga semakin besar.

Salah satu kawasan pusaka yang sering menjadi sorotan di Kota Semarang adalah kawasan Kota Lama Semarang. Kota Lama Semarang merupakan kawasan cikal bakal perkembangan Kota Semarang yang dibangun pada tahun 1742 dan memiliki luas ± 31,4 ha. Kota Lama pada awal masa berdirinya merupakan kawasan pusat pemerintahan, perkantoran dan perdagangan yang paling hidup di Jawa Tengah. Hingga saat ini, kawasan Kota Lama masih didominasi bangunan perkantoran dan perdagangan. Fungsi pemerintahan dipindahkan ke kawasan Jalan Pemuda yang menjadi pusat Kota Semarang sekarang.

Saat ini kawasan Kota Lama mengalami ‘kematian kawasan’. Yang dimaksud dengan ‘kematian’ adalah mulai ditinggalkanya kawasan oleh penghuninya sehingga kawasan menjadi sepi tanpa kegiatan dan bangunan-bangunan menjadi kosong. Herbasuki, dalam penelitianya di tahun 2004, menyebutkan bahwa hanya sekitar 34% dari kawasan yang masih aktif digunakan. Sedangkan sisanya dibiarkan terbengkalai tanpa fungsi.

Selain itu, kawasan Kota Lama juga terancam dengan tuntutan pembangunan yang terjadi di Kota Semarang. Bangunan-bangunan pusaka yang terbengkalai dirubuhkan berganti dengan bangunan-bangunan baru. Hal ini terjadi karena, pemilik bangunan-bangunan maupun pengembang properti beranggapan bahwa bangunan pusaka tidak memberikan nilai ekonomi. Belum lagi peraturan terkait dengan bangunan dan kawasan pusaka yang ada tidak memberikan ruang untuk pengembangan dalam upaya peningkatan nilai. Sedangkan biaya pemeliharaan asset pusaka tinggi dan tidak mudah dilakukan. Akibatnya, pemilik bangunan pusaka memilih mengabaikan bangunan atau merubah, merubuhkan bangunan pusaka digantikan dengan bangunan baru yang lebih tinggi nilai ekonominya.

Kawasan Kota Lama yang memiliki kekayaan urban desain berupa bangunan dengan arsitektur unik, infrastruktur yang terencana dengan

(5)

5 baik, ruang terbuka, serta konfigurasi bangunan yang unik, tentu tidak mungkin dibiarkan mati tanpa kegiatan atau digantikan dengan pembangunan baru. Belum lagi nilai sosial budaya yang dimiliki Kota Lama telah melekat dalam kehidupan masyarakat Kota Semarang. Keberadaan Kota Lama telah menjadi landmark kota, tujuan wisata di Kota Semarang, serta merupakan ruang publik bagi masyarakat. Dengan masuknya Kota Semarang sebagai kota pusaka Indonesia berarti pemerintah kota berkomitmen untuk mengatasi masalah kawasan pusaka di Kota Semarang termasuk permasalahan kawasan Kota Lama.

1.1.3. Upaya Revitalisasi Kota Lama Semarang

Sebenarnya pemerintah Kota Semarang tidak menutup mata mengenai yang terjadi di kawasan Kota Lama Semarang. Pemerintah menyadari bahwa Kota Lama memiliki potensi yang besar yang apabila dikelola dan dimanfaatkan secara tepat dapat memberi pemasukan untuk kota. Untuk itu, dilakukan upaya-upaya untuk merevitalisasi kawasan oleh pemerintah. Upaya revitalisasi dilakukan pemerintah Kota Semarang melalui disusunya Rencana Tata Luar Bangunan Kota Lama (RTBL Kota Lama). Pada tahun 1996/1997 proyek pavement jalan utama, Jalan Letdjen Suprapto, dan taman dilakukan sebagai perwujudan RTBL dan dilanjutkan dengan proyek pavement jalan-jalan lain dalam kawasan pada tahun berikutnya. RTBL yang berlaku hingga saat ini adalah Perda No. 8 tahun 2003. RTBL ini dianggap sudah tidak relevan dengan permasalahan kawasan karena disusun 8 tahun sebelum disahkan. Sedangkan kawasan setiap tahun mengalami perubahan dan perkembangan.

Selain melalui peraturan daerah, pemerintah Kota Semarang secara berkala terus melakukan inventarisasi bangunan dan kawasan. Inventarisasi ini berguna untuk mengetahui kondisi bangunan secara berkala sekaligus untuk mencegah perubahan fisik bangunan dan lingkungan cagar budaya yang dimiliki perseorangan maupun perusahaan. Inventarisasi ini sudah dilakukan sejak tahun 1970-an dan terakhir tahun 2011. Hasil dari inventarisasi bangunan dan kawasan pusaka ini juga belum dimanfaatkan maksimal. Karena hasilnya hanya

(6)

6 menujukan berapa banyak bangunan dan kawasan pusaka yang dimiliki Kota Semarang dan bagaimana kondisinya, tetapi belum ada upaya atau arahan apa yang harus dilakukan dengan bangunan atau kawasan pusaka tersebut.

Keseriusan pemerintah dalam menghidupkan kawasan Kota Lama juga diwujudkan dengan dibentuknya Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) melalui perda No. 12 Tahun 2007. BPK2L adalah lembaga non struktural yang tidak termasuk dalam Perangkat Daerah Kota Semarang, mempunyai tugas mengelola, mengembangkan dan mengoptimalisasikan potensi kawasan Kota Lama yang meliputi perencanaan, pengawasan dan pengendalian kawasan. BP2KL ini berisi oleh pakar-pakar konservasi cagar budaya, akademisi dan praktisi yang ada di Kota Semarang. Akan tetapi, kinerja BP2KL juga dianggap belum maksimal dalam pengelolaan Kota Lama.

Dalam dua tahun terakhir, sejak ditetapkan sebagai kota pusaka, upaya revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang semakin gencar dilakukan. Upaya-upaya ini berupa aneka kegiatan yang mengangkat citra kawasan Kota Lama seperti Car Free Night and Day, Symphonie Kota Lama, serta even nasional maupun internasional. Sebenarnya dilihat dari antusiasme masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan di Kota Lama, upaya ini cukup berhasil. Akan tetapi, setelah kegiatan berakhir maka Kota Lama kembali menjadi kawasan yang sepi dan mati.

Dari berbagai upaya revitalisasi yang telah dilakukan belum ada yang benar-benar mampu mengatasi permasalahan utamanya yaitu kematian aktivitas dan kurangnya pemanfaatan kembali ruang di kawasan pusaka.

1.2. Rumusan Masalah

Dari penjelasan sebelumnya maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

a. Kawasan pusaka keberadaanya terancam oleh beberapa faktor. Antara lain; pembangunan kota yang mengedepankan modernisasi, urbanisasi dan kebutuhan ruang yang tidak seimbang, perubahan iklim yang dapat merusak bangunan dan lingkungan, serta minimnya perhatian yang

(7)

7 diberikan untuk kawasan pusaka sehingga bangunan dan lingkungan tidak terawat, rusak, dan ditinggalkan.

b. Kota Semarang yang dinobatkan sebagai kota pusaka memiliki aset kawasan pusaka, yaitu Kota Lama, yang memiliki potensi untuk dikembangankan akan tetapi saat ini kawasan mati, ditinggalkan penghuninya, tanpa aktivitas, dan dipenuhi bangunan yang terbengkalai.

c. Berbagai upaya revitalisasi telah dilakukan oleh pemerintah Kota Semarang, mulai dari inventarisasi bangunan dan kawasan, penetapan rencana tata bangunan luar khusus kawasan Kota Lama, pendirian BP2KL, hingga mengadakan kegiatan untuk menggiatkan Kota Lama. Akan tetapi upaya belum dapat dikatakan berhasil karena Kota Lama masih mengalami kematian aktivitas dan tingkat pemanfaatan kembali bangunan masih rendah.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, muncul beberapa pertanyaan penelitian, antara lain:

a. Apa yang menyebabkan upaya revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas Kota Lama belum berhasil?

b. Bagaimanakah revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas yang tepat untuk Kota Lama Semarang?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui dan mengkaji penyebab kurang berhasilnya upaya revitalisasi Kota Lama terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas

b. Mengetahui dan mengkaji potensi aktivitas dan tata ruang kawasan Kota Lama Semarang

c. Menyusun arahan penataan ruang dan pengembangan aktivitas kawasan pusaka Kota Lama Semarang yang mampu meningkatkan vitalitas kawasan

(8)

8 1.5. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah:

a. Informasi yang terkait perencanaan, perancangan dan implementasinya terkait revitalisasi kawasan Kota Lama

b. Upaya-upaya revitalisasi kawasan Kota Lama yang terkait dengan penataan ruang dan pengembangan aktivitas

c. Informasi mengenai faktor-faktor penyebab kurang berhasilnya upaya revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas

d. Dokumentasi potensi aktivitas dan tata ruang kawasan

1.6. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan :

a. Dapat mengetahui kekurangan dari rencana-rencana revitaliasasi sebelumnya terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas b. Dapat mengetahui potensi aktivitas dan tata ruang kawasan Kota

Lama Semarang

c. Dapat memberikan arahan program revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas kawasan pusaka Kota Lama Semarang

1.7. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait revitalisasi dan Kota lama Semarang telah banyak dilakukan.

Tabel 1.1 Tinjauan Hasil Riset Terkait

No Judul dan Penulis Fokus Lokus Pembahasan

1 Tesis: Revitalisasi Kawasan Pecinan Sebagai Pusaka Kota Makasar

(Khilda Wildana Nur, 2010) Arahan revitalisasi kawasan pecinan Kawasan Pecinan Makasar Arahan revitalisasi dengan kajian karakter kawasan pecinan secara umum untuk

meningkatkan vitalitas kawasan sebagai pusaka 2 Tesis: Prioritas Strategi

Konservasi Kawasan Kauman Surakarta dengan Pendekatan Konsep Revitalisasi (Wiwit Wijayanti, 2010) Strategi Konservasi dan revitalisasi Kawasan Kauman Surakarta Konservasi kawasan melalui revitalisasi memiliki kefektifan yang tinggi 3 Tesis: Studi Pengembangan Aktivitas Penggerak Kehidupan Kawasan Kota Lama Pendukung Aktivitas Kawasan Kota Lama Semarang Mengetahui pendukung aktivitas yang mampu menghidupkan kawasan dengan membandingkan keberhasilan Kota Tua

(9)

9

(Mohamad Irwansyah, 2002)

Jakarta, dilakukan secara tidak menyeluruh dan tidak spesifik

4 Penelitian: Model Revitalisasi Kawasan Kota Lama Ditinjau dari Aspek kepariwisataan (Suyatmin & Lukman, 2011) Model revitalisasi pariwisata Kawasan Kota Lama Semarang Mengidentifikasi persoalan terkait Kota Lama dengan fokus pada pariwisata

5 Tesis: Arahan Revitalisasi Kawasan Pusaka Kota Lama Semarang (Ristya A.S, 2014) Penataan ruang dan pengembang an aktivitas Kawasan Kota Lama Semarang

Arahan penataan ruang dan pengembangan aktivitas dengan

instrumen penataan dan pelestarian kawasan pusaka

Dari tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini memfokuskan pada mengatasi permasalahan kematian kawasan secara menyeluruh dengan revitalisasi fisik (penataan ruang) dan revitalisasi kegiatan.

(10)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kawasan Pusaka

Pusaka menurut Convention Concerning The Protection Of The World Cultural And Natural Heritage, adalah aset yang menunjukan evolusi kehidupan manusia dan permukiman dari waktu ke waktu, dipengaruhi hambatan dan potensi fisik dari lingkungan alam mereka dan ditunjukan melalui kekuatan sosial ekonomi dan budaya baik eksternal maupun internal. Dalam pengertian tersebut pusaka mengandung beberapa nilai penting yaitu evolusi kehidupan manusia, pemukiman, potensi fisik dan lingkungan, sosial ekonomi dan budaya. Maksudnya adalah pusaka tidak hanya berkaitan dengan fisik atau yang berwujud, akan tetapi yang tidak berwujud berupa budaya, dan kehidupan sosial ekonomi.

Menurut Piagam Pusaka Tahun 2003, Pusaka Indonesia adalah pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa dan karya yang istemewa oleh suku bangsa di Indonesia. Pusaka budaya bisa berwujud adan tidak berwujud. Yang berwujud misalnya hasil kerajinan tangan, makanan, dll. Sedangkan yang tidak berwujud bisa berupa tarian, adat istidat, dsb. Sedangkan pusaka saujana merupakan gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu.

Papageorgiou (1971) mengungkapkan bahwa ada empat kawasan pusaka, sebagai berikut; bangunan-bangunan sendiri dan kelompok bangunan; desa kecil sebagai pusat sejarah; kota-kota pusaka; dan kawasan pusaka pada kota besar.

Sedangkan kawasan pusaka menurut Piagam Kota Pusaka (2013) mengandung pengertian kawasan yang mempunyai aset pusaka yang unggul berupa rajutan pusaka alam dan pusaka budaya yang lestari yang mencakup unsur ragawi (artefak, bangunan, dankawasan dengan ruang terbukanya) dan

Gambar

Tabel 1.1  Tinjauan Hasil Riset Terkait

Referensi

Dokumen terkait

Biografi presiden indonesia dari pertama sampai sekarang - Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia.. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8

Sinar Indah Kertas diharapkan dapat melakukan perhitungan secara benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku serta selalu mengikuti perkembangan peraturan yang

Tujuan dari pemberian perlindungan terhadap anak korban kekerasan yang mana dalam skripsi ini adalah hubungan seksual sedarah/incest sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang 23 tahun

Pada penelitian dan pengembangan ini, simulasi yang dilakukan adalah uji coba kelompok kecil. Uji coba kelompok kecil bertujuan untuk mengetahui respon dan

Kadar Asam Urat Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Dibuat Hiperurisemia dengan Pemberian Ekstrak Etanol Daun Dewa 10% b/v (Kelompok E1) ... Kadar Asam Urat Darah Tikus

Renstra Perubahan Kecamatan Trangkil Tahun 2017-2022 merupakan dokumen perencanaan program dan kegiatan Perangkat Daerah yang disusun berdasarkan Peraturan Bupati

Proses pembuatan etilbenzena merupakan reaksi alkilasi benzena dan etilena dengan menggunakan katalis zeolit pada reaktor fixed bed multitube dengan katalis di

batang sehari apabila menghentikan merokok selama 1 tahun akan memberikan risiko kanker paru yang akan lebih tinggi dibandingkan dengan perokok yang sudah 9 tahun atau lebih