5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek (Soeharto, 2001). Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya konflik sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi mengandung konflik yang cukup tinggi.
Kegiatan proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mempunyai ciri :
1. Dimulai dari awal proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir proyek (akhir rangkaian kegiatan), serta mempunyai jangka waktu yang umumnya terbatas.
2. Rangkaian kegiatan proyek hanya terjadi satu kali sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik. Jadi, tidak ada dua atau lebih proyek yang identik, yang ada adalah proyek yang sejenis.
Menurut Sandyavitri (2009), yang dimaksud dengan konstruksi adalah rangkaian kegiatan membangun (construction). Hal ini perlu ditegaskan karena dalam beberapa literatur, yang dimaksud konstruksi adalah hasil dari suatu rangkaian kegiatan berupa bangunan, misalnya jalan raya, jembatan, rumah, saluran air, gelagar beton, dan lain sebagainya.
Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu :
6
1. Bangunan gedung : rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri dari
kelompok bangunan ini adalah :
a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi pondasi umumnya sudah diketahui.
c. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.
2. Bangunan sipil : jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya.
Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah :
a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.
c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
2.2 Pengertian Risiko Proyek
Setiap aktivitas yang dilakukan dalam semua bidang kehidupan selalu akan menimbulkan risiko, karena tidak ada kegiatan yang bebas dari risiko. Sehingga pola pikir bahwa segala sesuatu akan terjadi sesuai dengan rencana, harus diubah dengan pola pendekatan yaitu pola pendekatan dengan mempertanyakan apa yang terjadi bila sesuatu tidak sesuai dengan rencana (Flanagan dan Norman, 1993).
Sebuah proyek konstruksi memiliki banyak hal yang harus diperhitungkan agar pelaksanaan proyek sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Proyek konstruksi diasosiasikan memiliki risiko yang sangat tinggi berdasarkan aktivitas yang dilakukan, proses, lingkungan, dan organisasinya. Risiko melibatkan banyak hal termasuk yang tidak terduga, yang tidak diinginkan, dan sering banyak faktor yang tidak terprediksi. Beberapa hambatan dapat terjadi dan dapat mengganggu proses pelaksanaan proyek konstruksi. Hambatan terjadi karena kurangnya perhitungan akan risiko-risiko yang tidak diperhitungkan dengan baik pada awal konstruksi dilaksanakan.
7 Risiko merupakan sebuah halangan yang terdapat dalam setiap proyek konstruksi, setiap kontraktor harus menangani itu dan para pemilik proyek harus membayar untuk itu (Flanagan dan Norman, 1993). Risiko sendiri adalah suatu hal yang terjadi diluar perhitungan yang kondisinya tidak pasti dan memiliki dampak terhadap ruang lingkup proyek, biaya, waktu dan mutu dari pekerjaan. Risiko memiliki banyak bentuk dan ukuran dimana dideskripsikan sebagai “kemungkinan beberapa hal dapat terjadi yang akan memberikan dampak terhadap sebuah tujuan”, risiko sering ditentukan berdasarkan kejadian dan konsekuensi yang diakibatkan oleh risiko tersebut dimana konsekuensinya bisa berdampak postif maupun negatif (Alijoyo, 2006). Pada tahap pelaksanaan proyek konstruksi, berbagai risiko mungkin muncul baik risiko biaya, risiko mutu maupun risiko yang mempengaruhi waktu proyek (Norken dkk, 2015).
Risiko dan ketidakyakinan memiliki arti yang berbeda, dimana risiko (risk) berasal dari bahasa Prancis yaitu risqué dan digunakan dalam bidang asuransi. Risiko dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu (Smith, et al., 1999) :
a. Known Risks, risiko ini termasuk risiko yang memiliki perubahan kecil terhadap produkivitas dan harga, sering terjadi dan tidak dapat dihindarkan dalam proyek konstruksi.
b. Known Unknown Risk, adalah risiko yang diketahui dan diprediksi akan terjadi, tetapi probabilitasnya serta akibat yang terjadi tidak diketahui.
c. Unknown Unknown Risk, adalah risiko yang tidak diketahui akan terjadi dan akibatnya tidak dapat diketahui oleh mayoritas staff.
Dalam proyek konstruksi, keoptimisan dalam sebuah proyek baru sering menuju kepada sikap AGAP (All Goes According To Plan) dimana para kontraktor menyediakan dana, estimasi dan waktu penyelesaian berdasarkan AGAP namun proyek konstruksi sendiri memiliki beberapa hal yang sangat sering diluar perencanaan dan para kontraktor diharapkan lebih menggunakan analisis WHIF (What Happen If) dimana diperlukan sebuah pemikiran jika sesuatu dapat terjadi diluar perencanaan (Flanagan dan Norman, 1993).
Risiko-risiko yang dibahas pada manajemen risiko dalam perkembangannya dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu :
8 1. Risiko Operasional
Risiko ini adalah risiko yang dapat timbul akibat tidak berfungsinya sistem internal, kesalahan manusia maupun kegagalan sistem. Sumber risiko ini merupakan sumber terluas dibandingkan sumber risiko lainnya. Selain bersumber dari kegiatan diatas juga bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi, sistem teknologi informasi, sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan sumber daya manusia.
2. Risiko Hazard
Risiko ini merupakan suatu keadaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu musibah. Pengertian tersebut dapat diperluas meliputi berbagai keadaan yang dapat menimbulkan suatu kerugian. Risiko Hazard dapat diklasifikasikan menjadi 4 bentuk (Darmawi, 2014) :
a. Physical Hazard, adalah suatu kondisi yang bersumber pada karakterisik secara fisik dari suatu objek yang memperbesar kemungkinan terjadi suatu musibah ataupun memperbesar suatu kerugian.
b. Moral Hazard, adalah suatu kondisi yang bersumber dari orang yang bersangkutan berkaitan dengan sikap mental atau pandangan hidup serta kebiasaannya yang dapat memperbesar kemungkinan tejadinya suatu musibah ataupun kerugian.
c. Morale Hazard, setiap orang pada dasarnya tidak menginginkan terjadinya suatu kerugian, akan tetapi karena merasa bahwa ia telah memperoleh jaminan baik atas diri maupun harta miliknya, seringkali menimbulkan kecerobohan atau kurang hati-hati.
d. Legal Hazard, seringkali peraturan-peraturan ataupun Undang-Undang yang bertujuan melindungi masyarakat justru diabaikan ataupun kurang diperhatikan sehingga dapat memperbesar terjadinya suatu musibah.
9 3. Risiko Finansial
Risiko Finansial merupakan risiko yang diderita oleh investor sebagai akibat dari ketidakmampuan emiten saham dan obligasi memenuhi kewajiban pembayaran deviden atau bunga serta pokok pinjaman. 4. Risiko Strategik
Risiko ini terjadi karena serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara signifikan.
Kata risiko memiliki berbagai definisi, namun secara sederhana dapat diartikan sebagai peluang terjadinya kejadian yang merugikan, yang diakibatkan adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Ketidakpastian adalah suatu potensi perubahan yang akan terjadi di masa datang, sebagai konsekuensi dari ketidakmampuan untuk mengetahui apa yang akan terjadi bila suatu aktivitas dilakukan saat ini. Dengan demikian pola pendekatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi sebaiknya menggunakan pola pendekatan berdasarkan risiko, karena risiko dan ketidakpastian itu pasti akan selamanya muncul selama pelaksanaan proyek konstruksi yang bersumber dari berbagai aktivitas dalam pelaksanaan proyek konstruksi itu sendiri.
Dalam hubungannya dengan proyek konstruksi, maka risiko dapat diartikan sebagai dampak komulatif terjadinya ketidakpastian yang berdampak negatif terhadap sasaran proyek (Soeharto, 2001).
Risiko proyek konstruksi ditandai oleh faktor-faktor berikut :
1. Peristiwa risiko, menunjukkan dampak negatif yang dapat terjadi pada proyek konstruksi.
2. Probabilitas terjadinya peristiwa.
3. Kedalaman (severity) dampak dari risiko yang terjadi.
Setiap orang berusaha melindungi diri terhadap risiko, demikian pula badan usaha akan berusaha melindungi usahanya dari risiko termasuk didalamnya para pelaksana usaha jasa konstruksi. Menghindari risiko yang satu belum tentu dapat menghindari risiko yang lain sehingga perlu dianalisis lebih jauh risiko yang mungkin terjadi, dan bagaimana cara merespon risiko yang paling tepat serta
10 melakukan pengendalian terhadap kemungkinan risiko yang teridentifikasi. Dalam menghadapi risiko proyek, dikenal suatu golden rule yaitu jangan mengambil risiko bilamana :
1. Organisasi yang bersangkutan tidak mampu menanggungnya (can not
afford to lose).
2. Manfaat yang diraih lebih kecil dari risiko yang mungkin timbul. 3. Masih tersedia sejumlah alternatif.
4. Belum ada rencana kontinjensi untuk mengatasinya.
Jadi, risiko hanya boleh diambil bilamana potensi manfaat dan kemungkinan keberhasilannya lebih besar daripada biaya yang diperlukan untuk menutupi kegagalan yang mungkin terjadi.
2.3 Jenis Risiko Proyek
Risiko pada umumnya dikelompokkan berdasarkan anggaran modal, sifat dan sumbernya.
1. Risiko berdasarkan anggaran modal proyek dapat dibagi menjadi 2 (Soeharto, 2001), yaitu :
a. Risiko Proyek Tunggal
Risiko yang diperhitungkan hanya dengan melihat karakteristik hubungan antara risiko pada proyek itu sendiri, terlepas dari faktor ada atau tidaknya proyek lain di dalam perusahaan pemilik. Risiko proyek semacam ini kadang-kadang dinamakan stand alone risk. b. Risiko Kombinasi Multiproyek
Risiko yang dihadapi perusahaan bila perusahaan pemilik mempunyai multiproyek, maka risiko masing-masing berkombinasi.
2. Risiko berdasarkan sifat dapat dibedakan menjadi 2 jenis (Darmawi, 2014), yaitu :
a. Risiko Spekulatif
Risiko ini memiliki dua kemungkinan yaitu kemungkinan rugi atau untung. Biasanya risiko ini tidak dapat diasuransikan.
11 b. Risiko Murni
Risiko ini hanya memiliki satu kemungkinan yaitu hanya ada kemungkinan rugi. Risiko ini dapat diasuransikan.
3. Sumber risiko dapat diartikan sebagai faktor yang dapat menimbulkan kejadian yang bersifat positif atau negatif. Risiko berdasarkan sumbernya dijelaskan oleh Wahyuni (2006) dikutip dari Kwakye (1997), dibagi menjadi :
a. Fundamental physical risks
Merupakan risiko akibat fenomena alam, kesalahan manusia atau industri, yaitu : kerusakan akibat badai, kebakaran, perang, kebocoran nuklir atau bahan kimia berbahaya, dan sebagainya. b. Legal risks
Risiko ini berkaitan dengan bidang hukum, yaitu kerugian terhadap manusia dan kerusakan pada bangunan atau lingkungan selama masa pelaksanaan dan pemeliharaan konstruksi, getaran dan gangguan-gangguan lainnya selama pelaksanaan konstruksi.
c. Construction related risks
Risiko ini berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi, yaitu kekurangan sumber daya (tenaga kerja, material, peralatan), keterlambatan penyelesaian pekerjaan, penundaan atau keterlambatan mengelola site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidaksesuaian gambar atau volume dalam kontrak dengan kenyataan di lapangan, dan sebagainya.
d. Price determination risks
Risiko ini berkaitan dengan masalah biaya, meliputi risiko akibat kesalahan estimasi atau penaksiran yang kurang akurat, tidak tepatnya pengambilan keputusan, kesalahan meramalkan fluktuasi dan biaya sumber daya yang digunakan.
e. Contractual risks
Risiko ini meliputi keterlambatan pembayaran, kualitas kerja yang tidak sesuai dengan kontrak, klaim, persengketaan, dan sebagainya.
12 f. Perfomance risks
Risiko ini diakibatkan oleh bagaimana hasil produktivitas dari sumber daya yang digunakan, misalnya akibat pengaruh moral pekerja, pemogokan, jaminan keselamatan dan kesehatan, perencanaan yang tidak tepat.
g. Economic risks
Risiko ini meliputi inflasi, tingkat suku bunga tinggi, penundaan pencairan dana, pembengkakan biaya, dan sebagainya.
h. Political risks
Risiko ini diakibatkan oleh peristiwa yang terjadi dalam dunia politik, seperti pergantian pemerintahan, dan sebagainya.
i. Market risks
Risiko pasar diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan konstruksi, persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya.
2.4 Manajemen Risiko
Risiko terjadi pada semua proyek konstruksi dan tidak dapat diabaikan namun dapat dikurangi dan dipindahkan sehingga dapat dikontrol. Pemahaman akan risiko sangat penting dan sangat diperlukan dalam mengidentifikasi dan menganalisis secara sistematis, menangani dan melakukan pengontrolan sehingga pencapaian tujuan proyek sesuai dengan waktu (time), biaya (cost), dan kualitas (quality). Manajemen risiko merupakan aplikasi manajemen umum yang berhubungan dengan berbagai aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Manajemen risiko memiliki tujuan untuk dapat mengenali risiko sehingga nantinya dapat direncanakan strategi penanganan yang akan dilakukan terhadap risiko yang akan muncul. Strategi yang digunakan diperhitungkan dengan baik agar mampu untuk mengurangi bahkan menghilangkan risiko yang muncul.
Manajemen risiko harus dilihat sebagai tanggapan dalam mengelola risiko daripada menanggapi peristiwa setelah risiko terjadi. Tahapan-tahapan dalam melakukan manajemen risiko yaitu terlebih dahulu melakukan identifikasi, mengklasifikasikan risiko yang akan terjadi, melakukan analisis atas risiko-risiko yang telah teridentifikasi dan pada tahap akhir melakukan
penanganan-13 penanganan yang perlu dilakukan berdasarkan berbagai macam pertimbangan untuk meminimalisir atau menghilangkan risiko, seperti yang terdapat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Alur manajemen risiko
Sumber : Flanagan dan Norman (1993)
Identifikasi risiko dilakukan untuk menentukan sumber-sumber serta tipe risiko yang memungkinkan dan diperkirakan akan muncul dalam sebuah proyek konstruksi. Klasifikasi risiko dilakukan untuk menentukan tipe risiko dan efeknya bagi proyek maupun organisasi yang menanganinya. Setelah risiko diklasifikasikan, maka selanjutnya dilakukan analisis risiko. Analisis risiko berguna untuk mengevaluasi konsekuensi serta akibat yang muncul dari tipe-tipe risiko atau kombinasi dari banyak risiko, dengan menggunakan teknis analisis serta memperkirakan akibat dari risiko menggunakan berbagai macam metode pengukuran risiko. Segala jenis keputusan untuk melakukan penanganan risiko tergantung kepada pihak yang membuat keputusan. Respon risiko mempertimbangkan bagaimana risiko tersebut akan ditangani dengan cara mentransfer risiko ke berbagai pihak maupun menahan risiko tersebut.
14
2.5 Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah suatu proses analisis untuk menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang perusahaan/lembaga ataupun aktivitas yang akan direncanakan ataupun yang sedang dilaksanakan atau dioperasikan (Norken dkk, 2015). Identifikasi risiko merupakan tahap awal dari manajemen risiko yang memiliki peranan yang sangat penting dalam proses manajemen risiko. Identifikasi risiko merupakan tahapan tersulit dan juga paling menentukan dalam proses manajemen risiko.
Kesalahan akibat kurangnya perhitungan dan pertimbangan dalam pengidentifikasian risiko dapat berakibat pada ketidaktepatan penanganan risiko dan berujung pada kerugian-kerugian yang timbul bagi pihak-pihak yang menanganinya. Menurut Thomson dan Perry (1991), untuk mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi risiko dapat digunakan beberapa cara, antara lain : menyusun daftar (check list) risiko, wawancara dengan personel kunci (expert) yang terlibat, melalui diskusi yang membahas topik tertentu (brain storming), dan dapat pula dilakukan melalui pencatatan satu peristiwa atau lazim disebut use of
record.
Pada pengidentifikasian risiko yang harus dilakukan adalah menentukan segala jenis sumber dan tipe risiko yang memungkinkan terjadi pada proyek konstruksi. Sumber risiko yang akan muncul dapat menyebabkan sebuah kejadian yang nantinya akan memberikan efek pada proyek konstruksi. Sumber risiko bisa berasal dari inflasi, ketidakstabilan tanah, cuaca yang berubah-ubah, distribusi material yang terlambat, spesifikasi yang tidak sesuai, dan koordinasi yang buruk antar pekerja maupun staf. Disarankan untuk membuat daftar sumber risiko sesuai dengan pengalaman dan jenis proyek, karena risiko untuk setiap jenis proyek adalah spesifik (tidak sama satu dengan lainnya).
Proses identifikasi risiko dilakukan secara terus menerus dalam mengkategorikan dan memperkirakan risiko-risiko yang signifikan terdapat dalam proyek konstruksi, seperti terlihat pada Gambar 2.2 (Al-Bahar dan Crandall, 1990) :
15 Gambar 2.2 Proses identifikasi risiko
Sumber : Al-Bahar dan Crandall (1990)
Pada Gambar 2.2 dapat dijelaskan proses-proses pengidentifikasian risiko dimulai dari adanya ketidakpastian dalam proyek konstruksi. Segala jenis ketidakpastian yang mempengaruhi kualitas, biaya maupun waktu pekerjaan harus dipertimbangkan dan dipikirkan serta ditandai (checklist) bahwa ketidakpastian ini berpengaruh pada kelancaran proses pekerjaan proyek konstruksi. Checklist inilah yang nantinya digunakan sebagai langkah awal dalam penentuan risiko lebih lanjut. Setelah risiko ditentukan maka harus dipikirkan pula hal-hal yang dapat ditimbulkan dari segala jenis risiko yang muncul. Misalnya akibat yang dapat ditimbulkan berpengaruh pada kecelakaan kerja, kerusakan struktur maupun waktu pelaksanaan yang bertambah dan pada akhirnya akan berdampak pada keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi tersebut.
Dari hasil penelitian terdahulu dan dari berbagai literatur yang terkait maka dapat diperoleh hasil berupa sumber risiko dan faktor-faktor risiko yang mungkin terjadi pada pelaksanaan proyek konstruksi. Sumber risiko dan faktor-faktor risiko yang terdapat dalam proyek konstruksi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
16
Tabel 2.1 Sumber dan faktor risiko berdasarkan berbagai literatur (1/5)
(A ) ( B ) ( C ) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14
Bencana Alam
Kebakaran
Cuaca buruk
Polusi
Tidak Ramah Lingkungan
Degradasi Alam
Inflasi
Fluktuasi nilai tukar mata uang
Analisa pasar yang buruk
Kesalahan analisa investor
Perkiraan biaya yang tidak sesuai
Daya beli konsumen
Resiko pasar
Kenaikan pajak
Fluktuasi suku bunga
Pendapatan perkapita
Likuiditas akibat krisis
PENGARANG
A Lingkungan
( D ) NO SUMBER
RESIKO FAKTOR RESIKO
B Ekonomi dan Finansial
17
Perang
Embargo
Ketersedian Pekerja
Distribusi material akibat macet
Korupsi
Protes dari buruh, ahli lingkungan dan
masyarakat
Stabilitas politik
Satbilitas Ekonomi
Perbedaan budaya, bahasa, agama
Tingkat kriminalitas
Penemuan arkeologi di lokasi proyek
Vandalisme
Keterlambatan birokrasi
Sikap pemerintah terhadap investor
Peraturan keamanan
Ketidak pastian peraturan
Kebijakan ekspor, impor
Sistem peradilan yang bertentangan
Proses persetujuan yang rumit
Perubahan peraturan Peraturan daerah C Politik dan Lingkungan D Hukum Tabel 2.1 Lanjutan (2/5) (A ) ( B ) ( C ) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Bencana Alam Kebakaran Cuaca buruk Polus i
Tidak Ramah Lingkungan
Degradas i Alam
Inflas i
Fluktuas i nilai tukar mata uang
Analis a pas ar yang buruk
Kes alahan analis a inves tor Perkiraan biaya yang tidak s es uai
Daya beli kons umen
Res iko pas ar
Kenaikan pajak
Fluktuas i s uku bunga
Pendapatan perkapita
Likuiditas akibat kris is
PENGARANG
A Lingkungan
( D )
NO SUMBER
RESIKO FAKTOR RESIKO
B Ekonomi dan Finans ial
18
Pembatalan tender
Price dumping oleh kompetitor
Kontrak yang tidak menguntungkan
Kompetis i antar kontraktor
Des ign yang tidak s eles ai
Des ign yang tidak efektif
Kes alahan dan Kelalaian Des ign
Kurangnya s pes ifikas i
Tidak lengkapnya des ign
Des ign yang tidak s etujui
Kualitas des ign
Lambatnya res pon perubahan des ign
Terbatas nya inovas i dan kreatifitas
Permas alahan des ign
Kes alahan pemilihan tim
Kes elahan jadwal pekerjaan
Pengkoordinas ian yang buruk
Manajemen s umber daya yang buruk
SDA terbatas
Perbedaan s tandar keamanan dan
kes ehatan
Cas h flow unbalance
Pengaruh terhadap proyek lain
Perubahan manajemen
Keterlambatan kepemilikan lokas i
proyek
Pembatalan oleh pihak terkait
Kebutuhan yang tidak jelas
Kualitas kontraktor
Kurangnya komitmen manajemen
Hubungan yang tidak baik antar tim
E Tender dan Kontrak D Des ign Manajemen Proyek E (A ) ( B ) ( C ) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Bencana Alam Kebakaran Cuaca buruk Polus i
Tidak Ramah Lingkungan
Degradas i Alam
Inflas i
Fluktuas i nilai tukar mata uang
Analis a pas ar yang buruk
Kes alahan analis a inves tor
Perkiraan biaya yang tidak s es uai
Daya beli kons umen
Res iko pas ar
Kenaikan pajak
Fluktuas i s uku bunga
Pendapatan perkapita
Likuiditas akibat kris is
PENGARANG
A Lingkungan
( D )
NO SUMBER
RESIKO FAKTOR RESIKO
B Ekonomi dan Finans ial
Tabel 2.1 Lanjutan (3/5)
F
19
Keterlambatan dalam menyeles aikan
mas alah
Pres tas i yang tidak pas ti
Kurangnya informas i
Tidak kons is tennya biaya, waktu dan
lingkup pekerjaan
Konflik SDM di s atu organis as i
Permas alahan keuangan dari owner
Permas alahan keuangan dari kontraktor
Kegagalan s ubkontraktor
Kes alahan rencana anggaran
Pemotongan dana
Modal
Pembayaran yang terlambat
Kerus akan Struktur
Kerus akan Peralatan
Kecelakaan Pekerja
Kebakaran material dan alat
Kes alahan identifikas i keadaan tanah
Pekerja yang abs en
Kualitas pekerja
Dis tribus i material akibat macet
Kualitas material
Kes alahan teknik kons truks i
Pengontrolan kualitas Batas an pekerjaan Produktivitas F Pengerjaan Kons truks i (A ) ( B ) ( C ) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Bencana Alam Kebakaran Cuaca buruk Polus i
Tidak Ramah Lingkungan
Degradas i Alam
Inflas i
Fluktuas i nilai tukar mata uang
Analis a pas ar yang buruk Kes alahan analis a inves tor
Perkiraan biaya yang tidak s es uai
Daya beli kons umen
Res iko pas ar
Kenaikan pajak
Fluktuas i s uku bunga
Pendapatan perkapita
Likuiditas akibat kris is
PENGARANG
A Lingkungan
( D )
NO SUMBER
RESIKO FAKTOR RESIKO
B Ekonomi dan Finans ial
H
20 Tabel 2.1 Lanjutan (5/5) (A ) ( B ) ( C ) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Bencana Alam Kebakaran Cuaca buruk Polusi
Tidak Ramah Lingkungan
Degradasi Alam
Inflasi
Fluktuasi nilai tukar mata uang
Analisa pasar yang buruk Kesalahan analisa investor
Perkiraan biaya yang tidak sesuai
Daya beli konsumen
Resiko pasar
Kenaikan pajak
Fluktuasi suku bunga
Pendapatan perkapita
Likuiditas akibat krisis
PENGARANG
A Lingkungan
( D ) NO SUMBER
RESIKO FAKTOR RESIKO
B Ekonomi dan Finansial
Ketersediaan alat
Adaptasi alat
Kelengkapan alat
Daya guna alat
Mesin
Kepemilikan hak cipta
Penanggungjawaban data
G Teknologi
H Lain-lain
I
21 Keterangan pengarang Tabel 2.1 :
P1 : Al-Bahar dan Crandall (1990) P2 : Kim dan Bajaj (2000)
P3 : Skorupka (2003) P4 : Zhi (1995)
P5 : De Marco dan Thaheem (2014) P6 : Dey (2009)
P7 : Chileshe (2012) P8 : Sharma (2013)
P9 : Zou dan Couani (2012) P10 : Chapman (2001) P11 : Sandyavitri (2009) P12 : Azhar, et al. (2008) P13 : Smith, et al. (1999)
P14 : Flanagan dan Norman (1993)
2.6 Keterlambatan Proyek Konstruksi
Menurut Proboyo (1999), keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi umumnya selalu menimbulkan akibat yang merugikan baik bagi pemilik maupun kontraktor, karena dampak keterlambatan adalah konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang menjadi penyebab, juga tuntutan waktu dan biaya tambah.
Menurut Alifen et al. (2000), keterlambatan proyek sering kali menjadi sumber perselisihan dan tuntutan antara pemilik dan kontraktor, sehingga akan menjadi sangat mahal nilainya baik ditinjau dari sisi kontraktor maupun pemilik. Kontraktor akan terkena denda penalti sesuai dengan kontrak, disamping itu kontraktor juga akan mengalami tambahan biaya overhead selama proyek masih berlangsung. Dari sisi pemilik, keterlambatan proyek akan membawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian fasilitasnya.
Menurut Alifen et al. (2000), keterlambatan proyek dapat disebabkan oleh pihak kontraktor, pemilik atau disebabkan oleh keadaan alam dan lingkungan diluar kemampuan manusia atau disebut dengan force majeur. Standard dokumen kontrak yang diterbitkan oleh AIA (American Institute Of Architects) membedakan keterlambatan proyek menjadi tiga (3) kelompok yaitu :
22 a. Excusable/Compensable Delay adalah keterlambatan yang beralasan dan dapat dikompensasi. Kasus keterlambatan yang beralasan dan dapat dikompensasi adalah keterlambatan yang disebabkan oleh pihak pemilik dalam kaitannya karena tidak dapat menyediakan jalan tempuh ke proyek, perubahan gambar rencana, perubahan lingkup pekerjaan kontraktor, keterlambatan dalam menyetujui gambar kerja, jadwal, material, kurangnya koordinasi dan supervisi lapangan, pembayaran tertunda, dan campur tangan pemilik yang bukan wewenangnya. Dalam kasus ini kontraktor berhak atas dispensasi waktu dan biaya ekstra. b. Excusable/Non Compensable Delay adalah keterlambatan yang beralasan,
tetapi tidak dapat dikompensasi. Kasus keterlambatan yang beralasan, tetapi tidak dapat dikompensasi adalah keterlambatan yang diluar kemampuan baik kontraktor maupun pemilik. Sebagai contoh, cuaca buruk, kebakaran, banjir, pemogokan buruh, peperangan, perusakan oleh pihak lain, larangan kerja, wabah penyakit, inflasi/eskalasi harga, dan lain sebagainya. Kasus ini biasanya disebut dengan force majeur.
c. Non-Excusable Delay adalah keterlambatan yang tidak beralasan. Kasus keterlambatan yang tidak beralasan adalah keterlambatan yang disebabkan karena kegagalan kontraktor memenuhi tanggung jawabnya dalam pelaksanaan proyek. Sebagai contoh, kekurangan dalam penyediaan sumber daya proyek (manusia, alat, material, subkontraktor, uang), kegagalan koordinasi lapangan, kegagalan perencanaan jadwal, produktivitas yang rendah, dan sebagainya. Dalam kasus ini kontraktor akan terkena denda penalti sesuai dengan kontrak.
2.7 Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Pelaksanaan Proyek
Konstruksi
Berdasarkan sumber risiko dan faktor risiko pada penjelasan sebelumnya, terdapat beberapa sumber dan faktor risiko yang dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi. Sumber risiko dan faktor risiko yang dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi tersebut selanjutnya dieliminasi dan disesuaikan dengan kondisi di wilayah perkotaan
23 Sarbagita. Eliminasi dilakukan dengan cara mempertimbangkan apakah faktor risiko tersebut dapat muncul dan berpengaruh pada wilayah penelitian atau tidak. Apabila faktor risiko dianggap jarang muncul atau tidak berpengaruh maka faktor risiko dihilangkan. Faktor risiko dan sumber risiko yang diidentifikasi dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi di wilayah perkotaan Sarbagita dirangkum pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Faktor risiko terhadap keterlambatan pelaksanaan proyek konstruksi (1/2)
No Sumber
Risiko Faktor Risiko
Referensi
1 Lingkungan Alam
Bencana Alam
Al-Bahar dan Crandall (1990), Kim dan Bajaj (2000), Zhi (1995), Dey (2009)
Terganggunya Pekerjaan Akibat Cuaca Buruk
Al-Bahar dan Crandall (1990), Zhi (1995), Chileshe (2012), Sharma (2013), Flanagan dan Norman (1993)
2 Lingkungan Sosial
Protes dari Masyarakat, Pekerja, Ahli Lingkungan
Al-Bahar dan Crandall (1990), Kim dan Bajaj (2000), Skorupka (2003), Zhi (1995), Sharma (2013), Flanagan dan Norman (1993)
Pencurian Material & Peralatan di Lapangan
Zhi (1995), Chileshe (2012), Flanagan dan Norman (1993)
3 Ekonomi
Kenaikan Harga Barang Akibat Inflasi
Al-Bahar dan Crandall (1990), Skorupka (2003), Zhi (1995), Sharma (2013), Zou dan Couani (2012), Chapman (2001)
Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang
Al-Bahar dan Crandall (1990), Kim dan Bajaj (2000), Zhi (1995), Dey (2009), Chileshe (2012), Sharma (2013)
4 Regulasi
Perubahan Peraturan Al-Bahar dan Crandall (1990), Chapman (2001)
Proses Persetujuan yang Rumit dan Lama
Al-Bahar dan Crandall (1990), Zhi (1995), Sharma (2013), Zou dan Couani (2012)
5 Tender dan Kontrak
Pembatalan Tender Skorupka (2003)
Kontrak yang Tidak Detail Zhi (1995), Flanagan dan Norman (1993)
24
No Sumber
Risiko Faktor Risiko
Referensi
6 Design
Perubahan dalam Design karena Kesalahan
Al-Bahar dan Crandall (1990), Chileshe (2012), Sharma (2013), Chapman (2001)
Perubahan Skup Pekerjaan Atas Permintaan Klien
Al-Bahar dan Crandall (1990), Dey (2009), Sandyavitri (2009)
7 Manajemen Proyek
Kesalahan Pemilihan Tim
di Lapangan Skorupka (2003)
Kesalahan Prioritas &
Penjadwalan Pekerjaan Skorupka (2003) Koordinasi dan
Komunikasi yang Buruk
Skorupka (2003), Zhi (1995), Dey (2009), Chileshe (2012), Sharma (2013), Zou dan Couani (2012), Chapman (2001)
Keterlambatan Merespon
Permasalahan Chapman (2001)
Tidak Konsistennya Biaya, Waktu dan Lingkup
Pekerjaan
Sharma (2013) Permasalahan Keuangan
Pihak Owner dan Kontraktor
Chileshe (2012), Zou dan Couani (2012), Flanagan dan Norman (1993)
Pembayaran yang
Terlambat Chileshe (2012), Chapman (2001)
8 Proses Konstruksi
Kerusakan Material Skorupka (2003), Zou dan Couani (2012), Smith, et al. (1999) Terganggunya
Ketersediaan Material
Kim dan Bajaj (2000), Skorupka (2003), Zhi (1995), Sharma (2013), Sandyavitri (2009), Flanagan dan Norman (1993) Terganggunya
Produktivitas Tenaga Kerja
Skorupka (2003)
Kesalahan Teknologi dan Metode Kerja
Al-Bahar dan Crandall (1990), Zhi (1995), Chileshe (2012), Flanagan dan Norman (1993) Kegagalan Subkontraktor Kim dan Bajaj (2000)
Terganggunya
Produktivitas Peralatan Dey (2009) Tabel 2.2 Lanjutan (2/2)
25
2.8 Pengklasifikasian Risiko dan Analisis Risiko
Klasifikasi risiko dibuat dengan tujuan mempermudah pemahaman dan pembedaan risiko yang ada sehingga membantu dan memudahkan dalam melakukan analisis risiko. Terdapat tiga cara untuk melakukan klasifikasi risiko yaitu dengan melakukan identifikasi konsekuensi risiko, jenisnya dan pengaruhnya seperti terlihat pada Gambar 2.3 (Flanagan dan Norman, 1993).
Gambar 2.3 Klasifikasi risiko
Sumber : Flanagan dan Norman (1993)
Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat dibagi berdasarkan frekuensi kejadian, akibat risiko, dan kemungkinannya. Berdasarkan pengaruh risiko, risiko dibagi berdasarkan pengaruhnya terhadap perusahaan, lingkungan, pasar, dan proyek. Berdasarkan jenisnya, risiko dibagi menjadi risiko murni dan risiko spekulasi. Risiko murni (pure risk) adalah risiko yang dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu jenis risiko murni adalah kebakaran, apabila terjadi sebuah kebakaran pada area site
26 maka kebakaran akan menimbulkan kerugian. Risiko spekulasi adalah risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang dapat memberikan kerugian maupun keuntungan. Misalnya sebuah perusahaan melakukan investasi, investasi ini nantinya akan dapat menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan tersebut.
Analisis risiko dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif terfokus pada identifikasi dan penilaian risiko, dan secara kuantitatif terfokus pada evaluasi probabilitas terhadap terjadinya risiko dimana sumber risiko harus diidentifikasikan dan akibatnya diperhitungkan. Analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai pengaruh yang kuat dan kemungkinan yang terjadi dalam mengidentifikasi risiko. Secara kualitatif analisis risiko memiliki dua tujuan yaitu identifikasi dan penilaian awal risiko yang sasarannya adalah menyusun sumber risiko utama dan menggambarkan tingkat konsekuensi yang sering terjadi. Melakukan analisis risiko secara sistematis dapat membantu untuk (Godfrey, 1996) :
1. Mengidentifikasi, menilai dan memberikan ranking risiko secara jelas. 2. Memusatkan perhatian pada risiko dominan.
3. Memperjelas keputusan tentang kerugian.
4. Meminimalkan potensi kerugian apabila timbul keadaan terburuk. 5. Mengontrol aspek ketidakpastian.
6. Memperjelas peran setiap orang yang terlibat dalam manajemen risiko.
Menurut Flanagan dan Norman (1993), langkah-langkah analisis risiko adalah seperti terlihat pada Gambar 2.4.
27 Gambar 2.4 Analisis risiko
Sumber : Flanagan dan Norman (1993)
Dari Gambar 2.4 diketahui langkah awal untuk melakukan analisis risiko adalah identifikasi risiko yang mungkin terjadi, selanjutnya risiko-risiko yang teridentifikasi dinilai dengan penilaian risiko. Penilaian dilakukan terhadap pengaruh risiko itu pada biaya, mutu dan waktu proyek. Setelah dilakukan penilaian risiko, selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap risiko tersebut. Pengukuran terhadap risiko dilakukan dengan dua cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif hasil dari penilaian risiko lebih terfokus pada keputusan langsung yang diambil berdasarkan ranking, perbandingan maupun analisis deskriptif. Secara kuantitatif dilakukan dengan analisis probabilitas, sensitivitas, skenario, simulasi, dan analisis korelasi.
28
2.8.1 Penilaian dan Penerimaan Risiko
a. Penilaian (assessment) risiko
Penilaian (assessment) risiko pada dasarnya adalah melakukan perhitungan atau penilaian terhadap akibat (effect) dari risiko yang teridentifikasi. Besar kecilnya akibat dari risiko akan dapat dikategorikan atau diklasifikasikan, mana risiko dengan tingkat yang utama (major risks), yang mempunyai akibat (effect) yang besar dan luas serta membutuhkan pengelolaan, dan mana risiko dengan tingkat yang ringan (minor
risks) yang tidak memerlukan penanganan khusus karena akibat
dari risiko ada dalam batas-batas yang dapat diterima.
Godfrey (1996) menyebutkan nilai risiko ditentukan sebagai perkalian antara kemungkinan (likelihood) dengan konsekuensi (consequence) risiko. Kemungkinan adalah peluang terjadinya kejadian yang merugikan yang dinyatakan dalam jumlah kejadian pertahun atau persatuan waktu. Dalam memberikan penilaian untuk berbagai kemungkinan faktor risiko yang muncul, dapat menggunakan skala frekuensi (Likelihood) pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Skala frekuensi (Likelihood)
Tingkat Frekuensi Peluang Skala
Sangat sering 80 ≤ x ≤ 100% 5
Sering 60 ≤ x < 80% 4
Kadang-kadang 40 ≤ x < 60% 3
Jarang 20 ≤ x < 40% 2
Sangat jarang 0 ≤ x < 20% 1
Dimana : x adalah frekuensi risiko Sumber: Godfrey (1996)
29 Sedangkan konsekuensi adalah besaran kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya suatu kejadian yang merugikan yang dinyatakan dalam nilai uang atau ukuran kerugian lainnya. Untuk menghitung besarnya konsekuensi pengaruh faktor risiko dapat menggunakan skala konsekuensi pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Skala konsekuensi (Consequences)
Tingkat Konsekuensi Peluang Skala
Sangat besar 80 ≤ x ≤ 100% 5
Besar 60 ≤ x < 80% 4
Sedang 40 ≤ x < 60% 3
Kecil 20 ≤ x < 40% 2
Sangat kecil 0 ≤ x < 20% 1
Dimana : x adalah konsekuensi risiko Sumber: Godfrey (1996)
Setelah diketahui skala konsekuensi dan skala frekuensi maka analisis penilaian risiko dapat dilakukan. Nilai risiko (risk
index) adalah hasil perkalian antara modus (nilai yang paling
sering muncul) frekuensi dengan modus dari konsekuensi risiko. Sehingga, nilai risiko dapat dirumuskan dalam Persamaan 2.1.
RI = P × I (2.1)
Keterangan: RI = Risk Index
P = Probability atau Kemungkinan (Likelihood) I = Impact atau Dampak (Consequence)
Setelah didapatkan nilai Risk Index (RI) maka tingkat penerimaan risiko dapat ditentukan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.5.
30 Tabel 2.5 Penilaian dan tingkat penerimaan risiko
Consequences Catastropic Critical Serious Marginal Negligble
Likelihood 5 4 3 2 1
Frequent (5) Unacceptable Unacceptable Unacceptable Undesirable Undesirable
25 20 15 10 5
Probable (4) Unacceptable Unacceptable Undesirable Undesirable Acceptable
20 16 12 8 4
Occasional (3) Unacceptable Undesirable Undesirable Undesirable Acceptable
15 12 9 6 3
Remote (2) Undesirable Undesirable Undesirable Acceptable Negligible
10 8 6 4 2
Improbable (1) Undesirable Acceptable Acceptable Negligible Negligible
5 4 3 2 1
Key Description Guidance
Unacceptable Tidak dapat diterima, harus dihilangkan atau ditransfer
Undesirable Tidak diharapkan, harus dihindari
Acceptable Dapat Diterima
Negligible Dapat Diterima Sepenuhnya
Sumber: Godfrey (1996)
b. Penerimaan risiko
Tingkat penerimaan risiko dapat dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Unacceptable, yaitu risiko yang tidak dapat ditoleransi, harus dihindari atau bila mungkin ditransfer kepada pihak lain.
2. Undesirable, yaitu risiko yang tidak diharapkan, yang memerlukan penanganan atau mitigasi risiko (risk
reduction) sampai pada tingkat yang dapat diterima.
3. Acceptable, yaitu risiko yang dapat diterima karena tidak mempunyai dampak yang besar dan masih dalam batas yang dapat diterima.
4. Negligible, yaitu risiko yang dampaknya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Risiko yang termasuk dalam risiko unacceptable dan
undesirable merupakan jenis risiko dengan kategori utama
31 yang khusus karena mempunyai akibat (effect) dan dampak yang besar apabila risiko tersebut tidak dikurangi atau bila perlu dihindari, sedangkan risiko yang termasuk dalam acceptable dan
negligible merupakan risiko dengan kategori minor (minor risks)
yang tidak mempunyai akibat atau dampak yang berarti sehingga dapat diterima dan bahkan dapat diabaikan.
Dari tingkat penerimaan risiko dan dengan mempertimbangkan nilai risiko yang diperoleh dari perkalian skala frekuensi dan konsekuensi, maka skala penerimaan risiko dapat disusun dalam Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Skala penerimaan risiko
Penerimaan Risiko Skala Penerimaan
Unacceptable x > 12
Undesirable 5 ≤ x ≤ 12
Acceptable 2 < x < 5
Negliglible x ≤ 2
Dimana : x adalah nilai risiko Sumber: Godfrey (1996)
2.8.2 Mitigasi Risiko
Mitigasi risiko adalah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi akibat dari risiko apabila risiko telah dapat teridentifikasi, tindakan ini juga merupakan penanganan risiko sampai pada batas yang dapat diterima, walaupun penanganan risiko belum tentu sepenuhnya dapat dihilangkan karena kadang-kadang masih ada risiko sisa yang sering disebut residual risk (Norken dkk, 2015). Flanagan dan Norman (1993) menguraikan ada 4 cara untuk melakukan mitigasi risiko, antara lain :
1. Menahan risiko (risk retention), yaitu tindakan menahan atau menerima risiko karena akibat (effect) dari risiko tersebut masih dalam batas yang dapat diterima, dalam arti kata bahwa konsekuensi dari risiko masih dalam batas-batas yang dapat dipikul.
32 2. Mengurangi risiko (risk reduction), yaitu dengan melakukan usaha-usaha atau tindakan untuk mengurangi konsekuensi dari risiko yang diperkirakan terjadi, walaupun masih ada kemungkinan risiko tidak sepenuhnya bisa dikurangi, tetapi masih pada tingkat konsekuensi yang dapat diterima.
3. Memindahkan risiko (risk transfer), yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk memikul atau mengendalikan risiko yang diperkirakan akan terjadi.
4. Menghindari risiko (risk avoidance), yaitu tindakan menghindari konsekuensi risiko dengan menghindari aktivitas yang diperkirakan mempunyai tingkat kerugian/konsekuensi yang sangat tinggi.
2.8.3 Kepemilikan/alokasi Risiko
Setelah risiko teridentifikasi dan diklasifikasikan, kemudian risiko tersebut harus dialokasikan kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Alokasi risiko merupakan penentuan dan pelimpahan tanggung jawab terhadap suatu risiko (Norken dkk, 2015).
Metode yang lebih sesuai untuk alokasi risiko adalah dengan berdasarkan kendali atas kehadiran dan efek yang ditimbulkan risiko, jika risiko tersebut terjadi. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk mengalokasikan risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan atau ketidakmampuan pihak-pihak untuk melakukan pekerjaan proyek atau kegiatan yang spesifik, prinsip-prinsip pengalokasian risiko dari Flanagan dan Norman (1993) yaitu :
a. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang menimbulkan risiko,
b. Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul,
33 c. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak
terkontrol,
d. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko bersama.
Jika risiko sudah dialokasikan, maka semakin kecil kemungkinan timbulnya perselisihan antara pihak yang terlibat, sebanding dengan semakin sedikitnya risiko yang belum dialokasikan. Tapi risiko yang sudah dialokasikan juga dapat menimbulkan perselisihan, jika risiko tersebut salah dialokasikan, apalagi jika risiko tersebut menyebabkan kehilangan dan kerugian yang besar (Norken dkk, 2015).
2.9 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi
Penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan pelaksanaan pekerjaan berdasarkan kriteria risiko dan/atau kriteria penggunaan teknologi dan/atau kriteria besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan). Kualifikasi jasa pelaksana konstruksi dibagi menjadi :
1. Kualifikasi K1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi K1 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA. Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
2. Kualifikasi K2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1,75 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi K2 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA. Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
3. Kualifikasi K3 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 2,5 milyar. Badan usaha
34 untuk kualifikasi K3 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha Perseroan Terbatas Penanam Modal Asing (PT-PMA). Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
4. Kualifikasi M1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 10 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi M1 dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Firma, Koperasi atau Perseroan Komanditer (CV), tidak termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Menimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
5. Kualifikasi M2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan Rp. 50 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi M2 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Memiliki Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Penanggung Jawab Bidang (PJB).
6. Kualifikasi B1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai Rp. 250 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi B1 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Memiliki Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli madya untuk Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk Penanggung Jawab Bidang (PJB). 7. Kualifikasi B2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan tidak terbatas. Badan usaha untuk kualifikasi B2 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Memiliki Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli madya untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
35 Tabel 2.7 Kualifikasi pekerjaan kontraktor
Sumber : Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (2013)
2.10 Sampel
Berikut akan dijelaskan pengertian sampel dan teknik pengambilan sampel yang umum digunakan pada penelitian.
2.10.1 Pengertian Sampel
Dalam suatu penelitian tidak semua data dan informasi akan diproses serta tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun keuntungan dari penggunaan sampel adalah:
1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan populasi dan apabila populasinya terlalu besar dikhawatirkan akan terlewati.
2. Penelitian lebih efisien, yaitu dalam arti penghematan uang, waktu dan tenaga.
3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data, artinya jika subjeknya banyak dikhawatirkan adanya bias dari orang yang mengumpulkan data. Misalnya staf pengumpul data mengalami kelelahan sehingga pencatatan data tidak akurat.
4. Penelitian lebih efektif, jika penelitian bersifat destruktif (merusak) yang menggunakan spesemen akan hemat dan bisa dijangkau tanpa merusak semua bahan yang ada serta bisa digunakan untuk menjaring populasi yang jumlahnya banyak.
Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor
Kualifikasi Golongan Batas Nilai Proyek/Pekerjaan
B2 Besar > 1 M s/d tak terbatas
B1 Besar > 1 M s/d 250 M M2 Menengah > 1 M s/d 50 M M1 Menengah ≤ 10 M K3 Kecil ≤ 2,5 M K2 Kecil ≤ 1,75M K1 Kecil ≤ 1 M
36
2.10.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Secara umum ada dua macam teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian (Riduwan, 2006), yaitu :
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling yang
digunakan untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, yang tergolong teknik probability sampling yaitu :
a. Simple random sampling
Adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen (sejenis).
b. Proportionate stratified random sampling
Adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. Hal ini dilakukan apabila anggota populasinya hiterogen (tidak sejenis).
c. Disproporsionate stratified random sampling
Adalah pengambilan sampel secara acak dan berstrata tetapi sebagian ada yang kurang proporsional pembagiannya dan dilakukan apabila anggota populasinya hiterogen.
d. Area sampling (sampling daerah/wilayah)
Adalah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap daerah/wilayah geografis yang ada.
37 2. Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik sampling yang
tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Menurut Sugiyono (2012) yang tergolong dalam teknik ini antara lain :
a. Sampling sistematis
Adalah pengambilan sampel didasarkan atas urutan dari populasi yang telah diberi nomor urut atau anggota sampel diambil dari populasi pada jarak interval waktu dan ruang dengan urutan yang seragam.
b. Sampling kuota
Adalah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti.
c. Sampling aksidental
Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden). d. Purposive sampling (sampling pertimbangan)
Adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu. Dalam hal ini hanya mereka yang ahli yang patut memberikan pertimbangan untuk pengambilan sampel yang diperlukan. Oleh karena itu, sampling ini cocok untuk studi kasus yang mana aspek dari kasus tunggal yang representative diamati dan dianalisis. Dalam penelitian untuk tugas akhir ini digunakan teknik purposive sampling.
38 e. Sampling jenuh
Adalah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sampling jenuh dilakukan bila populasinya kurang dari 30 orang.
f. Snowball sampling
Adalah teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemudian anggota sampel mengajak para sahabatnya untuk dijadikan sampel dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak jumlahnya.
2.11 Skala Pengukuran pada Instrumen Penelitian
Pengukuran adalah penetapan atau pemberian angka terhadap obyek menurut aturan tertentu. Maksud dari pengukuran ini adalah untuk mengklasifikasikan variabel yang diukur agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2006). Jawaban pada kuesioner merupakan kualitatif karena dinyatakan dalam bentuk kata bukan angka. Kemudian data kualitatif ini harus dikualifikasi atau diubah terlebih dahulu menjadi data kuantitatif dengan cara memberi skor atau memberi rangking tertentu agar bisa diproses secara statistik.
Slaka pengukuran yang digunakan pada instrumen penelitian adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Skala dengan format Likert yang sering dipakai memiliki lima pilihan skala, misalnya :
1. Sangat Sering = 5
2. Sering = 4
3. Jarang = 3
4. Sangat Jarang = 2 5. Tidak Pernah = 1
Saat menanggapi pertanyaan dalam Skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pertanyaan dengan memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia.
39
2.12 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Dalam setiap penelitian, kriteria data yang harus diperhatikan adalah validitas dan reliabilitas sebuah data. Validitas adalah suatu derajat ketepatan instrumen (alat ukur) yang digunakan dalam melakukan pengukuran tentang apa yang diukur. Validitas berguna untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah instrumen dinyatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat menunjukkan data variabel yang diteliti secara tepat. Menurut Usman dan Akbar (2011) untuk menghitung validitas digunakan Persamaan 2.2.
𝑟
𝑥𝑦=
𝑁 ∑𝑋𝑌 −(∑𝑋)(∑𝑌)(𝑁 ∑𝑋2 −(∑𝑋)2)(𝑁 ∑𝑌2 −(∑𝑌)2) (2.2)
Dimana :
X = Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item/pertanyaan Y = Skor total yang diperoleh dari seluruh item/pertanyaan ΣX = Jumlah skor dalam distribusi X
ΣY = Jumlah skor dalam distribusi Y ΣX2
= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X ΣY2
= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y N = Banyaknya responden
Dasar pengambilan keputusan dalam uji validitas adalah :
1. Jika nilai r hitung > r tabel, maka item pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item kuesioner dinyatakan valid).
2. Jika nilai r hitung < r tabel, maka item pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item kuesioner dinyatakan tidak valid).
Sedangkan reliabilitas dapat dikatakan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai pengumpul data. Sebuah instrumen dikatakan baik apabila mampu mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu, dan instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dipercaya
40 apabila data memang sesuai dengan kenyataan. Reliabilitas instrumen dapat diuji menggunakan 2 cara yaitu dengan pengujian eksternal dan pengujian internal. Pengujian eksternal dilakukan dengan menyusun dua perangkat instrumen dan keduanya diuji ke kelompok responden dan hasilnya dikorelasikan dengan korelasi Pearson. Pengujian internal dapat dilakukan salah satunya dengan cara menggunakan Alpha Cronbach. Alpha Cronbach dapat diinterpretasikan sebagai korelasi dari skala yang diamati dengan semua kemungkinan pengukuran skala lain yang mengukur hal yang sama dan menggunakan jumlah butir pertanyaan yang sama. Alpha Cronbach dapat digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen Skala Likert (skala 1 sampai 5). Nilai Alpha Cronbach yang digunakan minimal bernilai 0,7 yang dinyatakan cukup, semakin tinggi nilai Alpha Cronbach maka semakin baik pula instrumen yang digunakan (Nunnally, 1978). Rumus dari koefisien reliabilitas Alpha Cronbach terlihat pada Persamaan 2.3.
α = 𝑘 𝑘−1
× (1 −
∑𝑆𝑖 𝑆𝑡)
(2.3) Dimana : α = nilai reliabilitas k = jumlah item/pertanyaan St = varians total∑Si = jumlah varians skor tiap-tiap item/pertanyaan
Untuk mendapatkan nilai varians skor tiap-tiap item/pertanyaan, digunakan Persamaan 2.4.
Si =
∑Xi2−(∑X i)2𝑁
𝑁 (2.4)
Dimana :
Si = varians skor tiap-tiap item/pertanyaan
∑Xi2 = jumlah kuadrat item xi
(∑Xi)2 = jumlah item x
i dikuadratkan
41 Untuk mendapatkan nilai varians total, digunakan Persamaan 2.5.
St =
∑Xt2−(∑X t)2𝑁
𝑁 (2.5)
Dimana :
St = varians total
∑Xt2 = jumlah kuadrat seluruh skor item/pertanyaan (∑Xt)2 = jumlah seluruh skor itemdikuadratkan
N = jumlah responden
Pengujian reliabilitas dan validitas kuesioner dapat dilakukan dengan berbagai program bantu (software) misalnya SPSS (Statistical Product and
Service Solution). SPSS adalah sebuah program yang mampu melakukan analisis
statistik dengan manajemen data menggunakan menu-menu deskriptif dan sederhana sehingga mudah dipahami cara operasinya. SPSS dapat membaca berbagai jenis data yang dimasukkan, program ini digunakan untuk melakukan pengolahan data statistik untuk berbagai riset sains dan sosial.