• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIFITAS ANTIPROLIFERATIF EKSTRAK METANOL DAUN BENALU DUKU (Dendrophtoe sp) TERHADAP SEL MIELOMA SECARA In vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIFITAS ANTIPROLIFERATIF EKSTRAK METANOL DAUN BENALU DUKU (Dendrophtoe sp) TERHADAP SEL MIELOMA SECARA In vitro"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIFITAS ANTIPROLIFERATIF EKSTRAK METANOL DAUN BENALU DUKU (Dendrophtoe sp) TERHADAP SEL MIELOMA SECARA In vitro

ANTIPROLIFERATIVE ACTIVITY OF METHANOL EXTRACT OF BENALU DUKU LEAF (Dendrophtoe sp) AGAINST TO In Vitro MYELOMA CELL

Mochamad Lazuardi

Veterinary Faculty Airlangga University

ABSTRAK

Dendrophthoe sp., banyak digunakan sebagai tanaman obat tradisioal di Surabaya untuk pengobatan penderita

kanker payudara. Tujuan penelitian ini adalah mencari potensi anti kanker pada substansi daun setelah dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut organik kuat seperti metanol. Sebagai rancangan penelitian adalah pasca perlakuan dengan grup kontrol. Analit sebanyak enam serial kadar yaitu 1, 3, 5, 10, 20 dan 30 µg.ml-1

ekstrak benalu duku dicobakan minimum pada 1.105 ml-1 sel myeloma dalam RPMI 1640 termasuk didalamnya HEPES. Pengamatan dilakukan dua hari pasca perlakuan menggunakan mikroskop inverted melalui penghitungan sel hidup setelah penambahan dengan metilen biru sama banyak. Kelompok kontrol diperlakukan sama dengan kelompok perlakuan tanpa ekstrak metanol sebagai bahan obat percobaan tetapi menggunakan akua pro injeksi sebagai substansi plasebo. Sewaktu dibandingkan dengan kelompok kontrol, ekstrak metanol benalu duku pada kadar 20 µg.ml-1

secara siknifikan memiliki kemampuan penghambatan pertumbuhan proliferasi sel (p<0,05).

Kata-kata kunci : tanaman obat, antikanker, benalu duku, mieloma

ABSTRACT

Dendrophthoe sp., is used commonly in Surabaya by traditional herbalist to treat patient with breast cancer. The

objective of this research to evaluate cytotocsic effect of methanol extract of Dendrophtoe sp leaf. The post test only control group design was used of this research. Six serial concentrations (1, 3, 5, 10, 20 dan 30 µg.ml-1

) of extract benalu duku were treated to more than 1.105 cell.ml-1 myeloma cell that development in RPMI 1640 including with HEPES. Two days after treatment, the culture cell of treatment groups were examined by inverted microscope with measurement of viable cell after equal material with methylen blue. The control groups were handling similarly with groups treatment without extract methanol as drug test substances but using aqua pro injection as placebo substances. The methanol extract of benalu duku at concentrations of 20 µg.ml-1

produced deproliferation rate and were significant (p<0.05) when compared to control groups.

Key word : medicinal plant, anticancer, benalu duku, myeloma

(2)

PENDAHULUAN

Seduhan daun benalu duku (Loranthaceae dendrophthoe spec.) secara empirik banyak dimanfaatkan penduduk kotamadya Surabaya sebagai senyawa antikanker payudara (Roostantia et al., 2000). Secara in vitro dan in vivo diketahui bahwa hasil penyarian daun benalu duku menggunakan air panas 90 0C selama 15 menit (infusum), diketahui mengandung unsur-unsur dengan potensi antiproliferatif terhadap sel mieloma (Nuraini et al., 2000; Ratna et al., 2001). Temuan tersebut di atas sekaligus membuka pandangan bagi para peneliti untuk meneliti lebih lanjut potensi antikanker terhadap substansi-substansi pada bagian tanaman benalu duku hasil penyarian dengan air panas (Arifa et al., 2005; Nuraini, 2006; Ratna dan Roostantia, 2006).

Dalam upaya eksplorasi potensi anti kanker tanaman benalu duku (Gambar 1), diperlukan aneka data mengenai potensi anti kanker substansi terlarut pada berbagai jenis senyawa pelarut pasca maserasi simplisia. Caroline (2005) mengisyaratkan minimal tiga jenis pelarut maserasi keperluan ekstraksi bagi simplisia medisinal sehingga kelak dapat digunakan dasar fraksinasi sesuai sistem pelarutan (polar, semi-polar, non-polar). Namun permasalahan yang ada adalah hingga saat ini profil substansi terlarut dengan potensi anti kanker pada ketiga jenis pelarut maserasi pada tanaman benalu duku, belum pernah dilakukan.

Gambar 1.Tanaman Benalu duku yang hidup di tanaman induk duku

Terkait dengan masalah tersebut di atas, maka dilakukan eksplorasi lebih lanjut mengenai potensi anti kanker pada substansi tanaman benalu duku hasil maserasi dengan pelarut polar. Adapun pelarut polar yang dipilih adalah metanol, dengan asumsi merupakan salah satu jenis pelarut organik kuat serta mampu melarutkan unsur-unsur bioaktif (termasuk anti kanker) pada umumnya tanaman herba medisinalis (Santosa, 1995). Tujuan dalam penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai potensi anti kanker substansi bagian tanaman benalu duku pasca ekstraksi dengan metanol Hasil tersebut

sekaligus dapat digunakan sebagai langkah lanjutan untuk melakukan fraksinasi lebih rinci terhadap sekumpulan unsur-unsur hasil maserasi menggunakan pelarut metanol.

METODE

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan pasca perlakuan dengan grup kontrol dimana kelompok perlakuan berupa analit ekstrak benalu duku. Sedangkan kelompok kontrol berupa akua pro injeksi sebagai larutan plasebo. Adapun sebagai variabel tergantung adalah kadar hambat terhadap pertumbuhan kultur mieloma dari 6

(3)

serial kadar yang telah ditentukan (1, 3, 5, 10, 20, 30 µg.ml-1

). Pertumbuhan kultur mieloma dimaksudkan adalah minimum 1.105 sel/ml dalam 2 ml media sel (RPMI 1640 mengandung Fetal Bovine Serum 10% dan HEPES) pada sumuran mikroplat 24 sumuran. Adapun kriteria penghambatan ditetapkan mengikuti modifikasi Paul (2005) seperti tampak pada Tabel 1.

Jumlah perwakilan sumuran setiap kadar analit (N), ditetapkan sesuai Persamaan I (World Health Organization, 1999). Simpangan baku (S) dalam persamaan I ditetapkan 0,9 seperti kriteria Roostantia et al., (2003), sedangkan toleransi kesalahan (E) ditetapkan 1. Bila harga Z1- α/2 pada kepercayaan Z0,95 adalah 1,96, maka jumlah sumuran setiap kadar uji sebesar 3,1 sumuran (di bulatkan menjadi 3 sumuran).

Persamaan I

(Z1-α/2)2•S2

N = --- E2

Kultur sel yang digunakan adalah sel mieloma tipe P3UI dan diperoleh dari Pusat Veterinaria Farma, DITJENNAK, DEPTAN RI, Jl. Ahmad Yani, Surabaya. Sedangkan tanaman benalu duku diperoleh dari Kab. Muara Enim, SUMSEL dengan syarat hidup pada tanaman induk semang (tanaman duku) usia 3 tahun.

Benalu duku tersebut dilakukan penetapan spesies di LIPI UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur.

Selanjutnya dilakukan pembersihan dengan air mengalir dan dilakukan penghalusan serta diayak. Simplisia serbuk kering selanjutnya ditimbang 400 g dan di maserasi menggunakan metanol absolut 2,5 L 24 jam sambil sesekali di aduk-aduk.

Dilanjutkan dengan penyaringan menggunakan corong Buchner untuk mendapatkan filtrat. Residu hasil maserasi dilakukan pengulangan maserasi sebanyak 4x seperti uraian di atas dengan terlebih dahulu menambahkan metanol 2,5 L dan diakhiri filtrasi untuk mendapatkan filtrat. Filtrat yang

diperoleh ditampung dan dilakukan pengeringan menggunakan Rotavapour hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental selanjutnya dilakukan pengeringan kembali menggunakan uap Nitrogen dalam penangas air suhu 40 0C hingga diperoleh ekstrak kering dengan warna hjau kehitam-hitaman. Ekstrak kering tersebut merupakan substansi stok terlarut metanol asal daun benalu duku. Stok kering ekstrak metanol selanjutnya dilakukan penimbangan hati-hati masing-masing 10 mg dan dilarutkan dalam NaCl 100 ml (100 ppm). Selanjutnya dilakukan penipisan hingga didapatkan ekstrak metanol benalu duku masing-masing 1, 3, 5, 10, 20 dan 30 µg.ml-1

.

Pasase sel mieloma diawali dengan pengambilan dua stok sel (keperluan pasase sel perlakuan dan sel kontrol) pada lemari pendingin Revco -80 0C (dalam Nunc 2 ml) dan dilakukan thawing. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan Phosphat Bufer Saline (PBS) dan dilakukan secara duplo. Pasca pencucian dilakukan penggantian PBS dengan melakukan pemusingan (1500 RPM 10 menit), supernatan diambil dan ditambahkan RPMI sebanyak 5 ml. Segera dilakukan penggojokan menggunakan pipet coma-come agar endapan sel terangkat ke atas. Suspensi sel segera ditampung pada flask (50 ml) dan ditambahkan 10% FBS. Flask segera diinkubasikan 37 0C 48 jam dengan terlebih dahulu membuka sedikit penutup flask agar CO2 dapat masuk. Pasca inkubasi, dilakukan

perontokan dengan cara menggetarkan bagian dinding bawah flask dan dilakukan penampungan pada tabung steril. Segera dilakukan pemusingan (1500 RPM 10 menit) serta pengambilan supernatan. Langkah terakhir adalah penambahan RPMI dan dilakukan re-suspensi pada botol Roux 250 ml sebanyak 4 botol (masing-masing botol 100 ml) dan siap diinkubasikan 48 jam. Pasca inkubasi dilakukan pencucian dan penggantian media baru. Langkah selanjutnya adalah pemanenan dan penghitungan jumlah sel. Bila telah mencapai ± > 3,3. 107

sel/ml, segera dilakukan pemasukan pada mikroplat 24 sumuran.

(4)

Tabel 1 Kriteria pengamatan daya hambat sel

Mikroplat 24 sumuran pada 2 ml media

Jumlah sel hidup tiap ml media Kriteria Tanda

> 1,00 • 105 Tak terjadi hambatan

0,95-1,00 • 105 Terjadi hambatan ringan +/−

< 0,95 • 105 Terjadi hambatan +

Sementara telah dipersiapkan sel myeloma dalam media 2 ml pada 24 sumuran mikroplat. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah minimum sel pada setiap sumuran mikroplat. Penghitungan dilakukan dengan hati-hati dan dilakukan pada ruang steril (clean bench) menggunakan siring Hamilton steril. Bila telah memenuhi persyaratan jumlah sel, dilakukan penambahan 100 µl analit (setiap kadar analit diwakili tiga sumuran mikroplat). Pasca penambahan analit dilakukan inkubasi dan akan dilakukan pengamatan 48 jam kemudian. Sebelum mengakhiri kerja sebagian analit dilakukan penanaman pada media Tioglikolat dan diinkubasikan 48 jam (untuk pemeriksaan sterilitas analit).

Masa pengamatan dilakukan 2 hari pasca penanaman dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan kontaminasi pada media Tioglikolat.

Pengamatan diawali dengan melakukan perontokan sel menggunakan sendok pengaduk mikro steril dan segera dilakukan penghisapan menggunakan siring Hamilton 5 µl. Hasil pengambilan media-sel ditambahkan 1:1 metilen biru dan dimasukkan dalam Haemositometer Thoma.

Hasil kalkulasi akhir merupakan jumlah seluruh sel pada media sel sampai dengan 2090 µl (2000 µl − 5 µl + 100 µl − 5 µl).

Perolehan data sel hidup setiap kadar analit sumuran mikroplat perlakuan vs. sumuran mikroplat kontrol selanjutnya dilakukan analisis komparasi dengan MINITAB 12.2 menggunakan uji student T siknifikansi 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan terdapat potensi antiproliferatif ekstrak metanol daun benalu duku, seperti tampak pada Tabel 2.

Pada kadar 20 µg.ml-1

tampak terjadi penghambatan kultur sel seperti terlihat pada Gambar 2 (p<0,05) hasil pengambilan gambar pada salah satu sumuran mikroplat kelompok perlakuan 20 µg.ml-1

. Namun pada kadar 10 µg.ml-1

tak terjadi kemampuan hambat kultur sel mieloma (p>0,05). Sebagai perbandingan digunakan sel kontrol pasca pemberian akua pro injeksi (Gambar 3).

Kadar kemampuan hambat ekstrak metanol daun benalu duku pada sel mieloma setara dengan hasil temuan Ratna et al., (2001) hasil penyarian menggunakan air panas yaitu 20%. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesamaan unsur-unsur pada daun benalu duku yang terlarut air panas maupun yang terlarut dengan metanol berkemampuan sebagai anti kanker. Secara teoritik unsur-unsur tersebut dapat berupa glikoprotein dan polipeptida.

Pada tanaman benalu dikenal mengandung unsur glikoprotein yang memiliki kekhususan pada gugus hidrat arang (lektin) disebut mistellektin (Ratna et al., 2006). Sementara diketahui substansi mistellektin terdiri dari tiga macam dengan masing-masing jenis dicirikan berdasarkan berat molekul. Diantara ketiga mistellektin tersebut, mistellektin jenis I merupakan jenis terbesar dengan kandungan ± 70%, dan merupakan β-galactocide spesific lectin dengan dua jenis subunit yaitu subunit A dan subunit B. Subunit A mistellektin I dikenal bersifat toksik yang dicirikan memiliki berat molekul 29000. Sedangkan subunit B mistellektin I merupakan senyawa terkait dengan hidrat arang dan dicirikan memiliki berat molekul 34000.

(5)

Tabel 2. Hasil pengamatan 48 jam pasca perlakuan

Analit

Kadar

Metanol Kontrol Hasil P

1 µg/ ml 1,78.10 5 1,77.105 − p >0, 0 5 1,86.105 1,88.105 − 1,84.105 1,84.105 − 3 µg/ ml 1,81.10 5 1,80.105 − p >0, 0 5 1,82.105 1,78.105 − 1,80.105 1,83.105 − 5 µg/ ml 1,79.10 5 1,81.105 − p >0, 0 5 1,80.105 1,79.105 − 1,82.105 1,80.105 − 10 µg/ ml 1,86.10 5 1,83.105 − p >0, 0 5 1,06.105 1,98.105 − 1,92.105 1,86.105 − 20 µg/ ml 5,5.10 4 2,10.105 + p <0, 0 5 4,2.104 2,20.105 + 3,1.104 2,30.105 + 30 µg/ ml 2,71.10 4 1,90.105 + p <0, 0 5 2,60.104 2,10.105 + 2,10.104 1,80.105 +

Dalam aktifitas anti kanker ke dua subunit mistellektin I tersebut diperkirakan memiliki sinergi kerja harmonis, yaitu sebagai pendorong aktif sel efektor tubuh. Kedua subunit mistellektin tersebut diperkirakan terlarut dalam metanol, disamping mistellektin II dan III serta Viskotoksin. Substansi viskotoksin merupakan suatu polipeptida dengan berat molekul rendah. Menurur

Santosa (1995) substansi viskotoksin dapat terlarut dengan pelarut metanol atau etanol. Aktifitas anti kanker Viskotoksin diperkirakan sebagai pendorong awal terhadap Natural Killer Cell agar cepat melakukan aktivitas kerja. Dengan demikian diperkirakan dalam substansi terlarut metanol daun benalu duku dapat mengandung baik mistellektin maupun Visotoksin. Namun demikian tak menutup Gambar 2. Kultur sel mieloma pasaca pemberia 20

(6)

kemungkinan unsur-unsur terlarut lain seperti glikan dengan kemampuan tinggi penimbul fenomena anti proliferatif. Demikian pula unsur asam amino dimana secara tak langsung mampu memberikan kontribusi aktivitas respirasi dan pada akhirnya menghasilkan fenomena antikanker (Ratna et al., 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

Ekstrak metanol daun benalu duku (Loranthaceae dendrophthoe spec.,) kadar 20 µg.ml-1

, memiliki potensi daya hambat pertumbuhan kultur sel mieloma secara in vitro. Hasil penelitian disarankan agar tindakan pengkajian bioaktif lanjutan hasil maserasi menggunakan pelarut metanol dilakukan minimal pada kadar 20 µg.ml-1

.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih disampaikan kepada Yth. Rektor Univ. Airlangga melalui ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNAIR atas bantuan pembiayaan penelitian melalui anggaran PNBP tahun 2006.

DAFTAR PUSTAKA

Arifa M, Roostantia I, Ratna SM, 2005. Pengaruh Pemberian Infusum Benalu Duku (Loranthaceae Dendrophthoe spec) Pada kadar Transaminase Serum dan Nekrosis Jaringan hati Tikus. Laporan Penelitian Medical Research Unit. Surabaya : Medikcal Research Unit, Fakultas Kedokteran Univ. Airlangga.

Caroline, 2005. Uji Antioksi dan, Antiradikal Bebas dan Penentuan EC50 dari Daun Cincao Hijau (Cyclea Barbata Miers). Jurnal Obat Bahan Alami 4 (1) : 11-18.

Roostantia I, Ratna SM, Lazuardi M, 2000. Perbandingan daya hambat pertumbuhan sel mieloma antara maserasi Benalu duku dan Benalu teh dengan metotreksat. Eber Papyrus 6 (1) : 13-21.

Ratna SM, Lazuardi M, Roostantia I, 2001. Studi Antiproliferatif Infus Benalu Duku Terhadap Sel kanker Secara In Vitro. Medika Eksata 2 (1): 1-9.

Ratna SM dan Roostantia I, 2006. Analisis histology hati mencit pada pemberian dosis letal 50% Benalu duku (Loranthaceae

dendrophthoe spec., ). Dalam : Proceeding Seminar Nasional Kontribusi Herbal Medicine dan Akupunktur dalam dunia kedokteran 5 Agustus 2006. Yogyakarta : Bagian Farmasi-Kedokteran FK UGM dengan Badan Pengurus Pusat PEFARDI.

Ratna SM, Roostantia I, Teguh Wahjudi M, Lazuardi M, 2006. Sigi Kandungan Asam Amino Ekstrak Daun Benalu Duku (Loranthaceae Dendrophthoe Spec., ). Laporan Penelitian DIPA PNBP Tahun 2006. Surabaya : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Airlangga.

Roostantia I, Ratna SM, Lazuardi M, 2003. The

Explored In Vitro Test of Tripamidium®.

Laporan Penelitian DIK RUTIN 2003. Surabaya : Lembaga Penelitian Univ. Airlangga.

Nuraini F, Lazuardi M, Siti F,2000. The study of anticancer benalu duku (Loranthaceae dendrophthoe spec.) infusion to myeloma induced rat. Jurnal Kedokteran YARSI 8 (1): 59-81.

Nuraini F, 2006. Studi kepulihan tikus (Rattus norvegicus strain wistar) penderita kanker pasca pemberian Benalu duku (Loranthaceae dendrophthoe spec., ). Dalam :: Proceeding Seminar Nasional Kontribusi Herbal Medicine dan Akupunktur dalam dunia kedokteran 5 Agustus 2006. Yogyakarta : Bagian Farmasi-Kedokteran FK UGM dengan Badan Pengurus Pusat PEFARDI.

Paul J. 2005. Cell and Tissue Culture. 10th Ed.

London, United Kingdom : Aberdeen University Press.

Santosa MH, 1995. Penyediaan Bahan Penelitian Tumbuhan Obat : Dalam Rapat Kerja Penelitian Tumbuhan Obat Indonesia 10 dan 18 April 1995. Surabaya : Lembaga Penelitian Univ. Airlangga.

World Health Organization, 1999. Health Research Methodology : A Guide for Training in Research Methods. Basel, Switzerland: World Health Organization.

Gambar

Gambar 1.Tanaman Benalu duku yang hidup di tanaman induk duku
Tabel 1 Kriteria pengamatan daya hambat sel
Tabel 2. Hasil pengamatan 48 jam pasca perlakuan      Analit

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal tersebut dan untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu ditetapkan jenis dan tariff atas

[r]

Pokja 2 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2015 akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 , dengan ini kami

Memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan Presiden Republik I ndonesia Nomor : 54 Tahun 2010 dan perubahannya Nomor : 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah,

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami

SEKRETARIAT JENDERAL UNIT LAYANAN PENGADAAN. KELOMPOK

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IIG Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 berikut kami