• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMARTABATAN BAHASA INDONESIA MELALUI TES BIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMARTABATAN BAHASA INDONESIA MELALUI TES BIMA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PEMARTABATAN BAHASA INDONESIA MELALUI TES BIMA

Laili Etika Rahmawati Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta Laili.Rahmawati@ums.ac.id Abstract This paper has aim to describe one of the efforts in increasing the dignity of Indonesian language. The effort was conducted through the competence test development of Indonesian language for foreign students (BIMA). The competence test development of BIMA is considered as the effective strategy to enactive the foreign students toward the language urgency of the education ield which equals to subject matter studied. The test instruments which are still considered as discrete and arti icial one have shown that competence test of the Indonesian language was not referring to the concecpt of the reliable theory in general. Therefore, the development of BIMA test can be conducted by referring or adopting the quali ication frame which had the world wide acknowledgement, like as American Council on the Teaching of Foreign Language (ACTFL) or Common European Framework of Reference for Language (CEFL). Keywords: the dignity, Indonesian language, test, foreign students Abstrak Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan salah satu upaya memartabatkan bahasa Indonesia yaitu melalui pengembangan tes kompetensi berbahasa Indonesia bagi mahasiswa asing (BIMA). Pengembangan tes BIMA merupakan tindakan efektif untuk meyakinkan mahasiswa asing tentang urgensi bahasa dalam bidang pendidikan yang relevan dengan bidang ilmu yang dipelajari. Instrumen tes yang masih bersifat deskrit dan arti isial menunjukkan bahwa tes kompetensi berbahasa Indonesia secara umum belum mengacu pada konsep teori yang kuat. Oleh karena itu, pengembangan tes BIMA dapat dilakukan dengan mengacu atau mengadaptasi kerangka kuali ikasi yang sudah lazim digunakan di dunia seperti American Council on the Teaching of Foreign Language (ACTFL) atau Common European Framework of Reference for Language (CEFL).

Kata Kunci: pemartabatan, bahasa Indonesia, tes, mahasiswa asing

Pendahuluan

Penghapusan kewajiban berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing (TKA) yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dengan dalih investasi disayangkan banyak orang. Kebijakan tersebut dirasa merugikan bangsa Indonesia karena dengan dihapusnya kewajiban berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing merupakan salah satu bentuk penurunan martabat bahasa Indonesia. Dede Yusuf selaku ketua Komisi IX menyatakan bahwa kebijakan tersebut melanggar UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pernyataan tersebut dipertegas oleh anggota komisi IX DPR Robert Rouw yang menilai langkah Jokowi tidak sesuai dengan konsep Trisakti Bung Karno. Robert Rouw menyatakan bahwa penghapusan syarat kewajiban berbahasa Indonesia bagi TKA telah merendahkan bangsa.

Kebijakan lain yang perlu menjadi perhatian adalah penggunaan bahasa Indonesia bagi penutur asing dalam ranah pendidikan. UU RI Nomor 24 Tahun 2009 pasal 29 ayat (1) menyebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Namun, apa kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan? Program RSBI mewajibkan siswa/ mahasiswanya untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing (Inggris), bahkan mahasiswa asing yang belajar di Indonesia dimaklumi apabila tidak

(2)

96

mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Bukankah hal yang demikian juga termasuk penurunan martabat bangsa Indonesia?

Jika mau dibandingkan dengan beberapa negara maju, salah satu syarat orang Indonesia belajar ke luar negeri harus mampu mencapai skor tertentu dalam bentuk serti ikat legal (seperti: TOEFL, IELTS, TOEIC, dan MELAB) yang diselenggarakan oleh lembaga khusus, sebagai syarat untuk dapat masuk sebagai mahasiswa di luar negeri. Nyatanya persyaratan tersebut tidak menjadi penghambat keinginan seseorang untuk studi lanjut ke luar negeri, justru meningkatkan motivasi belajar bahasa asing untuk mencapai target yang disyaratkan. Hal inilah yang perlu dicontoh untuk memartabatkan bahasa Indonesia.

Pernyataan tersebut relevan dengan pendapat Lestyarini (2014:252-254) bahwa negara dapat meningkatkan kekuasaannya melalui sumber-sumber soft power. Soft power dapat mengakibatkan negara lain memakai atau memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara untuk melakukan atau mencapai apa yang diinginkan oleh negara tersebut. Oleh karena itu, negara lain akan melakukan dengan senang hati apa yang diinginkan oleh suatu negara ataupun yang mau didapatkan. Sebagai bahasa internasional, bahasa inggris memang menempati posisi penting dan sudah menjadi tuntutan kemampuan minimal syarat studi. Hal ini juga dilakukan oleh banyak negara maju seperti Prancis, Jerman, Jepang, Rusia, Cina yang mensyaratkan level tertentu kemampuan berbahasa untuk dapat studi atau bekerja di negaranya. Mempertahankan bahasa negara sebagai syarat utama digunakan sebagai politik bahasa nasional. dengan cara ini, mau tidak mau penguasaan bahasa negara tujuan studi menjadi kebutuhan para calon pembelajar. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran BIPA baik di Indonesia maupun di luar negeri. Muliastuti (2014:583-584) menyebutkan bahwa “Politik Bahasa Nasional” menetapkan pengajaran BIPA termasuk salah satu kegiatan pembinaan. Rincian kegiatan yang perlu dilakukan adalah (a) pengembangan kurikulum, (b) pengembangan materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan perkembangan metodologi pengajaran BIPA, (c) pengembangan tenaga kependidikan kebahasaan yang profesional, dan (d) pengembangan sarana pendidikan bahasa yang memadai, terutama sarana uji kemahiran bahasa. Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengembangkan sarana pendidikan bahasa yang memadai, terutama sarana uji kemahiran bahasa sebagai upaya memartabatkan bahasa Indonesia adalah dengan pengembangan tes kompetensi berbahasa Indonesia bagi mahasiswa asing (BIMA). Urgensi Pengembangan Tes BIMA sebagai Sarana Pemartabatan Bahasa Indonesia

Tes bahasa dipandang sebagai arena untuk membuktikan keyakinan/ kepercayaan (belief) tentang bahasa. Secara teoretis, bahasa telah dipercayai sebagai sebuah konstruk multidimensional yang dapat dipilah-pilah menjadi berbagai komponen linguistik. Akan tetapi, untuk pengembangan tes bahasa, belum tersedia kerangka teoretis tentang bagaimana komponen-komponen itu secara khusus berinteraksi menentukan kemahiran berbahasa. Dalam pengembangan tes bahasa, dengan paradigma teori yang sekarang berlaku, konsep kemahiran berbahasa itu dipilah berdasarkan komponen keterampilan, yaitu keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara. Kemahiran berbahasa juga dipilah dari dimensi kemahiran umum dan kemahiran bidang ilmu dan dimensi pokok kebahasaan yang dikomunikasikan melalui bahasa. Kecenderungan yang akan datang menunjukkan perubahan paradigma teori bahasa, yaitu konstruk kemahiran bahasa yang diharapkan dapat berubah menjadi lebih utuh, tidak terbagi-bagi seperti sekarang yang dikembangkan dalam tes UKBI (Maryanto, 2010:79).

UKBI merupakan tes yang dirancang untuk mengukur kemampuan berbahasa peserta uji tanpa melihat dari mana dan kapan kemampuan berbahasa peserta itu diperoleh. Isi dan penyusunan tes tidak dikaitkan dengan silabus atau program pengajaran bahasa tertentu

(3)

(Widyastuti, 2006:61). Berdasarkan tujuan perancangan UKBI yang dipaparkan oleh Widyastuti tersebut dapat diketahui bahwa UKBI dikembangkan untuk dimensi kemahiran umum, bukan kemahiran bidang ilmu (tujuan akademik) sehingga UKBI kurang tepat apabila diterapkan untuk menguji kompetensi berbahasa Indonesia mahasiswa asing yang belajar di Indonesia.

Berdasarkan hasil riset diketahui juga bahwa UKBI masih mengandung beberapa kekurangan yang mengarahkan pada simpulan bahwa UKBI masih tergolong instrumen tes yang arti isial dan masuk kategori tes diskret. Kesimpulan tersebut ditunjukkan dengan beberapa alasan, di antaranya: (a) instrumen tes yang berbentuk pilihan ganda untuk tes kompetensi mendengarkan, respon kaidah, dan membaca; (b) tes respons kaidah yang diujikan secara terpisah dari keterampilan berbahasa yang lain.

Mencoba menutupi kekurangan-kekurangan yang ada dalam UKBI, Rahmawati (2012: 43-50) memberikan solusi terhadap permasalahan tes kompetensi berbahasa Indonesia yang masih cenderung diskret dengan mengadaptasi model International english Language Testing System (IELTS). Namun, kembali lagi pada pendapat Maryanto di atas, pengembangan instrumen tes perlu mempertimbangkan kerangka teoretis tentang bagaimana komponen-komponen itu secara khusus berinteraksi menentukan kemahiran berbahasa. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam kerangka-kerangka teoretis pengembangan instrumen tes pengukur kompetensi berbahasa, seperti American Council on the Teaching of Foreign Language (ACTFL) atau Common European Framework of Reference for Language (CEFR) sehingga benar-benar mampu memetakan kompetensi yang hendak diukur berdasarkan pada kerangka dasar teori yang jelas, realistis, dan sesuai dengan kebutuhan pengguna.

1. American Council on the Teaching of Foreign Language (ACTFL)

ACTFL dalam ranah pendidikan tinggi untuk kebutuhan akademik dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tes, yaitu tes masuk, tes penempatan, persyaratan kelulusan, program evaluasi, dan kebutuhan lain berdasarkan situasi spesi ik dalam ranah pendidikan tinggi.

ACTFL menggambarkan empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) ke dalam lima tingkat utama kemahiran, yaitu istimewa, unggul, mahir, madya, dan pemula. Tingkatan ACTFL menggambarkan kontinum kemahiran dari tingkat pengguna bahasa sangat terdidik yang sangat fasih sampai tingkat kemampuan fungsional yang sedikit atau bahkan tidak bisa sama sekali (ACTFL, 2012:3). Tingkatan kemahiran berbahasa tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

(4)

98

2. Common European Framework of Reference for Language (CEFR)

CEFR disusun oleh Council of Europe sebagai bagian utama dalam proyek “Pembelajaran Bahasa untuk Kewarganegaraan Eropa”, antara tahun 1989-1996. Salah satu keunggulan CEFR adalah dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat kemahiran pebelajar bahasa asing. Dalam CEFR, siswa asing dapat dikategorikan menjadi enam tingkatan. A (penutur tingkat dasar) A-1 : prapemula; A-2: pemula B (penutur tingkat mandiri) B-1: pramadya; B-2: madya C (penutur tingkat mahir) C-1: pralanjut; C-2: lanjut Penutup

Pengembangan tes BIMA merupakan tindakan efektif untuk meyakinkan mahasiswa asing tentang urgensi bahasa dalam bidang pendidikan yang relevan dengan bidang ilmu yang dipelajari. Instrumen tes yang masih bersifat diskret dan arti isial menunjukkan bahwa tes kompetensi berbahasa Indonesia secara umum belum mengacu pada konsep teori yang kuat. Oleh karena itu, pengembangan tes BIMA dapat dilakukan dengan mengacu atau mengadaptasi kerangka kuali ikasi yang sudah lazim digunakan di dunia seperti American Council on the Teaching of Foreign Language (ACTFL) atau Common European Framework of Reference for Language (CEFL).

Daftar Pustaka

Common European Framework of Reference for Language (CEFL): Learning, Teaching, Assesment (www.coe.int-lang/CEFR)

Lestyarini, Beniati. 2014. “Pengajaran BIPA sebagai Soft Power Diplomasi Budaya (Berbagi Pengalaman dari Polandia)”. Prosiding Seminar Internasional PIBSI XXXVI 11-12Oktober 2014 halaman 251-259.

Maryanto. 2010. “Tes Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebagai Arena Riset Linguistik”. Widyaparwa Volume 38, Nomor 1, Juni 2010, halaman 69-79.

Muliastuti, Liliana. 2014. “Materi Ajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Berbasis Common European Framework of Reference for Language (CEFR) dan Pendekatan Integratif”. Prosiding Seminar Internasional PIBSI XXXVI 11-12Oktober 2014 halaman 583-597.

(5)

Pedoman Kemahiran ACTFL 2012 (www.act l.org)

Rahmawati, Laili Etika. “Adaptasi Bentuk Tes International English Language Testing System (IELTS) sebagai Instrumen Pengukur Kompetensi Komunikatif Berbahasa Indonesia”. Jurnal LOA Volume 8, Nomor 1, Juni 2012, halaman 43-50.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Widyastuti, Udiati. 2006. “Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia sebagai Sarana Evaluasi dalam Perencanaan Bahasa di Indonesia”. Linguistik Indonesia Volume 24, Nomor 1, Februari 2006 halaman 59-69.

Referensi

Dokumen terkait

 Menjalin hubungan yang baik bagi setiap mahasiswa ukrida dari

Despite the simple form of adsorption equilibrium isotherms, which is common in several systems of heavy metals adsorption [22, 23] spe- ci fi c information about the

Operating income 1,169 Notes payable 600 644 Interest expense 150 Long­term debt 2,020 2,070 Income tax rate 30% Total liabilities 3,210 3,378 Dividends 357 Total equity 2,992

Dari segi proses dan hasil, karakter peserta didik dapat dilihat pembentukan kompetensi keberhasilan dalam menerapkan kurikulum 2013.. Peserta didik terlibat aktif, baik secara fisik

Data - data untuk mencari effiensi dari heat exchanger sudah diapat, maka dapat diketahui nilai effisiensi dengan cara nilai perpindahan laju panas aktual dibagi

Indikator mutu klinis Periode Mei-Desember 2016 Kepatuhan memberikan tandatangan dan nama dokter pada penulisan resep psikotropika di Rekam Medis pada penderita ganguan jiwa

• Persetujuan transaksi akuisisi 100% saham PT Retower Asia oleh Perseroan melalui mekanisme pembelian dan pelaksanaan opsi saham dan transaksi pembelian piutang atas PT Retower

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis berapa besar pengaruh variabel harga cabai merah, jumlah penduduk dan pendapatan terhadap permintaan cabai merah di