• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan merupakan salah satu unit Kerja Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman pangan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian.

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, memiliki Visi “Terwujudnya Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Produk Olahan Komoditas Tanaman Pangan di Pasar Dalam Negeri dan Luar Negeri”. Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengemban Misi sebagai berikut :

1. Mendorong tumbuh kembangnya agribisnis tanaman pangan yang berdaya saing dan berkelanjutan melalui penguatan kelembagaan usaha, penerapan teknologi tepat guna, kemitraan, dan peningkatan investasi tanaman pangan

2. Mendorong penerapan sistem jaminan mutu dan pengawasan keamanan pangan dalam mendukung usaha agribisnis tanaman pangan terpadu

3. Mengembangkan pemasaran produk tanaman pangan dalam negeri dan luar negeri melalui penguatan sistem, infrastruktur pemasaran dan promosi

4. Mengembangkan kapasitas institusi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan yang profesional dan berintegritas tinggi.

Tugas Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan. Dalam melaksanakan Tugas Direktorat Pengolahan dan Pemasaran

I

(2)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 2

Hasil Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi : 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 2) pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 3) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 4) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 6) Koordinasi perumusan dan harmonisasi standar, serta penerapan standar mutu di bidang tanaman pangan ; 7) Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan.

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan terdiri dari : 1) Subdirektorat pascapanen ; 2) Subdirektorat Pengolahan ; 3) Subdirektorat

Standardisasi dan Mutu ; 4) Subdirektorat Pemasaran dan Investasi ; 4) Subbagian Tata Usaha ; dan 5) Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur

Organisasi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan disajikan pada bagan 1.

Sasaran yang ingin dicapai dalam periode 2016 - 2019 adalah : 1) Penurunan susut hasil (losses) produksi tanaman pangan, 2) Peningkatan nilai tambah produk olahan tanaman pangan, 3) Peningkatan mutu hasil produksi tanaman pangan, dan 4) Peningkatan penguasaan pasar domestik dan luar negeri. Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, maka Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan melalui APBN tahun 2016 memberikan dukungan sebagai berikut :

1. Fasilitasi Sarana Pascapanen berupa Combine Harvester Kecil ;

Combine Harvester Sedang ; Combine Harvester Besar ; Vertical Dryer

(3)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 3 Thresher ; Fasilitasi RMU + Bangunan ; Polisher ; Corn Combine Harvester ; Corn Sheller ; Vertical Dryer Jagung Kapasitas 3,5-6

ton/proses ; Power Thresher Multiguna ; Sarana Pengangkut Hasil Pertanian Roda 3.

2. Fasilitasi sarana pengolahan berupa Unit Pengolahan Hasil (UPH) Jagung dan Kedelai

3. Fasilitasi Sertifikasi Pertanian Organik

4. Penyediaan Informasi Harga Tanaman Pangan

Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dalam bentuk anggaran Pusat, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Sistem Pengganggaran kegiatan di daerah pada tahun 2016 dialokasikan pada Satuan Kerja (Satker) Provinsi, sehingga terdapat DIPA Dekonsentrasi (Dekon) dan Tugas Pembantuan (TP) Provinsi.

Untuk melaksanakan kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2016, berdasarkan Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Nomor : SP.DIPA-018.03.3.339055/2016 tanggal 07 Desember 2015, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mendapatkan alokasi anggaran APBN sebesar Rp.888.172.816.000,- meliputi kegiatan Pusat Rp. 25.242.816.000,- Dekonsentrasi Rp. 34.204.000.000,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp.828.726.000.000,- (terdiri dari anggaran dukungan sarana pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan 8.014 unit dengan anggaran sebesar Rp. 818.686.000.000,- dan anggaran pembinaan, bimtek, monev sebesar Rp. 69.486.816.000,- di 32 provinsi dan 398 Kabupaten).

Berdasarkan revisi-1 Pasca Raker dengan DPR pada tanggal 25 Januari 2016 terdapat penambahan anggaran untuk kegiatan pengadaan sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, sehingga total anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan

menjadi Rp.1.882.227.286.000,- atau naik 111,92 % dari semula Rp. 888.172.816.000, yang terdiri dari anggaran Pusat sebesar

(4)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 4

Rp.134.913.500.000,- atau naik 434,46% dari semula Rp.25.242.816.000,-

Dekonsentrasi sebesar Rp.34.996.540.000,- naik 2,32 % dari semula Rp. 34.204.000.000,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp. 1.712.317.246.000,- naik 106.62 % dari semula Rp. 828.726.000.000,-

Berdasarkan revisi ke-2 tanggal 29 Maret 2016, terdapat penambahan anggaran untuk kegiatan Pengadaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, sehingga total anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan menjadi Rp.2.126.546.759.000,- naik 12,98 % dari semula Rp.1.882.227.286.000,- yang terdiri dari anggaran ; Pusat sebesar Rp.89.765.032.000,- turun 33,46% dari semula Rp.134.913.500.000,- ; Dekonsentrasi sebesar Rp.35.192.540.000,- naik 0,56% dari semula Rp.34.996.540.000,- dan Tugas Pembantuan Provinsi

sebesar Rp.2.001.589.187.000,- naik 16,89 % dari semula Rp. 1.712.317.246.000,-

Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tanggal 12 Mei 2016

mengenai Langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja K/L dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2016, maka pada tanggal 26 Mei 2016 dilaksanakan pertemuan kebijakan

penghematan anggaran pada RAPBN-P lingkup kementerian pertanian TA 2016, sehingga anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Tanaman Pangan mengalami perubahan menjadi Rp.1.936.046.759.000,- turun 8,96% dari semula Rp.2.126.546.759.000, yang terdiri dari anggaran ; Pusat sebesar Rp.105.557.532.000,- naik 17,59% dari semula Rp.89.765.032.000,- ; Dekonsentrasi sebesar Rp 34.902.265.000.,- turun 0,82% dari semula Rp. 35.192.540.000,- dan Tugas Pembantuan Provinsi

sebesar Rp.1.795.586.962.000,- turun 10,29 % dari semula Rp. 2.001.589.187.000,-

Untuk mengatasi permasalahan pagu minus, pada bulan Desember tahun 2016 terjadi pergeseran alokasi anggaran di masing-masing satker, sehingga anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengalami perubahan menjadi Rp.1.936.150.288.000,- naik 0,005% dari semula Rp.1.936.046.759.000, yang terdiri dari anggaran ; Pusat sebesar

(5)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 5

Rp.105.557.532.000,- (tidak terjadi perubahan) Dekonsentrasi sebesar Rp 34.953.620.000.,- naik 0,147% dari semula Rp.34.902.265.000,- dan

Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp.1.795.639.136.000,- naik 0,003 % dari semula Rp. 1.795.586.962.000,-

Sebagai laporan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan kegiatan selama kurun waktu 1 (satu) tahun, maka perlu disusun laporan kegiatan dan dirangkum sebagai laporan tahunan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016.

B. Tujuan

Tujuan penyusunan laporan tahunan adalah memaparkan hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan kegiatan di tahun 2016, dan sebagai evaluasi serta acuan dalam melakukan kegiatan di tahun berikutnya.

(6)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 6

PELAKSANAAN KEGIATAN PERENCANAAN

A. Kebijakan Program dan Anggaran Direktorat Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Tanaman Pangan.

Pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan secara langsung memiliki peranan dalam menekan susut hasil (losses), mempertahankan mutu hasil dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani.

Pemerintah Indonesia pada program pembangunan pertanian telah menetapkan komoditas prioritas utama untuk subsektor tanaman pangan yaitu padi, jagung dan kedelai, namun komoditas lain secara sinergi terus untuk dikembangkan dalam substitusi pengganti beras menuju kedaulatan pangan. Penanganan pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan sebagian besar masih ditangani secara tradisional dan relatif tertinggal yang ditandai oleh penggunaan peralatan sarana pascapanen dan pengolahan yang sederhana dan kurang optimal. Permasalahan yang mendasar dalam hal penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman pangan antara lain susut kuantitas dan kualitas, keamanan pangan, terbatasnya sumberdaya manusia pertanian dan keterbatasan dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen dan pengolahan, serta modal yang terbatas.

Keadaan ini semakin sulit dengan munculnya tantangan yang harus dihadapi Indonesia, khususnya dalam menghadapi diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir tahun 2015 yaitu persaingan daya saing produk pertanian meliputi : (1) Tuntutan standarisasi produk & proses, (2) Tuntutan kandungan pangan yang tidak berbahaya, rendah residu bahan kimia, (3) Tuntutan integrasi pengelolaan rantai pasok (supply chain management), dan (5) Peningkatan kualitas mutu & keamanan pangan.

(7)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 7

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan di atas, maka perlu dianalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam hal penanganan pascapanen tanaman pangan sehingga perlu dilaksanakan program dan kegiatan yang berkesinambungan dan terintegrasi antar Kementerian/ Lembaga/Instansi di tingkat Pusat, serta antara Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam hal penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman pangan.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, perlu diterapkan suatu strategi dalam hal penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman pangan yang diterapkan atau diimplementasikan melalui program dan kegiatan. Implementasi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk

Rancangan Program RKA-K/L Tahun 2016 dan mempersiapkan

perencanaan anggaran untuk Rencana Kerja (Renja) Lima Tahun yaitu 2015-2019.

Output Rancangan Kebijakan terkait dengan RKA-K/L Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016 disusun

dalam dokumen RKA-K/L TA 2016 meliputi 4 (empat) rancangan, yaitu : 1) Rencana Kerja Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan

Tahun 2017, 2) Rancangan Kegiatan dan Anggaran (RKA-K/L) Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Tahun 2017, 3) Rencana Strategis Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Tahun 2016 - 2019, dan 4) Penyusunan Satuan Harga Sarana Pascapanen dan Pengolahan Tahun 2017.

1. Anggaran dan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Tahun 2016.

Pagu alokasi anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2016 berdasarkan hasil penelaahan RKAK/L Ditjen Tanaman Pangan dengan Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan pada tanggal 7 Desember 2015 sebagai berikut:

a) Pagu anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2016 sebesar Rp. 888.172.816.000,-

(8)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 8

dengan rincian kegiatan Satker Pusat sebesar Rp. 25.242.816.000,- Dekonsentrasi Rp. 34.204.000.000,- dan

Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp.828.726.000.000,- meliputi kegiatan dukungan sarana pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan sebesar Rp. 818.686.000.000,- anggaran pembinaan, bimtek, monev, sebesar Rp. 69.486.816.000,-.

b) Dukungan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan senilai Rp.818.686.000,000- antara lain :

1) Sarana pascapanen padi meliputi Combine Harvester Kecil,

Combine Harvester Sedang, Combine Harvester Besar, Vertical Dryer padi + bangunan kapasitas 30 ton/proses, Vertical Dryer padi+ bangunan kapasitas 3,5-6 ton/proses, Power Thresher, RMU, Polisher.

2) Sarana pascapanen jagung yang terdiri dari Corn sheller,

Corn Combine Harvester, Vertical Dryer jagung+ bangunan

kapasitas 3,5-6 ton/proses (tunda bayar 2015 Provinsi NTT)

3) Sarana Pascapanen Kedelai Power Thresher Multiguna

4) Sarana angkut roda 3.

5) Sarana pengolahan hasil yang terdiri dari unit pengolahan jagung dan unit pengolahan kedelai.

Dalam pelaksanaan kegiatan di tahun 2016, seringkali terjadi perubahan/pergeseran anggaran. Kronologis Perubahan anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan selama periode Tahun 2016, selengkapnya disajikan pada tabel berikut :

(9)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 9

Tabel 1 : Kronologis Perubahan Pagu Anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016

ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME 1. PUSAT 25,242,816,000 134,913,500,000 564 89,765,032,000 564 105,557,532,000 646 105,557,532,000 646 2. DEKONSENTRASI 34,204,000,000 34,996,540,000 35,192,540,000 34,902,265,000 34,953,620,000 3. TUGAS PEMBANTUAN 828,726,000,000 8,014 1,712,317,246,000 22,088 2,001,589,187,000 26,129 1,795,586,962,000 26,356 1,795,639,136,000 26,344 TOTAL 888,172,816,000 8,014 1,882,227,286,000 22,652 2,126,546,759,000 26,693 1,936,046,759,000 27,002 1,936,150,288,000 26,990 12 Mei 2016 26 Agustus 2016 URAIAN

PAGU AWAL REVISI 1 REVISI 2 SP.DIPA-018.03.3.339055/2016 PASCA RAKER DITJEN TP DGN DPR PASCA RAKER DITJEN TP DGN DPR

07 Desember 2015 25 Januari 2016 29 Maret 2016

APBNP I APBNP II Inpres Nomor 4 Tahun 2016 Inpres Nomor 8 Tahun 2016

2. Rancangan Anggaran dan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan TA. 2017

a) Pagu alokasi anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2017 adalah Rp.1.557.432.556,- meliputi kegiatan pusat Rp. 677.022.113,- dan kegiatan provinsi Rp.880.410.443,- (meliputi bantuan sarana pascapanen, sertifikasi organik, uji mutu, dan kegiatan pemasaran, pengolahan tanaman pangan)

b) Kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan di

satker PUSAT dengan anggaran Rp.1.557.432.556,-,

selengkapnya disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2 : Kegiatan Subdit Pascapanen Tahun 2017

Kode Kegiatan Jumlah Anggaran

(Rp)

Fasilitas Sarana Pascapanen Tanaman Pangan [Base Line]

103 Melaksanakan Penyaluran Fasilitas Sarana Pascapanen Tanaman

Pangan 670,897,640,000

A Pengadaan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Pusat 643,833,640,000

B TUNDA BAYAR TA. 2016 27,064,000,000

Dokumen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan [Base Line]

5885.855.001 Pengamanan Susut Hasil Produksi Tanaman Pangan 1,188,720,000 101 Menyusun Kebijakan Program dan Anggaran Sarana Pascapanen

Tanaman Pangan 196,900,000

A Petunjuk Teknis Fasilitasi Sarana Pascapanen Tanaman Pangan 196,900,000 103 Melaksanakan Koordinasi Kegiatan Pascapanen Tanaman Pangan 222,220,000

A Dukungan Penerapan Sarana Pascapanen TP 222,220,000

104 Melaksanakan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Sarana

Pascapanen Tanaman Pangan 769,600,000

A Optimalisasi Bantuan Sarana Pascapanen TP Tahun 2012-2017 315,100,000 B SPI Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan 454,500,000

5885.851 1.910 unit 670,897,640,000

(10)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 10

Tabel 3 : Kegiatan Subdit Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2017

Kode Kegiatan Anggaran

(Rp)

5885.855.002 Peningkatan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan 1,565,920,000

102 Melaksanakan Sosialisasi dan Bimbingan Sarana Pengolahan

Tanaman Pangan 360,720,000

A Pembinaan dan Pengawalan Pengolahan Tanaman Pangan 360,720,000

104 Melaksanakan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Sarana

Pengolahan Tanaman Pangan 1,205,200,000

A Pembinaan Pilot Project SIPP Ubikayu Kab. Cianjur 54,760,000

B Pengawalan UPSUS PJK 1,150,440,000

Tabel 4 : Kegiatan Subdit Standardisasi dan Mutu Tahun 2017

Kode Kegiatan Anggaran

(Rp)

5885.855.103 Pengembangan Standardisasi dan Mutu Tanaman Pangan 1,280,725,000 101 Menyusun Kebijakan Program dan Anggaran Standardisasi dan Mutu Hasil

Tanaman Pangan 603,980,000

A Perumusan dan Fasilitasi Kesekretariatan SNI Tanaman Pangan 172,000,000 B Focus Group Discussion (FGD) ( Perencanaan, Regulasi dll) 134,700,000 C Perencanaan Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil TP 253,580,000 D Rapat Koordinasi Direktorat PPHTP TA. 2017 43,700,000 103 Melaksanakan Koordinasi Kegiatan Standardisasi dan Mutu Hasil

Tanaman Pangan 676,745,000

A Pengembangan Peningkatan Kompetensi SDM 370,000,000 B Pengawalan dan Monev Penerapan Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 234,440,000

C Uji Mutu Beras Organik 72,305,000

Tabel 5 : Kegiatan Subdit Pemasaran dan Investasi Tahun 2017

Kode Kegiatan Anggaran (Rp)

5885.855.104 Pengembangan Pemasaran dan Investasi Tanaman Pangan 1,189,208,000 101 Menyusun Kebijakan Program dan Anggaran Pemasaran dan

Investasi Hasil Tanaman Pangan 274,200,000

A Kebijakan Pemasaran dan Investasi Tanaman Pangan 274,200,000 102 Melaksanakan Sosialisasi dan Bimbingan Pemasaran dan Investasi

Hasil Tanaman Pangan 440,428,000

A Fasilitasi Pasar Lelang Hasil Pertanian PENAS 2017 168,228,000 B Pengembangan Informasi Pasar dan Pemantauan Stok 272,200,000 103 Melaksanakan Koordinasi Pemasaran dan Investasi Hasil TP 296,980,000 A Pengawalan Pengembangan Ekspor dan Peluang Investasi 296,980,000 104 Melaksanakan Monitoring, Evaluasi Serta Pelaporan Pemasaran

dan Investasi Hasil Tanaman Pangan 177,600,000

A Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pemasaran dan Investasi TP 72,300,000 B Pelaporan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil TP 105,300,000

(11)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 11

Tabel 6 : Kegiatan Ketatausahaan dan Kepegawaian Tahun 2017

Kode Kegiatan Anggaran

(Rp)

5885.855.105 Administrasi dan Ketatausahaan Dit PPHTP 899,900,000

101 Melaksanakan Ketatausahaan dan Kepegawaian Dit PPHTP 340,300,000

A Ketatausahaan dan Kepegawaian 191,700,000

B Keuangan dan Perlengkapan 148,600,000

102 Melaksanakan Keuangan dan Perlengkapan Dit PPHTP 559,600,000

A Pengadaaan Peralatan dan Fasilitasi Perkantoran 227,000,000

B Pengadaan Alat Pengolah Data 225,000,000

C Pemeliharaan Peralatan Inventaris Kantor 20,000,000

D Keperluan Sehari - hari Perkantoran 87,600,000

Alokasi Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2017 di 33 provinsi, selengkapnya disajikan pada tabel Lampiran 1- 3

B. Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan

Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan yang telah dilaksanakan sebagai berikut :

1. Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan di Provinsi Bali

Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal 15-18 Maret 2016 di Provinsi Bali, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Rapat dihadiri oleh 130 peserta yang terdiri dari Kepala Bidang, Kepala Seksi dan staf yang menangani kegiatan produksi, pascapanen, pengolahan, standardisasi dan mutu serta pemasaran hasil tanaman pangan pada Dinas Pertanian Provinsi di 32 Provinsi, serta staf lingkup Direktorat PPHTP dan

stakeholders.

b. Berdasarkan arahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan diskusi yang berkembang, langkah – langkah yang perlu

(12)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 12

mendapat perhatian dan tindaklanjut adalah Proses pengadaan barang/sarana pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan dilaksanakan melalui system e-purchasing dan pelelangan umum. Mekanisme pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan saranatertuang dalam Petunjuk Teknis Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Tanaman Pangan tahun 2016 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

c. Perkembangan Pelaksanaan Pengadaan Bantuan Sarana

Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016 pada 32 provinsi sampai dengan 17 Maret 2016 yaitu klik/pemesanan barang ke penyedia 5,41% (1.195 unit), dan kontrak 4,46% (710 unit) dengan nilai Rp 75,28 Milyar (3,21% dari Pagu Rp 1,689 Triliun)

d. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pelaksanaan kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan:

1) Merujuk Permentan Nomor 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, maka anggaran kegiatan PPHTP berada di satker produksi tanaman pangan. Pengaturan kewenangan distribusi pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada masing-masing Kepala Dinas Pertanian Provinsi.

2) Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian realisasi, diperlukan langkah-langkah optimalisasi pengadaan sebelum kontrak dan/atau pembayaran dilakukan.

3) Koordinasi intensif dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) agar segera memproses penayangan e-katalog untuk produk sarana pascapanen yang belum ditayangkan dalam e-katalog.

4) Untuk mengakomodir biaya pengiriman sarana sampai ke penerima bantuan (poktan/gapoktan), daerah perlu mengusulkan ke LKPP sesuai standar biaya di wilayah

(13)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 13

masing-masing. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan titik bagi penyaluran sehingga tidak memberatkan kelompok tani penerima.

5) Fasilitasi bantuan sarana pascapanen dan pengolahan tahun 2016 merupakan bantuan pemerintah dengan akun 526 (belanja barang yang diserahkan pada masyarakat/Pemda) berupa hibah. Batas waktu proses serah terima hibah paling lambat 6 (enam) bulan setelah barang diserahkan kepada masyarakat/ Pemda.

6) Untuk mengalokasikan bantuan vertical dryer dan RMU tahun 2017, agar dilakukan review terhadap kebutuhan dan ketersediaan dryer dan RMU di masing-masing daerah.

7) Database sarana pascapanen dan pengolahan yang disusun Dinas Pertanian Provinsi agar dilaksanakan secara optimal dan memperhatikan akurasi data. Data tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengalokasian bantuan sarana pascapanen dan pengolahan.

e. Langkah-langkah Percepatan Kegiatan Pengadaan Bantuan Sarana Pascapanen dan Pengolahan yang perlu segera dilakukan Dinas Pertanian Provinsi sebagai berikut :

1) Segera melaksanakan pengadaan dengan prioritas jenis sarana pascapanen/pengolahan yang sudah ada.

2) Menjabarkan petunjuk teknis pusat ke dalam petunjuk pelaksanaan secara rinci, antara lain spesifikasi teknis sarana yang diadakan, ketentuan pelaksanaan bimbingan teknis dan penyusunan database. Dalam penentuan CPCL agar disinergikan dengan kegiatan peningkatan produksi terutama ekstensifikasi dan peningkatan IP padi, jagung dan kedelai sepanjang belum pernah menerima bantuan sejenis.

(14)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 14

3) Menetapkan dan mengesahkan SK CPCL, dan melakukan kontrak pengadaan melalui sistem e-catalog, kecuali barang yang belum tertera di e-catalog dilakukan pelelangan umum sesuai aturan yang berlaku.

4) Untuk kelancaran pembayaran di KPPN segera

mendaftarkan nomor registrasi kontrak ke KPPN paling lama 5 (lima) hari setelah kontrak ditandatangani sehingga tercatat di Omspan.

5) Melakukan pengendalian internal dengan menyusun identifikasi risiko pelaksanaan kegiatan sehingga setiap tahapan pelaksanaan kegiatan dapat terkendali.

6) Melaporkan secara rutin perkembangan pengadaan barang paling lambat setiap hari Rabu untuk dilaporkan ke Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian setiap hari Kamis.

2. Pertemuan Koordinasi Petugas Pelayanan Informasi Pasar di Provinsi Yogyakarta.

Pertemuan Koordinasi Pelayanan Informasi Pasar Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal 21– 24 Maret 2016 di Yogyakarta, dihadiri peserta dari 33 Provinsi dan 250 Kabupaten yang terdiri dari Pembina Petugas PIP dan Petugas PIP Provinsi serta Petugas PIP Kabupaten. Narasumber dari Pusdatin Kementerian Pertanian, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Perum Bulog Divre Yogyakarta dan Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Memperhatikan arahan Bapak Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kepala Dinas Pertanian DI Yogyakarta, dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan serta materi dari narasumber dan hasil diskusi diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Penataan Petugas PIP

1) Melakukan penataan petugas PIP dengan menitikberatkan pada a) Penetapan petugas PIP Subsektor Tanaman

(15)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 15

Pangan dan melaporkan kepada Ditjen Tanaman Pangan, b) Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Hortikultura untuk menghindari alokasi anggaran ganda untuk petugas yang sama yang berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari, c) evaluasi alokasi anggaran dan SOP pelaksanaan pengumpulan data dan informasi pasar, serta d) penguatan sumber daya manusia Petugas PIP yang lebih profesional sesuai ketentuan yang berlaku.

2) Petugas PIP yang belum aktif segera melakukan entri data agar informasi harga harian semua kabupaten penerima dana dekonsentrasi dapat disajikan secara lengkap sebagaimana mestinya.

3) Meningkatkan koordinasi di tingkat pimpinan agar upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan informasi pasar mendapat dukungan penuh dari pimpinan lingkup Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten.

4) Diharapkan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten dapat memanfaatkan dana APBD untuk mendukung peningkatan pelayanan informasi pasar.

5) Melakukan reposisi tugas dan fungsi Petugas Pelayanan Informasi Pasar dengan mencermati kebutuhan riil saat ini dan dimasa mendatang serta mengacu kepada peraturan yang berlaku. Untuk itu perlu dilakukan :

a) Penetapan petugas PIP melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian yang menangani subsektor Tanaman Pangan dengan uraian tugas yang jelas dan khusus untuk tanaman pangan.

b) Optimalisasi fungsional APHP dalam melakukan analisis mengacu kepada Peraturan Bersama Menteri

(16)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 16

Pertanian dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 59/PERMENTAN/OT.140/09/2012 dan Nomor 10 Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional Analis Pasar Hasil Pertanian.

c) Melakukan koordinasi antara Dinas, BKD dan BKN terkait Keputusan Pengangkatan Pejabat Fungsional APHP melalui ABK (Analisis Beban Kerja).

d) Menginformasikan bahwa Pembina Pejabat Fungsional APHP berada di Badan Ketahanan Pangan (BKP), yang sebelumnya pembinaan dilakukan oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP), dengan penjelasan sebagai berikut:

(1) Tim Penilai berada di Bidang Harga Pangan, Pusat Distribusi, BKP

(2) Sekretariat APHP berada di Sekertariat Badan Ketahanan Pangan.

(3) Pembinaan terkait tupoksi pemasaran tanaman pangan berada pada Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Ditjen Tanaman Pangan.

b. Pengembangan Sistem Informasi Pasar dan Aplikasi Stok

1) Kegiatan koordinasi di provinsi masing-masing perlu menekankan substansi petunjuk teknis yang ada dengan memperhatikan beberapa perubahan yang telah disepakati antara lain klasifikasi jenis beras, penguatan pemilihan lokasi, dan kontinuinitas laporan yang konsisten.

2) Perlu dilaksanakan pengembangan Sistim Informasi Harga

(17)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 17

sistim:https://aplikasi.pertanian.go.id/smshargakab/ untuk

harga tingkat produsen, dan https://aplikasi.

pertanian.go.id/smshargaprov/ untuk harga tingkat

konsumen. Selain itu, Sistim Aplikasi Informasi Harga dan Pasar Tanaman Pangan tersebut masih menyatu dengan Sistim Aplikasi Informasi Harga dan Pasar komoditas lain.

3) Untuk memudahkan pengolahan data harga dan pasar tanaman pangan di masa mendatang perlu dilakukan dalam satu Sistim Aplikasi Informasi. Penyatuan sistem informasi tersebut menambahkan fasilitas seperti rekapitulasi, sorting data, dan analisis kebutuhan dasar yang sudah baku. Dalam hal ini, kabupaten atau provinsi yang datanya kosong atau tidak mengirim maka tidak perlu ditampilkan. Selain itu, pengembangan fasilitasi sistim aplikasi ini akan memberikan kemudahan bagi pimpinan dalam mengakses hasil olahan secara cepat atas data yang dikirimkan daerah.

4) Untuk tahun anggaran 2016 akan dikembangkan Sistim Aplikasi Stok. Sistim aplikasi ini perlu dikembangkan dengan alasan informasi stok beras sangat penting. Data ini akan memberikan gambaran antara lain:

a) Situasi Ketahanan Pangan, Baik Di Tingkat Rumah Tangga Maupun Wilayah (Kabupaten, Propinsi, Nasional).

b) Kebijakan Sektor Pertanian Menyangkut Ketersediaan Pangan Di Suatu Wilayah Yang Perlu Ditetapkan.

c) Rekomendasi Bagi Para Pengambil Kebijakan Yaitu Perlu Atau Tidaknya Impor Dilakukan, Perlu Atau tidaknya mendatangkan beras dari wilayah lain, dan cukup atau tidaknya cadangan beras.

5) Penekanan pada informasi stok beras pemerintah menjadi prioritas untuk dipantau karena relatif lebih mudah diperoleh.

(18)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 18

Namun hal ini memerlukan kerjasama semua pihak baik Pusat dan Daerah agar terjalin hubungan yang konsisten dengan Bulog. Selain itu, Dinas Provinsi harus bekerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan di Daerah untuk melakukan pemantauan informasi stok gabah/beras di masyarakat (terutama Toko Tani Indonesia), sehingga kesulitan data stok di masyarakat dapat diminimalisasi.

Sebagai dasar pengembangan sistem aplikasi stok perlu dilakukan proses survei untuk mengetahui keakurasian metodologi, sampel, dan pola yang tepat. Pengembangan Sistim Aplikasi Pemantauan Stok akan diintegrasikan dengan PIP. Secara bersamaan pengembangan aplikasi ini, penguatan kapasitas petugas PIP harus dilakukan dengan menitikberatkan pada kemampuan intelijen pasar, teknik penggunaan informasi, dan pengembangan karakter (character building)

3. Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan di Provinsi Jawa Barat.

Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan pada tanggal 25 – 27 Mei 2016 di Provinsi Jawa Barat, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan, dibuka oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan diwakili oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, dihadiri oleh ± 70 peserta yang terdiri dari wakil dari Gapoktan, pelaku usaha, wakil dari Dinas Pertanian Kabupaten dan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, perwakilan dari Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, BAPPEDA, BULOG, dan pelaku usaha/eksportir yang sekaligus bertindak sebagai Narasumber

(19)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 19

(Gapoktan Sarinah, PT. Sejati Makmur Semesta, CV. Hasil Tani Sejahtera dan PT. Saudi Indonesia Multi Investment).

b. Berdasarkan Arahan dan materi yang disampaikan oleh Narasumber serta diskusi yang berkembang, diperoleh hasil sebagai berikut :

1) Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor merupakan momentum untuk meningkatkan komunikasi, memperluas jaringan, menumbuhkan motivasi untuk kerja keras guna menjadikan produk tanaman pangan, tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor, tetapi juga melakukan akselerasi ekspor dengan tetap berorientasi kepada peningkatan nilai tambah dan daya saing, peningkatan kesejahteraan petani serta memperhatikan kepentingan konsumen.

2) Untuk meningkatkan pemanfaatan peluang pasar baik dalam maupun luar negeri, perlu penanganan yang lebih baik, dimulai dari budidaya sampai pada tahap pemasaran. Untuk itu perlu dukungan sarana dan prasarana dimulai dari benih sampai dengan pemasaran dan investasi. Perlu melakukan analisa kebutuhan sarana dan prasarana yang secara signifikan dapat meningkatkan produksi, daya saing baik dari segi mutu dan harga Koordinasi antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Pelaku Usaha serta Petani perlu lebih ditingkatkan. Bantuan dari Kementerian Pertanian yang telah diterima dimanfaatkan secara optimal.

3) Untuk mengidentifikasi spesifikasi produk yang dapat di ekspor, pelaku usaha perlu menginformasikan kepada petani sehingga terjadi keselarasan antara permintaan pasar dengan produk yang dikembangkan petani.

4) Kelompoktani/gabungan kelompok tani perlu melakukan pembinaan yang intensif kepada anggotanya dalam

(20)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 20

mendorong petani untuk melakukan pengembangan usaha dengan memanfaatkan peluang pasar baik didalam negeri maupun ekspor.

5) Pasca pertemuan diharapkan akan terjalin komunikasi yang efektif antara pelaku usaha dan petani yang dapat mendorong terciptanya terjalinnya kemitraan yang saling menguntungkan.

C. Focus Group Discussion

Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilaksanakan sebagai berikut :

1. Group Discussion Pembahasan Revisi Peraturan Menteri Pertanian

No.51/Permentan/HK.310/4/2014 dan Permentan 52/Permentan/ TP.410/10/2015 Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Tertentu.

Focus Group Discussion Pembahasan Revisi Peraturan Menteri

Pertanian No.51/Permentan/HK.310/4/2014 dan Permentan 52/ Permentan/TP.410/10/2015 tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Tertentu dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2016 di Ruang Rapat Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Revisi Permentan No 51 Tahun 2014.

1) Rapat dihadiri oleh wakil dari Kementerian Perdagangan,

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,

Kementerian Keuangan, Bulog, KTNA dan Unit Kerja Lingkup Kementan (Biro Hukum, BKP, Badan Karantina, Inspektorat Jenderal dan PPVT-PP).

2) Poin-poin penting yang mengalami revisi sbb:

a) Dengan terbitnya Permendag No. 103 Tahun 2015 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras, revisi dilakukan pada :

(21)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 21

(1) Persyaratan menjadi Importir yang semula Importir Terdaftar (IT)-Beras dirubah menjadi perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) sebagaimana tercantum dalam pasal 14, pasal 16.

(2) Masa berlaku surat persetujuan ekspor untuk beras premium dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 % yang semula berlaku 6 (enam) bulan dirubah menjadi berlaku untuk setiap pengapalan (per shipment) sebagaimana tercantum pada pasal 6 ayat (3).

(3) Masa berlaku surat persetujuan impor untuk beras tertentu yang semula 3 (tiga) bulan menjadi 6 (enam) bulan sebagaimana tercantum Pasal 22.

b) Untuk mengatur importir beras termasuk BUMN yang mendapatkan penugasan khusus, pelaku usaha yang diperbolehkan melakukan impor beras tertentu tidak hanya perusahaan swasta dan BUMN yang memiliki Angka Pengenal Impor Umum (APIU) tetapi juga BUMN yang telah mendapatkan penugasan khusus sesuai dengan kesepakatan rapat koordinasi tingkat menteri bidang perekonomian sebagaimana yang tercantum pada pada Pasal 14 ayat (4) dan ayat (5).

c) Dalam rangka integrasi pelayanan perijinan Kementerian Pertanian melalui Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVT-PP), ditambahkan ketentuan Tata cara Penerbitan Rekomendasi Ekspor pada Pasal 9 s/d Pasal 10) dan Tata Cara Memperoleh Rekomendasi Impor Beras pada Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 s/d 23).

(22)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 22

d) Dalam rangka meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan dimaksud, peran Karantina Pertanian perlu dimasukkan pada 27 s/d pasal 33. Dengan demikian Badan Karantina memiliki Dasar hukum untuk melakukan tindakan pengawasan terkait Rekomendasi yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian disamping tugas Badan Karantina yang diatur melalui Undang Undang.

b. Draft Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Jagung

1) Rapat dihadiri oleh wakil dari Kementerian Perdagangan,

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Bulog, Dewan Jagung, KTNA dan Unit Kerja Lingkup Kementan (Biro Hukum, BKP, Badan Karantina, Inspektorat Jenderal dan PPVT-PP)

2) Poin-poin penting yang perlu disempurnakan sebagai berikut

a) Melengkapi draft Permentan yang semula hanya rekomendasi impor jagung menjadi rekomendasi ekspor dan impor jagung.

b) Kriteria importir (BUMN, Perusahaan Swasta pemilik API – Produsen, dan Importir Umum).

c) Penentuan waktu panen raya mengingat panen tidak serentak.

d) Ketentuan GAP, SNI dll.

c. Tindak Lanjut

1) Kejelasan Peran Bulog sebagai importir

Diperlukan sikap Kementan dalam penetapan Bulog sebagai importir tunggal baik untuk beras tertentu maupun jagung. Mengacu pada hasil RDP dengan DPR tanggal 2 Februari

(23)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 23

2016, Komisi IV DPR mendukung Perum Bulog sebagai BUMN yang diberi penugasan oleh Pemerintah dalam memenuhi tambahan kebutuhan pangan strategis melalui mekanisme importasi satu pintu. Sekiranya hasil RDP tersebut ditindaklanjuti pada Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras Tertentu, akan dilakukan revisi untuk kriteria importir, yang semula (sesuai Permendag 103 tahun 2015) perusahaan dan BUMN pemilik API-U menjadi hanya Perum Bulog. Hal yang sama juga akan ditindaklanjuti pada Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Jagung. Penunjukkan Bulog sebagai importir tunggal beras tertentu masih dikuatirkan melanggar ketentuan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sehubungan hal tersebut kami menyiapkan Draft Permentan dalam 2 Versi (Importir Umum dan hanya Bulog).

2) Kejelasan Ruang Lingkup Rekomendasi

Pada Permentan Nomor 51 Tahun 2014, rekomendasi ekspor dan impor hanya meliputi beras tertentu. Mengacu kepada hasil RDP dengan DPR tanggal 2 Februari 2016, Komisi IV DPR meminta pemerintah agar semua importasi produk pertanian harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menindaklanjuti hasil RDP tersebut, kami menyiapkan Draft Permentan tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras yang semula hanya beras tertentu.

3) Rapat Lanjutan

Dalam rangka penyempurnaan Draft Perubahan Permentan 51 Tahun 2014 akan diadakan rapat pada hari Jumat tanggal 5 Februari 2016 internal Kementan, sedangkan untuk pembahasan Permentan Rekomendasi Ekspor dan

(24)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 24

Impor Jagung akan diadakan rapat pada hari Selasa, 9 Februari 2016 Internal Ditjen.TP sesuai dengan ketersediaan waktu dari Direktorat Serealia.

2. Focus Group Discussion (FGD) dalam Rangka Public Hearing

Pembahasan Draft Revisi Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras di Jakarta.

Focus Group Discussion (FGD) dalam Rangka Public Hearing

Pembahasan Draft Revisi Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2016 di Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka public hearing draft

Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras dibuka oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Narasumber dari Biro Hukum, Sekretaris Jenderal, Kementerian Pertanian ; Tenaga Ahli Menteri Bidang Hukum. Dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian

Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional, Perum BULOG, Indonesia Nasional Single Window, Badan Karantina Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, PERPADI, KTNA, Dewan Beras Nasional, dan pelaku usaha (eksportir dan Importir).

b. Tujuan Focus Group Discussion (FGD) draft Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras untuk mendapatkan/meminta masukan publik dari para stakeholder perberasan nasional, pelaku usaha (eksportir dan Importir) serta semua pemangku kepentingan perberasan.

(25)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 25

c. Hasil pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) draft Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras sebagai berikut :

1) Landasan Hukum

Penyusunan Peraturan Menteri Pertanian harus mengacu kepada :

a) Good Regulatory Practices

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan menteri yang baik harus mengacu dan memenuhi 3 persyaratan utama yaitu :

(1) Substansial : Filosofis, Yuridis, Sosilogis, Ekonomis, politis

(2) Formatnya mengatur kepentingan umum/public

(3) Prosedural : Beberapa tahapan yang harus dipenuhi dalam Proses Penyusunan Peraturan menteri Pertanian yakni, Internal/pemrakarsa, Lintas sektor/sub sector, Public Hearing

denganStakeholders (pelaku usaha).

b) Pencantuman Lampiran

Lampiran harus diperjelas apakah masuk dalam kategori Negatif List (komoditas yang diatur dalam Permentan adalah yang tercantum dalam Lampiran Permentan sementara yang diluar Lampiran tersebut tidak dilarang atau bebas) atau positip List (komoditas yang diatur atau yang boleh ekspor ataupun impor adalah komoditas yang tertera pada Permentan sementara yang diluar Lampiran Permentan tersebut tidak boleh ekspor maupun impor)

(26)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 26

c) Perlu memperhatikan Undang-undang Persaingan Usaha. Dalam UU persaingan Usaha tidak boleh mencantumkan/ menunjuk satu perusahaan tertentu.

d) Pencantuman Perum BULOG sebaiknya diganti dengan BUMN bidang pangan, untuk menghindari monopoli impor oleh satu unit usaha hal ini untuk menghindari monopoli impor oleh satu unit usaha

e) Menambahkan Ketentuan Peralihan

Untuk mengisi kekosongan aturan perlu ditambahkan ketentuan peralihan agar kesinambungan aturan yang dibuat dapat berjalan dengan baik

2) Dampak Penutupan Kran Import

a) Pelaku usaha sangat merasakan dampak dari penutupan importasi beras dalam waktu yang tidak ditentukan, hal ini mengakibatkan banyaknya beras-beras illegal yang masuk kedalam wilayah Negara Indonesia.

b) Jumlah beras illegal yang masuk diperkirakan 4.000 ton per Minggu yang masuk melalui pelabuhan Bengkalis, Dumai dan juga Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara

c) Pemberlakukan Importasi yang ada selama ini adalah buka tutup, untuk itu perlu dievaluasi secara bertahap dampak dari penutupan impor tersebut.

3) Penyerapan Ketan Lokal

a) Kebijakan penyerapan ketan lokal yang dilakukan telah mendorong budidaya pertanaman ketan seperti di Subang dari luas areal 4.000 ha pada tahun 2010 menjadi 9.000 ha pada tahun 2016.

(27)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 27

b) Petani mengharapkan ada kepastian harga sehingga mendorong petani untuk menanam ketan.

c) Rekomendasi diberlakukan untuk melindungi petani, perlu diatur kapan impor dibuka dan kapan impor ditutup. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Importasi dapat dilakukan satu bulan sebelum panen, pada panen raya dan dua bulan setelah panen raya.

d) Untuk penyerapan ketan Lokal dalam Negeri perlu lebih dimaksimalkan sehingga mendorong para petani untuk menanam ketan dalam negeri.

e) Penyerapan yang dilakukan selama ini sudah cukup baik, yang perlu diperhatikan adalah transparansi baik dalam harga maupun proses penyerapan yang dilakukan oleh importir.

4) Cakupan Jenis Beras yang diatur

a) Perlu kajian yang mendalam untuk jenis beras yang akan diekspor dan impor, untuk itu perlu peran serta stakeholders atau para pelaku usaha.

b) Pada prinsipnya untuk ekspor bagaimana kita mendorong ekspor sebesar-besarnya yaitu dengan mempermudah regulasi atau ketentuan dalam pesyaratan ekspor.

c) Jenis beras yang diimpor adalah beras-beras yang belum diproduksi dalam negeri, serta yang belum mencukupi produksinya dalam negeri. Beberapa beras yang belum bisa diproduksi dalam negeri seperti beras kukus untuk penderita diabetes dalam aturannya sudah sangat ketat dalam distribusi dan penjualannya yakni Apotik dan Rumah Sakit.

(28)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 28

5) Keselarasan dengan Peraturan Menteri Perdagangan

a) Peraturan Menteri Pertanian merupakan satu kesatuan dengan peraturan Menteri Perdagangan No.103 Tahun 2015 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras untuk itu revisi yang dilakukan harus sinkron atau selaras.

Pokok-pokok Revisi Peraturan Menteri Pertanian meliputi :

(1) Persyaratan Importir dari semula Importir Terdaftar (IT)-Beras menjadi Angka Pengenal Importir Umum (API -U).

(2) Perubahan Tata Cara Penerbitan Ekspor dan Tata Cara Penerbitan Impor, Rekomendasi dan Perijinan yang ada di Kementeraian Pertanian semuanya harus melalui PPVT-PP.

(3) Sistem Layanan Rekomendasi harus terintegrasi dengan Portal INSW (Indonesia National Single

Window).

b) Implementasi Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras tertentu dan Peraturan menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras selama ini selama ini sudah berjalan dengan baik dan merupakan aturan yang paling serasi selama ini.

6) Dengan adanya harmonisasi Peraturan Menteri Pertanian dengan Peraturan Menteri Perdagangan, Kementerian Pertanian hanya memberikan Rekomendasi Ekspor untuk beras premium, beras organik, beras ketan hitam dan Rekomendasi Impor untuk beras ketan putih, beras thai hom mali, beras kukus, beras japonica, beras basmati dan beras

(29)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 29

hibah. Untuk ekspor dan impor beras medium diatur berdasarkan hasil kesepakatan rapat koordinasi tingkat menteri bidang Perekonomian sehingga tidak memerlukan rekomendasi Kementerian Pertanian.

Mencermati public hearing bahwa banyak pihak yang mengharapkan dibukanya impor untuk beras basmati dan beras kukus.

3. Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Penggilingan Padi di

Jakarta.

Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Penggilingan Padi

dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2016 di Hotel Sahati Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Berdasarkan hasil RDP dengan Komisi IV DPR-RI tanggal 15 Februari 2016 meminta kegiatan pengembangan RMU tahun 2016 di moratorium. Hal ini disebabkan hasil pemantauan di lapangan ditemukan bantuan RMU tidak lengkap, belum berjalan dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu sebelum pengembangan/revitalisasi RMU dilaksanakan.

b. Dalam kaitan tersebut maka diperlukan adanya pemetaan sebaran dan kondisi RMU yang ada, sehingga dapat diketahui diwilayah mana yang harus dihentikan dan daerah mana yang masih membutuhkan RMU.

c. Usaha penggilingan padi saat ini memainkan peranan yang penting dalam usaha perberasan. Saat ini jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak 182.199 unit, sebagian besar (90 %) merupakan Penggilingan Padi Kecil (PPK).

d. Kondisi RMU menurut Perpadi sudah over kapasitas dibanding produksi gabah sehingga terjadi perebutan gabah di lapang. Di samping itu rendemen dan kualitas yang dihasilkan masih rendah serta susut hasil masih cukup tinggi.

(30)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 30

e. Permasalahan penggilingan padi tidak bisa diselesaikan secara parsial hanya penggantian one pass dengan two pass. Permasalahan utama adalah pada kemampuan SDM dalam mengoperasionalkan penggilingan. Saat ini kemampuan SDM yang ada masih rendah, untuk itu diperlukan perbaikan manajemen usaha dan kemampuan SDM melalui pembinaan dan bimbingan.

f. Penataan ulang penggilingan padi di Indonesia dengan tidak hanya fokus pada prosessing beras tetapi juga melakukan pengelolaan hasil-hasil sampingan seperti: dedak, bekatul, sekam yang selama ini harganya lebih murah daripada nilainya. Perlu mendapat perhatian hasil sampingan ini kalau dimanfaatkan dapat menghasilkan nilai yang besar tapi permasalahannya karena mayoritas penggilingan padi di Indonesia adalah PPK, sehingga hasil sampingannya sedikit, tidak terkumpul dalam jumlah besar dalam satu lokasi, sehingga menjadi tidak efisien bila dilakukan pengolahan. Dalam pemanfaatan hasil sampingan perlu dilakukan/dibangun model agribisnis terpadu.

g. Hal-hal yang perlu ditinjaklanjuti dalam pengelolaan penggilingan padi antara lain:

1) Saat ini database yang akurat mengenai ketersediaan dan kondisi penggilingan padi belum ada, untuk itu perlu di alokasikan dana dekon untuk pemetaan penggilingan

2) Untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi penggilingan padi, pada tahun 2017 lebih diperlukan Revitalisasi dengan penerima penggilingan adalah kelompok tani/gapoktan bukan perorangan.

3) Tujuan Revitalisasi adalah meningkatkan rendemen, menurunkan susut hasil dan peningkatan mutu, untuk itu revitalisasi penggilingan padi sebaiknya dilakukan terhadap

(31)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 31

konfigurasi mesin, manajemen dan SDM, kelembagaan serta regulasi.

4) Revitalisasi penggilingan dapat berupa mengganti sebagian alat, menambah alat atau mengganti seluruh alat (bukan membangun yang baru) pada kelompok tani yang sudah ada

5) Dalam pengalokasian penggilingan padi untuk menjadi kelompok yang berorentasi bisnis tidak sekedar jasa giling, sebaiknya diperhatikan luasan areal (minimal 100 ha), dan kemampuan penggilingan dalam operasionalnya.

6) Jika dilihat secara nasional penggilingan padi sudah mencukupi, tetapi jika dihitung per kabupaten/kecamatan/ desa, penyebaran penggilingan padi tidak merata sehingga ada daerah yang sudah tidak memerlukan penggilingan dan ada daerah yang masih memerlukan. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan penggilingan padi.

7) Penggilingan Padi Kecil agar lebih menguntungkan dapat bekerjasama dengan Penggilingan Padi Besar (PPB) dalam bentuk kemitraan.

8) Jumlah penggilingan padi keliling sekitar 19.223 unit (10,54. %), menurut narasumber penggilingan padi keliling

kurang memperhatikan mutu beras, sehingga

keberadaannya harus diregulasi. Namun berdasarkan informasi dari Kabupaten Serang keberadaan pengilingan masih diperlukan karena sifatnya hanya membantu rumah tangga untuk menggiling dalam kapasitas kecil. Untuk itu perlu diperlukan adanya regulasi sesuai dengan kondisi di

masing-masing wilayah, agar tidak mengganggu

penggilingan padi yang statisioner (tetap).

9) Sebagai langkah awal pemetaan penggilingan padi akan dilakukan di Provinsi Banten dan D.I. Yogyakarta.

(32)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 32

4. Focus Group Discussion (FGD) Pengelolaan Hibah Aset Bantuan

Pemerintah Pusat & Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016 di Jakarta.

Focus Group Discussion (FGD) Pengelolaan Hibah Aset Bantuan

Pemerintah Pusat & Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2016 di Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Dalam rangka mengantisipasi permasalahan aset akibat alokasi bantuan pemerintah baik di Pusat dan Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menginisiasi pertemuan Focus Group Discussion (FGD) yang bertujuan untuk menginventarisir permasalahan dan langkah antisipasi sehingga pengelolaan hibah Bantuan Pemerintah Pusat & Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016, khususnya untuk bantuan sarana pasca panen dan pengolahan hasil tanaman pangan.

b. Pertemuan dibuka oleh Dirjen Tanaman Pangan dalam hal ini diwakili oleh Kasubdit Standardisasi & Mutu Direktorat PPHTP, dihadiri 40 orang peserta yang terdiri dari Kepala Bagian Keuangan & Perlengkapan Ditjen Tanaman Pangan, perwakilan dari Biro Keuangan & Perlengkapan Kementerian Pertanian, perwakilan dari lingkup Eselon II Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan lingkup Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan.

Narasumber antara lain Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, Kepala Biro Keuangan & Perlengkapan Kementerian Pertanian, perwakilan dari Direktorat Kekayaan Negara & Sistem Informasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Pertanian dan Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

(33)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 33

c. Dirjen Tanaman Pangan dalam arahannya menekankan bahwa dalam mengelola hibah aset bantuan Pemerintah perlu memperhatikan aspek antara lain : (1) pihak yang terlibat atau tugas yang dimiliki dalam penyelesaian hibah aset Pemerintah Pusat dan Tugas Pembantuan di Daerah; (2) waktu dan proses (tahapan) dalam proses penyelesaian hibah aset bantuan Pemerintah serta (3) standar administrasi yang dibutuhkan dalam proses penyelesaian hibah aset bantuan Pemerintah. Hal ini sangat penting untuk meminimalsasi resiko yang timbul di kemudian hari.

d. Inspektur II, Inspektur Jenderal Kementan menjelaskan bagaimana mempercepat proses hibah aset bantuan Pemerintah yaitu melalui peningkatan akuntabilitas manajemen pengelolaan Bantuan Pemerintah khususnya di setiap Satuan Kerja (Satker). Hal penting lainnya yang ditekankan oleh Inspektur II adalah perlu segera mungkin untuk menyusun Peraturan Menteri Pertanian terkait dengan pengaturan pengadaan Barang Milik Negara (BMN) di tingkat Satker Pusat yang faktanya barang tersebut diserahkan/hibah kepada pemerintah Daerah/ Masyarakat/Petani untuk menghindari permasalahan di kemudian hari.

e. Perwakilan dari Direktorat Kekayaan Negara & Sistem Informasi Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan menjelaskan Tata Cara Pelimpahan Aset Bantuan Pemerintah (Hibah) khususnya yang berasal dari Dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan yang sesuai dengan PMK 156/PMK.07/2008 Jo. PMK 248/PMK.07/2010, dengan memperhatikan akun belanja barang yang sesuai dengan peruntukannya dan akun belanja penunjang kegiatan (pengadaan barang).

f. Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan Kementerian Pertanian, menjelaskan bahwa pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah yang menggunakan MAK. 526 memerlukan pertanggungjawaban

(34)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 34

administrasi 2 kali yakni : a) PMK Nomor 168/PMK.05/2015 untuk proses pencairan dan pertanggungjawaban anggaran, dan b) PMK Nomor 248/PMK.07/2010 atau PMK 96/PMK.06/2007 untuk penyerahan barang tersebut ke pemerintah daerah. Hal ini mengindikasikan agar proses pencairan anggaran serta proses berita acara hibah dari Kementerian Pertanian kepada Pemerintah harus menjadi perhatian seluruh satker. Agar ditetapkan kapan proses berita acara hibah tersebut dapat diproses, khususnya bantuan pemerintah dari MAK 526 dalam bentuk uang.

g. Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menyampaikan bahwa untuk mengelola bantuan Pemerintah Pusat dan Tugas Pembantuan Provinsi 2016 diperlukan strategi pengelolaan hibah aset dengan memperhatikan usulan nilai hibah aset, membentuk tim yang terjadwal baik di Pusat dan Daerah dan mendeskripsikan proses (tahapan) secara rinci.

h. Isu penting yang berkembang dalam diskusi antara lain hubungan berbagai perubahan peraturan menteri keuangan, pengaturan pendelegasian kewenangan pengelola barang, ketegasan tata kelola bantuan pemerintah baik bentuk barang, uang dan jasa, serta kesejahteraan petugas SIMAK.

i. FGD ditutup oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Tanaman Pangan, dengan kesimpulan dan rencana tindak lanjut sebagai berikut :

1) Menyusun Form/SOP mengenai proses penyelesaian Hibah Aset Bantuan Pemerintah.

2) Membentuk tim dalam rangka penyelesaian distribusi bantuan dan penyelesaian hibah aset dengan melibatkan unsur terkait.

3) Membuat konsep surat kepada Biro Keuangan dan Perlengkapan perihal pendelegasian wewenang/tanggung

(35)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 35

jawab terhadap penyelesaian hibah aset Bantuan Pemerintah.

5. Focus Group Discussion Penyusunan Harga Eceran Tertinggi (HET)

Jagung di Provinsi Jawa Barat.

Focus Group Discussion Penyusunan Harga Eceran Tertinggi (HET)

Jagung dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2016 di Bogor, Provinsi Jawa Barat, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Kebijakan pengendalian harga jagung bertujuan untuk melindungi petani jagung dan konsumen jagung (pabrik pakan, peternak dan industry makanan). Kebijakan tersebut terdiri dari dua yaitu kebijakan harga dasar/harga batas bawah (floor price) untuk melindungi petani dan kebijakan harga maksimum/harga batas atas (ceiling price) untuk melindungi konsumen. Harga batas bawah jagung sudah ditetapkan sebesar Rp.3.150,-/kg menurut Permendag no.21 tahun 2016, sehingga harga batas atas perlu disusun.

b. Saran terhadap kebijakan pengendalian harga baik penetapan Harga Batas Bawah maupun Harga Batas Atas, sebagai berikut

1) Harga Batas Bawah dan Harga Batas Atas tidak hanya sekali dalam setahun ditetapkan, namun perlu ditinjau ulang setiap periode tertentu atau setiap musim. Hal ini terkait karakter produksi pertanian memiliki time-lag.

2) Harga Batas Atas (EceranTertinggi) harus didasarkan HPP.

3) Penetapan harga tersebut agar diterapkan berbeda di tiap daerah atau berbasis wilayah, hal ini dilakukan mempertimbangkan bahwa produktivitas dan biaya yang dikeluarkan tiap daerah berbeda, sehingga struktur biaya (ongkos) agregat nasional tidak tepat dijadikan dasar penetapan harga.

(36)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 36

4) Untuk Harga Batas Atas diharapkan ditetapkan menjadi dua Harga Batas Atas yaitu Harga Batas Atas Tingkat Industri Berbasis Jagung dan Harga Batas Atas Pakan.

5) Pihak GPMT mengajukan Harga Eceran Tertinggi sebesar Rp. 3.400,-/kg sampai dengan Rp. 3.675,- / kg. Pengajuan harga tersebut berasal dari harga jagung di tingkat petani sebesar Rp. 3.150,- ditambahkan dengan biaya pedagang sebesar Rp. 100,-/kg dan biaya transportasi ke gudang pabrik pakan, yang bervariasi menurut daerah asal jagung. Dimanabiayatranportasidari Lampung ke Jakarta sebesar Rp.150,-/kg, Jateng ke Jakarta sebesarRp. 150,-/kg, Jatimke Jakarta sebesarRp. 250,-/kg, Sulselke Jakarta sebesarRp. 275,-/kg, Gorontaloke Jakarta sebesarRp. 425,- /kg, dan NTB ke Jakarta sebesarRp. 425,- / kg.

c. Wacana penentuan impor berdasarkan indikasi kenaikan Harga Eceran Tertinggi Jagung perlu dipertimbangkan lagi. Indikasi kenaikan harga komoditas tanaman pangan terutama jagung di Indonesia tidak dapat dijadikan dasar penentuan impor, karena pasar jagung memiliki perilaku pasar sebagai berikut:

1) Struktur pasar yang oligopsoni, yaitu pasar jagung dikuasai oleh beberapa pedagang jagung

2) Asimetri Harga, dimana ketika terjadi kenaikan harga jagung di tingkat konsumen tidak tertransmisi dengan baik di tingkat produsen, sedangkan saat terjadi kenaikan di tingkat produsen akan tertransmisi dengan baik di tingkat konsumen. Sebaliknya ketika penurunan harga di tingkat konsumen akan tertransmisi dengan baik di tingkat produsen, sedangkan penurunan harga di tingkat produsen tidak tertransmis dengan baik di tingkat konsumen.

3) Distribusi dan konektivitas yang belumbaik, rantai pemasaran yang terlalu panjang dan biaya transportasi yang

(37)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 37

masih relatif tinggi. Pemecahan dapat dilakukan dengan membenahi dan membangun infrastruktur logistik, sehingga hasil produksi jagung dari luar sentra produksi pakan dapat bersaing.

d. Kebijakan pemerintah dalam penentuan dan memutuskan impor sebaiknya didasarkan atas data produksi yang akurat sehingga dapat dilakukan perencanaan impor untuk periode setahun.

e. Disamping usulan harga eceran tertinggi jagung, beberapa solusi guna mengatasi Tata Niaga Jagung sebagai berikut :

1) Solusi jangka pendek

Solusi jangka pendek terhadap gejolak harga dan masalahtata niaga jagung dapatdiatasi dengan kerjasama petani, Bulog dan pelaku usaha/pakan ternak. Pemerintah berperan intervensi pasar melalui Bulog dengan membeli jagung petani untuk mem- perpendek rantai niaga. Selanjutnya Bulog dapat menjual jagung langsung ke industri.

2) Solusi jangka panjang

a) Penerapan konsep Geographic Economic

Menurut konsep Geographic Economic, menganjurkan agar produsen dan konsumen dalam satu lokasi geografis, maka supaya sejalan dengan konsep tersebut diharapkan provinsi sentra produksi jagung masih dalam satu lokasi dengan konsumen jagung yaitu pabrik pakan dan peternak. Dari 10 besar sentra produksi jagung di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Lampung, Sumatera

Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan

danGorontalo, belum seluruhnya dalam satu lokasi dengan pabrik pakan. Provinsi Gorontalo, NTB dan

(38)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 38

NTT belum mempunyai pabrik pakan, sedangkan provinsi Banten yang bukan sentra produksi jagung memiliki 15 pabrik pakan, sehingga kebutuhan jagung pabrik pakan di Banten harus di datangkan dari provinsi lain yang akan menyebabkan harga jagung menjadi lebih mahal karena menanggung biaya transportasi lebih tinggi.

Pengembangan jangka kedepan adalah

mengembangkan Provinsi Banten sebagai sentra produsen jagung sekaligus sentra konsumen yang sudah lebih dulu ada, sebaliknya untuk Provinsi Gorontalo, NTB dan NTT perlu dibangun pabrik pakan dan dikembangkan peternakan agar dapat menyerap jagung petani yang tersedia cukup banyak. Penerapan konsep untuk mendekati produsen jagung tersebut sudah dilakukan peternak petelur sejak 20 tahun yang lalu, upaya itu diharapkan dapat dilaksanakan peternak lain dan pabrik pakan.

b) Pencarian alternative bahan penyusun pakan ternak selain jagung

Perlu dikaji lebih lanjut untuk gagasan mencari alternative bahan penyusun pakan ternak selain jagung dengan komposisi nilai gizi yang sama dengan jagung. Di Amerika jagung digunakan sebagai bahan pakan karena Amerika memiliki produksi jagung yang

massive, sedangkan di Indonesia alangkah sangat

mewah jika jagung dijadikan salah satu komponen bahan pakan padahal Indonesia memiliki alternative bahan pakan lain yang sangat berlimpah dengan kandungan gizi yang sangat memenuhi.

(39)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 39

c) Guna memenuhi kebutuhan jagung pakan ternak, maka investor industri pakan ternak supaya berkontribusi investasi pada bisnis budidaya jagung skala luas (corn-estate) pada lahan-lahan potensial yang masih tersedia 500 ribu ha di Luar Jawa maupun integrasi/tumpangsari jagung di lahan Perhutani dengan luas 265 ribu ha. Industri pakan ternak agar menyerap produksi jagung dalam negeri dan tidak mengandalkan jagung impor, mengingat potensi lahan dan sumberdaya sangat tersedia. Ini merupakan solusi permanen dalam rangka pemenuhan kebutuhan pakan ternak.

6. Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Mutu dan Keamanan

Pangan (Beras) Berbasis SNI di Provinsi Jawa Barat.

Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Mutu dan Keamanan

Pangan (Beras) Berbasis SNI dilaksanakan pada tanggal 25-27 Agustus 2016 di Bogor Provinsi Jawa Barat, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. FGD bertujuan untuk mendapatkan masukan dari pihak-pihak terkait dalam jaminan mutu dan keamanan beras nasional. Dalam hal ini diperlukan langkah-langkah nyata sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, antara lain:

1) SNI 6128:2015 tentang Beras

2) SNI 7313:2008 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian;

3) SNI 7385:2009 tentang Batas Maksimum Kandungan Mikotoksin Dalam Pangan;

4) SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan;

(40)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan | 40

5) SNI 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan;

6) SNI 7501:2009 Batas Maksimum Cemaran Kimia Tertentu Dalam Pangan.

b. Pertemuan FGD dihadiri 60 orang peserta perwakilan Dinas lingkup Pertanian (22 Provinsi), Perum BULOG, Kementerian Perdagangan, Setjen Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, PERPADI, perwakilan dari unit eselon 2 lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Narasumber dari Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pasca Panen Badan Litbang Kementerian Pertanian.

c. Pertemuan FGD dibuka oleh bapak Dirjen Tanaman Pangan. Dalam arahan bapak Dirjen disampaikan bahwa Beras merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia sehingga menjadi komoditas strategis. Indonesia merupakan pasar besar untuk komoditi beras. Hal inilah yang membuat pelaku bisnis perberasan berlomba-lomba mengejar keuntungan. Berbagai situasi berat terjadi antara lain kecurangan kualitas beras, ketidaksesuaian informasi kemasan dengan isi kemasan dan lain-lain. Untuk memberikan perlindungan konsumen dan menjamin keamanan pangan (food Safety) serta jaminan harga maka diperlukan sertifikasi mutu beras berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI).

d. Point penting hasil diskusi dengan narasumber dan para peserta FGD sebagai berikut:

1) Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diatur bahwa dalam hal berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan,

Gambar

Tabel  2  :  Kegiatan Subdit Pascapanen Tahun 2017
Tabel 5 : Kegiatan Subdit Pemasaran dan Investasi  Tahun 2017
Tabel 7 :  Fasilitasi Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2016
Tabel  8  :   Realisasi  Pelaksanaan  Kegiatan  Pengelolaan  Sarana  Pascapanen    dan    Pengolahan  Hasil  Tanaman  Pangan  Tahun  2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan di atas, perlu dilakukan penelitian menggunakan pompa dan flume dengan kapasitas yang lebih besar untuk mendapatkan variasi ketebalan air dan

Hasil perendaman sampel gigi premolar permanen menggunakan larutan kombinasi air ekstrak lemon dan larutan natrium bikarbonat dengan konsentrasi 10% selama 48 jam

[r]

Untuk melakukan pengujian validitas terhadap instrumen penelitian strategi KMS yang nantinya akan diterapkan untuk meningkatkan kinerja dosen di STIKOM Bali dilakukan

Hal ini disebabkan pengaruh aktivitas matahari terhadap suhu maupun tekanan paras muka laut tidak selalu terjadi secara langsung tetapi membutuhkan waktu (timelag) sehingga

Metode penjadwalan yang umum digunakan pada proyek pembangunan jalan bebas hambatan saat ini adalah penjadwalan dengan bagan balok (barchart), namun metode bagan

menuliskan pemahaman materi dan informasi penting dalam Kesimpulan dengan sangat lengkap Siswa mampu menuliskan pemahaman materi dan informasi penting dalam tulisan