• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan alat utama para manajer untuk. menunjukkan efektivitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan alat utama para manajer untuk. menunjukkan efektivitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu sumber informasi penting dari pihak eksternal dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat utama para manajer untuk menunjukkan efektivitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Menurut Standar Akuntansi Keuangan tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Belkoui (2006) berpendapat bahwa laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan oleh manajer atas sumber daya pemilik. Salah satu indikator yang memiliki peranan penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan adalah laba. Parawiyati (1996) mengemukakan bahwa informasi tentang laba digunakan untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis yang dijalankan dalam mencapai tujuan operasional yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen.

Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1, informasi laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja

(2)

atau pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power perusahaan di masa yang akan datang. Adanya kecenderungan lebih memperhatikan laba ini disadari oleh pihak manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi tersebut, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang (dysfunctional behaviour) yang salah satu bentuknya adalah manajemen laba.

Permasalahan lain yang muncul adalah bagaimana mendeteksi adanya manipulasi dalam laba atau manajemen laba (earnings management). Perilaku tersebut telah diprediksi dalam teori keagenan. Teori keagenan menghipotesiskan bahwa manajemen berusaha memaksimalkan kesejahteraan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyempurnakan kinerja melalui peningkatan pendapatan dengan segera, namun bukan dengan usaha dalam rentang waktu yang lama sesuai dengan proses yang wajar (Wolk dan Tearney 2001), hal ini tentu saja bertentangan dengan kepentingan pemegang saham. Menurut Healy (2000) dan Scott (2012), perilaku tersebut terjadi karena manajer dalam hal ini memiliki informasi yang lebih lengkap mengenai laba dibandingkan dengan pihak luar. Deteksi terhadap kemungkinan manipulasi merupakan sesuatu yang penting, karena berkaitan dengan faktor-faktor yang mendorong manajer untuk mengelola pendapatan bersih yang dilaporkan (Tri Widyastuti, 2008).

(3)

Pengelolaan perusahaan yang tidak dapat ditangani langsung oleh pemiliknya akan menimbulkan konflik dalam pengendalian. Pemisahan kepemilikan dan pengendalian akan menyebabkan manajer (pengelola atau agent ) bertindak tidak sesuai dengan keinginan pemilik (principal) (Jensen dan Meckling, 1976; Wol, et al. 2001). Konflik ini tidak terlepas dari kecenderungan untuk mencari keuntungan sendiri (moral hazard) dengan mengorbankan pihak lain, manajer mempunyai kesempatan untuk mengambil tindakan yang menurunkan nilai (opportunistic) dan pemegang saham yang akan menanggung biaya tindakan disfungsional ini. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan disebut konflik keagenan. (Brigham, et al, 2004).

Dalam mengawasi dan memonitor perilaku manager, pemegang saham harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan yang disebut biaya keagenan (agency cost). Menurut penelitian Jensen dan Meckling (1976), mekanisme untuk mengontrol biaya keagenan antara lain dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham diharapkan manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham.

Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikkan, dan menurunkan

(4)

laba (Schipper, 1989). Sedangkan Healy dan Wahlen (1999) dalam Beneish (2001) menyatakan bahwa earnings management terjadi ketika manajemen menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi-transaksi yang mengubah laporan keuangan, hal ini bertujuan untuk menyesatkan para stakeholders tentang kondisi kinerja ekonomi perusahaan, serta untuk mempengaruhi penghasilan kontraktual yang mengendalikan angka akuntansi yang dilaporkan.

Agar lebih jelasnya peneliti menyajikan berbagai praktik manajemen laba yang terjadi di Indonesia maupun di dunia dalam tabel 1.1. Tabel Praktik Manajemen Laba, dimana dalam tabel tersebut menampilkan contoh praktik manajemen laba yang dilakukan dengan menggunakan berbagai cara dan klasifikasi yang bertujuan untuk menyembunyikan kinerja yang kurang baik dari manajemen. Pada awalnya praktik manajemen laba mampu menutupi kinerja manajemen yang memburuk, tetapi dari tahun ke tahun mulai terkuak banyaknya perusahaan-perusahaan yang melakukan praktik manajemen laba hingga mengakibatkan hancurnya tatanan ekonomi, etika dan moral, serta menimbulkan dampak yang buruk bagi perusahaan yang terkait yaitu reputasi perusahaan yang buruk dan bahkan bangkrut sehingga merugikan pihak-pihak yang terkait terutama bagi para investor yang terkait.

(5)

Tabel 1.1. Tabel Praktik Manajemen Laba

Tahun Entitas Lokasi Detaik Praktik Manajemen Laba 2001 Enron

Corporation

Amerika Serikat

terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor. (http://uwiiii.wordpress.com/2009/11/14/kasus -enron-dan-kap-arthur-andersen/)

2001 Merck Amerika Serikat

Melakukan penggelembungan nilai pendapatan dari anak perusahaannya yakni Medco yang mencapai US$12,4 miliar, di mana dana tersebut secara nominal tidak pernah diterima oleh Medco. Nilai pendapatan tersebut adalah perolehan dari program asuransi kesehatan untuk para pekerja.

(http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybernews/detail .aspx?x=Economy&y=cybernews|0|0|3|3875) 2002 Worldcom Corporation Amerika Serikat

Worldcom mengakui bahwa perusahan mengklasifikasikan lebih dari $ 3,8 milyar untuk beban jaringan sebagai pengeluaran modal.beban jaringan adalah beban yang dibayar oleh Worldcom kepda perusahaan lain untuk jaringan telekomunikasi, seperti biaya akses dan biaya pengiriman pesan bagi Worldcom Dengan memindahkan akun beban kepada akun modal, ia mampu menaikkan

pendapatan atau laba.

(http://yvesrey.wordpress.com/2011/02/10/kas us-skandal-akuntansi-pada-worldcom/)

(6)

2002 PT. Kimia Farma

Indonesia Pada tahun 2002 ditemukan penggelembungan laba bersih pada laporan keuangan PT. Kimia Farma tahun buku 2001, hal tersebut berawal dari temuan akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM) soal ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I tahun 2001. Mark up itu senilai Rp 32,7 Milyar, karena dalam laporan keuangan yang seharusnya laba Rp 99,6 Milyar ditulisnya Rp 132,3 milyar, dengan nilai penjualan bersih Rp

1,42 trilyun.

(http://dahliany.blogspot.com/2012/10/salah-saji-laporan-keuangan-pada-kasus.html) 2002 PT.

Indofarma

Indonesia Dari hasil penelitian BAPEPAM ditemukan bukti bahwa PT. Indofarma melaporkan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya sehingga menyebabkan naiknya laba operasi dengan menurunnya pencatatan beban diakibatkan oleh kelebihan pencatatan barang dalam proses

(http://sytisahdina.blogspot.com/2010/06/lapor an-keuangan-neraca.html)

2015 Toshiba Jepang Dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel independen (akuntan dan pengacara) mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun) sejak tahun 2008.

https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshi ba-accounting-scandal-runtuhnya-etika-bangsa-jepang-yang-sangat-diagungkan-itu/ (Sumber : www.google.co.id yang diolah oleh peneliti)

Dari berbagai contoh praktik manajemen laba diatas, maka sangat relevan jika ditarik sebuah pertanyaan tentang apakah yang mempengaruhi praktik manajemen laba. Pada dasarnya kasus manajemen laba ini, muncul dikarenakan adanya pemisahan antara kepemilikan (principal) dan pengelola perusahaan (agent). Hal ini dilakukan sejalan dengan semakin

(7)

membesar, melebar dan meluasnya hubungan bisnis yang dijalin perusahaan.

Penelitian terdahulu untuk manajemen laba terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Tri Widyastuti (2008), struktur kepemilikan institusional dan manajerial berpengaruh negative terhadap manajemen laba. Kecenderungan adanya struktur kepemilikan yang mengarah baik pada institusional maupun manajerial akan menyebabkan penurunan dalam manajemen laba. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh qonita rahmah (2013) variabel kepemilikan manajerial dengan melalui transaksi pihak berelasi berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, dimana semakin tinggi kepemilikan manajerial, semakin tinggi pula transaksi pihak berelasi yang dilakukan untuk tujuan manajemen laba. Variabel kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan kualitas audit tidak terbukti mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba, baik melalui pengaruh langsung (direct effect) maupun pengaruh tidak langsung (indirect effect) dengan mediasi variabel transaksi pihak berelasi. Semakin tinggi kepemilikan saham oleh manajemen, diduga akan meningkatkan insentif bagi manajer untuk melakukan transaksi bisnis dengan pihak yang berelasi, baik yang bertujuan untuk manajemen laba maupun untuk meraih target tertentu.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan instutusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, hal itu terjadi

(8)

karena adanya kepemilikan institusi dalam perusahaan tidak begitu berfungsi dalam melakukan pengawasan terhadap perilaku manajer. Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2010) menghasilkan bahwa struktur kepemilikan public mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap manajemen laba.

Beberapa perbedaan hasil penelitian-penelitian diatas, memberikan inspirasi bagi peneliti untuk melakukan penelitian kembali yang terkait manajemen laba (earnings management ), tetapi penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, karena kebanyakan penelitian sebelumnya mengukur manajemen laba dengan model akrual yang dikembangkan Jones (1991). Beberapa kelemahan dari model modified Jones model pun mulai diungkapkan seperti estimasi cross-sectional yang secara tidak langsung mengasumsikan bahwa perusahaan dalam industri yang sama menghasilkan proses akrual yang sama. Selain itu, model akrual juga tidak menyediakan informasi untuk komponen mengelola laba perusahaan dimana model akrual tidak membedakan peningkatan diskresionari pada laba melalui pendapatan atau komponen beban (Stubben, 2010). Menurut Bernard dan Skinner (1996) dalam Stubben (2010) model akrual telah dikritik karena memberikan bias dan perkiraan yang mengganggu kebijakan, yang mempertanyakan kesimpulan dari penelitian yang menggunakan model akrual.

Melihat kelemahan dari penelitian mengenai manajemen laba yang menggunakan model akrual, maka dalam penelitian ini manajemen laba

(9)

akan diukur dengan discretionary revenue yang dikembangkan oleh stubben (2010). Menurut Stubben (2010), pendapatan merupakan komponen ideal untuk menguji manajemen laba karena pendapatan merupakan komponen laba terbesar untuk sebagian besar perusahaan dan tergantung pada kebijakan. Model ini disebut discretionary revenue. Dalam penelitiannya, Stubben (2010) mendapatkan bukti bahwa discretionary revenue lebih efektif dalam mendeteksi manajemen laba.

Studi empiris mengenai pendeteksian manajemen laba di Indonesia sendiri masih belum banyak yang menggunakan discretionary revenue karena teknik yang paling umum untuk perkiraan manajemen laba adalah dengan model akrual yang telah sering digunakan dalam penelitian manajemen laba dan kebanyakan masih menggunakan modified Jones model seperti Halim, et al., (2005), Siregar dan Shiddarta (2005), Fanani (2006), dan Indraswari (2010).

Dari Uraian diatas maka penelitian ini diberi judul : “ANALISIS

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP

MANAJEMEN LABA DENGAN MODEL DISCRETIONARY REVENUE” (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 – 2013 )

(10)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba ?

2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba ?

3. Apakah kepemilikan publik berpengaruh terhadap manajemen laba ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba

2. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba

3. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan publik terhadap manajemen laba.

D. Kontribusi Penelitian

1. Kontribusi Teori

a) Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori mengenai pengaruh struktur

(11)

kepemilikan terhadap manajemen laba yang diukur dengan model Discretionary Revenue.

b) Penelitian ini mengungkapkan adanya konflik antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) yang dihubungkan dengan manajemen laba, sehingga memberikan kontribusi untuk menjelaskan agency theory.

2. Kontribusi Praktik

a) Bagi Bursa Efek Indonesia, penelitian ni diharapkan sebagai bahan pertimbangan oleh pihak-pihak yang berwenang dalam menetapkan peraturan yang berkaitan dengan Bursa Efek.

b) Bagi Calon investor, penelitian ini diharapkan memberikan analisis terkait dengan keputusan investasi yang akan dipilih, untuk mencermati laporan keuangan yang terdapat dalam perusahaan go public terutama yang berkaitan dengan struktur kepemilikan.

c) Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan manajemen laba dan Penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dalam mencermati perilaku manajemen dalam aktivitas manajemen laba yang berkaitan dengan pencapaian kompensasi bonus.

Gambar

Tabel 1.1. Tabel Praktik Manajemen Laba

Referensi

Dokumen terkait

155 Dengan tidak meninggalkan pantangan-pantangan yang sejak dulu sudah ada, maka salah satu permasalahan yang dihadapi oleh etnis Dayak Ot Danum di Desa Tumbang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan yang terdiri dari debt to equity ratio, return on equity, return on investment, earning

Kiprah asimetris biasanya terlihat pada anak-anak ketika tungkai perbedaan panjang tidak lebih dari 3,7% menjadi 5,5% [38,74] Dalam upaya untuk menjaga tingkat

Berdasarkan pengertian para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian Efektivitas Kinerja Operasi Dana Pensiun adalah rencana yang telah ditetapkan manajemen dalam

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode penjadwalan dengan menggunakan algoritma non-delay untuk mesin majemuk lebih optimal daripada metode yang telah digunakan

1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau bahan. 2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan disimpan dengan

Faktor-faktor potensi tinggi penyebab perselisihan antara kontraktor dengan pemilik/konsultan pengawas menurut pendapat kontraktor adalah: tingkat kemampuan manajemen,

dari beberapa pendapat, kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan baik dengan standar yang telah ditentukan. Di samping itu kinerja seseorang