• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Pajak

a. Pengertian Pajak

Menurut Mardiasmo (2001;15), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Menurut MJH. Smeets (2002 ; 3),“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan secara individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.

Menurut Sukrisno Agoes (2003;10)

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunaya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

b.Konsep Penghasilan dan Beban Menurut Akuntansi Pajak

Penghasilan adalah jumlah uang yang akan diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi atau menimbun serta menambah kekayaan.

(2)

Pratt dalam John Hutagaol (2000:26) menyatakan,

Net income is the difference between the revenue generate by a company in a particular time period and the expenses required to generate those revenues.”

Pendapatan bersih adalah perbedaan antara pendapatan menghasilkan oleh suatu perusahaan di dalam periode waktu tertentu dan biaya yang diperlukan untuk menghasilkan pendapatan.)

Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Dari definisi diatas dapat disimpulkan kerangka dasar tersebut meliputi pendapatan maupun keuntungan yang timbul didalam pelaksanaan aktivitas perusahaan. Pendapan maupun keuntungan biasa didapat melalui penjualan penghasilan jasa, royalti dan sewa.

Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Defenisi beban dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Keuangan mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas, persediaan aktiva tetap.

Menurut pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

(3)

atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Ketentuan mengenai biaya dalam perpajakan diatur dalam pasal 6 dan pasal 9 UU PPh yaitu yang mengatur biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan yang tidak boleh dikurangkan.

1) Laporan Keuangan Komersial

Pengertian laporan keuangan menurut Myer (2003:105) dalam bukunya

Financial Statement Analysis mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

laporan keuangan adalah “Dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi-laba. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba ditahan)”. Sedangkan menurut Irham Fahmi (2004) mendefinisikan laporan keuangan merupakan pertanggung jawaban manajemen sumberdaya yang dipercayakan kepadanya.

2) Laporan Keuangan Fiskal

Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam laporan keuangan. Ukuran itu dapat saja kurang sejalan dengan prinsip akuntansi. Argumentasi yang dapat dikemukakan dari penyimpangan itu, antara lain

(4)

laporan keuangan perpajakan mempunyai motivasi untuk mempersempit erosi potensi pengenaan pajak dan pemberian dorongan investasi

c. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan badan. Perbedaan tersebut timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersial yang mendasar laba pada konsep

matching cost against revenue dengan konsep dasar fiskal yang tujuan utamanya

adalah penerimaan Negara.

Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu perbedaan tetap (permanent

differences) dan perbedaan sementara (temporary differences).

1) Perbedaan Tetap

Perbedaan permanen terjadi karena administrasi pajak menghitung laba fiskal berbeda dengan laba pembukuan (menurut standar akuntansi) tanpa koreksi dikemudian hari. Perbedaan tetap merupakan “pos-pos yang termasuk dalam laba keuangan sebelum pajak atau termasuk dalam laba kena pajak tetapi tidak pernah termasuk dalam laba keuangan sebelum pajak.” (Kieso dan Weygandt, 2002). Perbedaan tetap ini dapat timbul bila pengakuan biaya dan penghasilan yang secara komersial merupakan biaya dan penghasilan, tetapi untuk tujuan perpajakan secara tetap bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan bukan merupakan obyek

(5)

pajak penghasilan. Contoh perbedaan permanen yaitu penghasilan yang telah dikenakan PPh final, biaya sumbangan, biaya yang bersifat natura/kenikmatan. Dalam kaitannya dengan akuntansi, perbedaan tetap hanya berkaitan dengan perhitungan total pajak penghasilan yang harus dibayar untuk suatu periode normal tertentu (satu tahun buku), sehingga tidak menimbulkan masalah dalam alokasi pajak penghasilan untuk periode berikutnya.

2) Perbedaan Sementara

Defenisi perbedaan temporer adalah selisih antara dasar pajak untuk suatu aktiva atau kewajiban dengan nilai yang dilaporkan dalam neraca, yang akan menghasilkan jumlah-jumlah yang dapat dikenakan pajak atau yang dapat dikurangkan di tahun mendatang. Menurut Waluyo (2008:215), “perbedaan temporer adalah perbedaan antara dasar pengenaan pajak (tax base) dari suatu asset atau kewajiban dengan nilai tercatat pada asset dan kewajiban yang berakibat pada perubahan laba fiskal periode mendatang. Terjadinya perubahan tersebut dapat bertambah (future tas amount) atau berkurang (future deductible

amount) pada saat asset dipulihkan atau kewajiban dilunasi atau dibayar. Jadi

perbedaan temporer tersebut timbul karena periode pengakuan yang berbeda anatara akuntansi dan perpajakan yang mungkin disebabkan karena gangguan metode atau estimasi yang berbeda unutk keperluan akuntansi dan unutk keperluan perpajakan. Perbedaan temporer ini hanya bersifat sementara berarti akan terkoreksi dikemuadian hari atau disebut sebagai efek reversal di masa

(6)

mendatang, dimana selisih secara total adalah nihil. Menurut Waluyo (2008:215) perbedaan temporer terjadi pada kondisi:

a) Penghasilan atau beban yang harus diakui untuk menghitung laba fiskal atau laba komersil pada periode berbeda

b) Goodwiil positif atau goodwill negative yang terjadi pada saat konsolidasi.

c) Perbedaan nilai tercatat dengan tax base dari suatu asset atau kewajiban pada saat pengakuan awal.

d) Bagian dari biaya perolehan atau penggabungan usaha yang bermakna akuisisi dialokasikan ke asset atau kewajiban tertentu atas dasar nilai wajar, perlakuan akuntansi demikian tidak diperkenankan oleh undang-undang pajak.

d. Hubungan Laporan Keuangan Fiskal dengan Laporan Keuangan Komersial

Laporan keuangan fiskal yang dilampirkan pada SPT dapat disusun dengan proses penyesuaian atau rekonsiliasi ketentuan perpajakan terhadap laporan komersial. Untuk mengamankan data historis, atas penyesuaian itu perlu diadakan pencatatan terhadap pos-pos yang menyebabkan perbedaan sementara (timing

difference) antara ketentuan pajak dan standar akuntansi keuangan, misalnya

penyusutan. Implikasi dari aktivitas itu menunjukkan adanya perangkat “pembukuan ganda” terhadap pos-pos tertentu yang memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan standar akuntansi komersial untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi. Namun, karena pembukuan itu dapat direkonsiliasikan, secara yuridis fiskal “pembukuan ganda” itu dapat dipertimbangkan.

(7)

2. Pajak Tangguhan

a. Pengertian Pajak Tangguhan

Menurut Waluyo (2008:216), “Pajak Tangguhan sebagi jumlah pajak penghasilan yang terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dari sisa kerugian yang dapat di kompensasikan. Pengakuan pajak tangguhan berdampak terhadap berkurangnya laba atau rugi bersih sebagai akibat adanya kemungkinan pengakuan beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan”.

Dalam situs http:// hardijma. Wordpress.com dikatakan bahwa:

Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan dating yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuaan akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat

dikompensasi di masa yang akan datang (tax loss carry forward) yang perlu disajikan adalam laporan keuangan dalam suatu periode tertenu . Dampak PPH dimasa yang akan datang yang perlu diakui , dihitung, disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan biasa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa saja

menyesatkan pembaca.

b. Metode Penangguhan Pajak Tangguhan

Dengan berlakunya PSAK 46, timbul kewajiban bagi perusahan untuk menghitung dan mengakui pajak tangguhan dengan menggunakan pendekatan the

asset and liability method. Untuk mengakui pajak tangguhan, PSAK No. 46

(8)

1) Pendekatan Aktiva

Apabila pada tahun berjalan, nilai tercatat aktiva lebih besar daripada dasar pengenaan pajak aktiva maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak penghasilan yang diakui. Kewajiban pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagi kewajiban pajak tangguhan (Deferred Tax Liabilities) pada tahun berjalan. Sebaliknya jika nilai tercatat aktiva lebih kecil daripada dasar pengenaan pajak aktiva maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang diperoleh dalam bentukpengurangan pajak penghasilan. Pengurangan pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagai aktiva pajak tangguhan (Deferred Tax Assets) pada tahun berjalan.

Aktiva pajak tangguhan (Deferred Tax Asset), timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil dari pada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang sebagi akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.

2) Pendekatan Kewajiban

Apabila pada tahun berjalan, nilai tercatat kewajiban lebih besar daripada dasar pengenaan pajak kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang diperoleh dalam bentuk pengurangan pajak penghasilan. Pengurangan pajak

(9)

penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagi aktiva pajak tangguhan (Deferred Tax Liabilities) pada tahun berjalan. Sebaliknya apabila nilai tercatat kewajiban lebih kecil daripada dasar pengenaan pajak kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak penghasilan yang diakui. Kewajiban pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (Deferred Tax

Liabilities) pada tahun berjalan.

Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities), timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah PPh terutang untuk periode mendatang sebagi akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

3. Aktiva Pajak Tangguhan

a. Pengertian Aktiva Pajak Tangguhan

Menurut PSAK 46, “aktiva pajak tangguhan ( differed tax asset) adalah jumlah pajak penghasilan yang terpulihkan (recovered) pada periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang telah dikurangkan dan sisa kerugian yang dapat dikompensasikan.

Menurut Mulyono (2006:217)

Asset pajak yangguhan dapat terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban menurut undang-undang pajak. Asset pajak tangguhan ini seperti telah disebabkan yaitu jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.

(10)

b. Contoh Perhitungan Aktiva Pajak Tangguhan

Perhitungan pajak tangguhan pada pelaksanaanya mendasarkan tarif rata-rata /efektif atau tarif maksimum pajak penghasilan sebagai contoh tarif maksimum pajak penghasilan sesuai pasal undang-undang pajak penghasilan sebesar 30 % (tiga puluh persen). Sebagai penerapannya perhatikan contoh sebagai berikut:

Data yang diperoleh dari laporan keuangan PT Sari tahun 2008 beserta unsur-unsur koreksinya sebagai berikut:

a) Laba komersial sebelum pajak Rp. 1.200.000.000 b) Koreksi positif atas:

− Beban pemberian natura Rp. 50.000.000 − Penyusutan bangunan kantor Rp 230.000.000

− Pendapatan sewa Rp 10.000.000

− Sanksi Bunga Pajak Rp 45.000.000

c) Koreksi negatif atas:

− Amortisasi Rp 60.000.000

− Pendapatan jasa giro Rp 30.000.000

− Penyusutan bangunan pabrik Rp 100.000.000 Data lainnya yang berupa kredit pajak atas:

− PPh pasal 22 Rp 30.000.000 − PPh pasal 23 Rp 5.000.000 − PPh pasal 24 Rp 50.000.000 − PPh Pasal 25 Rp.100.000.000 Bersarkan data diatas hitunglah :

(11)

1) penghasilan kena pajak

2) pajak terhutang dan pajak yang kurang atau lebih dibayar 3) tetapkan aktiva pajak tangguhan

4) susunlah ayat jurnal dan penyajian dalam laporan keuangan

JAWAB: Perhitungan pajak terhutang:

Laba komersial sebelum pajak Rp. 1.200.000.000 Koreksi perbedaan tetap:

− Beban pemberian Natura Rp 50.000.000 − Pendapatan sewa Rp 10.000.000 − Sanksi bunga pajak Rp 45.000.000 − Pendapatan jasa giro (Rp30.000.000)+

Rp 75.000.000 Rp 1.275.000.000

+

Koreksi perbedaan waktu:

− Penyusutan bangunan kantor Rp 230.000.000 − Amortiasasi (Rp 60.000.000) − Penyusutan bangunan pabrik (Rp 100.000.000)

Rp 70.000.000 a) Penghasilan kena pajak

+

b) PPH terhutang dan PPH yang kurang / lebih dibayar

Rp.1.345.000.000

(12)

− 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 − 30% x Rp 1.245.000.000 = Rp 373.500.000 Total PPh terhutang Rp.386.000.000 + PPh terhutang Rp 386.000.000 Kredit Pajak − PPh Pasal 22 Rp 30.000.000 − PPh Pasal 23 Rp 5.000.000 − PPh Pasal 24 Rp 50.000.000

PPh terhutang yang dibayar sendiri Rp 301.000.000 Rp 85.000.000

PPh Pasal 25

PPh yang kurang dibayar Rp 201.000.000

Rp 100.000.000

a) Aktiva Pajak Tangguhan = 30% x Rp 70.000.000 = Rp 21.000.000 b) Ayat jurnal umum:

Tgl Debit Kredit

PPh Badan- Pajak Kini Aktiva Pajak Tangguhan Pendapatan Pajak Tangguhan PPh Ps. 22 Dibayar di muka PPh Ps. 23 Dibayar di muka PPh Ps. 24 Dibayar di muka PPh Ps. 25 Dibayar di muka PPh Ps. 29 terhutang 386.000.000 21.000.000 21.000.000 30.000.000 5.000.000 50.000.000 100.000.000 201.000.000

Bentuk penyajian dalam aporan keuangan:

Laba komersial sebelum pajak Rp.1.200.000.000 Pajak Penghasilan:

(13)

Pajak Kini Rp 386.000.000 Pajak tangguhan Rp 21.000.000

Laba komersial bersih Rp. 835.000.000

Rp 365.000.000

4. Profitabilitas

a. Pengertian Rasio Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjual, total aktiva maupun modal sendiri (Agus Sartono:122). Brigham dan Houston (2006:19) (dalam fundamentals of financial

management) mendefinsikan profitabilitas sebagai berikut: Profitabilitas adalah

hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang telah dilakukan oleh perusahaan. Van Horn dan Wachowicz (1997:133), “profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba (profit) selama periode tertentu dibandingkan dengan aktiva atau modal yang akan dihasilkan dari keuntungan tersebut”.

Menurut Kasmir (2008:196):

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.

Menurut PSAK, kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, paragraph 17 menyatakan bahwa:

“Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi fluktuasi kinerja adalah penting dalam hubungan ini. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada.

(14)

Disamping itu informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.”

b. Tujuan dan Manfaat Profitabilitas

Kasmir (2008: 197) tujuan dan manfaat profitabilitas adalah sebagai berikut: Tujuan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:

1. untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan atau dalam periode tertentu,

2. untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,

3. untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu,

4. untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri,

5. untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri,

6. untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.

Manfaat yang diperoleh adalah untuk:

1. mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh oleh perusahaan dalam suatu periode,

2. mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,

3. mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu,

4. mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, 5. mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang

digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

c. Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas

Menurut Agnes Sawir (2005:18) jenis rasio profitabilitas terdiri dari Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin), Margin Laba Bersih (Net Profit Margin), Daya Laba Besar (Basic Earning Power) atau Rentabilitas Ekonomi, Operating Profit

(15)

Magin , Perputaran aktiva (Assets Turnover), ROA( Return on Asset) dan ROE ( Return on Equity). Dalam Penelitian ini Rasio Yang diguanakan oleh penulis

adalah Net Profit Margin, ROA dan ROE. 1) Net Profit Margin (Marjin Laba Bersih)

Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjulan. Menurut (Agnes Sawir, 2005:18) Rumus Net Profit Margin adalah sebagai berikut:

Net Profit Margin =

2) Hasil Pengembalian Atas Total Aktiva atau ROA (Return on Assets)

Menurut Darsono (2005: 54), “Return on Asset Ratio adalah rasio yang digunakan untuk menghitung perbandingan antara laba bersih rata-rata dengan total aktiva suatu perusahaan”. Rata-rata total aktiva diperoleh dari total aktiva awal tahun ditambah total aktiva akhir tahun dibagi dua. Return on Asset bisa diperoleh dari net profit margin dikalikan asset turn over. Asset turn over penjualan bersih dibagi rata-rata total aktiva. Return on asset disebut juga earning

power menurut sistem Du Pont. Rasio ini menggambarkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Dengan mengetahui rasio ini, kita bisa menilai apakah perusahaan ini efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena

(16)

menunjukan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Rumus yang digunakan untuk menghitung Return on Asset Ratio (ROA) adalah sebagai berikut:

3) Hasil Pengembalian Atas Ekuitas atau ROE ( Return on Equity)

Menurut Darsono (2005,57), “ROE menunjukan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat kembalian pada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena memberikan tingkat kembalian yang lebih besar pada pemegang saham. Sebagai pembanding untuk rasio ini adalah tingkat suku bunga bebas resiko misalkan suku bunga Bank Indonesia”. Rumus yang digunakan untuk mengukur rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penulis memiliki keterbatasan dalam memberikan contoh penelitian terdahulu dalam penelitian ini. Tinjauan penelitian terdahulu yang digunakan oleh penulis mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ivan Hasudungan Sihombing (2008) yang berjudul “ Pengaruh Profitabilitas Perusahaan Terhadap Aktiva Pajak Tangguhan ( differed tax asset) Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI”. Dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROA, ROE,

operating income dan market capitalisation. Populasi yang digunakan dalam

(17)

Profitabilitas

2007.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive

sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan ROA, ROE, operating income dan market capitalisation berpengaruh signifikan terhadap

aktiva pajak tangguhan. Secara parsial ROA dan operating income berpengaruh signifikan terhadap aktiva pajak tangguhan.

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis (Jurusan Akuntansi, 2004:13). Kerangka konseptual diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: H4 H1 H2 H3

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Return on Asset (X1) Net Profit Margin (X3) Return on Equity (X2) Aktiva Pajak Tangguhan (Y)

(18)

2. Hipotesis

Hipotesis menurut Erlina (2007: 41), “Hipotesis adalah hubungan yang diduga secar logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat di uji secara empiris.” Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran yang telah disusun maka penelitian hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H1: Return on Asset berpengaruh signifikan terhadap aktiva pajak tangguhan H2: Return on Equity berpengaruh signifikan terhadap aktiva pajak tangguhan. H3: Net Profit Margin berpengaruh signifikan terhadap aktiva pajak tangguhan H4: Return on Asset, Return on Equity, Net Profit Margin berpengaruh signifikan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Return on Asset (X1) Net Profit Margin (X3) Return on Equity (X2)  Aktiva Pajak Tangguhan (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan anak mengenal kata Bahasa Inggris melalui penggunaan media papan flanel pada anak TK A

nama calon pengganti antarwaktu dari Komisi Pemilihan Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD menyampaikan nama Anggota DPRD yang diberhentikan

Sedangkan tindakan kemoterapi dinilai sebagai tindakan yang paling efektif dan akan sangat membantu kenyamanan pasien bila diberikan dengan tepat (tepat indikasi,

berpendapat bahwa ciri-ciri remaja yang me- lakukan konformitas terhadap teman sebaya yaitu: (1) Remaja akan berperilaku sama atau sesuai dengan kelompok dan bersikap menerima

Koefisien void di- ~en~ukan dengan mengama~i perubaha.n posisi ba~ang kendali penga~ur akiba~ pengisian air di dalam beam ~ube ~ersebu~.. Harga reak~ivi~as yang diakibat.kan

Teman-teman Farmasi Leonard, Siska, Julanda, Ruth, Livia, Lia, Sieni, Nova, Agus yang selalu memberikan dukungan dan bantuan selama penyusunan skripsi dan menuntut ilmu

Penulis menggunakan metode mamdani karena masalah yang dibahas terdapat ketidakpastian atas jumlah persediaan kartu perdana sedangkan logika Fuzzy merupakan salah satu