• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRAL HENSTOCK-STIELTJES FUNGSI BERNILAI VEKTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTEGRAL HENSTOCK-STIELTJES FUNGSI BERNILAI VEKTOR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

INTEGRAL HENSTOCK-STIELTJES FUNGSI BERNILAI VEKTOR

Umi Mahnuna Hanung dan Ch. Rini Indrati

Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia hanung_ugm@yahoo.com

Abstract

This paper discusses about the generalization of the Henstock-Stieltjes integral for vector-valued functions which are defined on a closed interval 𝑎, 𝑏 ⊂ ℛ. The generalization has been done up to the existance of this integral.

Key words: Henstock-Stieltjes integral, vector-valued function and bounded function.

PENDAHULUAN

Teori integral mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan masalah keteknikan dan bidang teknologi. Karena itulah, teori integral banyak mengalami perkembangan sejak pertama kali diperkenalkan oleh Newton (1642-1727), terlebih lagi setelah diperkenalkan integral Riemann pada tahun 1854. Teori integral Riemann kemudian memicu perkembangan teori integral dan salah satunya dilakukan oleh Stieltjes (1856-1894) yang memodifikasi integral Riemann dan integral hasil modifikasi tersebut dikenal dengan integral Riemann-Stieltjes.

Sementara itu, integral Riemann mempunyai kelemahan, yaitu fungsi yang terintegral Riemann hanya fungsi terbatas dan kontinu hampir dimana-mana pada daerah integrasi (Gordon, 1994). Kelemahan pada integral Riemann diperbaiki oleh Lebesgue yang membangun integral melalui pengertian dan sifat-sifat ukuran. Ternyata setiap fungsi terintegral Riemann akan terintegral Lebesgue pada interval yang sama, sebaliknya belum tentu barlaku.

Integral Lebesgue mempunyai peranan penting dalam pengembangan ilmu, khususnya di bidang matematika (Chae, 1995). Namun demikian integral ini mempunyai kelemahan pula, di mana ada fungsi yang tidak terintegral Lebesgue. Adapun contohnya yaitu fungsi f yang terdefinisi pada [0,1] dengan rumus:

𝑓 𝑥 = 2𝑥 sin 1 𝑥2− 2 𝑥 cos 1 𝑥2 , 𝑥 ∈ 0,1 0 , 𝑥 = 0

(2)

tidak terintegral Lebesgue pada [0,1].

Selanjutnya, masalah yang timbul di dalam integral Lebesgue diselesaikan oleh Denjoy, Perron dan Henstock yang berturut-turut mendefinisikan pengertian integral Denjoy Khusus (restricted Denjoy integral) pada tahun 1912, integral Perron pada tahun 1914, dan integral Henstock-Kurzweil (dikenal juga sebagai integral Henstock) pada akhir tahun 1959.

Integral Henstock tersebut mendapat perhatian dari para peneliti untuk menggali sifat-sifat dan pemakaiannya serta mengembangkannya sehingga ruang lingkupnya lebih luas. Salah satu bentuk pengembangannya dilakukan oleh Lim dkk (1998), dan Hanung dan Darmawijaya (2005) dengan menggeneralisasi integral Henstock berdasarkan pengertian integral Stieltjes, dan integral tersebut dinamakan integral Henstock-Stieltjes. Prinsip dari integral Henstock-Stieltjes yaitu disamping fungsi f (yang disebut integrand) juga melibatkan fungsi positif  (fungsi yang menjamin adanya partisi Perron -fine) dan fungsi  (yang disebut integrator). Adapun perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Lim dkk (1998) dan Hanung dan Darmawijaya (2005) terletak pada fungsi integrator

. Dimana, fungsi integrator pada integral Henstock-Stieltjes yang didefinisikan oleh Lim dkk (1998) merupakan fungsi naik monoton (increasing function), sedangkan fungsi integrator pada integral Henstock-Stieltjes yang didefinisikan oleh Hanung dan Darmawijaya (2005) berupa fungsi bervariasi terbatas (bounded variation function).

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa permasalahan menghitung luas area merupakan salah satu topik integral yang menarik di dalam ruang Euclide berdimensi-n. Dengan demikian, pembahasan integral tidak hanya berada pada garis lurus saja, tetapi juga pada ruang Euclide berdimensi-n. Di mana pada umumnya, penyelesaian masalah di dalam ruang Euclide berdimensi-n dilakukan dengan menggeneralisasi pengertian-pengertian yang ada pada garis lurus. Perumuman telah berhasil dilakukan mengingat pengertian pada garis lurus merupakan kejadian khusus pengertian yang bersesuaian di dalam ruang Euclide berdimensi-n. Oleh karena itu, dengan memperhatikan pengertian pada garis lurus sebagai kejadian khusus maka dilakukanlah pengembangan integral Henstock ke ruang Euclide berdimensi-n (yaitu pengembangan integral Henstock untuk fungsi 𝑓: ℛ𝑛 → ℛ). Pengembangan integral Henstock pada bidang (ruang Euclide) telah

(3)

Indrati (2002). Hasil penelitian beberapa ilmuwan di atas yang mengembangkan integral Henstock untuk fungsi 𝑓: ℛ𝑛 → ℛ, memberikan ide untuk mengembangkan integral Henstock-Stieltjes untuk fungsi yang nilainya dalam ruang Euclide atau biasa dikenal fungsi bernilai vektor (ditulis 𝑓: ℛ → ℛ𝑛).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam paper ini dibahas beberapa definisi dan sifat dasar integral Henstock Stieltjes fungsi bernilai vektor yang terdefinisi pada [𝑎, 𝑏] ⊃ ℛ. Eksistensi partisi Perron

-fine pada [a,b] beserta sifat-sifatnya merupakan dasar pengembangan integral Henstock-Stieltjes fungsi bernilai vektor. Oleh karena itu, di dalam pendefinisian integral Stieltjes fungsi bernilai vektor mengacu pada pengertian integral Henstock-Stiletjes fungsi bernilai real disamping memperhatian sifat-sifat yang dimiliki oleh ruang ℛ𝑛.

Definisi 2.1 Diberikan fungsi terbatas 𝜑: [𝑎, 𝑏] → ℛ. Fungsi bernilai vektor 𝑓 terdefinisi pada [𝑎, 𝑏] (atau biasa ditulis 𝑓 = 𝑓1, 𝑓2, … , 𝑓𝑛 : [𝑎, 𝑏] → ℛ𝑛) dikatakan terintegral

Henstock-Stiletjes terhadap  pada [𝑎, 𝑏] jika terdapat vektor 𝐿 ∈ ℛ𝑛 dengan sifat untuk

setiap bilangan 𝜀 > 0 terdapat fungsi positif 𝛿: [𝑎, 𝑏] → ℛ sehingga untuk setiap partisi Perron -fine 𝐷 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 pada [a,b] berlaku

𝐷 𝑓 𝑚 𝑖=1 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿 ∞ < 𝜀 dengan 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 = 𝜑 𝑣𝑖 − 𝜑 𝑢𝑖 untuk 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑚.

Vektor 𝐿 dalam Definisi 2.1 disebut nilai integral Henstock-Stieltjes fungsi 𝑓 terhadap fungsi pada [𝑎, 𝑏], dan dituliskan dengan

𝐿 = 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑

𝑏

𝑎

.

Fungsi 𝑓 disebut integrand dan fungsi 𝜑 disebut integrator. Jika fungsi 𝑓 terintegral Henstock-Stieltjes (terintegral-HS) terhadap 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 maka vektor 𝐿 dalam Definisi 2.1 adalah tunggal, hal ini dapat dinyatakan dalam Teorema 2.2.

(4)

Teorema 2.2 Jika 𝑓 : [𝑎, 𝑏] → ℛ𝑛 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 maka vektor 𝐿 pada Definisi 2.1 adalah tunggal.

Bukti. Katakan ada dua vektor 𝐾 dan 𝐿 yang masing-masing merupakan nilai integral-HS fungsi 𝑓 terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 . Jadi, menurut Definisi 2.1, untuk sebarang bilangan 𝜀 > 0

(1) ada fungsi positif 𝛿1: 𝑎, 𝑏 → ℛ sehingga jika 𝐷1 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚1

partisi Perron 𝛿1−fine pada [𝑎, 𝑏] maka berlaku

𝐷1 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐾 𝑚1 𝑖=1 ∞ < 𝜀 2 ,

(2) ada fungsi positif 𝛿2: 𝑎, 𝑏 → ℛ sehingga jika 𝐷2 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1

𝑚2 partisi Perron 𝛿2−fine pada [𝑎, 𝑏] maka berlaku

𝐷2 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿 𝑚2 𝑖=1 ∞ < 𝜀 2 .

Dibentuk fungsi positif 𝛿: 𝑎, 𝑏 → ℛ dengan rumus 𝛿 𝑥 = min 𝛿1 𝑥 , 𝛿2 𝑥 ,

diperoleh 𝛿 𝑥 ≤ 𝛿𝑖 𝑥 𝑖 = 1,2 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑎, 𝑏 , yang berarti setiap partisi Perron 𝛿 −fine pada [𝑎, 𝑏] merupakan partisi Perron 𝛿𝑖 −fine 𝑖 = 1,2 pada [𝑎, 𝑏]. Oleh karena itu, untuk setiap partisi Perron 𝛿 −fine 𝐷 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 pada [𝑎, 𝑏] berlaku

𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐾 𝑚 𝑖=1 < 𝜀 2 , dan 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿 𝑚 𝑖=1 < 𝜀 2 . Diperoleh, 𝐾 − 𝐿 ≤ 𝐾 − 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 𝑚 𝑖=1 + 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿 𝑚 𝑖=1 < 𝜀. Dengan kata lain terbukti bahwa 𝐾 = 𝐿 . ∎

(5)

Hubungan antara fungsi bernilai vektor terintegral-HS dan fungsi bernilai real terintegral-HS diberikan dalam Teorema 2.3 di bawah ini.

Teorema 2.3 Fungsi bernilai vektor 𝑓 = 𝑓1, 𝑓2, … , 𝑓𝑛 terintegral-HS terhadap integrator

𝜑 pada 𝑎, 𝑏 jika dan hanya jika fungsi bernilai real 𝑓𝑗 terintegral-HS 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 untuk

setiap 𝑗 = 1,2, … , 𝑛.

Bukti. (Syarat perlu) Karena 𝑓 = 𝑓1, 𝑓2, … , 𝑓𝑛 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 maka terdapat vektor 𝐿 = 𝐿1, 𝐿2, … , 𝐿𝑛 ∈ ℛ𝑛 dengan sifat untuk setiap

bilangan 𝜀 > 0 terdapat fungsi positif 𝛿: 𝑎, 𝑏 → ℛ sehingga untuk setiap partisi Perron 𝛿 −fine 𝐷 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 pada [𝑎, 𝑏] berlaku

𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿 𝑚

𝑖=1

< 𝜀 atau dapat ditulis sebagai

max1≤𝑗 ≤𝑛 𝐷 𝑚𝑖=1𝑓𝑗 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿𝑗 < 𝜀.

Hal ini berakibat

𝐷 𝑚 𝑓𝑗 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿𝑗

𝑖=1 < 𝜀,

untuk setiap 𝑗 = 1,2, … , 𝑛.

(Syarat perlu) Diberikan sebarang bilangan 𝜀 > 0. Diketahui 𝑓𝑗: 𝑎, 𝑏 → ℛ terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada [𝑎, 𝑏] untuk setiap 𝑗 = 1,2, … , 𝑛; hal ini berarti untuk bilangan 𝜀 > 0 tersebut di atas terdapat bilangan real 𝐿𝑗 dan fungsi positif 𝛿𝑗: 𝑎, 𝑏 → ℛ sehingga untuk setiap partisi Perron 𝛿𝑗 −fine 𝐷𝑗 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1

𝑚𝑗

pada [𝑎, 𝑏] berlaku 𝐷 𝑚 𝑓𝑗 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿𝑗

𝑖=1 < 𝜀,

untuk setiap 𝑗 = 1,2, … , 𝑛. Didefinisikan fungsi positif 𝛿: 𝑎, 𝑏 → ℛ menurut rumus 𝛿 𝑥 = min 𝛿𝑗 𝑥 : 𝑗 = 1,2, … , 𝑛 .

Oleh karena 𝛿 𝑥 ≤ 𝛿𝑗 𝑥 untuk setiap 𝑗 = 1,2, … , 𝑛, maka setiap partisi Perron 𝛿 −fine

𝐷 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 pada [𝑎, 𝑏] merupakan partisi Perron 𝛿𝑗 −fine pada 𝑎, 𝑏 untuk

setiap 𝑗 = 1,2, … , 𝑛. Dengan demikian berlaku

(6)

untuk setiap 𝑗 = 1,2, … , 𝑛. Hal ini berakibat 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿 𝑚 𝑖=1 = max 1≤𝑗 ≤𝑛 𝐷 𝑓𝑗 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐿𝑗 𝑚 𝑖=1 < 𝜀, dengan 𝐿 = 𝐿1, 𝐿2, … , 𝐿𝑛 ∈ ℛ𝑛. ∎

Teorema 2.4 Diberikan 𝛿, 𝜓: 𝑎, 𝑏 → ℛ fungsi-fungsi terbatas.

(i) Jika 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan 𝛼 ∈ ℛ maka 𝛼𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 , 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝛼𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan

𝐻𝑆 𝛼𝑓 𝑑𝜑 = 𝑏 𝑎 𝛼 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 = 𝑏 𝑎 𝐻𝑆 𝑓 𝑑 𝛼𝜑 𝑏 𝑎 .

(ii) Jika 𝑓 dan 𝑔 masing-masing terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 maka 𝑓 + 𝑔 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan

𝐻𝑆 𝑓 + 𝑔 𝑑𝜑 = 𝑏 𝑎 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 + 𝑏 𝑎 𝐻𝑆 𝑔 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 .

(iii)Jika 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜓 pada 𝑎, 𝑏 maka 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 + 𝜓 pada 𝑎, 𝑏 dan 𝐻𝑆 𝑓 𝑑 𝜑 + 𝜓 = 𝑏 𝑎 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 + 𝑏 𝑎 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜓 𝑏 𝑎 .

Bukti. Diberikan bilangan 𝜀 > 0 sebarang. (i) Diketahui 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan 𝛼 ∈ ℛ berarti untuk bilangan 𝜀 > 0 tersebut di atas terdapat fungsi positif 𝛿: 𝑎, 𝑏 → ℛ dengan sifat untuk setiap partisi Perron 𝛿 −fine 𝐷 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 pada [𝑎, 𝑏] berlaku 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ < 𝜀 𝛼 + 1.

(7)

Oleh karena itu, untuk partisi Perron 𝛿 −fine 𝐷 pada [𝑎, 𝑏] tersebut di atas diperoleh 𝐷 𝛼𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝛼 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ = 𝛼 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ < 𝜀. Juga, untuk partisi Perron 𝛿 −fine 𝐷 pada [𝑎, 𝑏] tersebut di atas diperoleh

𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝛼𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝛼 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ = 𝛼 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ < 𝜀.

(ii) Diketahui 𝑓 dan 𝑔 masing-masing terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada [𝑎, 𝑏], berarti untuk bilangan 𝜀 > 0 tersebut di atas

(1) terdapat fungsi positif 𝛿1: 𝑎, 𝑏 → ℛ dengan sifat untuk setiap partisi Perron 𝛿1−fine 𝐷1 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1 𝑚1 pada [𝑎, 𝑏] berlaku 𝐷1 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚1 𝑖=1 < 𝜀 2

(2) terdapat fungsi positif 𝛿2: 𝑎, 𝑏 → ℛ dengan sifat untuk setiap partisi Perron

𝛿2−fine 𝐷2 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1 𝑚2 pada [𝑎, 𝑏] berlaku 𝐷2 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑔 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚2 𝑖=1 ∞ < 𝜀 2 .

Dibentuk fungsi positif 𝛿: 𝑎, 𝑏 → ℛ dengan rumus 𝛿 𝑥 = min 𝛿1 𝑥 , 𝛿2 𝑥 , maka diperoleh 𝛿 𝑥 ≤ 𝛿𝑖 𝑥 𝑖 = 1,2 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑎, 𝑏 . Akibatnya, jika 𝐷 =

𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 partisi Perron 𝛿 −fine pada [𝑎, 𝑏] maka D juga merupakan partisi

Perron 𝛿𝑖−fine 𝑖 = 1,2 pada [𝑎, 𝑏] sehingga berlaku

𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ < 𝜀 2 ,

(8)

dan 𝐷 𝑔 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑔 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 < 𝜀 2 . Dengan demikian untuk partisi Perron 𝛿 −fine D pada [𝑎, 𝑏] di atas berlaku

𝐷 𝑓 + 𝑔 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 + 𝐻𝑆 𝑔 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ ≤ 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 + 𝐷 𝑔 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑔 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ < 𝜀.

(iii) Diketahui 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada [𝑎, 𝑏] berarti untuk bilangan 𝜀 > 0 tersebut di atas terdapat fungsi positif 𝛿1 pada [𝑎, 𝑏] dengan sifat untuk setiap partisi Perron 𝛿1−fine 𝐷1 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1

𝑚1 pada [𝑎, 𝑏] berlaku 𝐷1 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚1 𝑖=1 < 𝜀 2

Diketahui 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜓 pada [𝑎, 𝑏] berarti untuk bilangan

𝜀 > 0 tersebut di atas terdapat fungsi positif 𝛿2 pada [𝑎, 𝑏] dengan sifat untuk setiap partisi Perron 𝛿2−fine 𝐷2 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1

𝑚2 pada [𝑎, 𝑏] berlaku 𝐷2 𝑓 𝑥𝑖 𝜓 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜓 𝑏 𝑎 𝑚2 𝑖=1 ∞ < 𝜀 2.

Dibentuk fungsi positif 𝛿: 𝑎, 𝑏 → ℛ dengan rumus 𝛿 𝑥 = min 𝛿1 𝑥 , 𝛿2 𝑥 , maka

diperoleh 𝛿 𝑥 ≤ 𝛿𝑖 𝑥 𝑖 = 1,2 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑎, 𝑏 . Akibatnya, jika 𝐷 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 partisi Perron 𝛿 −fine pada [𝑎, 𝑏] maka D juga merupakan partisi

Perron 𝛿𝑖−fine 𝑖 = 1,2 pada [𝑎, 𝑏] sehingga berlaku

𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ < 𝜀 2 ,

(9)

dan 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜓 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜓 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 < 𝜀 2 . Dengan demikian untuk partisi Perron 𝛿 −fine D pada [𝑎, 𝑏] di atas berlaku

𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 + 𝜓 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 + 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜓 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ ≤ 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 + 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜓 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜓 𝑏 𝑎 𝑚 𝑖=1 ∞ < 𝜀. ∎

Berdasarkan Teorema 2.4 ((i) dan (ii)) di atas diperoleh bahwa keluarga semua fungsi bernilai vektor yang terintegral Henstock-Stieltjes terhadap integrator 𝜑 pada [𝑎, 𝑏], ditulis HS(,[a,b]), merupakan ruang linear atas ℛ.

Teorema 2.4 Diketahui 𝜑: [𝑎, 𝑏] → ℛ fungsi terbatas dan 𝑓 fungsi bernilai vektor yang terdefinisi pada [𝑎, 𝑏]. Jika 𝑓 = 0 hampir dimana-mana pada [𝑎, 𝑏], maka 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada [𝑎, 𝑏] dan

𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑

𝑏

𝑎

= 0 .

Bukti. Diketahui 𝑓 = 0 hampir dimana-mana pada [𝑎, 𝑏], ini berarti terdapat himpunan 𝐴 ⊂ [𝑎, 𝑏] dengan 𝜇 𝐴 = 0 sehingga 𝑓 = 0 berlaku pada himpunan 𝑎, 𝑏 − 𝐴. Selanjutnya dibentuk himpunan 𝐴𝑘 dengan 𝑘 ∈ 𝒩 sebagai berikut

𝐴𝑘 = 𝑥 ∈ 𝐴: 𝑘 − 1 < 𝑓

(10)

maka diperoleh

𝐴𝑘 ∞

𝑘=1

= 𝐴 dan 𝜇 𝐴 = 0 untuk setiap 𝑘.

Selanjutnya, diberikan sebarang bilangan 𝜀 > 0 dan didefinisikan fungsi positif 𝛿: 𝑎, 𝑏 → ℛ menurut rumus 𝛿 𝑥 = 𝜀 𝑘. 2𝑘+1 , jika 𝑥 ∈ 𝐴𝑘 1 , jika 𝑥 ∉ 𝐴𝑘.

Jika 𝐷 = 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 , 𝑥𝑖 𝑖=1𝑚 partisi Perron 𝛿 −fine pada [𝑎, 𝑏] maka diperoleh

𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 − 0 𝑚 𝑖=1 = 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 𝑚 𝑖=1 = 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 𝑥∈𝐴 + 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 𝑥∉𝐴 = 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 𝑥∈𝐴 + 𝐷 0 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 𝑥∉𝐴 = 𝐷 𝑓 𝑥𝑖 𝜑 𝑢𝑖, 𝑣𝑖 𝑥∈𝐴 < 2𝑘𝜀 𝑘. 2𝑘+1= 𝜀. ∞ 𝑘=1 ∎

Teorema 2.5 di atas sekaligus menunjukkan eksistensi fungsi bernilai vektor yang terintegral Henstock-Stieltjes. Berdasarkan Teorema 2.5 juga dapat dibuktikan Teorema 2.6 di bawah ini.

Teorema 2.6 Jika fungsi 𝑓 : [𝑎, 𝑏] → ℛ𝑛 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏

dan 𝑓 = 𝑔 hampir dimana-mana pada 𝑎, 𝑏 , maka 𝑔 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan 𝐻𝑆 𝑔 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 = 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 .

(11)

Bukti. Diketahui 𝑔 − 𝑓 = 0 hampir dimana-mana pada 𝑎, 𝑏 , maka berdasarkan Teorema 2.5 diperoleh 𝑔 − 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan

𝐻𝑆 𝑔 − 𝑓 𝑑𝜑

𝑏

𝑎

= 0 .

Oleh karena 𝑔 = 𝑔 − 𝑓 + 𝑓 dan 𝑓 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 , maka jelas 𝑔 terintegral-HS terhadap integrator 𝜑 pada 𝑎, 𝑏 dan menurut Teorema 2.4 diperoleh 𝐻𝑆 𝑔 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 = 𝐻𝑆 𝑔 − 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 + 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 = 0 + 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 = 𝐻𝑆 𝑓 𝑑𝜑 𝑏 𝑎 . ∎ DAFTAR PUSTAKA

Chae, B.1995. Lebesgue Integration, Second edition. New York: Springer-Verlag.

Gordon, B.G. 1994. The Integral of Lebesgue, Denjoy, Perron and Henstock. American Mathematical Society.

Indarti, Ch.R. 2002. Integral Henstock-Kurzweil di Dalam Ruang Euclide Berdimensi-n, Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Lim, J.S., Yoon, J.H. & Eun, G.S. 1998. On Henstock-Stieltjes Integral. Kangweon-Kyungki Mathematics Journal, 6: 87-96.

Ostaszweski, K.M. 1986. Henstock Integration in the Plane. Memoirs of AMS 67. Lee, P.Y. 1989. Lanzhou Lectures on Henstock Integration.World Scientific.

Lee, P.Y. 1996. The Radon Nikodym Theorem for the Henstock Integral in Euclidean Space. Real Analysis Exchange, 22: 677-687.

Lee, P.Y. & Vyborny, R. 2000. Integral: An Easy Approach after Kurzweil and Henstock. New York: Cambridge University Press.

Hanung, U.M. & Darmawijaya, S. 2005. Integral Henstock-Stieltjes. Prosiding Seminar Nasional, FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(12)

Hanung, U.M. 2007. Some Convergence Theorems for the Henstock-Stieltjes Integral. Proceeding of the 5th SEAMS-GMU International Conference on Mathematics and Its Applications, FMIPA-Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia, 24th - 27th July 2007.

Pfeffer, W. F. 1993. The Riemann Approach to Integration. New York: Cambridge University Press.

Referensi

Dokumen terkait

〔商法三八五〕 株券の取得に重大な過失があるとして善意取得が認 められなかった事例 東京高裁平成五年一一月一六日判決 藤田,

Hasil penelitian tabulasi silang diperoleh hasil bahwa untuk prediktor tekanan darah diperoleh responden yang hipertensi terhadap rasio LDL/HDL positif memiliki

Hal ini dikarenakan inkubasi telur hingga menjadi benih pada mulut induk jantan dilakukan selama lebih kurang tiga minggu dan kemudian terjadi selang waktu untuk kembali memijah

Akan tetapi, informasi penelitian mengenai aspek stadia awal daur hidup seperti pola penyerapan kuning telur, ketersediaan sumber energi dalam tubuh larva dan

The Implementation of Character Education and Children’s Literature to Teach Bullying Characteristics and Prevention Strategies to Preschool Children: An Action

Dari ketiga item tersebut item yang memberikan kontribusi terbesar terhadap mencerminkan indikator hasil pekerjaan (Y.1.2) adalah item karyawan dapat melaksanakan

Sementara total kredit hanya tumbuh 7% YoY dari Rp129 triliun menjadi Rp139 triliun dengan rasio kredit terhadap total pendanaan secara konsolidasi berada pada posisi 85,9% pada

Selain itu, dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi tersebut akan digunakan untuk mengurangi utang perseroan melalui pembayaran kepada Bank Maybank Indonesia