• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK PERBAIKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RADIAL BASIS FUNCTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK PERBAIKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RADIAL BASIS FUNCTION"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK PERBAIKAN

JARINGAN SYARAF TIRUAN RADIAL BASIS FUNCTION

Wiharto1, Y.S. Palgunadi2, Muh Aziz Nugroho3

1,2,3Riset Group Ilmu Rekayasa dan Komputasi FMIPA Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta

E-mail:wi_harto@yahoo.com, palgunadi@uns.ac.id, aziztie@gmail.com ABSTRACT

Training neural networks Radial Basis Function (RBF) is a neural network using a hybrid training which consist of one hidden layer. Input hidden layer using algorithm, while the hidden layer to the output layer using the Least Means Square (LMS). Problems often occur in the training using the LMS common is in a local solutions. To overcome these problems, one of the solution is to use a Genetic Algorithm (GA) to generate a global solution. Genetic algorithms have an improvement. One of the results of this improvement of Adaptive Genetic Algorithm (AGA) is a GA with the determination of the probability of crossover and mutation probability adaptively according to the fitness function. This study analyzes the accuracy of the RBF neural networks to optimization using GA and AGA. RBF networks in determining the center on the hidden layer using K-Means clustering algorithm and improved weight to the hidden layer to the output layer using the LMS algorithm. Chromosome repre sentation for each gene in the form of weights from hidden layer to output layer with real coding. The performance is produced by taking the case of the classification of the iris shows that GARBF and AGARBF can improve accuracy for RBF architecture with the number of neurons in the hidden layer is 2, 3, 4 and 5, whereas for architecture by the number of neurons in the hidden layer and above 6 GARBF accuracy relative AGARBF equal to the accuracy of RBF.

Keywords: Adaptive Genetic Algorithm, Genetic Algorithm, Neural Network, Radial Basis Function ABSTRAK

Jaringan syaraf tiruan Radial Basis Function (RBF) merupakan jaringan syaraf tiruan dengan satu hidden layer, serta menggunakan model pelatihan hybrid. Pelatihan input layer ke hidden layer menggunakan algoritma clustering, sedangkan dari hidden layer ke output layer menggunakan Least Means Square(LMS ). Permasalahan yang sering terjadi dalam pelatihan menggunakan LMS adalah terjadinya solusi lokal. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu alternatifnya adalah menggunakan Genetic Algorithm (GA) guna menghasilkan solusi global. Algoritma genetika mempunyai perkembangan yang cepat, salah satu hasil perkembangannya adalah Adaptive Genetic Algorithm (AGA) yaitu GA dengan penentuan probabilitas crossover dan probabilitas mutasi yang adaptif sesuai dengan fungsi fitness. Penelitian ini menganalisa akurasi RBF dengan optimasi menggunakan GA dan AGA. RBF dalam menentukan center pada hidden layer menggunakan algoritma clustering K-Means dan perbaikan bobot pada hidden layer ke output layer menggunakan algoritma LMS. Representasi kromosom untuk setiap gen berupa bobot dari hidden layer ke output layer dengan pengkodean real. Hasil pengujian untuk kasus klasifikasi menunjukkan bahwa GARBF dan AGARBF dapat memperbaiki akurasi untuk arsitektur RBF dengan jumlah neuron pada hidden layer yaitu 2, 3, 4 dan 5, sedangkan untuk arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer diatas 6 akurasi GARBF dan AGARBF relatif sama dengan akurasi RBF.

(2)

1. LATAR BELAKANG

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan sistem komputasi yang dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh yang diberikan. Salah satu model JST adalah Radial Basis Function (RBF), model ini melakukan pembelajaran secara hybrid, yaitu menggabungkan antara pembelajaran terbimbing dan pembelajaran tak terbimbing.

Beberapa penelitian sebelumnya tentang RBF, bahwa RBF mempunyai kinerja yang lebih baik dari pada MLP (Multi Layer Perceptron) diantaranya adalah penelitian yang memaparkan penggunaan model RBF untuk melakukan diagnosis penyakit diabetes mellitus(Venkatesan, 2006). Tingkat akurasi pada system tersebut mencapai 98%, selain itu waktu yang dibutuhkan juga relatif lebih cepat dibandingkan dengan MLP.

Perkembangan penelitian selanjutnya, muncul beberapa penelitian yang bertujuan untuk mengoptimalkan jaringan syaraf tiruan RBF. Salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk optimasi tersebut adalah algoritma genetika. Penelitian yang memanfaatkan algoritma genetika untuk optimasi RBF adalah penelitian yang dilakukan oleh Zhangang, Yanbo, & Cheng (2007) yang memaparkan pemanfaatan algoritma genetika untuk mendapatkan parameter-parameter dalam RBF dalam kasus peramalan. Dalam penelitian ini representasi kromosom dalam algoritma genetika berupa 3 buah parameter RBF yaitu bobot, posisi center (biasanya diperoleh dengan algoritma clustering) dan variance radial pada RBF. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa GARBF mempunyai tingkat akurasi peramalan yang lebih baik dibandingkan RBF biasa.

Senada dengan penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Awad (2010) yang memaparkan penggabungan RBF dengan GA untuk function approximation. Pada penelitian tersebut representasi kromosom GA menggunakan 2 buah parameter RBF yaitu center dan parameter radial pada RBF. Penelitian ini menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan RBF.

Sementara itu penelitian yang dilakukan Fahmi (2011) memaparkan penggabungan antara JST Backpropagation (BP) dengan algoritma genetika untuk peramalan harga saham. Penelitian ini representasi kromosom GA-nya berupa bobot dari hidden layer ke output layer. Hasil pengujian diperoleh nilai MSE sebelum dan setelah optimasi bobot ini mengalami penurunan sebesar 567.455%.

Penelitian yang dilakukan Fahmi(2011), jika dilihat dari waktu yang dibutuhkan untuk komputasinya memerlukan waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan penelitian yang dilakukan vankantesan (2006) dan awad (2010). Hal tersebut disebabkan panjang kromosom yang digunakan, jika panjang kromosom lebih pendek maka dalam generasi yang sama akan memerlukan waktu yang

lebih pendek.

Perkembangan peneltian selanjutnya adalah tentang algoritma genetic itu sendiri. Dalam algoritma genetika penentuan nilai probabilitas crossover dan probabilitas mutasi berpengaruh terhadap peforma GA. Pemilihan kedua parameter tersebut yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya optimum lokal sehingga hasil peforma GA tidak maksimal. Srinivas dan Patnaik (1994) memaparkan metode AGA yaitu GA dengan penentuan probabilitas crossover dan probabilitas mutasi yang adaptif sesuai dengan fungsi fitness. Penelitian ini melakukan pengujian untuk penyelesaian TSP, optimasi jaringan syaraf tiruan dan kasus VLSI sirkuit. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kemampuan AGA lebih baik dari pada algorima genetika standar (GA).

Selain itu penelitian berikutnya tentang GA berkaitan dengan pemilihan pengkodean kromosom. Pengkodean kromosom mempunyai pengaruh terhadap peforma GA. Sarangi, Majhi, & Panda (2012) memaparkan perbandingan pengkodean biner dan pengkodean real pada kasus klasifikasi menggunakan JST BP yang dikombinasikan dengan GA. Dari percobaan dengan beberapa dataset, penggunaan pengkodean real menghasilkan akurasi yang lebih tinggi dari pada pengkodean biner.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya tersebut, penelitian ini membahas tentang analisis pemanfaatan GA dan AGA untuk perbaikan kinerja RBFNN dalam melakukan klasifikasi. Representasi kromosom yang digunakan berupa bobot dari hidden layer ke output layer dengan tujuan untuk mengurangi waktu eksekusi, serta menggunakan pengkodean kromoson berupa bilangan real, guna memperoleh kinerja yang lebih optimal.

2. METODE PENELITIAN 2.1 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut :

(3)

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Tahapan Penelitian penelitian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Membangun arsitektur jaringan RBF dengan langkah sebagai berikut :

a. Menentukan fungsi basis. Fungsi basis ini akan digunakan untuk aktivasi fungsi di hidden layer. Fungsi yang digunakan adalah fungsi berbasis radial yaitu fungsi Gaussian. Banyaknya center akan mempengaruhi arsitektur jaringan Radial Basis Function karena banyaknya center akan menjadi neuron pada hidden layer jaringan RBF (Haryono, 2005)

b. Penentuan center dengan algoritma K-Means (Vakatesan, 2006). Adapun algoritma K-Means adalah sebagai berikut :

i. Load data

ii. Inisialisasi jumlah cluster (k) dan iterasi maksimal

iii. Inisialisasi center membagi data pada range tersebut sebanyak jumlah cluster (k).

iv. Hitung Je iterasi awal. Je adalah sum-of-square-error atau jumlahan kuadrat error masing-masing data pada cluster terdekat. Adapun rumus perhitungan Je adalah sebagai berikut :

∑ (1)

∑ (2)

Jk : Error data-data terhadap masing -

masing center

x : data yang akan dikelompokkan m : nilai center yang telah ditentukan k : jumlah cluster yang digunakan Pk : subset yang berisi data-data untuk

cluster ke -k

v. Selama Je(i+1) tidak sama dengan Je iterasi dan atau iterasi belum mencapai

maksimal lakukan :

 Hitung eucledian dengan rumus

, ∑

(3)

(4)

Dimana

d(x,y) : hasil jarak eucledian x : data yang akan dikelompokkan k : urutan cluster

j : urutan data yang akan dikelompokkan y : nilai center yang telah ditentukan D : jumlah dimensi

 Hitung center baru dengan rumus

1 ∑ (5)

k : urutan cluster

Nk : Jumlah data-data pada cluster k

m : urutan iterasi ke-m Cl : cluster

 Hitung Je iterasi

c. Menyusun arsitektur jaringan RBF

Gambar 2 Arsitektur JST RBF

Pada penelitian ini input data untuk jaringan RBF adalah 4 atribut data iris yaitu :

X1 panjang sepal dalam cm X2 lebar sepal dalam cm X3 panjang petal dalam cm X4 panjang petal dalam cm

Output akhir jaringan RBF untuk klasifikasi tumbuhan iris dengan threshold = 0 adalah sebagai berikut Y1 = 0, Y2 = 0 adalah iris setosa Y1 = 0, Y2 = 1 adalah iris versicolour Y1 = 1, Y2 = 1 adalah iris virginica 2. Pelatihan jaringan RBF

Algoritma pelatihan RBF adalah sebagai berikut (Kusaedi, 2004)

a. Langkah 1 : Inisialisasi iterasi maksimal dan learning rate (α).

b. Langkah 2 : Inisialisasi bobot pada hidden layer

c. Langkah 3 : Selama epoch <= maksimal epoch dan atau MSE <= MSE maksimal, untuk setiap sinyal latih kerjakan langkah 4 – selesai

(4)

d. Langkah 4 : Hitung keluaran jaringan RBF dengan rumus [2]:

∑ , (6)

Dengan fungsi basis didefinisikan sebagai berikut :

/2 0, 0

(7) Dimana nilai σ didefinisikan sebagai berikut

[19]:

(8) Sebelum masuk fungsi aktivasi dengan threshold hasil diaktivasi dengan fungsi sigmoid terlebih dahulu untuk membatasi nilai agar tetap berada pada range 0-1 (Bors,2003). Adapun fungsi sigmoid adalah sebagai berikut

(9) Dengan c : konstanta

Dan fungsi aktivasi sebagai berikut : 1

0 (10)

Langkah 5 : Hitung kesalahan (error) antara sinyal terhadap (d) dengan keluaran RBF y. error = d – y

e. Langkah 6 : Update bobot-bobot tiap fungsi basis dan bobot basis dengan metode LMS. f. Langkah 7 : Hitung MSE = akar dari

jumlahan kuadrat error g. Langkah 8 : epoch = epoch + 1

Dimana : yi = output ke i

q = jumlah neuron pada hidden layer wj,i = bobot unit hidden layer j ke output i

x = vector input data cj = vector center ke j

= eucledian norm = Radial Basis Function σ = nilai spread

3. Ubah bobot dengan GA dan AGA

Pada Algoritma Adaptive Genetic Algorithm (AGA) pada dasarnya sama dengan GA biasa namun perbedaan mendasar pada AGA adalah penentuan probabilitas crossover dan probabilitas mutasi yang adaptif sesuai dengan nilai fitness.

Flowchart Algoritma GA dan AGA adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Flowchart GA dan AGA RBF a. Representasi Kromosom dan Inisialisasi

Populasi

Kromosom direpresentasikan dalam string bilangan real. Setiap gen berisi nilai real yang mewakili bobot basis di hidden layer pada jaringan RBF. Panjang kromosom sebanyak jumlah bobot basis dan bias pada jaringan RBF.

Inisialisasi populasi yaitu dengan mengambil bobot sebanyak jumlah kromosom pada epoch-epoch akhir pelatihan jaringan RBF.

b. Evaluasi

Evaluasi fitness yaitu menghitung nilai fitness tiap-tiap kromosom dengan rumus (Ali, 2008)

_

_ _ _ (11)

Data yang digunakan untuk menghitung fitness adalah data training RBF.

c. Seleksi

Seleksi ini bertujuan untuk memberikan kesempatan reproduksi yang lebih besar bagi anggota populasi yang paling baik. Seleksi akan menentukan individu-individu mana saja yang akan dipilih untuk dilakukan rekombinasi (Kusumadewi, 2003). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode seleksi roullet wheel.

d. Crossover

Metode crossover yang digunakan adalah Crossover menengah. Pada crossover menengah Nilai variabel anak dipilih di sekitar dan antara nilai-nilai variabel induk. anak dihasilkan menurut aturan sebagai berikut (Kusumadewi, 2003)

Anak = induk 1 + alpha(induk 2–induk 1) Dengan alpha adalah faktor skala yang dipilih secara random pada interval [-d,1+d], biasanya d = 0,25. nilai alpha dipilih ulang untuk tiap variabel.

e. Mutasi

Mutasi dilakukan pada bilangan real. Yaitu dengan mengubah gen yang dimutasi

(5)

dengan bilangan random antara nilai tertinggi dan terendah gen dari kromosom yang dimutasi (Kusumadewi, 2003).

f. Update probabilitas crossover dan probailitas mutasi

Rumus yang digunakan untuk Update probabilitas crossover dan probailitas mutasi adalah (Awad, 2010):

(12) (13) Dengan batasan , (14) , (15) Dengan k1, k2 k3, k4 ≤ 1.0 Dimana : pc : probabilitas crossover pm : probabilitas mutasi

fmax : fitness maksimal

f : fitness terbesar dari solusi yang dimutasi f’ : fitness terbesar dari solusi yang disilangkan

̂ 2.2 Data

Database iris diperoleh dari UCI Machine Learning Repository [9]. Total data sebanyak 150 data, 50 data (33.3%) untuk masing masing class yaitu iris setosa, iris versicolour dan iris virginica (C.Black, 1998).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Simulasi Pada Variable RBF

Simulasi dilakukan dengan variasi learning rate dan epoch, dengan variasi sebagai berikut : Tabel 1. Variasi Simulasi Pada Variabel RBF

No Jenis Variasi Keterangan

1 Variasi learning rate 0.01

0.05 0.1

2 Variasi banyaknya epoch 50

100 150 200 Akurasi RBF terbaik mencapai akurasi 97.78% yang diperoleh pada arsitektur dengan 7 neuron pada hidden layer yaitu dengan variabel learning rate = 0.1 dan epoch = 200.

3.2 Simulasi Pada Variable GARBF

Simulasi dilakukan dengan variasi learning rate dan epoch, dengan variasi sebagai berikut :

Tabel 2. VariasiVariabel GARBF dan AGARBF

No Jenis Variasi Keterangan

1 Variasi populasi 10 20 30 2 Variasi generasi 20 40 60 Akurasi GARBF terbaik diperoleh pada arsitektur dengan 6 neuron pada hidden layer dengan variabel learning rate = 0.1, epoch = 200, populasi = 10 dan generasi = 40 dengan akurasi 96 %.

3.3 Simulasi Pada Variable AGARBF

Variasi simulasi yang digunakan sama dengan GARBF. Akurasi AGARBF terbaik diperoleh pada arsitektur dengan 7 neuron pada hidden layer dengan variabel learning rate = 0.1, epoch = 200, populasi = 10 dan generasi = 40 dengan akurasi 97.55%.

3.4 Perbandingan Akurasi GARBF terhadap RBF

Dari hasil simulasi, GARBF mempunyai akurasi lebih tinggi atau lebih rendah dari pada RBF tergantung pada arsitekturnya.

Adapun besarnya perbaikan akurasi disajikan pada Tabel 3, sementara besarnya penurunan akurasi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Perbaikan Akurasi GARBF terhadap RBF Neuron Hidden Layer Akurasi RBF (%) Akurasi AGARBF (%) Perbaikan (%) 2 14.44 88.89 74.45 3 57.11 88.67 31.56 4 60.22 90.89 30.67 5 19.98 69.78 49.80 6 95.55 96.00 0.45 Tabel 4 Penurunan Akurasi GARBF terhadap RBF

Neuron Hidden Layer Akurasi RBF (%) Akurasi AGARBF (%) Penurunan (%) 7 97.78 95.33 2.45 8 97.78 96.00 1.78 9 97.78 95.78 2.00 10 96.89 96.00 0.89

3.5 Perbandingan Akurasi AGARBF vs RBF Dari hasil simulasi, AGARBF mempunyai akurasi lebih tinggi atau lebih rendah dari pada RBF tergantung pada arsitekturnya. Besarnya perbaikan akurasi disajikan pada Tabel 5, sementara besarnya penurunan akurasi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Perbaikan Akurasi RBF vs AGARBF Neuron Hidden Layer Akurasi RBF (%) Akurasi AGARBF (%) Perbaikan (%) 2 14.44 90.44 76.00 3 57.11 80.67 23.56 4 60.22 73.78 13.56 5 19.98 53.11 33.13

(6)

6 95.55 95.78 0.25

Tabel 6. Penurunan Akurasi RBF vs AGARBF Neuron Hidden Layer Akurasi RBF (%) Akurasi AGARBF (%) Penurunan (%) 7 97.78 97.55 0.22 8 97.78 97.11 0.67 9 97.78 97.11 0.66 10 96.89 95.78 1.11 3.6 Perbandingan Akurasi AGARBF vs

GARBF

Perbandingan AGARBF terhadap GARBF disajikan pada Tabel 7 berikut

Tabel 7. Perbandingan AGARBF vs GARBF Neuron Hidden Layer Akurasi GARBF (%) Akurasi AGARBF (%) Perbedaan Akurasi (%) 2 88.89 90.44 + 0.22 3 88.67 80.67 - 8.00 4 90.89 73.78 - 17.11 5 69.78 53.11 - 16.67 6 96.00 95.78 - 0.22 7 95.33 97.55 + 2.22 8 96.00 97.11 + 1.11 9 95.78 97.11 + 1.33 10 96.00 95.78 - 0.22

3.7 Hasil Pengukuran pada Proses Training dan Pengujian

Pada proses training dapat dilihat pengaruh jumlah neuron pada hidden layer terhadap MSE untuk masing-masing jaringan RBF, GARBF dan AGARBF ditunjukkan pada gambar 4. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa MSE akan menjadi besar ketika menggunakan jumlah neuron pada hidden layer 5. Sedangkan MSE akan relatif stabil untuk semua jenis jaringan syaraf tiruan pada jumlah neuron pada hidden layer diatas 5.

Gambar 4. Pengaruh Jumlah Neuron pada Hidden Layer terhadap MSE

Pengaruh jumlah neuron pada hidden layer terhadap waktu yang diperlukan untuk run time bagi masing-masing jaringan ditunjukkan pada gambar 5. Secara keseluruhan run time untuk RBF relatif lebih kecil dibandingkan dengan GARBF dan AGARBF.

Gambar 5. Pengaruh Jumlah Neuron pada Hidden Layer terhadap Run Time

Hasil akurasi pada simulasi RBF, GARBF dan AGARBF ditunjukkan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa GARBF dan AGARBF dapat memperbaiki akurasi RBF. Perbaiakan terjadi pada arsitektur dengan jumlah neuron hidden layer yaitu 2, 3, 4, 5 dan 6, sedangkan untuk arsitektur dengan jumlah neuron hidden layer yaitu 7, 8, 9 dan 10 tidak terjadi perbaikan namun relatif sama atau bahkan terjadi penurunan akurasi. Sedangkan untuk AGARBF lebih baik dari GARBF untuk arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer 2, 3, 4 dan 5, selebihnya relatif sama.

Gambar 6. Perbandingan Akurasi RBF, GARBF, AGARBF

3.8 Analisis Algoritma

Pada Tabel 3 dan Tabel 4 diketahui bahwa perbaikan yang diperoleh dari proses GARBF dan AGARBF pada arsitektur dengan jumlah neuron hidden layer yaitu 2, 3, 4 dan 5. Perbaikan yang dihasilkan cukup signifikan karena dapat memperbaiki akurasi lebih dari 10%. Perbaikan tersebut terjadi karena dengan arsitektur yang sederhana, RBF tidak dapat mencapai akurasi yang 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 2 3 4 5 6 7 8 9 10 MSE Neuron Hidden Layer RBF AGA‐RBF GA RBF 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Run  Time  (deti k) Neuron Hidden Layer RBF AGA‐RBF GA RBF 0 20 40 60 80 100 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Akurasi Neuron Hidden Layer RBF AGA‐RBF GA RBF

(7)

baik dengan kombinasi learning rate dan epoch yang ditetapkan pada simulasi, sehingga pengaruh GA maupun AGA dalam memperbaiki sangat terlihat karena dengan konsep crossover dan mutasi yang acak untuk GA dan adaptif untuk AGA menghasilkan MSE yang lebih baik.

Pada Gambar 4 dan 6 dapat dilihat bahwa pada arsitektur dengan 5 neuron pada hidden layer, algoritma RBF, GARBF dan AGARBF menghasilkan MSE dan akurasi terburuk, hal ini terjadi karena arsitektur dengan 5 neuron pada hidden layer adalah arsitektur yang tidak cocok untuk JST dengan jumlah neuron pada input layer = 4 dan jumlah neuron pada output layer = 2 untuk kasus klasifikasi tumbuhan iris berdasarkan rumus empiris penentuan jumlah neuron pada hidden layer, seperti ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 8. Rumus Empiris Penentuan Jumlah Neuron pada Hidden Layer (Fahmi, 2011)

No Rumus Empiris Nh 1 2 1 9 2 3 12 3 2 0.5 3 3 4 2 /3 3 5 3 6 2 8

Ni = Jumlah input yaitu 4

No = Jumlah output yaitu 2

Nh =Jumlah neuron pada hidden layer

Dari perhitungan penentuan hidden layer tersebut tidak diperoleh nilai 5, sehingga dapat dikatakan bahwa arsitektur dengan 5 neuron pada hidden layer tidak tepat untuk klasifikasi tumbuhan iris. Penggunaan 5 neuron pada hidden layer akan menghasilkan akurasi yang paling rendah. Sementara untuk arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer = 3 maupun kelipatannya adalah arsitektur yang cocok untuk klasifikasi tumbuhan iris. Hal tersebut sesuai dengan perhitungan rumus empiris pada table 8. Dari hasil pengujian klasifikasi RBF, GARBF maupun AGARBF arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer = 3 atau kelipatannya diperoleh hasil akurasi yang tinggi

Sementara pada arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer = 7, 8, 9 dan 10, akurasi GARBF dan AGARBF mengalami penurunan dibandingkan dengan RBF. Dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 bahwa akurasi RBF pada arsitektur ini sudah lebih dari 96 %, dan setelah dilakukan simulasi dengan GARBF dan AGARBF akurasi justru mengalami penuruan.

Pada Tabel 7, menunjukkan bahwa GARBF secara keseluruhan lebih baik dari pada AGARBF. AGARBF memiliki akurasi lebih baik dari pada GARBF hanya pada arsitektur dengan jumlah

neuron pada hidden layer = 2, 7, 8 dan 9 dengan selisih akurasi yang tidak terlalu signifikan, sedangkan untuk arsitektur lainnya GARBF memiliki akurasi lebih baik dari pada AGARBF. Perbedaan akurasi yang signifikan diperoleh pada arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer = 4 dan 5 dengan perbedaan akurasi lebih dari 10 %.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menganalisa pengaruh GA (Genetic Algorithm) AGA (Adapative Genetic Algorithm) pada JST RBF untuk klasifikasi dengan data tumbuhan iris. Evaluasi dari simulasi menunjukkan bahwa JST GARBF dan AGARBF dapat memperbaiki akurasi untuk arsitektur JST RBF yang sederhana yaitu pada arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer = 2, 3, 4 dan 5, sedangkan untuk arsitektur yang lebih kompleks yaitu pada arsitektur dengan jumlah neuron pada hidden layer = 6, 7, 8, 9 dan 10, akurasi GARBF dan AGARBF relatif sama dengan akurasi RBF, namun cenderung menurun dengan presentase penurunan akurasi yang relatif kecil.

Untuk pengembangan penelitian selanjutnya perlu dikembangkan penggunaan metode crossover dan mutasi yang bervariasi pada GARBF ate AGARBF dan penggunaan algoritma clustering yang lain misalnya algoritma FCM (Fuzzy C-Means).

PUSTAKA

Venkatesan, P., & Anitha, S. (2006). Application of a Radial Basis Function neural network for diagnosis of diabetes mellitus. Journal Current Science Vol. 91. No. 9

Zhangang, Y., Yanbo, C., & Cheng, K. E. (2007). Genetic Algorithm-Based RBF Neural Network Load Forecasting Model. IEEE Conference Power Engineering Society General Meeting.

Awad, M. (2010). Optimization RBFNNs Parameters Using Genetic Algorithms: Applied on Function Approximation. International Journal of Computer Science and Security (IJCSS) , 4 (3), 295-307.

Fahmi, Y. (2011). Peramalan Nilai Harga Saham Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Dan Algoritma Genetik. Yogyakarta: UII Yogyakarta.

Srinivas, M., & Patnaik, L. M. (1994). Adaptive Probabilities of Crossover and Mutation in Genetic Algorithms. IEEE Transaction on systems , 656-667.

Sarangi, P. P., Majhi, B., & Panda, M. (2012). Performance Analysis of Neural Networks Training using Real Coded Genetic Algorithm. International Journal of Computer Applications , 51, 30-36.

(8)

menggunakan Model Jaringan syaraf tiruan radial basis function dengan randomize cluster decision. Proceding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2005. F63-F67. Kusaedi. (2004). Perancangan Kendali Kecepatan

Motor DC Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Radial Basis Function (RBF) Menggunakan Skema Fix Stabilising Controller. Semarang: UNDIP Semarang.

Bors, Andrian. G. (2003). Introduction of The Radia Basis Function (RBF) Network. York: Department of Computer Science University

of York.

Ali, A. H. (2008). Self-Organization Maps for Prediction of Kidney Dysfunction. Telecommunicztions Forum TELFOR 2008 , 775-778.

Kusumadewi. (2003). Penyelesaian Masalah Heuristik. Jakarta: Andi.

C.Blak. (1988, September 21). Retrieved Mei 19, 2012, From Uci Machine Learning Repository: Http://Archive.Ics.Uci.Edu/Ml/

Gambar

Gambar 2 Arsitektur JST RBF
Gambar 3. Flowchart GA dan AGA RBF  a.  Representasi Kromosom dan Inisialisasi
Tabel 2. VariasiVariabel GARBF dan  AGARBF
Tabel 6. Penurunan Akurasi RBF vs AGARBF  Neuron  Hidden  Layer  Akurasi  RBF (%)  Akurasi  AGARBF (%)  Penurunan (%)  7 97.78  97.55  0.22  8 97.78  97.11  0.67  9 97.78  97.11  0.66  10 96.89 95.78  1.11  3.6  Perbandingan Akurasi AGARBF vs
+2

Referensi

Dokumen terkait

7.1.7 Selepas mendapat pengesahan dari Kumpulan Tuntutan Potongan, disket tuntutan sedia untuk di hantar kepada jabatan ( Prosedur 8 dan fail di e- mail kepada Jabatan Bendahari

Penelitian di Inggris membandingkan wanita yang terinfeksi virus influenza selama trimester II dan III pada kehamilan dengan kontrol yang tidak terinfeksi, hanya 11 %

Dari pengujian yang dilakukan, modul e-STNK berhasil melakukan verifikasi kartu tag, dapat melakukan pengiriman paket data ke server dan menerima data balasan

Puji syukur alhamdulillah kehadirat Alloh SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang

Untuk mengetahui Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang dialami dalam penerapan strategi penilaian non tes guru ( presentasi kelas ) pada mata pelajaran

Untuk dimensi assurance yang diukur dari 5 item pertanyaan diperoleh skor SERVQUAL sebesar -1,4.Gap atau kesenjangan tertinggi yang terjadi adalah pada point

Berdasarkan pemikiran di atas dan apa yang telah dilakukan oleh perpustakaan FE UII serta ditambah dengan hasil studi dari Szulanski (1996) yang mendiskusikan per- masalahan

Untuk keterangan lebih lanjut mengenai ketentuan &amp; batasan kondisi tertentu, dapat merujuk pada buku pedoman pemilik New Honda CR-V Membantu kemudi untuk menjaga kendaraan