• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL 4.1 Proses penangkapan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

4 HASIL

4.1 Proses penangkapan

Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Tugas masing-masing ABK pada saat operasi dibagi atas : 1 orang mengatur pencahayaan lampu, 1 orang mengatur tali jangkar pada saat hauling, 2 orang bertugas mengangkut hasil tangkapan dan 12 orang bertugas memutar roller dan menggiring ikan pada salah satu sisi bagan yang berfungsi sebagai kantong.

Proses penangkapan dimulai dengan menentukan fishing ground. Penentuan fishing ground dilakukan dengan melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, hasil tangkapan nelayan malam sebelumnya, dan hasil tangkapan nelayan lain. Penentuan fishing ground sepenuhnya berada pada juragan laut.

Bagan ditarik ke fishing ground setelah lokasi fishing ground ditentukan. Jarak dari fishing base ke fishing ground sekitar 20 mil. Lama waktu yang dibutuhkan ke fishing ground sekitar 6 jam. Penurunan jangkar pada fishing

ground dilakukan setelah dilakukan pengecekan dasar perairan. Dasar perairan

sebaiknya berlumpur dan dekat dengan batu agar terlindung dari arus dan gelombang yang besar.

Setting dimulai pada saat senja hari (pukul 18.00 WIT) setelah semua

ujung jaring telah diikatkan pada bingkai bagan dan selanjutnya dilakukan penyalaan lampu. Sebelum bingkai jaring diturunkan, batu arus yang berfungsi sebagai penahan jaring dari arus diturunkan terlebih dahulu.

Dua sampai tiga jam setelah lampu dinyalakan dilakukan pemadaman lampu. Pemadaman lampu dilakukan secara bertahap untuk menghindari agar ikan tidak kaget dan ikan semakin mendekat ke tengah jaring. Lampu pertama yang dipadamkan adalah lampu yang berada pada bagian pinggir rangka bagan. Bersamaan dengan itu lampu fokus dinyalakan dan lampu tiang juga dipadamkan. Pada kondisi ini hanya lampu yang berada di rumah bagan dan lampu yang berada

(2)

di bawah rangka bagan yang dinyalakan. Pemadaman lampu di bawah rangka bagan juga dilakukan secara bertahap, mulai dari bagian luar rangka bagan, sehingga kawanan ikan diharapkan semakin mendekat ke arah perahu. Pada akhirnya hanya lampu fokus yang menyala dan diredupkan secara perlahan selama 10 – 15 menit (pendapat nelayan = peredupan dilaksanakan jika yang terkonsentarsi ikan layang, jika ikan teri maka peredupan lampu fokus tidak dilakukan).

Penarikan jaring dimulai setelah juragan laut telah memberikan isyarat bahwa jaring segera ditarik. Penarikan jaring dilakukan setelah juragan mengamati secara visual kawanan ikan yang terdapat di bawah rangka bagan. Pemutaran roller jaring dilakukan dengan cepat agar kawanan ikan pada

catchable area tidak meloloskan diri. Pada saat pemutaran roller jaring, tali

jangkar juga dikendorkan agar bingkai jaring tepat berada di bawah perahu pada saat penarikan bingkai jaring. Waktu yang dibutuhkan untuk menarik jaring sampai kepermukaan air bergantung pada kecepatan arus dan kedalaman bingkai jaring, umumnya lama penarikan jaring berkisar 10 menit.

Proses selanjutnya adalah menggiring ikan ke bagian sisi jaring yang berfungsi sebagai kantong setelah bingkai jaring ditarik sampai rangka bagan dan lampu dinyalakan kembali. Jika ikan sudah terkumpul, ikan diangkat ke atas perahu dengan menggunakan serok dilanjutkan dengan penyortiran. Ikan yang sejenis dikelompokkan ke dalam satu basket dan dimasukkan ke dalam peti setelah dicampur es. Pada saat ini pula tali jangkar ditarik kembali, jaring diturunkan untuk melakukan proses penangkapan berikutnya. Secara singkat proses penangkapan ikan pada bagan rambo dapat dilihat pada Gambar 11 dan illustrasi metode pengoperasian bagan dapat dilihat pada Gambar 12.

Waktu yang dibutuhkan dalam penyalaan lampu berbeda-beda bergantung pada waktu hauling, musim ikan, kedatangan ikan, periode bulan dan keadaan cuaca. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan dalam operasi bagan rambo dapat dilihat pada Tabel 3.

(3)
(4)

Gambar 12 Ilustrasi metode pengoperasian bagan rambo (1 kolom perairan).

Tabel 3 Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktifitas operasi bagan rambo di Selat Makassar

No. Deskripsi Waktu yang dibutuhkan (menit)

1. Persiapan setting 10 - 20

2. Pencahayaan 120 - 240

3. Pemadaman lampu secara berkala 30 – 60

4. Hauling 10 – 15

5. Menggiring ikan ke sisi perahu 10 – 15 6. Mengangkat hasil tangkapan ke

atas perahu 5 – 50

7. Penyortiran hasil tangkapan 15 – 90

1 1

(5)

Bagan rambo dengan alat bantu cahaya akan menarik ikan karena intensitas cahaya, warna cahaya, kecerahan perairan yang mendukung, dan keberadaan ikan di sekitar fishing ground. Ikan-ikan akan bergerak mendekati sumber cahaya disebabkan oleh fototaksis positif, mencari makan, ataupun keduanya, yaitu sifat fototaksis positif dan mencari makan.

Ikan-ikan yang berfototaksis positif akan memilih cahaya yang disenangi. Ikan berenang di atas jaring atau di bawah jaring dan berdiam lama di sekitar pencahayaan. Ikan-ikan yang mencari makan akan berada di sekitar pencahayaan selama makanan masih tersedia dan akan meninggalkan daerah pencahayaan apabila makanan tidak ada lagi. Ikan yang berfototaksis positif dan mencari makan berada di sekitar pencahayaan sambil melakukan aktivitas makan (feeding

activity).

Pemadaman lampu secara berkala pada saat pengoperasian bagan rambo mengakibatkan ikan-ikan semakin mendekati catchable area. Ikan yang berfototaksis positif tetap terkonsentrasi di sekitar pencahayaan. Pada saat hanya lampu fokus yang menyala, ikan yang berfototaksis positif telah berada pada

catchable area. Pada saat hauling sebagian ikan masuk ke dalam lingkup jaring

dan sebagian lagi meloloskan diri. Ikan-ikan yang meloloskan diri ada yang masih tetap berada di sekitar daerah pencahayaan dan ada yang berenang menghindar dan menjauhi bagan.

4.2 Distribusi iluminasi cahaya bawah air

Hasil pengukuran iluminasi cahaya bawah air di bawah bagan rambo dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya bawah air pada Tabel 4, dicari koefisien ateniasi dengan menggunakan formula (1). Hasil perhitungan selanjutnya di analisis dengan menggunkan software Curva Eexpert 1.3 untuk medapatkan formula nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai kedalaman dan jarak dari bagan setelah dinormalkan diperlihatkan pada Gambar 14.

(6)

Tabel 4 Hasil pengukuran intensitas (lux) bawah air bagan rambo

Gambar 13 Distribusi iluminasi cahaya pada bagan rambo yang menggunakan lampu mercury

(7)

Nilai estimasi iluminasi cahaya selanjutnya dibuat kontur distribusi iluminasi cahaya yang masuk dalam perairan dianalisis dengan menggunakan

software SURFER versi 7.0 (Gambar 13).

Kontur iluminasi cahaya bagan rambo yang menggunakan lampu mercury meperlihatkan pola iluminasi cahaya yang berada dalam radius 5 m di bawah perahu bagan menunjukkan bahwa cahaya lebih jauh menembus perairan. Hal ini disebabkan pada daerah ini terdapat lampu fokus yang arah pencahayaannya terfokus secara vertikal ke dalam perairan. Pola iluminasi juga memperlihatkan bahwa pola iluminasi cahaya sangat tergantung dari tata letak lampu di atas bagan.

Gambar 14 Hasil estimasi iluminasi cahaya pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m dari perahu bagan rambo yang menggunakan lampu merkuri

Hasil analisis data menunjukkan bahwa iluminasi cahaya di bawah air berkurang secara ekponensial dengan semakin bertambahnya kedalaman. Pola iluminasi cahaya tergantung dari awal intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Intensitas awal tergantung dari jarak sumber cahaya sudut dan keadaan gelombang.. Nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai kedalaman dan jarak dari bagan setelah dinormalkan diperlihatkan pada Gambar 14. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien atenuasi berkisar antara 0,11 sampai 0,74. Koefisien atenuasi diperoleh pada pengukuran yang dipengaruhi oleh jarak dari sumber cahaya.

(8)

4.3 Profil dasar perairan fishing ground

Fishing ground (daerah penangkapan ikan) bagan rambo di Selat

Makassar masih tergolong daerah pantai karena kedalaman perairannya 25 – 70 meter. Perairan yang tergolong landai ini menyebabkan ikan bermigrasi ke pantai karena faktor lingkungan seperti arus, salinitas, temperatur, musim, pasang surut, topografi, makanan, dan lain-lain sehingga daerah ini menjadi fishing ground yang ideal bagi bagan rambo. Profil dasar perairan lokasi selama pengamatan di perairan Barru Selat Makassar disajikan pada Lampiran 2 dan 3.

Lokasi yang ideal mengoperasikan bagan rambo adalah: dasar perairan berlumpur dan terlindung dari ombak dan arus yang kuat. Dasar perairan yang berbatu sebaiknya berada di depan bagan agar terhindar dari arus dan ombak. Dasar perairan berbatu yang tepat berada di bawah bagan kurang baik karena habitat ikan yang berada di ekosisitem batu adalah ikan dasar yang tidak menyenangi cahaya sehingga tidak sesuai dengan tujuan penangkapan bagan rambo yang tujuannya menangkap ikan pelagis yang umumnya berkelompok dan menyenangi cahaya.

4.4 Pola tingkah laku ikan pada bagan rambo

Dalam pengamatan tingkah laku ikan, parameter yang diamati adalah pola kedatangan kawnan ikan, pola distribusi kawanan ikan di sekitar pencahayaan, pola pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan, dan pola pergerakan kawanan ikan setelah hauling.

4.4.1 Pola kedatangan ikan

Pengamatan tingkah laku ikan dapat diamati secara visual hanya sampai kedalaman 2 m. Ikan mulai masuk ke daerah pencayahaan di bawah rangka bagan setelah 5 – 10 menit. Jenis ikan yang pertama masuk adalah ikan yang sangat kecil yang tidak teridentifikasi disusul dengan ikan teri, cumi-cumi, ikan terbang, kepiting rajungan dan ada kalanya ular laut.

Pengamatan tingkah laku ikan pada kedalaman lebih dari 2 meter diamati dengan menggunakan side scan sonar colour. Hasil pengamatan pola kedatangan ikan pada setting pertama, kedua, dan ketiga dengan menggunakan side scan

(9)

Gambar 15 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting pertama (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer) Pola kedatangan ikan pada saat awal setting pertama memperlihatkan bahwa ikan mendekati sumber cahaya umumnya dari arah kiri dan kanan bagan serta dari kedalaman yang berbeda. Pergerakan kawanan ikan belum terkonsentrasi pada sumber pencahayaan atau belum beradaptasi sempurna dengan intensitas cahaya yang ada.

(10)

Gambar 16 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting kedua (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer)

(11)

02:30:15 02:30:27 02:30:39 02:30:51 fish school fish school fish school fish school bagan bagan bagan bagan A B A B 1 2 3 4 Gambar 17 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting ketiga (A

tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer) Pola kedatangan ikan pada saat awal setting kedua dan ketiga memperlihatkan bahwa sebagian kawanan ikan masih berada di sekitar bagan. Ikan-ikan tersebut adalah ikan yang berhasil meloloskan diri pada saat hauling pertama. Pola penyebaran kawanan ikan akibat proses hauling berada jauh dari sumber cahaya dan belum terkonsentrasi di catchable area. Pola penyebaran kawanan ikan pada awal setting kedua sama halnya dengan pola penyebaran kawanan ikan pada awal setting ketiga, dimana kawanan ikan yang berhasil lolos dari setting kedua sebagian masih berada di sekitar bagan.

(12)

4.4.2 Pola Penyebaran kawanan ikan di sekitar pencahayaan

Contoh pola penyebaran kawanan ikan di sekitar pencahayaan selama lampu masih dinyalakan semua dapat dilihat pada Gambar 18 dan pola penyebaran ikan pada saat lampu terluar bagan telah dipadamkan dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.

Setelah

Gambar 18 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat lampu masih dinyalakan semua (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer, Kawanan ikan dalam lingkaran )

A B A B 20:15:16 20:15:28 20:15:52 20:15:40 fish school bagan fish school bagan fish school bagan fish school bagan 1 2 3 4 30 m

(13)

Pola penyebaran kawanan ikan pada Gambar 18 dapat dilihat bahwa kawanan ikan sudah berada di sekitar pencahayaan dan mulai masuk ke daerah

catchable area. Kawanan ikan terlihat bergerak tidak teratur, namun terlihat

dalam lingkaran ikan sudah semakin mendekati cahaya. Pola penyebaran kawanan ikan belum diketahui dengan pasti, apakah bergerak memutar atau mendekat dan menjauhi sumber pencahayaan.

Gambar 19 Pola pergerakan kawanan ikan setelah lampu terluar bagan dipadamkan (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), . perahu observer) A B A B 20:40:20 20:40:32 20:40:44 20:40:56 fish school bagan fish school bagan fish school bagan fish school bagan 1 2 3 4 waring bagan waring bagan

waring bagan waring bagan

(14)

Pola penyebaran kawanan ikan setelah lampu terluar dipadamkan mempelihatkan kawanan ikan mulai terkonsentrasi di sekitar catchable area, dimana kawanan ikan sudah tidak tersebar lagi dan sudah menyatu dengan bagan. Pola ini terjadi karena cahaya lampu yang menyala hanya di bawah rangka bagan sehingga kawanan ikan mulai berkumpul semakin dekat ke daerah pencahayaan, walaupun masih terlihat ada yang bergerak keluar dari cakupan bagan.

Pada Gambar 20 dapat dilihat pola pergerakan kawanan ikan yaitu : (A) ikan bergerak ke arah bagan, (B) kawanan ikan bergerak semakin mendekati sumber pencahayaan dan ada kawanan ikan yang bergerak menjauhi daerah pencahayaan (B1), (3) kawanan ikan yang tetap di sekitar pencahayaan, dan (B1,

C1, D1) ikan yang menjauhi daerah pencahayaan cenderung mendekat lagi dengan

pola pergerakan memutar. Kemungkinan kawanan ikan yang menjauhi daerah pencahayaan kaget pada saat lampu dipadamkan dan dindikasikan kawanan ikan ini akan kembali ke daerah pencahayaan.

Gambar 20 Contoh observasi pola pergerakan kawanan ikan setelah lampu luar bagan dipadamkan A B D1 C B1 C1

A,B,C,D : Kawanan Ikan

B1 : Pecahan kawanan ikan A (B+B1)

: Bagan

: Perahu observer

: Pergerakan kawanan ikan 30 m

(15)

Gambar 21 Pola penyebaran kawanan ikan sesaat sebelum semua lampu dipadamkan, kecuali lampu fokus (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), platform observer)

Pola penyebaran kawanan ikan sesaat sebelum hanya lampu fokus yang menyala adalah ikan menyebar di sekitar catchable area dan masih ada yang meninggalkan dan mendekati sumber pencahayaan. Pada Gambar 21 bagian 4 dimana lampu fokus sudah menyala memperlihatkan bahwa ikan telah terkonsentrasi di catchable area. Terkonsentrasinya ikan pada catchable area dikarenakan lampu yang dinyalakan hanya lampu fokus yang arah pencahayaannya tidak lagi menyebar tetapi terfokus ke arah bawah secara vertikal. A B A B 21:15:12 21:15:24 21:15:36 21:15:48

fish school bagan

fish school bagan

fish school bagan bagan fish school

1 2

3 4

waring bagan waring bagan

waring bagan waring bagan

(16)

4.4.3 Pola Penyebaran ikan pada saat hauling

Contoh pola penyebaran ikan pada saat hauling dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. Pada Gambar 22 terlihat bahwa pola penyebaran ikan pada saat hauling pertama trip I menyebar secara horisontal, sedangkan pada Gambar 23 terlihat pola penyebaran ikan pada saat hauling ketiga trip VI menyebar ke arah vertikal. Perbedaan pola penyebaran ini dikarenakan jenis ikan yang tertangkap juga berbeda. Pada hauling pertama trip I jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan teri dan ikan kembung lelaki, sedangkan pada hauling ketiga trip VI jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan layang dan kembung lelaki.

Pola penyebaran ikan pada saat hauling telah selesai dapat dilihat pada Gambar 24. Kawanan ikan yang terlihat pada Gambar 24 adalah ikan yang berhasil meloloskan diri pada saat hauling. Pola penyebarannya terlihat ada yang menjauhi daerah pencahayaan dan ada juga yang masih tetap berada di sekitar jaring bagan. Belum diketahui bagaimana pola pergerakan ikan meloloskan diri pada saat hauling, apakah ikan meloloskan diri pada saat bingkai jaring di tarik ke atas atau ikan yang meloloskan diri berada di luar jangkauan bingkai bagan pada saat haling.

(17)

A B A B 22:30:00 22:30:12 22:30:24 22:30:36

fish school bagan fish school

bagan 1 2 3 4 fish school bagan fish school bagan

waring bagan waring bagan

waring bagan waring bagan

Gambar 22 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling pertama trip I (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), platform observer) 30 m

(18)

Gambar 23 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling ketiga trip VI (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m) platform observer) A B A B 22:34:08 22:34:32 22:34:44 fish school bagan fish school bagan 1 2 3 4 fish school

bagan fish school

bagan waring bagan waring bagan waring bagan waring bagan 30 m

(19)

22:45:34 22:45:46 22:45:58 fish school bagan fish school bagan fish school bagan escape A B A B

Gambar 24 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling kedua trip IV telah selesai (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m),

... . platform observer) 30 m

waring bagan

(20)

4.4.4 Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan

Pengamatan pola pergerakan kawanan ikan dengan menggunakan side

scan sonar colour dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26. Pola pergerakan ikan di

sekitar pencahayan seperti pada Gambar 25 terlihat bahwa ikan cenderung bergerak mendekati sumber pencahayaan kemudian sedikit menjauh dan mendekati lagi sumber pencahayaan. Pola pergerakan kawanan ikan pada Gambar 25 dan 26 memperlihatkan pergerakan kawanan ikan yang mendekati sumber pencahayaan (Gambar 25 : 1) dengan kecepatan 57,69 cm/detik dan kecepatan pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan (Gambar 25 : 2,3,4,5,6) sekitar 20,93 cm/detik.

Pola pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan yang diamati secara visual dapat dilihat pada Gambar 27 - 30. Kawanan ikan kecil yang tidak teridentifikasi memperlihatkan pola pergerakan bolak-balik di sekitar pencahayaan (Gambar 27). Kawanan ikan teri (Gambar 28) memperlihatkan pola pergerakan melingkari secara teratur di dekat sumber pencahayaan. Kawanan ikan layang (Gambar 29) memperlihatkan pola pergerakan berputar secara teratur dan berada sedikit diluar sumber pencahayaan.

Pola pergerakan cumi-cumi (Gambar 30) mmperlihatkan pola pergerakan maju mundur. Cumi-cumi bergerak maju mendekati sumber pencahayaan pada saat memburu mangsa (ikan-ikan kecil) dan bergerak mundur setelah mendapatkan mangsa. Pola pergerakan ini biasanya terus berlangsung sampai proses hauling dilaksanakan.

(21)

Gambar 25 Tampilan sonar yang memperlihatkan pola pergerakan kawanan ikan layang, posisi dan indikasi waktu. A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m) 01:30:12 fish school 1 01:32:04 01:35:40 01:33:52 01:36:52 01:30:56

fish school fish school

fish school fish school

Perahu observer fish school 2 3 5 6 4 Perahu observer Perahu observer Perahu observer Perahu observer Perahu observer A B A B A B 30 m

(22)

Gambar 26 Contoh observasi pola pergerakan kawanan ikan dengan menggunakan side scan sonar colour pada tanggal 27 April 2005 pukul 01:30:12 – 01:36:52 (A,B,C,D,E,F,G : kawanan ikan)

30 m Perahu observer E F G 30 m (01:30:12) Perahu observer A B D E C A : 0’00” B : 0’00” C=(A+B) : 0’:44” D : 1’:44” E : 4’:22” F : 5’:58” G : 6’:56 : bagan

: arah dan jarak pergerakan kawanan ikan

(23)

Gambar 27 Pola pergerakan ikan-ikan kecil di sekitar lampu fokus

Gambar 28 Pola pergerakan ikan teri di sekitar lampu fokus yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam

Lampu fokus Fish school Fish school Fish school Fish school Fish school

Lampu fokus Lampu fokus

Lampu fokus Fish school

(24)

Gambar 29 Pola pergerakan kawanan ikan layang di sekitar pencahayaan yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam (sumber cahaya lampu fokus di sebelah kanan gerobolan ikan

Gambar 30 Pola pergerakan maju mundur cumi-cumi di sekitar pencahayaan

Fish school Fish school

Fish school

(25)

4.5 Hasil tangkapan

4.5.1 Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian

Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian pada alat tangkap bagan rambo umumnya adalah ikan small pelagic schooling. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah teri (Stolephorus spp), layang (Decapterus ruselli), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), tembang (Sardinella fimbriata) dan cumi-cumi (loligo sp).

Kelompok ikan lainnya yang tertangkap bagan rambo adalah ikan kecil-kecil yang tidak teridentifikasi, alu alu atau barakuda (Sphyraena genie dan

Sphyraena jello), julung-julung (Hemirhamphus far), terbang (Cypsilurus poeciloterus), bawal putih (Pampus argenteus), bawal hitam (Formio niger),

cendro (Tylosourus crocodilus), layur (Trichiurus savala), dan peperek (Leiognatus aureus, Leiognathus berbis dan Leionathus blochii). Kelompok ikan ini mempunyai hasil tangkapan yang sangat kecil per jenisnya.

4.5.2 Komposisi jenis hasil tangkapan

Jumlah dan komposisi hasil tangkapan pada bagan rambo setiap waktu

hauling dan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 31. Jumlah dan

komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah kembung lelaki (Rastrelliger spp) 25%, teri (Stolephorus spp) 24%, ikan lainnya 19%, layang (Decapterus sp) 17%, tembang (Sardinella fimbriata) 12%, cumi-cumi (Loligo sp) 3% (total tangkapan 7,419.5 kg).

Gambar 31 Komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian

lainnya, 19% cumi-cumi, 3% tembang, 12% kembung lelaki, 25% layang, 17% teri, 24%

(26)

Tabel 5 Jenis, jumlah dan persentase hasil tangkapan sebelum tengah malam, tengah malam dan setelah tengah malam

No. Waktu Jenis ikan jumlah hasil tangkapan persentase (%)

Teri 549 36 Kembung lelaki 344 23 Tembang 206 14 Layang 84 6 Cumi-cumi 75 5 Lainnya 260 17 1 Sebelum tengah malam Jumlah 1518 100 Teri 472 22 Kembung lelaki 584 27 Tembang 296 14 Layang 142 7 Cumi-cumi 50.5 2 Lainnya 615 28 2 Tengah malam Jumlah 2159.5 100 Teri 738 20 Kembung lelaki 924 25 Tembang 400 11 Layang 1040 28 Cumi-cumi 100 3 Lainnya 540 14 3 Sesudah tengah malam Jumlah 3742 100

Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan sebelum tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah teri (Sardinella spp) 36%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 23%, tembang (Sardinella fimbriata) 14%, layang (Decapterus sp) 6%, cumi-cumi 5% dan ikan lainnya 17 % (total tangkapan 1.518 kg). Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan setelah tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah ikan lainnya 28%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 27%, teri (Sardinella spp) 22%, tembang (Sardinella fimbriata) 14%, layang (Decapterus sp) 7%, , cumi-cumi 2% (total tangkapan 2.159,5 kg). Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan setelah tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah layang (Decapterus sp)

(27)

27%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 25%, teri (Sardinella spp) 20%, ikan lainnya 14%, tembang (Sardinella fimbriata) 11%, cumi-cumi (Loligo sp) 3% (total tangkapan 3742 kg).

4.5.3 Hubungan antara hasil tangkapan dengan waktu hauling

Analisis hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan pada hauling setelah tengah malam (287,85 kg) lebih besar dari

hauling sebelum tengah malam (253,00 kg) dan pada saat tengah malam

(196,32 kg) (Gambar 32), sementara itu rata-rata hasil tangkapan pada hauling sebelum tengah malam lebih tinggi dari hauling tengah malam (Gambar 33).

13 11

6 N =

Setelah tengah malam Tengah malam

Sebelum tengah malam

95% C I 500 400 300 200 100 0 Jum lah tan gkapan ( k g )

Gambar 32 Distribusi rata-rata hasil tangkapan bagan rambo selama penelitian (sebelum tengah malam pukul 18.00-22.00, tengah malam pukul 22.00-02.00 dan setelah tengah malam pukul 02.00-06.00).

(28)

100 200 300 400 500 600 100 200 30 0 400 500 600 700 700

Sebelum tengah malam (kg)

Setelah tengah malam (kg)

45°

Gambar 33 Perbandingan antara hasil tangkapan sebelum tengah malam dan setelah tengah malam selama penelitian

Gambar

Gambar 11  Proses operasi penangkapan ikan pada bagan rambo
Tabel 3 Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktifitas operasi bagan  rambo di Selat  Makassar
Tabel 4  Hasil pengukuran intensitas (lux) bawah air bagan rambo
Gambar 14  Hasil  estimasi  iluminasi cahaya pada  jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m   dari perahu bagan rambo yang menggunakan lampu merkuri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemodelan sistem untuk mengembangkan model pengambilan keputusan multi kriteria akan dilakukan pada objek industri phia ”X” yang mempunyai tujuan untuk meminimasi

Jadi berdasarkan pengamatan tentang Keterlibatan Guru dalam Organisasi Profesi yang terdapat di Sekolah SMP Negeri 10 Kabupaten Sorong ini semua guru yang ada di sekolah tersebut

elastic SCAD SVM terbukti mampu menangani prediksi data berdimensi tinggi, khususnya data penyakit kanker payudara yang berasal dari DNA Microarray. Hal ini dapat

struktur teks anekdot pada cerita Abu Nawas diperoleh nilai rata-rata 94% memiliki struktur yang lengkap Struktur sempurna artinya teks anekdot tersebut terdiri dari

Mesin diesel mengalami peningkatan prestasi kerja yang signifikan setelah menggunakan timing injeksi pada sudut 14˚ CA BTDC ( Retarted ) dengan nilai daya

[r]

Dengan adanya alasan untuk lebih mengikat rasa persaudaraan antara sesama pecinta freestyle di atas motor dengan jenis motor Kawasaki Ninja tersebut, maka pada

Berikut ini akan diuraikan mengenai perhitungan tekno ekonomi dalam pembuatan pabrik pengolahan bijih nikel laterit menjadi NPI menggunakan Hot Blast Cupola