• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TINJUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae, termasuk ordo Poales dengan famili Graminae serta genus Oryza Linn dan dengan nama spesies Oryza sativa L.

Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah Oryza sativa dengan dua subspesies yaitu indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan (http://www.warintek.ristek.go.id., 2008).

Akar tanaman padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua macam akar yaitu :

1. Akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara

2. Akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah

Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal. Akar ini disebut adventif/buku, karena tumbuh dari bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya bukan dari akar yang telah tumbuh sebelumnya (Suharno, 2005).

(2)

Akar bagi tumbuhan mempunyai tugas untuk : 1. Memperkuat berdirinya tumbuhan

2. Untuk menyerap air dan zat-zat makanan yang terlarut di dalam air tadi dari dalam tanah

3. Mengangkut air dan zat-zat makanan tadi ke tempat-tempat pada tubuh tumbuhan yang memerlukan

(Tjitrosoepomo, 2001).

Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Jumlah buku sama dengan jumlah daun ditambah dua yakni satu buku untuk tumbuhnya koleoptil dan yang satu lagi buku terakhir yang menjadi dasar malai. Ruas yang terpanjang adalah ruas yang teratas dan panjangnya berangsur menurun sampai ke ruas yang terbawah dekat permukaan tanah (Tobing, dkk, 1995).

Anakan muncul pada batang utama dalam urutan yang bergantian. Anakan primer tumbuh dari buku terbawah dan memunculkan anakan sekunder. Anakan sekunder ini pada gilirannya akan menghasilkan anakan tersier (Suharno, 2005).

Anakan terbentuk dari umur 10 hari dan maksimum pada 50–60 hari sesudah tanam. Sebagian dari anakan maksimum mati dan terbentuk anakan produktif sampai mencapai umur 120 hari. Anakan yang terbentuk pada stadia pertumbuhan biasanya tidak produktif. Hilang/matinya anakan disebabkan persaingan antara anakan, saling terlindung, atau kekurangan nitrogen. Varietas unggul mempunyai anakan yang lebih banyak pada waktu pembungaan dan anakan mati sedikit (Hasyim, 2000).

(3)

Daun tanaman padi tumbuh pada sepanjang batang. Daun terdiri dari dua bagian, sarung (pelindung) yang membungkus batang dan lamina atau seperti mata pisau. Jumlah daun sama dengan jumlah tangkai. Daun pertama tanaman padi adalah bungkus (sarung) atau coleoptil. Daun selanjutnya muncul dari celah coleoptil (Grist, 1960).

Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling terdapat satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas :

1. Helaian daun yang menempel pada buku melalui pelepah daun

2. Pelepah daun yang membungkus ruas di atasnya dan kadang-kadang pelepah daun dan helaian daun ruas berikutnya

3. Telinga daun (auricle) pada dua sisi pangkal helaian daun

4. Lidah daun (ligula) yaitu struktur segitiga tipis tepat di atas telinga daun 5. Daun bendera adalah daun teratas di bawah malai

(Suharno, 2005).

Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Malai terdiri dari 8–10 buku yang menghasilkan cabang–cabang primer selanjutnya menghasilkan

cabang–cabang sekunder. Dari buku pangkal malai pada umumnya akan muncul hanya satu cabang primer, tetapi dalam keadaan tertentu buku tersebut dapat menghasilkan 2–3 cabang primer (Tobing, dkk, 1995).

Lemma yaitu bagian bunga floret yang berurat lima dan keras yang sebagian menutupi palea. Ia memiliki suatu ekor. Palea yaitu bagian floret yang berurat tiga yang keras dan sangat pas dengan lemma. Bunga terdiri dari 6 benang sari dan

(4)

sebuah putik. Enam benang sari tersusun dari dua kelompok kepala sari yang tumbuh pada tangkai benang sari (Suharno, 2005).

Pada keadaan normal, persarian terjadi bersamaan dengan membukanya bunga. Tepung sari yang jatuh pada kepala putik segera berkecambah dalam waktu 3 menit dan menghasilkan pipa tepung sari dan akan mencapai kantong janin melalui pintu mikrofil (Tobing, dkk, 1995).

Butir biji adalah bakal buah yang matang, dengan lemma, palea, lemma steril, dan ekor gabah (kalau ada) yang menempel sangat kuat. Butir biji padi tanpa sekam (kariopsis) disebut beras. Buah padi adalah sebuah kariopsis, yaitu biji tunggal yang bersatu dengan kulit bakal buah yang matang (kulit ari), yang membentuk sebuah butir seperti biji. Komponen utama butir biji adalah sekam, kulit beras, endosperm, dan embrio (Suharno, 2005).

Ada tiga stadia umum proses pertumbuhan tanaman padi dari awal penyemaian hingga pemanenan :

1. Stadia vegetatif ; dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir. Pada varietas padi yang berumur pendek (120 hari) stadia ini lamanya sekitar 55 hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang (150 hari) lamanya sekitar 85 hari.

2. Stadia reproduktif ; dari terbentuknya bulir sampai pembungaan. Pada varietas berumur pendek lamanya sekitar 35 hari, dan pada varietas berumur panjang sekitar 35 hari juga.

3. Stadia pembentukan gabah atau biji ; dari pembungaan sampai pemasakan biji. Lamanya stadia sekitar 30 hari, baik untuk varietas padi berumur pendek maupun berumur panjang.

(5)

Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh sembilan stadia. Masing-masing stadia mempunyai ciri dan nama tersendiri. Stadia tersebut adalah :

1. Stadia 0 ; dari perkecambahan sampai timbulnya daun pertama, biasanya memakan waktu sekitar 3 hari.

2. Stadia 1 ; stadia bibit, stadia ini lepas dari terbentuknya duan pertama sampai terbentuk anakan pertama, lamanya sekitar 3 minggu, atau sampai pada umur 24 hari.

3. Stadia 2 ; stadia anakan, ketika jumlah anakan semakin bertambah sampai batas maksimum, lamanya sampai 2 minggu, atau saat padi berumur 40 hari. 4. Stadia 3 ; stadia perpanjangan batang, lamanya sekitar 10 hari, yaitu sampai

terbentuknya bulir, saat padi berumur 52 hari.

5. Stadia 4 ; stadia saat mulai terbentuknya bulir, lamanya sekitar 10 hari, atau sampai padi berumur 62 hari.

6. Stadia 5 ; perkembangan bulir, lamanya sekitar 2 minggu, saat padi sampai berumur 72 hari. Bulir tumbuh sempurna sampai terbentuknya biji.

7. Stadia 6 ; pembungaan, lamanya 10 hari, saat mulai muncul bunga, polinasi, dan fertilisasi.

8. Stadia 7 ; stadia biji berisi cairan menyerupai susu, bulir kelihatan berwarna hijau, lamanya sekitar 2 minggu, yaitu padi berumur 94 hari.

9. Stadia 8 ; ketika biji yang lembek mulai mengeras dan berwarna kuning, sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan. Lama stadia ini sekitar 2 minggu, saat tanaman berumur 102 hari.

(6)

10. Stadia 9 ; stadia pemasakan biji, biji berukuran sempurna, keras dan berwarna kuning, bulir mulai merunduk, lama stadia ini sekitar 2 minggu, sampai padi berumur 116 hari.

(Sudarmo, 1991).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 23 0C (http://terangbulan.kampungdigital.com., 2008).

Suhu mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan. Suhu yang terlalu rendah pada waktu pertumbuhan permulaan sangat menghambat pengembangan daripada kecambah, sehingga pemindahan terlambat dan pembentukan anakan berkurang. Sedangkan suhu rendah setelah pembentukan malai akan menyebabkan peningkatan sterilitas dan mengurangi berat biji. Perbedaan suhu yang jelas antara siang dan malam akan mempercepat pematangan biji, terutama bila suhu malam yang rendah (Hasyim, 2000).

Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 0 LU–450 LS dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim

hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada

musim kemarau, produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun, karena penyerbukan kurang intensif (http://www.warintek.ristek.go.id., 2008).

(7)

Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian tempat 0–650 m dpl dengan temperatur 220 C–27 0 C sedangkan di

dataran tinggi 650–1.500 m dpl dengan temperatur 190 C–230 C (http://warintek.bantul.go.id., 2008).

Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang juga rendah pada waktu bunting dapat menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991).

Tanah

Tanah sawah merupakan tanah yang sangat penting karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi beras. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi, baik secara terus–menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup (http://terangbulan.kampungdigital.com., 2008).

Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang

(8)

Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18–22 cm (http://warintek.bantul.go.id., 2008).

Keasaman tanah (pH) adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pertumbuhan tanaman. Dengan kata lain, keasaman tanah sebagai salah satu faktor penting yang menentukan potensi kesesuaian lahan untuk pertumbuhan tanaman bersama faktor–faktor lainnya (Musa, dkk, 2006).

Keasaman tanah yang dikehendaki tanaman padi adalah antara pH 4,0–7, 0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanah menjadi

netral (7,0). Pada prinsipnya, tanah berkapur dengan pH 8,1–8, 2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral (http://www.warintek.ristek.go.id., 2008).

Pengaruh Mutasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pemuliaan tanaman merupakan ilmu pengetahuan yang ditujukan untuk memperbaiki tanaman, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Tujuan terakhir yaitu untuk mendapatkan tanaman yang hasilnya tinggi dan mempunyai sifat-sifat lain yang dikehendaki manusia (Batan, 1972).

Pemuliaan tanaman dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu pemuliaan tanaman konvensional dan pemuliaan tanaman inkonvensional. Pemuliaan tanaman konvensional (kuno) yang terdiri dari seleksi dan hibridisasi ditemukan terlebih dahulu daripada pemuliaan tanaman inkonvensional

(tidak kuno) modern, yang terdiri dari mutasi dan poliploidi (Herawati dan Setiamihardja, 2000).

(9)

Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba – tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan. Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi. Keduanya dapat menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan (pemuliaan) (http://www.infonuklir.com., 2008).

Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan perubahan–perubahan pada bagian–bagian tanaman bentuk maupun warnanya juga perubahan pada sifat-sifat lainnya. Tanaman (individu) hasil mutasi dinamakan mutan, sedangkan generasinya biasa dinyatakan dengan M1 (Herawati dan Setiamihardja, 2000).

Radiasi alami yang berasal dari mineral radioaktif dan sinar kosmik, pengaruh panas dan kimiawi tidak cukup besar sebagai penyebab semua mutasi secara spontan. Mutasi biasanya jarang terjadi (Crowder, 1997).

Berbagai macam mutasi yaitu : 1. Mutasi genom

Poliploidi pada tanaman mencerminkan bahwa satu set atau lebih set kromosom ditambahkan pada kromosom diploid misalnya triploid disimbolkan 2x + x = 3x, tetraploid 2x + 2x = 4x (dimana x adalah jumlah kromosom dasar). Pengaruh beberapa mutagen dapat merubah tingkat ploidi ada genom tanaman.

(10)

2. Mutasi kromosom

Pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom. Pecahnya benang kromosom dibagi dalam 4 kelompok yaitu : translokasi, inversi, duplikasi, dan defisiensi.

3. Mutasi gen

Bahan mutagen tertentu dapat menginduksi perubahan spesifik susunan pasangan basa dalam struktur DNA. Perubahan yang terjadi disebut mutasi gen.

4. Mutasi di luar inti sel

Pada kenyataannya, tidak semua materi genetik (DNA) berada di dalam inti sel. Hal tersebut terbukti setelah peneliti menjumpai beberapa sifat tanaman diturunkan dengan tidak menuruti pola hukum Mendel. Sampai pada akhirnya diketahui penurunan sifat lebih dikontrol oleh gen–gen yang berada di luar inti sel

(http://www.infonuklir.com, 2008).

Bahan–bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen. Mutagen dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Mutagen bahan kimia 2. Mutagen bahan fisika 3. Mutagen bahan biologi (http://bebas.vlsm.org., 2008).

Hasil mutasi induksi tampak tidak secara langsung. Hal ini berarti perlakuan mutagen akan mengubah genotip alela dalam pola acak. Frekuensi dan

(11)

hebatnya perubahan gen–gen berinduksi tergantung pada dosis mutagen, umur dan tipe jaringan, serta faktor–faktor fisik termasuk kelembapan dan suhu (Welsh, 1991).

Kerusakan fisiologis kemungkinan dapat disebabkan karena kerusakan kromosom dan kerusakan sel di luar kromosom. Pemisahan kedua penyebab tersebut sulut dilakukan, karena keduanya terjadi pada generasi M1 sebagai akibat dari perlakuan mutagen. Kerusakan tersebut merupakan ganggua fisiologis bagi pertumbuhan tanaman. Besarnya kerusakan fisiologis tergantung pada besarnya dosis yang digunakan dan semakin tinggi dosis yang digunakan maka semakin tinggi kerusakan fisiologis yang timbul. Suatu molekul atau sel mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap mutagen. yang menyatakan bahwa jika radiasi terjadi pada bagian molekul atau sel yang peka maka molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya, apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka, maka molekul atau sel tersebut tidak mati (Mugiono, 2001).

Pengaruh mutagen pada generasi M1 adalah : 1. Kerusakan dan lethalitas

2. Pengaruh sitologis 3. Sterilitas

4. Khimera

Kerusakan tanaman pada generasi M1 dapat diukur dengan beberapa cara : 1. Tinggi bibit atau panjang akar pada umur tertentu

2. Viabilitas (kemungkinan dapat hidup) dilapangan 3. Kemampuan hidup terus

(12)

4. Fertilisasi (kesuburan). Dapat dihitung berdasarkan : jumlah bunga per malai, jumlah biji per malai atau jumlah biji per tanaman

Pengurangan kemampuan berbiak yang diakibatkan oleh mutagen mempunyai bermacam-macam fenomena, diantaranya :

1. Hambatan pertumbuhan yang menghalangi pembungaan

2. Bunga terbentuk namun kurang memenuhi bentuk reproduksi yang diperlukan 3. Bentuk reproduksinya terjadi, tetapi tepung sarinya mandul

4. Biji terbentuk namun tidak mampu berkecambah (Herawati dan Setiamihardja, 2000).

Umumnya pemulia tanaman tidak mudah mengakses sumber radiasi yang efisien. Mutagen kimia memang lebih mudah tersedia dan rasio mutasional terhadap modifikasi yang tidak diinginkan (Nasir, 2002).

Mutasi pada tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan zat–zat mutagenik, yaitu :

Diethyl Sucronate (DES)

Ethyl Methane Sucronate (EMS) Ethyl Nitrese Urea (ENH)

Methyl Nitrese Urea (MNH) dan lain sebagainya (Herawati dan Setiamihardja, 2000).

Mutagen fisik menimbulkan mutasi secara fisika yaitu gelombang sinar atau partikel menabrak gen dalam kromosom dan biasanya disebut radiasi.

(13)

Macam dan tipe mutagen fisik adalah sebagai berikut : 1. Sinar X

Dihasilkan dari tabung sinar X, tegangannya relatif rendah dengan panjang gelombang agak panjang yaitu (150 – 0,15 A0), disebut sinar lemah. 2. Sinar Gamma

Dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X, lebih kuat daya tembusnya, dikenal dengan sinar kuat. Panjang gelombang yang paling efektif dan sering digunakan dalam Gamma Chamber adalah 4000 A0.

3. Sinar Ultraviolet

Panjang gelombangnya terletak antara sinar X (50 – 0,15 A0) dan cahaya yang terlihat (7.800 – 3.800 A0). Panjang gelombang yang paling efektif untuk membuat mutasi adalah 2.000 A0.

4. Partikel Alfa

Berasal dari inti beberapa isotop yang tidak stabil bermuatan positif dengan daya tembus rendah.

5. Partikel Beta

Berasal dari isotop yang tidak stabil, bermuatan negatif, dengan daya tembus lebih besar daripada partikel alfa.

6. Neutron

Dipancarkan dari inti isotop radioaktif tertentu dengan daya tembus kuat dan mempunyai arti penting dalam pemuliaan mutasi sebagai mutagen (Mugiono, 2001).

(14)

Sinar X dan sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik yang banyak digunakan untuk meradiasi biji atau jaringan vegetatif. Sinar gamma memiliki panjang gelombang lebih pendek dengan energi per proton yang lebih banyak dibandingkan dengan sinar X (Nasir, 2002).

Dua sumber utama sinar Gamma adalah Cobalt 60 dan Cesium 37. Mengingat radio isotop berbahaya dan daya tembusnya tinggi, maka disimpan dalam suatu tempat dengan sistem pengendalian untuk meradiasi tanaman (Amien dan Carsono, 2008).

Secara umum, sinar gamma mempunyai panjang gelombang lebih pendek dan oleh karena itu memiliki lebih energi dalam cahaya dibanding sinar X. Fasilitas penyinaran gamma dapat digunakan dalam cara yang sama sebagai suatu penyinaran mesin yang akut atau semi akut. Bagaimanapun, sumber penyinaran gamma mempunyai suatu keuntungan beda untuk perawatan yang diperpanjang,

yang mungkin saja ditempatkan di rumah kaca atau bidang

sedemikian rupa sehingga tumbuhan akan diarahkan untuk dikembangkan di atas periode waktu yang lama (Joint FAO/IAEA Divis Atomic Energy in Food and Agriculture, 1977).

Varietas Unggul Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Pengertian varietas secara umum adalah sekelompok individu tanaman yang dapat dibedakan dari sekelompok individu tanaman lainnya berdasarkan sifat morfologi dan sifat lainnya, jika diproduksi kembali sifat–sifat tersebut tidak berubah (Pasaribu, D dan Hermanto, 2003).

(15)

Sifat varietas unggul, antara lain: 1. Mempunyai daya anakan yang tinggi 2. Anakan produktif dapat mencapai 80–90 %

3. Jumlah gabah per malai dapat mencapai lebih 250 butir 4. Berumur pendek (110–140 hari setelah tabur benih) 5. Respon terhadap pupuk

6. Tahan terhadap hama dan penyakit utama (Hasyim, 2000).

Konsep tipe tanaman ideal sebagai varietas unggul terbaru/modern yang berbeda dengan sifat varietas unggul selama ini diantaranya :

1. Anakan sedang (80–10 anakan/rumpun) 2. Tanpa anakan non produktif

3. Jumlah gabah 200–250 butir/malai 4. Tinggi tanaman 90–100 cm

5. Daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua

6. Perakaran vigor, cepat tumbuh, padat/tebal dan dalam 7. Umur genjah (100–130 hari)

8. Tahan terhadap hama dan penyakit 9. Rasa nasi disenangi

(http://www.indobiogen.or.id., 2008).

Varietas padi unggul dibedakan atas : 1. Varietas Unggul Nasional

Varietas Unggul Nasional adalah varietas padi yang dihasilkan oleh

(16)

(35–40 Kw/Ha) yang biasa disebut varietas unggul Bogor. Misalnya Bengawan, Remaja, Syinta, Dewi Ratih dan lain – lain.

2. Varietas Unggul Baru

Varietas Unggul Baru diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1967 yang beberapa diantaranya berasal dari Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) di Philipina. Varietas unggul baru mempunyai daya produksi tinggi (40–60 Kw/ha) dan respon terhadap pemupukan yang tinggi. Misalnya IR 36, IR 54, IR 64 dan lain–lain.

3. Varietas Unggul Lokal

Varietas Unggul Lokal adalah varietas yang tidak termasuk Varietas Unggul Nasional, akan tetapi di suatu daerah tertentu mampu menghasilkan padi lebih tinggi atau menyamai produksi padi Varietas Unggul Nasional (Hasyim, 2000).

Kepekaan suatu varietas terhadap radiasi berbeda, oleh karena itu perlu adanya penelitian pendahuluan untuk mencari dan menentukan dosis radiasi yang baik yaitu dosis yang menghasilkan frekuensi mutasi tinggi dengan kematian rendah (Mugiono, 2001).

Pada umumnya produksi per Ha padi varietas unggul lebih tinggi daripada varietas unggul nasional maupun lokal, karena mempunyai sifat–sifat pembawaan yang lebih. Pada dasarnya Varietas Unggul Nasional hanya dianjurkan untuk ditanam pada tempat–tempat yang tingginya kurang dari 500 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian lebih dari 500 meter akan mengalami kehampaan yang tinggi karena pengaruh temperatur yang mengganggu proses pembuahan (Tobing, dkk, 1995).

(17)

Varietas unggul yang dilepas dalam beberapa tahun terakhir memiliki keunggulan yang relatif berbeda. Hal itu tentu memberikan peluang yang lebih luas bagi petani dalam memilih varietas yang akan mengembangkan. Ada beberapa aspek yang perlu mendapat pertimbangan dalam menentukan pilihan, misalnya potensi hasil, umur tanaman, ketahanan terhadap hama dan penyakit, mutu beras, selera konsumen, dan kondisi daerah pengembangan. Bagi peneliti, aspek tersebut memang menjadi pertimbangan dalam merakit varietas unggul (Pustaka Deptan, 2006).

Sesuai dengan umurnya, varietas–varietas tanaman unggul padi dibagi dalam tiga golongan, yaitu :

1. Varietas genjah, verietas–verietas yang termasuk golongan ini adalah varietas yang umurnya terhitung dari tanggal disebar di persemaian sampai pada hari hasilnya dapat dipetik berkisar dari 100–115 hari

2. Varietas setengah genjah, yaitu varietas yang umurnya berkisar dari 115–125 hari

3. Varietas dalam, yaitu varietas–verietas padiyang umunya berkisar dari 125–150 hari

(Siregar, 1981).

Dengan semakin intensifnya cara bercocok tanam padi serta semakin luasnya areal pertanaman areal varietas unggul, akan lebih besar kemungkinan berjangkitnya suatu penyakit utama. Oleh karena itu diperlukan dalam waktu yang singkat untuk menghasilkan varietas–varietas baru dengan persyaratan bahwa sifat–sifat potensi hasil dan rasa minimal sama atau lebih dari varietas yang sebelumnya. Berhasilnya usaha–usaha tersebut, tergantung pada bahan–bahan

(18)

pemuliaan yang berasal dari varietas–varietas daerah maupun introduksi luar negeri. Selain itu, pengumpulan semua varietas–varietas daerah juga bertujuan menyelamatkan varietas padi unggul baru (Batan, 1972).

Peningkatan hasil maupun perluasan areal tanaman terus dihadapkan pada berbagai kendala biotik. Oleh karena itu usaha perbaikan ketahanan varietas terhadap hama/penyakit utama serta gangguan lingkungan lain harus diintensifkan. Varietas padi berumur genjah dan potensi hasil yang tinggi merupakan idaman bagi petani. Sasaran perbaikan varietas padi yang mampu berperan dalam menetapkan program swasembada beras, memiliki sifat penting yang sesuai untuk masing–masing pengembangan pada produksi padi (Hasyim, 2000).

Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan atau kedua–duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

(19)

Sistem Tanam SRI (System Of Rice Intensification)

Sejak zaman dahulu hingga sekarang, hampir semua sawah ditanami dengan cara konvensional. Beberapa kelemahan ternyata tampak dalam sistem pengolahan tanah yang biasa diterapkan petani. Air yang boros, biaya relatif besar, serta waktu yang relatif banyak yang dicurahkan petani merupakan hal yang menonjol. Sesuai dengan perkembangan berbagai permasalahan baru dalam produksi padi mulai banyak timbul. Berkurangnya lahan sawah karena digunakan kepentingan lain, kurangnya tenaga kerja produktif di pedesaan, berkurangnya ketersediaan air irigasi dan lainnya merupakan masalah yang membutuhkan jalan keluarnya. Untuk itu usaha yang harus dilakukan dengan melakukan perubahan daripada sistem penanamannya untuk dapat menghemat air, biaya serta waktu yang menyita (http://pikiranrakyat.com., 2005).

Peningkatan produksi yang menjadi target pemerintah, tak melulu dipenuhi dengan membangun banyak jaringan irigasi baru. Untuk meningkatkan produksi padi nasional, selain rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi baru, juga dapat dilakukan intensifikasi pertanian salah satunya dengan budidaya padi dengan System Of Rice Intensification atau yang dikenal SRI (http://indonesia.go.id., 2008).

System of Rice Intensification (SRI) adalah sistem intensifikasi padi yang menyinergikan tiga faktor pertumbuhan untuk mencapai produktivitas maksimal (maksimalisasi jumlah anakan, pertumbuhan akar, dan suplai hara, air, oksigen). Air hanya digunakan untuk menjaga kelembaban tanah agar padi dapat tumbuh

(20)

dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar suplai oksigen ke akar cukup sehingga padi menjadi sehat (Wiyono, 2004).

Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak sengaja di Madagaskar

antara tahun 1983–1984 oleh biarawan Yesuit asal Perancis bernama FR. Henri de Laulani, S.J (http://www.indonesiatelecenter.net., 2008).

Uji coba pola SRI pertama di Indonesia dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6,2 juta ton/ha dan musim hujan 1999/2000 yang menghasilkan padi rata-rata 8, 2 ton/ha (http://www.kapanlagi.com., 2008).

SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional (Berkelaar, 2008).

Empat penemuan kunci penerapan SRI adalah : 1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal

Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8–15 hari. Benih harus disemai dengan petakan khusus dengan menjaga tanah dan sebaiknya dengan memakai chetok, serta dijaga tetap lembab. Jangan biarkan bibit mongering. Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda.

2. Bibit ditanam satu–satu daripada secara berumpun

Bibit ditransplantasi satu–satu. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran, sehingga tanaman

(21)

tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah.

3. Jarak tanam yang lebar

Bibit lebih baik ditanam dengan pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh.

4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air

Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama fase vegetatif. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk ke dalam tanah dan mendorong akar untuk mencari air.

Sebagai tambahan untuk prinsip di atas, praktek yang lain juga penting untuk SRI yaitu :

5. Pendangiran

Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana.

6. Asupan organik

Awalnya SRI dikembangkan dengan menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil panen. Tetapi saat subsidi pupuk cair dicabut pada akhir tahun 1980-an, petani disarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus.

(22)

Tabel 2. Tabel perbandingan pertumbuhan padi antara metode tradisional dengan metode SRI

Faktor Pembeda Metode Tradisional Metode SRI

Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran

Rumpun/m2 56 42-65 16 10-25 Tanaman/rumpun 3 2-5 1 1 Batang/rumpun 8,6 8-9 55 44-74 Malai/rumpun 7,8 7-8 32 23-49 Bulir/malai 114 101-130 181 166-212 Bulir/rumpun 824 707-992 5,858 3,956-10,388

Hasil panen (t/ha) 2,0 1,0-3,0 7,6 6,5-8,8

Kekuataan akar (kg) 28 25-32 53 43-69

Keterangan :

Data dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998).

(Joelibarison dalam Berkelaar, 2005).

Kelebihan dari SRI adalah :

1. Tanaman hemat air dan ada periode pengeringan sampai tanah pecah– pecah (irigasi terputus)

2. Hemat biaya (butuh benih 5 kg/ha, tidak butuh biaya pencabutan bibit, tidak butuh biaya pindah bibit, tenaga tanam berkurang, dan lain–lain) 3. Hemat waktu (ditanam bibit muda 5–12 hari setelah semai, panen lebih

awal)

4. Produksi dipastikan bisa meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha

(23)

Beberapa petani masih meragukan manfaat SRI. SRI tampak seperti mukzijat di awal, tetapi ada alasan ilmiah untuk menjelaskan setiap bagian prosesnya. Para petani perlu dimotivasi untuk mencobanya di areal kecil dahulu, untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka mengenai manfaat dan untuk memperoleh keterampilan di skala kecil (Berkelaar, 2005).

Diakui, tidak mudah mengubah pola pikir petani dari tradisional menjadi lebih maju, tapi petani perlu bukti nyata, baru mau mengikuti petunjuk. Produksi padi dengan pola SRI sebagai bukti nyata yang langsung dilihat petani. Dengan hasil yang mereka lihat, petani pasti mau mengikuti petunjuk yang disampaikan oleh petugas teknis (http://www.suaratb.com., 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Namun, sebagai tahap awal, penelitian terhadap model penilaian yang tersusun atas beberapa komponen model yang bersifat skematik adalah sangat mendesak, sehingga studi ini

Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Melalui tangan guru akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, keahlian,

Kebijakan terkait penetapan sistem nilai tukar rupiah pernah dilakukan oleh bank Indonesia pada saat krisis moneter tahun 1997 yaitu sistem nilai tukar mengambang

Tahunan Badan, SPT Tahunan Orang Pribadi dan Wajib Pajak Yang Terdaftar Sebelum Sensus Pajak Nasional 4 Tabel 1.3 : Jumlah Penerimaan Pajak dari Data

DAFTAR NAMA MAHASISWA PRODI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS 'AISYIYAH YOGYAKARTA Pembimbing Akademik : Rusminingsih, S.ST.,

MT, selaku Dosen Pembimbing II yang meluangkan waktu, membimbing skripsi saya dengan baik, memberikan arahan dan ide-ide dalam penyelesaian skripsi serta memberikan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Terdapat pengaruh yang signifikan antara latihan Star Drill With Bear Crawl

Bentuk petani menyiasati musim dengan memajukan musim tanam tersebut merupakan tindakan pengurangan risiko bencana dan bentuk adaptasi terhadap ketidakpastian musim yang