• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Populasi Siamang (Symphalangus Syndactylus Raffles, 1821) di Hutan Adat Guguk Kabupaten Merangin Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Populasi Siamang (Symphalangus Syndactylus Raffles, 1821) di Hutan Adat Guguk Kabupaten Merangin Provinsi Jambi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 29

Studi Populasi Siamang (Symphalangus Syndactylus Raffles, 1821) di Hutan

Adat Guguk Kabupaten Merangin Provinsi Jambi

Population Study Of Siamang (Symphalangus Syndactylus Raffles, 1821) in

Adat Guguk Forest Regency Merangin Jambi Province

Ratna Sari Gultom1), Apriza Hongko Putra2), Rozana Zuhri1)

1) Program Studi Pendidikan Biologi STKIP YPM Bangko 2) Program Studi Biologi Universitas Bengkulu

Email: ratnasarigultom2018@gmail.com

Abstract

This research was motivated by the lack of research on the siamang in hutan Adat Guguk of Merangin Regency, Jambi Province. The purpose of study was to determine and describe the siamang population based on the size of the group, the composition of age and sexual rasio in the forest of Adat Guguk Merangin Regency, Jambi Province. The method used is a concentreated area method with three observation stations and used the Rappid Assesment to record food and rest vegetation of siamang. Data was analyzed descriptively. The result showed that the siamang group found in the study area were 2 groups (5 individuals ) and 1 solitary male. The distribution of age classes in the individual adult phase is 5 individuals the sapling phase was 1 individual and the baby phase werw not found in the siamang group in the hutan Adat Guguk. The seksual ratio value of the siamang group in the adult phase is 1:1, for the solitary male the sexual ratio is 1:0 and ato the juvenile phase could not identyfied the sex of simang because the sexual chaarteristic of had not developed perfectly.

Keywords : Population, Symphalangus syndactylus, hutan Adat Guguk PENDAHULUAN

Siamang merupakan salah satu primata endemik dari pulau Sumatera, hewan ini merupakan hewan yang unik karena permukaan tubuhnya ditutupi oleh rambut yang berwarna hitam, tidak berekor dan merupakan spesies hewan arboreal (sebagian besar hidupnya pada tajuk pohon) serta peran penting hewan ini di dalam ekosistem hutan yaitu membantu penyebaran biji.

Dewasa ini populasi siamang terus mengalami penurunan akibat adanya penurunan kuantitas dan kualitas habitat serta masih terjadinya perburuan satwaliar untuk diperdagangkan. (Nijman & Geissman, 2008 dalam Kwatrina dkk, 2013 : 82). Dampak dari hal tersebut, populasi siamang telah kehilangan sekitar 66%

habitat aslinya, yang semula seluas seluas 340.000 km2 menjadi 120.000 km2. Saat ini jumlah siamang di alam diperkirakan sekitar 31.000 ekor yang mendiami daerah seluas 20.000 km2 dari habitat yang tersisa (Supriatna dan Wahyono 2000 : 184). Oleh karena itu siamang tergolong kedalam kategori endangered (terancam punah) menurut IUCN Red Data List of Thtreatened species sejak tahun 2008. Sedangkan berdasarkan tingkat kerentanan terhadap perdagangan satwa liar, siamang tergolong Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) dan dilindungi oleh pemerintah dengan Undang – undang No. 5 tahun 1990, PP No. 7 Tahun 1999. dan dipertegas dengan SK Menteri

(2)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 30

Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991.

Provinsi Jambi termasuk wilayah yang memiliki hutan primer sebagai habitat dari siamang, salah satunya adalah hutan adat Guguk, hutan adat guguk secara adminstrasi terletak di Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, sekitar 275 km sebelah barat Kota Jambi dengan luas wilayah sekitar 690 hektar. Dari survei yang dilakukan oleh KKI Warsi diketahui terdapat 84 jenis kayu di hutan adat Guguk, beberapa diantaranya seperti Meranti, Balam dan Marsawa. Jenis-jenis pohon kayu tersebut digunakan oleh siamang sebagai tempat untuk beraktivitas seperti aktivitas mencari makan dan beristirahat. Selain pohon jenis kayu dihutan adat guguk juga ditemukan jenis-jenis primata lainya seperti monyet ekor panjang, ungko dan simpai kuning. (Diana, 2013: 4).

Provinsi Jambi termasuk wilayah yang memiliki hutan primer sebagai habitat dari siamang, salah satunya adalah hutan adat Guguk, hutan adat guguk secara adminstrasi terletak di Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, sekitar 275 km sebelah barat Kota Jambi dengan luas wilayah sekitar 690 hektar. Dari survei yang dilakukan oleh KKI Warsi diketahui terdapat 84 jenis kayu di hutan adat Guguk, beberapa diantaranya seperti Meranti, Balam dan Marsawa. Jenis-jenis pohon kayu tersebut digunakan oleh siamang sebagai tempat untuk beraktivitas seperti aktivitas mencari makan dan beristirahat. Selain pohon jenis kayu dihutan adat guguk juga ditemukan jenis-jenis primata lainya seperti monyet ekor panjang, ungko dan simpai kuning. (Diana, 2013: 4).

Penelitian mengenai studi populasi siamang di hutan adat Guguk menjadi penting mengingat bahwa belum pernah dilakukan penelitian mengenai studi populasi siamang di hutan adat Guguk sehingga belum ada data mengenai jumlah populasi siamang di hutan Adat Guguk Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan populasi siamang berdasarkan ukuran kelompok, susunan komposisi umur dan rasio seksual (Sex ratio) di hutan adat Guguk Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

MATERI DAN TEMPAT Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2018 di hutan Adat Guguk Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, teropong binokuler dan monokuler, altimeter offline. Termohigrometer, alat tulis dan laptop sedangkan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar kerja pengamatan kelompok siamang dan lembar kerja jenis pohon yang digunakan oleh siamang untuk beraktifitas.

Metode Pengumpulan Data

1. Penentuan stasiun pengamatan

Peneliti menentukan stasiun pengamatan penelitian menggunakan tiga teknik yaitu dengan menggunakan teknik Purposive sampling, jelajah dan Group call. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan mempertimbangkan kondisi lapangan yang memungkinkan ditemukan siamang dengan intensitas peluang perjumpaan yang tinggi, dalam hal ini kondisi lapangan yang penulis perhatikan adalah ketinggian tempat. Teknik jelajah adalah teknik penentuan stasiun pengamatan penelitian dengan cara menyusuri dan menjelajahi tempat atau lokasi penelitian dengan berjalan kaki serta Group call adalah teknik meenentukan stasiun pengamatan dengan cara mencari sumber suara siamang karena siamang merupakan salah satu primata yang aktif mengeluarkan suara. Namun teknik ini tidak bisa digunakan apabila cuaca sedang hujan atau mendung karena siamang tidak melakukan aktivitas pada saat cuaca mendung ataupun hujah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan terdapat tiga stasiun pengamatan yang

(3)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 31

peneliti dapatkan yaitu Stasiun I yang berada pada ketinggian 249 m dpl, stasiun

II berada pada ketinggian 347 m dpl dan stasiun III berada pada ketinggian 387 m dpl seperti tergambar pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi stasiun pengamatan (Google Earth, 2018)

2. Perhitungan Populasi Siamang

Pengamatan dapat dilakukan pada tempat tersembunyi sehingga tidak mengganggu aktivitas siamang. Pengamatan populasi siamang dimulai pukul 06.00 WIB pada saat siamang tersebut masih berada di tempat tidur hingga pukul 18.00 WIB saat siamang tersebut mencari pohon untuk tidur, adapun penghitungan populasi siamang difokuskan pada pukul 11.30-13.45 WIB, disaat siamang beristirahat dengan alasan pada saat tersebut siamang berkumpul berdekatan sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan perhitungan. Karakteristik populasi yang peneliti amati adalah sebagai berikut : 1) Perhitungan ukuran kelompok siamang

dilakukan dengan cara menghitung jumlah siamang dalam satu kelompok. (Gittin dan Reamakers, 1980 dalam Zahra 2016).

2) Menentukan komposisi umur siamang. Siamang yang telah diamati pada lokasi penelitian berdasrkan ciri morfologi kemudian dicocokan pada tabel kriteria komposisi umur siamang.

3) Menentukan rasio jenis kelamin siamang yang diamati, penulis melihat berdasrkan ciri morfologis siamang, untuk siamang jantan ukuran tubuhnya

lebih besar dari betina kemudian terdapat rambut skortal yang menjuntai di antara kedua paha tubuh jantan sedangkan untuk siamang betina ukuran tubuhnya lebih kecil dari jantan dan memiliki kelenjar susu (Glandula mammae). 4) Mencatat setiap perjumpaan pada saat

hari pengamatan. Fungsi perjumpaan ini adalah untuk memastikan bahwa siamang yang ditemukan pada masing-masing stasiun adalah kelompok siamang dari stasiun pengamatan tidak dari kelompok siamang dari stasiun pengamatan lain.

3. Menentukan pohon sumber pakan dan pohon istirahat

Setelah mencatat data populasi siamang kemudian dilakukan pencatatan pohon yang dijadikan siamang sebagai pohon sumber pakan dan istirahat dengan menggunakan metode rapid assesment. Siamang diamati aktivitasnya kemudian tulis pada lembar kerja jenis pohon yang digunkaan oleh siamang untuk beraktifitas.

4. Mengukur faktor lingkungan

Setelah mencatat data jenis pohon siamang untuk beraktivitas, kemudian peneliti mengukur faktor lingkungan pada lokasi

(4)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 32

penelitian setiap satu kali sehari. Faktor lingkungan yang diukur adalah suhu dan kelembapan dengan menggunakan alat yaitu Termohigrometer kemudian dicatat pada lembar kerja (work sheet).

Teknik Analisis Data

Data yang telah didapatkan setelah penelitian, kemudian dianalisis dengan cara mentabulasikan dan membuat diagram data untuk mempermudah pendeskripsian hasil penelitian.

Data Pengamatan Populasi Siamang Ukuran kelompok

Nilai ukuran kelompok yang didaptkan dibandingkan dengan tabel ukuran kelompok. (Sultan et al, 2009dalam Kwatrina, dkk, 2011) :

Komposisi umur

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan di lapangan, siamang yang didapatkan digolongkan kedalam kelas umur bayi, anak, remaja dan dewasa. (Gittin dan Reamakers, dalam Sembiring, 2016 : 20).

Rasio seksual

Nilai dugaan terhadap seks rasio populasi siamang ditentukan dengan persamaan yang menunjukan perbandingan antara jumlah jantan dan jumlah betina (Alikodra, 1990 dalam Sari dan Hariano, 2015 : 89 ).

Keterangan : SR = Seks rasio

J = Jumlah Jantan dalam satu kelompok B = Jumlah Betina dalam satu kelompok

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat karateristik populasi siamang yang peneliti dapatkan adalah sebagai berikut.

1. Populasi Siamang Ukuran kelompok

Ukuran kelompok merupakan jumlah individu dalam kelompok. Data ukuran kelompok dikumpulkan dengan mencatat jumlah individu, komposisi kelompok dan lokasi spasial sesuai keberadaan kelompok siamang atau ditemukan yang akan dicatatat kedalam tabel lembar kerja.

Tabel 1. Ukuran kelompok siamang pada masing-masing stasiun Stasiun Jumlah Individu Ukuran Kelompok 1 2 Kecil 2 3 Sedang 3 1 - Total 6

Besar kecilnya ukuran kelompok siamang yang ditemui pada saat pengamatan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kerapatan vegetasi, topografi , iklim atau cuaca, ketersediaan jumlah pakan dan keberadaan predator atau kompetitor yang berada pada lokasi pengamatan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bismark (2009), bahwa faktor yang mempengaruhi jumlah individu dalam kelompok adalah sumberdaya pakan dan lingkungan yang memungkinkan untuk memlihara anak dengan baik.

Ukuran kelompok yang kecil ini juga dipengaruhi oleh adanya kelompok yang diasumsikan baru membentuk kelompok baru seperti pada kelompok pertama yang terdiri dari satu individu siamang jantan dan satu individu siamang betina, hal ini sejalan dengan pernyataan Mubarok (2012) dalam Zahra (2017) yang menyatakan bahwa, ukuran kelompok yang termasuk kecil disebabkan oleh adanya kelompok-kelompok yang baru terbentuk sehingga belum melahirkan banyak anak.

SR=

Jumlah total individu yang teridentifikasi

(5)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 33

Susunan Komposisi Umur

Umur merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui dalam pengelolaan suatu populasi, karena berkaitan dengan kelestarian suatu spesies. Pengetahuan tentang umur penting diketahui untuk mengetahui struktur umur dan dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwa liar (Alikodra,2010).

Umur merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui dalam pengelolaan suatu populasi, karena berkaitan dengan kelestarian suatu spesies.

Pengetahuan tentang umur penting diketahui untuk mengetahui struktur umur dan dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwa liar (Alikodra. 2010).

Perbandingan berbagai golongan umur dalam populasi karena dapat menentukan keadaan reproduktif yang berlangsung dalam populasi dan dapat dipakai untuk memperkirakan keadaan populasi dimasa depan (Odum, 1971 dalam Bugiono, 2001 : 7 ).

Tabel 2. Komposisi umur kelompok siamang pada masing-masing stasiun

Stasiun Kategori Umur

Anakan Persentase Remaja Dewasa Persentase

Stasiun I - 16,67 % - 2 83,33 %

Stasiun II 1 - 2

Stasiun III - - 1

Total 1 - 5

Berdasarkan fase pertumbuhan siamang, pada pengamatan di hutan Adat Guguk terdapat dua kategori umur yaitu anak dan dewasa. Proposi perjumpaan tiap kategori dari hasil penelitian ini adalah 16,67 % anakan dan 83,33 % dewasa. Distribusi umur menunjukkan bahwa kelompok dewasa merupakan kategori umur dengan

jumlah perjumpaan terbanyak

dibandingkan kategori lainya. Bayi merupakan kategori yang tidak dapat dijumpai dalam penelitian ini. Siamang merupakan keluarga monogami tidak

berganti-ganti pasangan. Pada satu kelompok terdiri dari sepasang induk jantan dan betina serta beberapa individu anak. Masa kehamilan siamang ini antara 210-240 hari, siamang berkembang biak dengan jumlah 2-3 ekor anak, jarak kelahiran antara anak yang satu dengan anak yang lain berkisar anatar 2-2,5 tahun individu siamang akan siap untuk melakukan perkawinan pada umur 8-9 tahun. (Supriatna dan Wahyono : 187).

Rasio Seksual (Sex ratio).

Tabel 3. Rasio seksual (Sex ratio) pada masing-masing stasiun

Stasiun Kategori Umur

Anakan Dewasa J B Stasiun I - 1 1 Stasiun II 1 1 1 Stasiun III - 1 - Total 1 3 2

(6)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 34

Berdasarkan tabel 3 didapatkan, kelompok siamang didapatkan siamang berjenis kelamin jantan sebanyak 3 ekor dan siamang yang berjenis kelamin betina sebanyak 2 ekor sedangkan pada kategori

anakan peneliti tidak dapat

mengidentifikasi jenis kelaminnya. Perbandingan jantan dan betina (sex ratio) pada stasiun pengamatan pertama ditemukan 1 individu jantan dan 1 individu betina sehingga perbandinganya rasio seksualnya adalah (1:1), pada stasiun pengamatan kedua ditemukan 1 individu jantan dan 1 individu betina (1:1), pada stasiun pengamatan II (kedua), peneliti tidak dapat mengidentifikasi jenis kelamin anakan hal ini dikarenakan karateristik seksual yang belum berkembang secara sempurna. Sedangkan pada satsiun pengamatan III ditemukan siamang jantan soliter sehingga rasio kelaminya adalah (1:0).

Komposisi jenis kelamin merupakan suatu strategi reproduksi dari sistem perkawinan monogami, dimana rasio seksual (Seks rasio) yang ideal untuk siamang adalah 1:1 sehingga kondisi yang seperti itu sangat tepat untuk menjaga kestabilan populasi siamang (Rinaldi, 1992 dalam Sari,dkk, 2015). Jenis siamang soliter ini memang terdapat pada sistem sosial siamang hal ini dijelaskan oleh Wrangham (1982) dalam Harianto (1998) bahwa siamang dengan sistem sosial seperti ini cenderung menyendiri, terpisah dari kelompoknya dan beraktivitas sendiri.

Penentuan jenis kelamin individu primata dalam kelompok yang hidup di hutan yang rapat dan starta tajuk atas akan sangat sulit menentukanya dan karateristik seksual yang belum sempurna. Pada kelompok kedua terdapat satu anakan yang tidak dapat peneliti identifikasi jenis kelaminya karena karateristik seksual anakan siamang yang belum berkembang secara sempurna, hal ini sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa penentuan jenis kelamin individu primate anakan dan remaja yang karateristik seksualnya belum sempurna berkembang atau tidak menunjukkan atau sedikit tanda-tanda untuk dideteksi akan sulit untuk mengidentifikasi jenis kelamin dari individu anakan atau remaja tersebut (Bashari 1999).

1. Vegetasi Pakan Siamang

Pakan merupakan sumberdaya fungsional bagi satwa liar untuk keberlangsungan hidupnya selain air dan tempat berlindung. Keberadaan pakan harus dapat dijangkau oleh satwa sehingga dapat dimanfaatkan oleh satwa liar tersebut. Berdasarkan hasil penenlitian yang telah dilakukan ada beberapa jenis vegetasi pohon yang digunakan oleh siamang sebagai sumber pakan di hutan Adat guguk. Berikut ini adalah tabel jenis pohon yang digunakan oleh siamang sebagai sumber pakan beserta bagian pohon yang dimakan oleh siamang.

Tabel 4. Pohon yang digunakan oleh siamang sebagai sumber pakan

No Nama Lokal Nama Ilmiah Family Bagian yang

dimakan

1 Belimbing Hutan Averrhoa sp Oxalidaceae Daun

2 Bedaro Dimocarpus malesianus Rhamnaceae Buah & Daun

3 Giam Cotylelobium melanoxylon Dipterocarpacea Daun

4 Manggis Gajah Laporta sinuata Guttiferae Buah

5 Manggis Burung Passiflora edulis Sims. Guttiferae Buah

6 Meranti Shorea leprosula Miq. Dipterocarpaceae Daun

7 Pohon Jelutung Dyera costulata Apocynaceae Daun

8 Rambutan Hutan Adinandra dumosa Miq Sapindaceae Daun

(7)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 35

Pakan merupakan komponen habitat yang paling nyata dan setiap jenis satwa mempunyai kesukaan yang berbeda dalam memilih pakannya. Ketersediaan pakan erat hubungannya dengan perubahan musim. Menurut hasil penelitian sumber pakan siamang (buah-buahan dan pucuk daun-daun muda) masih tersedia di setiap areal stasiun pengamatan. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa sumber pohon pakan siamang di hutan Adat Guguk masih tersedia, jenis bagian-bagian pohon yang

dimakan juga beragam seperti memakan buah dan pucuk daun-daun muda, hal ini sesuai dengan pernyataan Supriatna dan Wahyono (2000:184) yang menyatakan bahwa komposisi makan siamang adalah 59 % daun, 31% buah, 8 % bunga dan 3% berbagai jenis serangga, ketersedian pakan siamang di hutan juga dipengaruhi oleh perubahan musim. Berikut ini adalah contoh gambar buah yang dijadikan oleh siamang sebagai sumber pakan.

2. Vegetasi istirahat siamang

Istirahat diartikan sebagai suatu

keadaan dimana individu relatif tidak aktif meliputi berbaring, duduk atau berpegang pada dahan tanpa melakukan perpindahan (Zhou dkk, 2007 dalam khatimah 2010 : 32). Umumnya siamang

memilih pohon yang digunakan untuk melakukan aktivitas istirahat adalah jenis pohon yang tinggi. Berikut ini adalah beberapa pohon yang dijadikan oleh siamang sebagai tempat untuk beristirahat di Hutan Adat Guguk adalah sebagai berikut :

(8)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 36

Tabel 5. Vegetasi yang digunakan oleh siamang untuk beristirahat

No Nama Lokal Nama Ilmiah Family

1 Balam Palaquium rostratum Sapotaceae

2 Giam Cotylelobium melanoxylon Dipterocarpacea

3 Jelutung Dyera costulata Apocynaceae

4 Kudung Tunjuk Galearia filiformis Bl. Euphorbiaceae 5 Mampening Myristica guatteriifolia Myristicaceae

6 Meranti Shorea leprosula Miq. Dipterocarpaceae

7 Marpoyang Scaphium macropodum (Miq.) Beumee.

Steruculiaceae

8 Tampuih Baccaurea bracteata M. A. Euphorbiaceae

9 Terap Artocarpus elasticus Moraceae

10 Terentang Campnosperma auriculatum

Pellacalyx axillaris

Anacardiaceae

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat sepuluh pohon yang digunakan oleh siamang sebagai pohon untuk melakukan aktivitas istirahat, rata-rata pohon yang digunakan oleh siamang untuk beristirahat adalah pohon yang tinggi-tinggi dengan tajuk pohon yang rapat sehingga dapat melindungi siamang dari panas matahari dan predator. Berdasarkan Tabel 5. Umumnya siamang memilih pohon yang digunakan siamang untuk beristirahat adalah pohon-pohon tinggi dan tajuknya lebat. Pemilihan pohon tinggi dengan tajuk yang lebat bertujuan untuk mengurangi resiko siamang terhadap predator. Dari 10 vegetasi yang digunakan oleh siamang sebagai pohon istirahat yang peneliti dapatkan di hutan Adat Guguk umumnya memang pohon-pohon yang tinggi, ada beberapa vegatasi pohon yang digunakan oleh siamang sebagi pohon pakan dan istirahat distasiun pengamatan peneliti contohnya adalah giam (Cotylelobium melanoxylon) dan jelutung (Dyera costulata) pohon ini dugunakan oleh siamang untuk mencari makan dan beristirahat. Hal ini sesuai dengan peryataan Bangun, Mansjoer dan Bismark (2009), yang menyatakan bahwa jenis pohon yang digunakan oleh primata untuk makan umunya dimanfaatkan sebagai pohon istirahat.

3. Analisis Faktor Lingkungan

Berikut ini adalah hasil pengukuran faktor lingkungan yang telah peneliti ukur pada masing-masing stasiun pengamatan, perhitungan dilakukan setiap harinya pada saat melakukan penelitian. Faktor lingkungan yang di ukur adalah suhu dan kelembapan.

Tabel 6. Pengukuran faktor lingkungan

Stasiun Ke- Faktor Lingkungan Suhu Kelembapan I 28,74 79,2 II 28,5 80,2 III 28,24 80,7

Berdasarkan Tabel 6. Menunjukkan bahwa suhu dan kelembapan pada masing-masing stasiun berbeda-beda rentang suhu pada stasiun pengamatan pertama adalah 25,7 – 30,2 dan rentang kelembapan pada stasiun pengamatan pertama adalah adalah 67 – 68 % sedangkan rentang suhu pada stasiun pengamatan kedua adalah 32,0 – 25,6 dan rentang kelembapan pada stasiun pengamatan kedua adalah 71 – 84 % serta rentang suhu pada stasiun pengamatan ketiga adalah 25,7 – 29,8 dan rentang kelembapan pada stasiun pengamatan ketiga adalah 73 – 84. Perbedaan suhu dan kelembapan udara pada masing-masing stasiun pengamatan ini dikarenakan

(9)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 30

intensitas cahaya matahari pada stasiun pengamatan berbeda-beda.

Perjumpaan siamang secara langsung di habitatnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, beberapa diantaranya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan. Hal ini dikarenakan siamang sulit ditemukan apabila cuaca mendung atau hujan karena pada cuaca yang mendung atau hujan siamang tidak mengeluarkan suara sehingga sangat sulit bagi peneliti untuk melakukan perhitungan populasi siamang. Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan perjumpaan langsung dengan kelompok siamang terjadi pada dua kondisi cuaca yang berbeda yaitu cuaca cerah sebanyak 10 kali dan cuaca mendung disertai hujan sebanyak 2 kali sehingga peneliti harus mengganti hari pengamatan.

Aktivitas kelompok siamang di hutan Adat Guguk sangat dipengaruhi oleh cuaca. Kelompok siamang memiliki insting yang cukup tinggi terhadap cuaca. Ketika cuaca mulai mendung, kelompok siamang akan mempercepat aktivitasnya dan berteduh pada pohon yang tinggi dengan tajuk pohon yang rapat dan ketika cuaca mendung atau hujan siamang tidak mengeluarkan suara sama sekali sehingga akan sulit untuk melakukan penghitungan populasi siamang pada saat cuaca mendung atau hujan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian populasi siamang (Symphalangus synndactylus ) di hutan Adat Guguk. Jumlah kelompok siamang yang ada di hutan adat Guguk Kabupaten Merangin Provinsi Jambi sebanyak dua kelompok dengan ukuran kelompok siamang berjumlah dua sampai tiga individu dan terdapat satu siamang soliter. Jumlah seluruh individu dari tiga stasiun pengamatan yang berbeda adalah 6 individu. Kategori umur siamang pada semua kelompok siamang dan siamang soliter yang teridentifikasi terdiri dari 1 siamang anakan dan 5 siamang dewasa. Rasio kelamin (sex ratio) pada setiap kelompok siamang adalah (1:1) sedangkan

untuk siamang soliter adalah (1:0) dan untuk siamang anakan peneliti tidak dapat mengidentifikasi jenis kelamin dikarenakan belum berkembangnya karateristik secara sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, T.M., Mansjoer, S.S., dan Bismark, M. (2009). Populasi dan Habitat Ungko (Hylobathes agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Jurnal Primatologi Indonesia 6 (1), 19-24.

Bashari, H. 1999. Studi Populasi dan

Habitat Siamang (Hylobates

syndactylus Raffles, 1821 ) di Kawasan Hutan Konservasi HTI PT Musi Hutan Persada Sumatera Selatan. Skrpsi. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Diana, E. 2013. Alam Sumatera Setelah Hutan Adat Guguk Bukan Hutan Negara. Jambi : KKI Warsi. ISSN : 0216-4698

Khatimah, H. 2010.Pola Aktivitas Harian Induk Betina Simakobu ( Simias concolor siberu, Chasen dan Kloss, 1927). Dalam Masa Laktasi Di Hutan Paleonan, Siberut Utara kepulauan mentawai. Skripsi. Universitas Indonesia : Depok

Kwatrina, T.R, Wanda.K, & Titiek S. 2013. Sebaran Dan Kepadatan Populasi Siamang (Symphalangus Syndactylus Raffles, 1821) Di Cagar Alam Dolok Sipirok Dan Sekitarnya :Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilita

Mubarok, A. 2012. Distribusi Dan

Kepadatan Simpatrik Ungko

(Hylobates Agilis) Dan Siamang (Symphalangus Syndactylus) Di Kawasan Hutan Batang Toru, Sumatera Utara. Skripsi : Institut Pertanian Bogor

Sari, E. M dan Harianto S.P. 2015. Studi Kelompok Siamang (Hylobates Syndactylus) Di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat. Jurnal Penelitian Sains. ISSN : 2339-0913.

(10)

BIOCOLONY VOL. 2 NO. 1, JUNI 2019. HAL: 29-31 31

Sembiring, R.P. 2016. Penyebaran Dan Kelimpahan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Di Cagar Alam Sibolangit. Skripsi. Universitas Lampung : Lampung Supriatna. J. dan Wahyono, E. H. 2000.

Panduan Lapang Primata Indonesia. Yayasan Obor. Jakarta.

Zahra, N.L. 2016. Studi Populasi Siamang (Simphalangus Syndactilus) Di Hutan Lindung Register 25 Pematang

Tanggang Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Universitas Negeri Lampung. Lampung

. 2017. Studi Populasi Siamang (Simphalangus Syndactilus) Di Hutan Lindung Register 25 Pematang Tanggang Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari. Vol 5. No 3, Juli 2017 (66-67)

Gambar

Gambar 1. Lokasi stasiun pengamatan (Google Earth, 2018)  2.  Perhitungan Populasi Siamang
Tabel  1.  Ukuran  kelompok  siamang  pada  masing-masing stasiun   Stasiun  Jumlah  Individu  Ukuran  Kelompok  1  2  Kecil  2  3  Sedang  3  1  -  Total  6

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan stuktur sekunder meliputi struktur pelat, tangga dan balok anak.

dalam pemilihan bentuk organisasi, peneliti menyarankan untuk dapat menggabungkan dengan metode-metode lain supaya hasil penelitian bisa lebih valid. Pada penelitian

Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Karawang, secara terperinci yang mengatur tentang

Pertanahan Nasional dalam proses pelaksanaan reforma agraria dikarenakan kegiatan PRONA bersifat secara masal maka tujuan yang akan dicapai adalah pelayanan

Alasan Peneliti memilih tema tentang profesionalisme pustakawan ialah karena melihat pentingnya profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang pustakawan dalam

Penilaian remidial diberikan kepada peserta didik yang belum tuntas belajar dengan memberikan soal pengetahuan, apabila yang tidak tuntas kurang dari 50% jumlah peserta

• Matriks banding berpasang diisi dengan bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas elemen yang lainnya. Cn : Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat

Panduan Praktis Menemukan Ayat dan Hadis, al-Qur‟an al-Karim yang dikaji dengan asal kata dan derivasinya yang bermakna kewirausahaan dalam 3 bentuk kata