MATERI WORKSHOP
CLINICAL PATHWAYS
i
Daftar Isi
Halaman
Pendahuluan Clinical Pathways 1
Manfaat Clinical Pathways dari segi Efisiensi Pembiayaan, Efektifitas Pelayanan dan Keberadilan/Ekuiti dalam Tata Kelola Klinis (Clinical Governance) dan Sistem Pembiayaan Casemix
Standar Pelayanan Kedokteran (SPK), Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK), Standar Prosedur Operasional (SPO) dan Panduan Praktik Klinis (PPK)
Peran Clinical Pathways dalam Mutu di Rumah Sakit
Peran Clinical Pathways dalam Pendidikan Kesehatan/Kedokteran di Rumah Sakit
Peran Clinical Pathways dalam Penelitian Kesehatan/Kedokteran di Rumah Sakit
Manfaat Clinical Pathways dalam Akreditasi Rumah Sakit
4
Prinsip Prinsip dalam Menyusun Clinical Pathways 23
Langkah Langkah Penyusunan Clinical Pathways 24
Persiapan dalam Penyusunan Clinical Pathways 25
Kesimpulan 26
Lampiran:
Format Panduan Praktik Klinis (PPK) 28
Format Umum Clinical Pathways 30
Instrumen Penilaian Monitoring dan Evaluasi dalam Penyusunan dan Implementasi
Clinical Pathways di Rumah Sakit
35 Format Penilaian Diri (Self-Assessment) untuk Monitoring dan Evaluasi dalam
Clinical Pathways
# Dody Firmanda Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati, Jakarta.Pendahuluan
Dengan terbitnya Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS)1. Sesuai dengan amanat perundangan tersebut - peraturan mengenai pelaksanaan BPJS Kesehatan harus telah ada paling lama tanggal 25 November 2012 (1 tahun dari diundangkannya)2 dan sudah harus mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 20143 serta untuk BPJS Kesehatan4 tidak diselenggarakan lagi oleh Kementerian Kesehatan5. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana sistem BPJS Kesehatan tersebut?
Dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 45 menerangkan tentang kewajiban menyelenggarakan kendali mutu dan kendali
biaya.6Pada Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit pada pasal 33 menerangkan tentang organisasi rumah sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel.7
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
# Disampaikan pada Workshop ‘Clinical Pathways sebagai Dasar Penentuan Tarif Pelayanan Kesehatan dalam menyongsong pelaksanaan SJSN dan Akreditasi Rumah Sakit versi baru’ diselenggarakan oleh Program Magister Minat Studi Manajemen Pemasaran dan Keuangan Pelayanan Kesehatan. Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga di Hotel Town Square, Jl. Hayam Wuruk Sawunggaling Surabaya 3-4 November 2012 (Gelombang Pertama) dan 17-18 November 2012 (Gelombang Kedua).
1Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 2Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 70 ayat a.
3Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 60 ayat (1). 4Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 5 ayat (2)a. 5Undang Undang RI No.24 Tahun 2011 Pasal 60 ayat (2)a.
6Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 7Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.8,9
Dalam melakukan evaluasi kebijakan dan sistem layanan kesehatan (healthcare system
and policies evaluation) ada 3 kriteria kunci yakni kriteria efektifitas, efisiensi, dan
keberadilan/ekuiti (effectiveness, efficiency and equity)10 yang merupakan suatu rangkaian sistematik dalam suatu sistem. Melakukan suatu analisis ekonomi dalam pelayanan kedokteran profesi adalah tidak mudah, mengingat banyak faktor yang harus dipertimbangkan dari berbagai dimensi termasuk cara pendekatan dari jenis analisis ekonomi yang akan digunakan, batasan terminologi ekonomi itu sendiri mengenai
utilization, productivity, benefit, efficiency, effectiveness, value for money, kebijakan
fiskal dan tingkat inflation rate yang sering kali berubah. Disamping keterbatasan sumber daya dan kebijakan ekonomi yang dipengaruhi politis, sehingga tidak jarang 'resources' tersebut telah dipagu menjadi 'fixed'.11
Sedangkan di sisi dimensi lain profesi itu sendiri dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya dan keprofesiannya dalam koridor etik-sosio-budaya serta berbagai peraturan dan perundangan hukum.7
Istilah, definisi dan dimensi akan efisiensi juga belum ada kesepakatan yang jelas dan eksplisit – tergantung dari berbagai perspektif. Efisiensi dapat digolongkan kepada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi produksi/hasil (productive efficiency) dan
8Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 9Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah
10Aday LA, Begley CE, Lairson DR. Evaluating the healthcare system: effectiveness, efficiency and
equity. 3rded. Washington DC: Health Administration Press, 2004.
11Firmanda D. Aplikasi integrasi sinergis antara Evidenve-based Medicine, Evidence-based Healthcare dan Evidence-based Policy dalam satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan kedokteran
(Clinical Governance): suatu tantangan profesi IDAI di masa mendatang.II.Cost Effectiveness Analyses (CEA) Standar Pelayanan Medis (SPM) Kesehatan Anak IDAI Disampaikan pada Acara Pertemuan
Perhimpunan Organisasi Profesi dengan Ditjen Yan Medik Depkes RI di Bogor September 2005. http://www.scribd.com/doc/12827936/Dody-Firmanda-2005-042-Aplikasi-integrasi-sinergis-Evidenvebased-Medicine-Evidencebased-Healthcare-dan-Evidencebased-Policy-dalam-Clinical-Gove
efisiensi alokatif (allocative/societal efficiency) termasuk didalamnya bidang market dan kesehatan.6,12(Tabel 1)
Tabel 1. Berbagai definisi dam dimensi tingkat analisis tentang efektifitas, efiensi dan keberadilan/ekuiti.12
Evolusi sistem layanan kesehatan di sarana kesehatan (rumah sakit) secara prinsipnya mulai dari yang bercirikan ’doing things cheaper’ dalam hal ini efficiency pada tahun 1970an pada waktu krisis keuangan dan gejolak OPEC, kemudian ekonomi mulai pulih dan masyarakat menuntut layanan kesehatan bercirikan ’doing things better’ dalam hal
12 Firmanda D. Pengendalian mutu dan efisiensi pembiayaan layanan kesehatan. Disampaikan dalam
rangka evaluasi Program Pelayanan Askes Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) diselenggarakan oleh Kantor Pusat PT Askes (Persero) di Hotel Panorama Batam 10 Desember 2008.
http://www.scribd.com/doc/9800878/Dody-Firmanda-2008-Pengendalian-Mutu-Dan-Efisiensi-Biaya-RS-10-Desember-2008
ini quality improvement. Selama dua dekade tersebut manajemen bercorak ’doing things
right’ (dikenal sebagai increasing effectiveness) yang merupakan kombinasi ’doing things cheaper’ dan ’doing things better’. Ternyata prinsip ’doing things right’ tidak
memadai mengikuti perkembangan kemajuan teknologi maupun tuntutan masyarakat yang semakin kritis; dan prinsip manajemen ‘doing things right’ tersebut telah ketinggalan zaman dan dianggap sebagai prinsip dan cara manajemen kuno. Pada abad 21 ini masa era globalisasi dibutuhkan tidak hanya ’doing things right’, akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen ‘doing the right things’ sehingga kombinasi keduanya disebut sebagai prinsip manajemen layanan modern ‘doing the right things right’.13
Manfaat Clinical Pathways dalam Efisiensi Pembiayaan, Efektifitas Pelayanan dan Keberadilan/Ekuiti
Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.14,15,16
Berikut hasil penelitian penerapan Clinical Pathways Pneumonia (Gambar 1 dan 2) yang dilakukan dalam rangka membuktikan adanya efisiensi biaya, efektifitas layanan dan keberadilan/ekuiti bagi semua pasien tanpa memandang latar belakang keadaan sosial ekonomi, pendidikan maupun gender. Dari Gambar 1 dan 2 di bawah untuk kasus pneumonia biaya perawatan sampai sembuh (dengan tarif rumah sakit) mempergunakan
13Firmanda D. Peran Efektifitas Klinis dalam rangka mewujudkan keselamatan/keamanan (safety) dan
berorientasi kepada pasien (patient centredness).Disampaikan pada Hospital Management 3 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI di Grand Angkasa Hotel International, Medan 11 Agustus 2008. http://www.scribd.com/doc/9813111/Dody-Firmanda-2008-Peran-Efektivitas-Klinis-Dalam-PATH
14Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix
di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005.
15Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di
rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.
16Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways
Clinical Pathways Pneumonia adalah sekitar Rp 495 untuk kelas III, Rp 1 120
000,-untuk kelas II, Rp 1 480 000,- 000,-untuk kelas I dan Rp 2 150 000,- 000,-untuk kelas VIP. Sedangkan bila dihitung berdasarkan klaim Jamkesmas untuk kasus yang sama adalah Rp 2 707 663,-. Maka secara matematik dengan mempergunakan Clinical Pathways untuk kasus pneumonia tersebut menghemat (2 707 663 – 495 000 = Rp 2 212 663,-). Dengan demikian terlihat jelas dari segi ekonomi/pembiayaan rumah sakit tersebut sangat efisien dan menguntungkan bila menggunakan Clinical Pathways.
Dengan mempergunakan Clinical Pathways dapat menghitung Cost Weight setiap kelompok kasus, contoh untuk kasus pneumonia di atas rerata sumberdaya (resources) rumah sakit (obat obatan, bahan dan alat dll) yang terpakai adalah Rp 250 000,- maka
Gambar 2. Contoh analisis hasil implementasi salah satu Clinical Pathways pada tahun 2006 untuk kasus pneumonia
Tentang cara langkah langkah perhitungan cost weight, casemix index, base rate rumah sakit dan alokasi anggaran dapat dilihat dalam Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Contoh perhitungan berdasarkan data hasil implementasi Clinical
Pathways dalam mencari Relative Weight (cost weight), Case Mix Index dan Base Rate.
Agar tidak tumpang tindih serta sinergis dengan kenyataan di lapangan (rumah sakit), maka implementasi Clinical Pathways sebaiknya terpadu dengan tatakelola manajamen (corporate governance) dan tatakelola klinis (clinical governance) yang telah berlaku sesuai misi rumah sakit dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1348/MENKES/PER/IX/2010 – yang digunakan adalah istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) yang terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh profesi medis dengan koordinator Komite Medis dan ditetapkan penggunaannya di rumah sakit tersebut oleh pimpinan (direktur).
Standar Prosedur Operasional untuk profesi medis di rumah sakit dalam bentuk Panduan Praktik Klinis17 - pada umumnya dapat diadopsi dari Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang telah dibuat oleh organisasi profesi masing masing, tinggal dicocokkan dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan kompetensi yang ada di rumah sakit. Bila PNPK yang telah dibuat oleh organisasi profesi tersebut dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan RI serta sesuai dengan kondisi rumah sakit – maka tinggal disepakati oleh anggota profesi (SMF) terkait sebagai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit tersebut.
Namun bila PNPK tersebut belum ada atau tidak sesuai dengan kondisi rumah sakit atau dalam PNPK belum mencantumkan jenis penyakit yang sesuai dengan
keadaan epidemiologi penyakit di daerah/rumah sakit tersebut – maka profesi di
rumah sakit tersebut wajib membuat Panduan Praktik Klinis (PPK) untuk rumah sakit tersebut dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit. Dalam menyusun PNPK dari organisasi profesi maupun PPK untuk rumah 17
sakit - profesi medis memberikan pelayanan keprofesiannya secara efektif (clinical
effectiveness) dalam hal menegakkan diagnosis dan memberikan terapi
berdasarkan pendekatan evidence-based medicine. Secara sederhana peraturan tersebut dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Ringkasan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1348/MENKES/PER/ IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran – PNPK, SPO dan PPK.
Proses selanjutnya setelah menyusun Panduan Praktik Klinis (PPK) Rumah Sakit adalah membuat Clinical Pathways sebagai salah satu komponen dari Sistem Casemix (INA CBG) yang saat ini dipergunakan untuk Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (Jamkesmas) di rumah sakit - maka INA CBG akan lebih disempurnakan dengan menghitung DRG Relative Weight dan Casemix Index
serta Base Rate setiap pengelompokkan jenis penyakit dan selanjutnya dapat
membandingkan (benchmarking) cost efficiency antar rumah sakit dalam memberikan layanan kesehatan berdasarkan keadaan sebenarnya diberikan melalui
Clinical Pathways.
Sistem Casemix adalah suatu cara mengelola sumber daya rumah sakit seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau kepada masyarakat berdasarkan pengelompokkan spektrum diagnosis penyakit yang homogen dan prosedur tindakan yang diberikan - secara ringkasnya terdiri dari 3 komponen utama – yakni kodefikasi diagnosis (ICD 10) dan prosedur tindakan (ICD 9 CM), pembiayaan (costing) yang dapat berupa top-down approach,
activity based costing dan atau kombinasi keduanya, dan melalui Clinical Pathways.18,19,20,21,22
INA-DRG adalah variasi sistem casemix versi Kementerian Kesehatan RI untuk Indonesia yang disusun berdasarkan data dari 15 rumah sakit vertikal, mempergunakan ICD 10 untuk diagnosis dan ICD 9 CM untuk prosedur tindakan serta biaya berdasarkan tarif yang berlaku pada waktu tersebut. Upaya tersebut memang belum sempurna dan belum mencerminkan realitas keadaan seluruh pelosok tanah air – namun sebagai titik tonggak awal, hal tersebut merupakan suatu keberhasilan dalam membuat suatu sistem pembiayaan layanan kesehatan
18Goldman L. Cost-Effectiveness in a flat world — Can ICDs help the United States get rhythm? N
Engl J Med 2005;353(14 ):1513-5.
19 Dana B Mukame DB, Zwanziger J, Bamezai A. Hospital competition, resource allocation and
quality
of care. BMC Health Services Research 2002; 2(10): 1472-81.
20
Diane Rowland D. Medicaid — Implications for the health safety net.N Engl J Med 2005; 353(14):
1439-41.
21Greally C. After 12 years of Casemix in Ireland, a major review leading to its modernisation and
expansion as a central pillar in hospital funding policy. Ireland Department of Health, 2004.
22 Casemix Unit Department of Health and Children. Casemix Measurement in Irish Hospitals.
Ireland
rumah sakit dan usaha baik menuju kepastian dan dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitas maupun validitas datanya yang representatif untuk Indonesia. Sebagai sistem yang baru lahir INA-DRG akan terus bergulir dan berkembang sesuai tuntutan perkembangan layanan kesehatan baik nasional maupun regional.23 Dengan berakhirnya lisensi grouper INA-DRG terhitung tanggal 30 September 2010, maka nama sitem Casemix INA-DRG berubah menjadi INA-CBG24.
P2JK Kementerian Kesehatan RI telah mengadakan pertemuan dengan seluruh perhimpunan profesi dan kolegium di Denpasar Bali pada tanggal 23 November 2009 dan menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1. Kesepakatan dan komitmen bersama seluruh perhimpunan profesi dan Kolegium – setiap perhimpunan profesi membuat 10 penyakit terbanyak Standar/Pedoman Pelayanan Medis (S/PPM) dan Clinical Pathways untuk melengkapi INA-DRG dalam Program Jaminan Kesehatan.
2. Pertemuan selanjutnya tanggal 22 Januari 2010 diselenggarakan oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Sekretariat Jenderal Depkes RI – membahas seluruh SPM dan CP.
Rencana pertemuan lanjutan tanggal 22 Januari 2010 diundur dan terealisasi pada tanggal 7-9 April 2010 di Batam dengan pembahasan kembali mengenai Standar Pelayanan Kedokteran setiap perhimpunan profesi. Dari pertemuan diharapkan dihasilkan suatu Standar Pelayanan Kedokteran tingkat nasional yang disebut Panduan Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) sebagaimana yang diharapkan dari
23 Firmanda D. Analisis Pembayaran kepada Pemberi Layanan Kesehatan (PPK) menggunakan
INA-CBG
mendekati harapan semua pihak sesuai Clinical Pathways. Disampaikan pada “Workshop Implementasi
INA-CBG Percepatan Transformasi di Rumah Sakit Daerah (RSD)” diselenggarakan oleh Asosiasi
Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA) Jawa Barat di Hotel Aston Tropicana Bandung, 23
Juni 2011.
24 Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI Nomor
IR.03.01/
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran yang akan menjadi acuan profesi di rumah sakit untuk membuat Panduan Praktik Klinis (PPK) masing masing.
Standar Pelayanan Kedokteran25 adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran26 dan salah satu tindak lanjut dari perundangan yang telah diterbitkan enam tahun yang lalu.27 Standar Pelayanan Kedokteran terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedural Operasional (SPO).28
Peran Komite Medik adalah mengkordinasikan penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) yang dibuat oleh (kelompok) staf medis29 dan mengacu kepada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang dibuat oleh organisasi profesi30 dan disahkan oleh Menteri Kesehatan6. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010 – yang digunakan adalah istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) yang terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh profesi medis dengan
koordinator Komite Medik dan ditetapkan penggunaannya di rumah sakit
tersebut oleh pimpinan (direktur).
25Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
http://www.scribd.com/doc/43070763/Dody-Firmanda-2010-Permenkes-No-1438-MENKES-
PER-IX-2010-Standar-Pelayanan-Kedokteran
26Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
Pasal 1 ayat 1.
27Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 44 ayat 3. 28
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran Pasal 3
ayat 1.
29Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
Pasal 11.
30Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
Pasal 3 dan Pasal 6.
Standar Pelayanan Kedokteran (PNPK dan PPK) tidak identik dengan Buku Ajar,
Text-books ataupun catatan kuliah yang digunakan di perguruan tinggi. Karena
Standar Pelayanan Kedokteran merupakan alat/bahan yang diimplementasikan pada pasien; sedangkan buku ajar, text-books, jurnal, bahan seminar maupun pengalaman pribadi adalah sebagai bahan rujukan/referensi dalam menyusun Standar Pelayanan Kedokteran.
Standar Prosedur Operasional untuk profesi medis di rumah sakit dalam bentuk Panduan Praktik Klinis31 - pada umumnya dapat diadopsi dari Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang telah dibuat oleh organisasi profesi masing masing, tinggal dicocokkan dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan kompetensi yang ada di rumah sakit. Bila PNPK yang telah dibuat oleh organisasi profesi tersebut dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan RI serta sesuai dengan kondisi rumah sakit – maka tinggal disepakati oleh anggota profesi (SMF) terkait sebagai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit tersebut.
Namun bila PNPK tersebut belum ada atau tidak sesuai dengan kondisi rumah sakit atau dalam PNPK belum mencantumkan jenis penyakit yang sesuai dengan
keadaan epidemiologi penyakit di daerah/rumah sakit tersebut – maka profesi di
rumah sakit tersebut wajib membuat Panduan Praktik Klinis (PPK) untuk rumah sakit tersebut dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit. Dalam menyusun PNPK dari organisasi profesi maupun PPK untuk rumah sakit - profesi medis memberikan pelayanan keprofesiannya secara efektif (clinical
effectiveness) dalam hal menegakkan diagnosis dan memberikan terapi
berdasarkan pendekatan evidence-based medicine. Peran Komite Medik disini adalah:
1. membuat dan menetapkan format umum Panduan Praktik Klinis
2. menetapkan kesepakatan tingkat evidens yang akan dipergunakan di RS
3. mengkompilasi PPK yang telah selesai
4. merekomendasikan PPK kepada direktur untuk pengesahan penggunaan PPK tersebut di rumah sakit
5. melaksanakan audit medis dengan mempergunakan PPK 6. menetapkan kewenangan klinis profesi medis
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) sepanjang mengenai
pengaturan staf medis, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 631/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Internal Staf Medis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku32 dan setiap rumah sakit harus menyesuaikan dengan peraturan tersebut selambatnya tanggal 5 November 2011 (6 bulan sejak diundangkannya peraturan tersebut)33.
Peraturan Menteri Kesehatan tersebut bertujuan untuk mengatur tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien dirumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis.34 Sehingga sudah selayaknya setiap rumah sakit membuat Tata Kelola Korporat (Corporate Governance) dan Tata Kelola Klinis
(Clinical Governance) sebagai konsekuensi tindak lanjut dari Peraturan Interna
Staf Medis (Medical Staf Bylaws) dan Peraturan Interna Rumah Sakit (Hospital
Bylaws).
Terlepas dari kendala penggunaan Clinical Pathways sebagai pelengkap INA-CBG; implementasi Clinical Pathways sangat bermanfaat bagi profesi dalam
32Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 20. 33Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 19. 34Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/IV/2011 Pasal 2.
memberikan pelayanan, pendidikan maupun penelitian di rumah sakit sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 5 sampai 7 berikut.
Gambar 5. Implementasi Clinical Pathways dalam bidang pelayanan di rumah sakit.
Gambar 7. Implementasi Clinical Pathways dikaitan dengan asesmen penilaian untuk peserta didik mahasiswa dan peserta program dokter spesialis di rumah sakit maupun rumah sakit jejaring pendidikan.
Konsep. konstruksi maupun model implementasi Clinical Pathways secara tidak langsung sebagaimana diutarakan diatas bahwa:
Clinical Pathways sebagai instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused care), terintegrasi, berkesinambungan dari pasien
masuk dirawat sampai pulang sembuh (continuous care), jelas akan dokter/perawat penanggung jawab pasien (DPJP/PPJP) sebagai duty of
care, utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat obatan termasuk
antibiotika, prosedur tindakan operasi, antisipasi kemungkinan terjadinya
medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi maupun kejadian tidak
diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan cedera (harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient safety), mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan perawatan pasien (tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko
(risks management), rencana pemulangan pasien (patient discharge) , upaya peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality
improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints)
untuk sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja (performance) individu profesi maupun kelompok (team-work).
Merupakan suatu rangkaian sistem yang dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk memenuhi persyaratan penilaian Akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi baru maupun dari Joint Commission International for
Hospital (JCI) versi 2011 untuk standar standar dalam Section I. Patient Centered Standard maupun dalam Section II. Healthcare Organization Management Standard sebagaimana ilustrasi Gambar 8 sampai 10 berikut.
Gambar 9. Sistematika dalam versi JCI 2011 Hospital Standards dan Penilaiannya Not
Gambar 10. Clinical Pathways dan tehnik Tracer Methodology yang digunakan oleh surveior dalam rangka Akreditasi versi JCI 2011
Prinsip prinsip dalam menyusun Clinical Pathways
Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.35,36,37
Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumah sakit harus bersifat:
a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta berkesinambungan (continuous of care)
b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan farmasis)
c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi). d. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien
secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan bagian dari Rekam Medis.
e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
35Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs
Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005.
36
Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.
37Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways
Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.
g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.
Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional
yang merangkum:
a. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap Kelompok Staf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang.
b. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatan
c. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Ordering
d. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok Staf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit.
Langkah langkah penyusunan Clinical Pathways
Langkah langkah dalam menyusun Format Clinical Pathways yang harus diperhatikan:
1. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical
Pathways
2. Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat38 seperti data Laporan RL2 (Data Keadaan Morbiditas Pasien) yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit39dan sensus harian untuk:
a. Penetapan judul/topik Clinical Pathways yang akan dibuat. b. Penetapan lama hari rawat.
38Firmanda D. Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM: indikator mutu rekam medik dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Disampaikan pada Sosialisasi Pola Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI
di Hotel Panghegar Bandung 1-3 Juni 2006.
39Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah
3. Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar Standar Formularium yang telah ada di rumah sakit setempat, Bila perlu standar standar tersebut dapat dilakukan revisi sesuai kesepakatan setempat.
4. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing masing.26
Persiapan dalam penyusunan Clinical Pathways
Agar dalam menyusun Clinical Pathways terarah dan mencapai sasaran serta efisien waktu, maka diperlukan kerjasama dan koordinasi antar profesi di SMF, Instalasi Rawat Inap (mulai dari gawat darurat, ruangan rawat inap, ruangan tindakan, instalasi bedah, ICU/PICU/NICU) dan sarana penunjang (instalasi gizi, farmasi, rekam medik, akuntasi keuangan, radiologi dan sebagainya).
1. Profesi Medis – mempersiapkan Standar Pelayanan Medis atau Panduan Praktik Klinis dan standar prosedur operasional (SPM/PPK/SPO) sesuai dengan bidang keahliannya. Profesi Medis dari setiap divisi berdasarkan data dari rekam medis diatas - mempersiapkan SPM/PPK/SPO, bila belum ada dapat menyusun dulu SPM/PPK/SPOnya sesuai kesepakatan.
2. Profesi Rekam Medis/Koder – mempersiapkan buku ICD 10 dan ICD 9 CM, Laporan RL1 sampai dengan 6 (terutama RL2). Profesi Rekam Medis membuat daftar 5 - 10 penyakit utama dan tersering dari setiap divisi SMF/Instalasi dengan kode ICD 10 serta rerata lama hari rawat berdasarkan data laporan morbiditas RL2.
3. Profesi Perawat – mempersiapkan Asuhan Keperawatan.
4. Profesi Farmasi – mempersiapkan Daftar Formularium, sistem unit dose dan stop ordering.
Setiap varians yang didapatkan akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk pelaksanaan audit medis sebagaimana yang dianjurkan dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011.
Kesimpulan:
Dari uraian singkat diatas – dengan hanya selembar Clinical Pathways -merupakan suatu instrumen yang komprehensif merangkum secara terpadu bidang
pelayanan, pendidikan dan penelitian maupun akreditasi serta bila ditinjau
dari segi ekonomi kesehatan – dapat melaksanakan efisiensi pembiayaan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin hari rawat pasien, mengeliminasi pemeriksaan penunjang/laboratorium/tindakan yang tidak diperlukan, menggunakan obat obataan (terutama antibiotik) sesuai evidence-based; sehingga pelayanan efektif disamping tidak membedakan latar belakang pasien karena fokus kepada pasien dan penyakitnya (keberadilan/ekuiti) dan sekaligus memenuhi seluruh tiga
tujuan dari Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan empat tujuan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009.
Demikian pula bagi Rumah Sakit Pendidikan, Clinical Pathways dapat dipergunakan sebagai instrumen dalam Medical Education Assessments tingkat klinis dalam bentuk Workplace-based Assessment (WBA) untuk Log-book, Mini-CEX, DOPS, Cb-D, 360-degree Assessment (Mini-PAT), Portfolio dan Script Concordance Test (SCT) yang sudah merupakan komponen dalam Akreditasi
Standar Pendidikan Dokter dan Dokter Spesialis di Indonesia.
Bahkan bila dilaksanakan Clinical Pathways secara konsisten dimana akan didapatkan data data cost-weight, casemix index dan base-rate secara lengkap (untuk micro-system) akan dapat disusun suatu National Health Accounts sehingga
Universal Coverage akan lebih mudah tercipta dan Undang Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 serta Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2011 untuk bidang
kesehatan terwujud (secara macro-system). Terima kasih, semoga bermanfaat.
Surabaya, 3 November 2012 Dody Firmanda
Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta.
LAMPIRAN:
Panduan Praktik Klinis
...
Departemen/Bagian/SMF : ………
Rumah Sakit: ...
2012 – 2014
………... 1. Pengertian (Definisi) ……….. 2. Anamnesis ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. 3. Pemeriksaan Fisik ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………. ……… 4. Kriteria Diagnosis 1. ………. 2. ……… 3. ……… 4. ……….. 5. ………... 5. Diagnosis ………. 6. Diagnosis Banding 1. ………. 2. ………. 3. ……… 7. Pemeriksaan Penunjang 1. ……… 2. ……… 3. ……… 4. ………8. Terapi 1. ……… 2. ……… 3. ……… 4. ……… 5. ………... 9. Edukasi 1. ……… 2. ……… 3. ……… 4. ……… 5. ………...
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis 1. ……… 2. ……… 3. ……… 4. ……… 14. Indikator Medis ……… ……….. ……….. 15. Kepustakaan 1. ……… 2. ……… 3. ……… 4. ……… 5. ………... ..., ……….2012 Ketua Komite Medik Ketua SMF... ... ...
Direktur Rumah Sakit ...
30
CLINICAL PATHWAYS
RUMAH SAKIT ……… ………..
Nama Pasien:
……… ………Umur: ………..kgBerat Badan: Tinggi Badan:…………..cm ……….Nomor Rekam Medis:
Diagnosis Awal: ………. Kode ICD 10 :……… Rencana rawat : …… hari Aktivitas Pelayanan ……….R. Rawat
Tgl/Jam masuk: ………. Tgl/Jam keluar: ………. Lama Rwt ……... hari Kelas: …….. Tarif/hr (Rp): …………. Biaya (Rp) ……… HR 1 HR 2 HR 3 HR 4 HR 5 HR 6 HR 7 HR 8 HR 9 HR 10 HR11 HR12 HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. HS .. Diagnosis: Penyakit Utama Penyakit Penyerta Komplikasi Asessmen Klinis: Pemeriksaan dokter ………….. Konsultasi ………….. Pemeriksaan Penunjang: ………….. Tindakan: ………….. Obat obatan: ……… ……… ……….. ……… ……… ……… Nutrisi: ………….. Mobilisasi: ………….. Hasil (Outcome): ……….. ……….. ……….. Pendidikan/Rencana Pemulangan: Varians: Jumlah Biaya ………….. Perawat (PPJP) ………
Diagnosis Akhir: Kode ICD 10 Jenis Tindakan: Kode ICD 9 – CM DPJP: ……… Utama ……… ……….. ……… ………. DPJP Operasi: ……… Penyerta ……… ……….. ……… ………. DPJP Anestesi ... ………. ……….. ……… ………. ……… ……….. ……… ………. Verifikator: ……… Komplikasi ……… ………..……….. ……… ……….……….
31
CLINICAL PATHWAYS
RUMAH SAKIT ……… ………..
Nama Pasien:
……… ………Umur: ………..kgBerat Badan: Tinggi Badan:…………..cm ……….Nomor Rekam Medis:
Diagnosis Awal: ………. Kode ICD 10 :……… Rencana rawat : …… hari Aktivitas Pelayanan ……….R. Rawat
Tgl/Jam masuk: ………. Tgl/Jam keluar: ………. Lama Rwt ……... hari Kelas: …….. Tarif/hr (Rp): …………. Biaya (Rp) ……… HR 1 HR2 HR3 HR4 HR5 HR6 HR7 HR8 HR9 HR10 HR11 HR12 HR13 HR14 HS HS HS HS HS HS HS HS HS HS HS HS HS HS Diagnosis: Penyakit Utama Penyakit Penyerta Komplikasi Asessmen Klinis: Pemeriksaan dokter ……….. Konsultasi ……….. Pemeriksaan Penunjang: ……….. Tindakan: ……….. Obat obatan: ……… ……… ……….. ……… ……… ……… Nutrisi: ……….. Mobilisasi: ……….. Hasil (Outcome): ……….. ……….. ……….. Pendidikan/Rencana Pemulangan: Varians: Jumlah Biaya ……….. Perawat (PPJP)
……… Diagnosis Akhir: Kode ICD 10 Jenis Tindakan: Kode ICD 9 – CM
DPJP: ……… Utama ……… ……….. ……… ………. DPJP Operasi: ……… Penyerta ……… ……….. ……… ………. DPJP Anestesi ... ………. ……….. ……… ………. ……… ……….. ……… ………. Verifikator: ……… Komplikasi ……… ………..……….. ……… ……….……….
32
CLINICAL PATHWAYS
RUMAH SAKIT ……… ………..
Nama Pasien:
……… ………Umur: ………..kgBerat Badan: Tinggi Badan:…………..cm ……….Nomor Rekam Medis:
Diagnosis Awal: ………. Kode ICD 10 :……… Rencana rawat : …… hari Aktivitas Pelayanan ……….R. Rawat
Tgl/Jam masuk: ………. Tgl/Jam keluar: ………. Lama Rwt ……... hari Kelas: …….. Tarif/hr (Rp): …………. Biaya (Rp) ……… Hari Rawat 1 Hari Rawat 2 Hari Rawat 3 Hari Rawat 4 Hari Rawat 5
Hari Sakit: … Hari Sakit: … Hari Sakit: … Hari Sakit: … Hari Sakit: … Diagnosis: Penyakit Utama ………. ……… ……… ……… ……… Penyakit Penyerta ………. ……… ……… ……… ……… Komplikasi ………. ……… ……… ……… ……… Asessmen Klinis: Pemeriksaan dokter ………. ……… ……… ……… ……… ………….. Konsultasi ………. ……… ……… ……… ……… ………….. Pemeriksaan Penunjang: ………. ……… ……… ……… ……… ………….. Tindakan: ………. ……… ……… ……… ……… ………….. Obat obatan: ……… ……… ……….. ………. ………. ………. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……… ……… ……… Nutrisi: ………. ……… ……… ……… ……… ………….. Mobilisasi: ………. ……… ……… ……… ……… ………….. Hasil (Outcome): ……….. ………. ……… ……… ……… ……… ……….. ………. ……… ……… ……… ……… ……….. ………. ……… ……… ……… ……… Pendidikan/Rencana Pemulangan: ………. ……… ……… ……… ……… Varians: ………. ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… Jumlah Biaya ……….. Perawat (PPJP)
……… Diagnosis Akhir: Kode ICD 10 Jenis Tindakan: Kode ICD 9 – CM
DPJP: ……… Utama ……… ……….. ……… ………. DPJP Operasi: ……… Penyerta ……… ……….. ……… ………. DPJP Anestesi ... ………. ……….. ……… ………. ……… ……….. ……… ………. Verifikator: ……… Komplikasi ……… ………..……….. ……… ……….……….
33
CLINICAL PATHWAYS
RUMAH SAKIT ……… ………..
Nama Pasien:
……… ………Umur: ………..kgBerat Badan: Tinggi Badan:…………..cm ……….Nomor Rekam Medis:
Diagnosis Awal: ………. Kode ICD 10 :……… Rencana rawat : …… hari Aktivitas Pelayanan ……….R. Rawat
Tgl/Jam masuk: ………. Tgl/Jam keluar: ………. Lama Rwt ……... hari Kelas: …….. Tarif/hr (Rp): …………. Biaya (Rp) ……… Hari Rawat 1 Hari Rawat 2 Hari Rawat 3 Hari Rawat 4 Hari Rawat 5 Hari Rawat 6
Hari Sakit: … Hari Sakit: … Hari Sakit: … Hari Sakit: … Hari Sakit: … Hari Sakit: … Diagnosis: Penyakit Utama Penyakit Penyerta Komplikasi Asessmen Klinis: Pemeriksaan dokter ………….. Konsultasi ………….. Pemeriksaan Penunjang: ………….. Tindakan: ………….. Obat obatan: ……… ……… ……….. ………. ……… ………. Nutrisi: ………….. Mobilisasi: ………….. Hasil (Outcome): ……….. ……….. ……….. Pendidikan/Rencana Pemulangan: Varians: Jumlah Biaya ………….. Perawat (PPJP)
……… Diagnosis Akhir: Kode ICD 10 Jenis Tindakan: Kode ICD 9 – CM
DPJP: ……… Utama ……… ……….. ……… ………. DPJP Operasi: ……… Penyerta ……… ……….. ……… ………. DPJP Anestesi ... ………. ……….. ……… ………. ……… ……….. ……… ………. Verifikator ……….. Komplikasi ……… ………..……….. ……… ……….……….
34
CLINICAL PATHWAYS
RUMAH SAKIT ……… ………..
Nama Pasien:
……… ………Umur: ………..kgBerat Badan: Tinggi Badan:…………..cm ……….Nomor Rekam Medis:
Diagnosis Awal: ………. Kode ICD 10 :……… Rencana rawat : …… hari Aktivitas Pelayanan ……….R. Rawat
Tgl/Jam masuk: ………. Tgl/Jam keluar: ………. Lama Rwt ……... hari Kelas: …….. Tarif/hr (Rp): …………. Biaya (Rp) ……… Hari Rawat
1 Hari Rawat2 Hari Rawat3 Hari Rawat4 Hari Rawat5 Hari Rawat6 Hari Rawat7 Hari Sakit.. Hari Sakit.. Hari Sakit.. Hari Sakit.. Hari Sakit.. Hari Sakit.. Hari Sakit.. Diagnosis: Penyakit Utama Penyakit Penyerta Komplikasi Asessmen Klinis: Pemeriksaan dokter ……….. Konsultasi ……….. Pemeriksaan Penunjang: ……….. Tindakan: ……….. Obat obatan: ……… ……… ……….. ……….. ……….. ……... Nutrisi: ……….. Mobilisasi: ……….. Hasil (Outcome): ……….. ……….. ……….. Pendidikan/Rencana Pemulangan: Varians: Jumlah Biaya ……… Perawat (PPJP) ………
Diagnosis Akhir: Kode ICD 10 Jenis Tindakan: Kode ICD 9 – CM DPJP:: ……… Utama ……… ……….. ……… ………. DPJP Operarasi: ……… Penyerta ……… ……….. ……… ………. DPJP Anestesi: ... ………. ……….. ……… ………. Verifikator: ……… Komplikasi ………. ………..……….. ……… ……….……….
INSTRUMEN PENILAIAN
MONITORING DAN EVALUASI
DALAM
PENYUSUNAN DAN MPLEMENTASI
DAFTAR ISTILAH
Clinical Pathways
adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan
yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka
waktu tertentu selama di rumah sakit.
Sistem DRG Casemix
adalah sistem pembiayaan berdasarkan pengelompokan dan
pembauran penatalaksanaan pasien dalam hal diagnosis (utama,
pnyakit penyerta/komorbid dan komplikasi) dan prosedur tindakan
dengan menggunakan kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 – CM serta
penghitungan biaya secara pendekatan top-down, activity based
atau kombinasi keduanya dari setiap langkah dalam Clinical
Pathways (CP).
Clinical Governance (CG)
adalah satu kerangka konsep sistem mutu dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu di sarana/fasilitas
pelayanan kesehatan yang terdiri dari:
1. pengelolaan secara transparan, adil dan akauntabel
2. clinical effectiveness
3. manajemen risiko klinis
4. audit medis
5. pendidikan, pengembangan dan penelitian profesi
Keselamatan Pasien (Patient Safety)
adalah proses pelayanan pasien yang aman,
terdiri dari:
1. Asesmen risiko
2. Identifikasi dan manajemen risiko
3. Pelaporan dan analisis insiden
S1 Profesi Medis
S1 P1
Komite Medik dan Kelompok Staf Medis (SMF)
Nilai
Kriteria
0 Belum ada organisasi profesi dalam bentuk Komite Medik dan
Kelompok Staf Medis (SMF)
1 Telah ada organisasi profesi dalam bentuk Komite Medik dan
Kelompok Staf Medis (SMF), akan tetapi belum/tidak sesuai
dengan yang dianjurkan sebagaimana dalam Peraturan Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011
tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2 Telah ada organisasi dan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011, akan tetapi belum
disahkan oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat Keputusan
(SK).
3 Organisasi tersebut telah ada SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi
belum melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung
jawabnya.
4 Telah melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung
jawabnya dari organisasi tersebut dan ada bukti tertulis akan kegiatan
tersebut.
5 Telah melakukan evaluasi dan revisi dari organisasi Komite Medik
dan SMF.
S1 P2 Standar Pelayanan Kedokteran (SPK), Standar Prosedur Operasional (SPO)
dan Panduan Praktik Klinis (PPK) dari profesi medis
Nilai
Kriteria
0 Belum ada Format SPK/SPO/PPK dari Komite Medik untuk seluruh
Kelompok Staf Medis (SM F)
1 Telah ada Format SPM/SPO dari Komite Medik untuk seluruh Staf
Medis Fungsional (SMF), akan tetapi belum seluruh SMF membuat
SPK/SPO/PPK sesuai profesinya masing masing.
2 Telah ada SPK/SPO/PPK, akan tetapi belum disahkan
penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
3
SPK/SPO/PPK tersebut telah disahkan penggunaannya dalam
bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum sosialisasikan
kepada seluruh staf medis sesuai dengan bidang profesinya masing
masing.
4 Telah melakukan implementasi SPK/SPO/PPK tersebut dan ada
bukti tertulis telah melakukan audit medis.
S2 Profesi Keperawatan
S2 P1 Asuhan Keperawatan
Nilai
Kriteria
0 Belum ada Format Asuhan Keperawatan dari Komite/Bidang
Keperawatan untuk seluruh Kelompok Staf Keperawatan dan
Penata sesuai dengan bidangnya masing masing
1 Telah ada Format Asuhan Keperawatan dari Komite/Bidang
Keperawatan, akan tetapi belum seluruh Kelompok Staf
Keperawatan dan Penata Asuhan Keperawatan sesuai bidang
masing masing.
2 Telah ada Asuhan Keperawatan, akan tetapi belum disahkan
penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
3 Asuhan Keperawatan tersebut telah disahkan penggunaannya dalam
bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum sosialisasikan
kepada seluruh staf perawat dan penata sesuai dengan bidangnya
masing masing.
4 Telah melakukan implementasi Asuhan Keperawatan tersebut dan
ada bukti tertulis telah melakukan PSBH.
5 Telah melakukan evaluasi dan revisi dari Asuhan Keperawatan
tersebut.
S3 Profesi Apoteker/Farmasis
S3 P1
Daftar Formularium Rumah Sakit
Nilai
Kriteria
0
Belum ada Format Daftar Formularium Rumah Sakit dari
Panitia/Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
1
Telah ada Format Daftar Formularium Rumah Sakit, akan
tetapi tidak melibatkan seluruh perwakilan dari SMF dan
profesi
apoteker/farmasis
dalam
penyusunan
Daftar
Formularium Rumah Sakit.
2
Telah ada Daftar Formularium Rumah Sakit, akan tetapi
belum disahkan penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit
dalam bentuk Surat Keputusan (SK).
3
Daftar Formularium Rumah Sakit tersebut telah disahkan
penggunaannya dalam bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan
tetapi belum sosialisasikan kepada seluruh staf profesi medis
dan apoteker/farmasis.
4
Ada bukti tertulis telah melakukan monitoring penggunaan dan
laporan (feed back) Daftar Formularium Rumah Sakit .
5
Telah melakukan evaluasi dan revisi Daftar Formularium
Rumah Sakit .
S3 P2
Unit Dose Daily (UDD)
Nilai
Kriteria
0
Belum ada format Unit Dose Daily (UDD) Rumah Sakit dari
Panitia/Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
1
Telah ada Unit Dose Daily (UDD), akan tetapi tidak melibatkan
seluruh perwakilan dari SMF dan profesi apoteker/farmasis
dalam penyusunan format Unit Dose Daily (UDD).
2
Telah ada Unit Dose Daily (UDD), akan tetapi belum disahkan
penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
3
Unit Dose Daily (UDD) telah disahkan penggunaannya dalam
bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum
sosialisasikan kepada seluruh staf profesi medis dan apoteker/fa
rmasis.
4
Ada bukti tertulis telah melakukan monitoring penggunaan dan
laporan (feed back) Unit Dose Daily (UDD) .
S3 P3 Stop Ordering (SO)
Nilai
Kriteria
0
Belum ada format Stop Ordering (SO) dari Panitia/Komite/Tim
Farmasi dan Terapi.
1
Telah ada Stop Ordering (SO), akan tetapi tidak melibatkan
seluruh perwakilan dari KSM/SMF dan profesi apoteker/farmasis
dalam penyusu nan format Stop Ordering (SO).
2
Telah ada Stop Ordering (SO), akan tetapi belum disahkan
implementasinya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
3
Stop Ordering (SO)telah disahkan implementasinya dalam bentuk
SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum sosialisasikan
kepada seluruh staf profesi medis dan a pote ke r/f a rmas is.
4
Ada bukti tertulis telah melakukan monitoring implementasi Stop
Ordering (SO) .
S4 Clinical Pathways (ICP)
S4 P1
Format Integrated Clinical Pathways (ICP) tingkat Rumah Sakit
Nilai
Kriteria
0
Belum ada Format Clinical Pathways (CP) dari Komite Medik
1
Telah ada Format Clinical Pathways (CP) Rumah Sakit, akan
tetapi tidak melibatkan seluruh perwakilan dari SMF,
Komite/Bidang Keperawatan dan profesi apoteker/farmasis
dalam penyusunan format tersebut.
2
Telah ada Format Clinical Pathways (CP), akan tetapi belum
disahkan penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam
bentuk Surat Keputusan (SK).
3
Format Clinical Pathways (CP) tersebut telah disahkan
penggunaannya dalam bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan
tetapi belum sosialisasikan kepada seluruh staf profesi medis,
staf perawat/penata dan apoteker/farmasis.
4
Ada bukti tertulis telah membuat sekurangnya 5 (lima) jenis
Clinical Pathways (CP) yang berbeda berdasarkan prioritas dan
disusun
sesuai
dengan
SPK/SPO/PPK
dan
Asuhan
Keperawatan serta Daftar Formularium Rumah Sakit.
5
Telah melakukan uji coba pelaksaan sekurangnya 5 (lima) jenis
Clinical Pathways (CP) akan tetapi belum melaksanakan
evaluasi/audit..
6
Ada bukti tertulis telah melaksanakan evaluasi/audit uji coba
pelaksaan sekurangnya 5 (lima) jenis Clinical Pathways (CP).
7
Ada bukti tertulis telah melakukan revisi atas uji coba format
S4 P2
Clinical Pathways (ICP) tingkat SMF
Nilai
Kriteria
0
Belum ada SMF Departemen/Bagian yang membuat Clinical
Pathways (CP) sesuai format dari Komite Medik RS.
1
Telah ada sekurangnya setengah dari jumlah SMF dengan
minimal 3 Clinical Pathways (CP) yang berbeda sesuai prioritas
dan disusun sesuai dengan SPK/SPO/PPK dan Asuhan
Keperawatan serta Daftar Formularium Rumah Sakit.
2
Telah melakukan Clinical Pathways (CP) tersebut di atas akan
tetapi belum melaksanakan evaluasi/audit.
3
Ada bukti tertulis telah melaksanakan evaluasi/audit terhadap
Clinical Pathways (CP) di atas.
4
Ada bukti tertulis telah melakukan revisi atas Clinical Pathways
(CP) di atas.
5
Seluruh SMF dengan minimal 3 Clinical Pathways (CP) yang
berbeda sesuai prioritas dan disusun sesuai dengan SPK/SPO/
PPK dan Asuhan Keperawatan serta Daftar Formularium RS.
6
Seluruh SMF telah melakukan audit terhadap 3 Clinical
Pathways (CP) masing masing.
7
Ada bukti tertulis Seluruh SMF telah melakukan revisi terhadap 3
S4 P3
Kodefikasi Clinical Pathways (CP) tingkat SMF berdasarkan ICD 10 dan ICD
9 – CM.
Nilai
Kriteria
0
Belum ada KSM/SMF/Departemen/Bagian yang membuat
kodefikasi sesuai ICD 10 dan ICD 9 – CM dalam Clinical
Pathways (CP) sesuai format dari Komite Medis RS.
1
Telah ada kodefikasi sekurangnya setengah dari jumlah SMF
dengan minimal 3 Clinical Pathways (CP) yang berbeda sesuai
prioritas dan disusun sesuai dengan SPK/SPO/PPK dan Asuhan
Keperawatan serta Daftar Formularium Rumah Sakit.
2
Telah melakukan kodefikasi Clinical Pathways (CP) tersebut di atas
akan tetapi belum melaksanakan evaluasi/audit.
3
Ada bukti tertulis telah melaksanakan monitoring kodefikasi
terhadap Clinical Pathways (CP) di atas.
4
Ada bukti tertulis telah melakukan feed back tentang kodefikasi
Clinical Pathways (CP) di atas.
5
Seluruh SMF dengan minimal 3 Clinical Pathways (CP) yang
berbeda sesuai prioritas dan disusun sesuai dengan
SPK/SPO/PPK dan Asuhan Keperawatan serta Daftar
Formularium Rumah Sakit telah melaksanakan kodefikasi sesuai
ICD 10 dan ICD 9 - CM.
6
Bagian Rekam Medik telah melakukan monitoring dan
Memberikan feed back kepada seluruh SM F
S4 P5
Varians Clinical Pathways (CP) tingkat SMF .
Nilai
Kriteria
0
Tidak ada catatan tentang varians dalam Clinical Pathways
sesuai format dari Komite Medik RS.
1
Ada catatan dan pelaporan tenatng varians
2
Ada tindak lanjut atas varians yang ditemukan/dilaporkan.
3
Ada bukti tertulis telah melakukan feed back tentang
varians dalam Clinical Pathways (CP) di atas.
4
Ada bukti tertulis telah melaksanakan revisi Clinical
FORMAT PENILAIANSELF-ASSESSMENT: MONITORING DAN EVALUASI
PENYUSUNAN DAN IMPLEMENTASICLINICAL PATHWAYS
RUMAH SAKIT ……….
Tahun : ……… Bulan
Nilai Standar dan Parameter
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Ags Sep Okt Nov Des
S1 Profesi Medis
S1P1 Komite Medik/SMF…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S1P2 SPM/PPK/SPO…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S2 Profesi Keperawatan
S2P1 Asuhan Keperawatan…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S3 Profesi Apoteker
S3P1 Formularium RS…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S3P2 Unit Dose Daily (UDD)
…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S3P3 Stop Ordering(S0)
…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S4
Clinical Pathways
S4P1 Tingkat RS…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S4P2 Tingkat SMF…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S4P3 Kodefikasi…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
S4P4 Varians…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
JumlahClinical Pathways disusun:
…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
JumlahClinical Pathways
diimplementasikan: