• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN A

(2)
(3)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH

TERPENCIL DAN KEPULAUAN

Praktik Cerdas ini didukung oleh Proyek BASICS melalui mekanisme

BASICS Responsive Initiative pada tahun 2010-2013

Penulis Tim BASICS Penyunting Theresia Erni Penasehat Tim Babcock Kontributor

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara Dicetak di Jakarta – April 2014

Publikasi ini didanai oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development (DFATD) Canada melalui Proyek BASICS. Sebagian atau seluruh isi buku ini, termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak dengan syarat disebarkan secara gratis dan mencantumkan sumbernya. Versi elektronik dokumen ini dapat diunduh dari situs internet www.basicsproject.or.id

(4)
(5)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN i

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH

TERPENCIL DAN KEPULAUAN

Proyek BASICS mendefinisikan Praktik Cerdas sebagai beragam upaya

yang berhasil dilakukan pemerintah daerah bersama masyarakat dalam

menjawab tantangan pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan dan

berkontribusi pada pencapaian SPM dan MDGs di bidang kesehatan dan

pendidikan dasar.

(6)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN ii

(7)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN iii

BASICS (Better Approaches for Service Provision through

Increased Capacities in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar

melalui Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek inisiatif

kerjasama antara Pemerintah Kanada melalui Canadian International

Development Agency (CIDA) dengan Pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Dalam Negeri yang ditandai dengan penandatanganan

Nota Kesepahaman pada tanggal 25 September 2007 di Jakarta.

Cowater International dipilih sebagai Badan Pelaksana Kanada untuk

melaksanakan seluruh proyek termasuk administrasi keuangan dan

pengelolaan teknis proyek dalam dokumen Project Implementation

Plan (PIP) yang disepakati bersama.

Proyek BASICS bekerja di 10 Kabupaten/Kota di Propinsi

Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dalam rangka berkontribusi bagi

percepatan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan

dan pendidikan, dan Millennium Development Goals (MDGs). Lima

kabupaten/kota Propinsi Sulawesi Utara terdiri atas: Kota Bitung, Kab.

Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab. Siau Tagulang dan Biaro, dan

Kab. Kepulauan Sangihe. Sedangkan lima kabupaten/kota Propinsi

Sulawesi Tenggara meliputi Kota Baubau, Kab. Buton Utara, Kab.

Wakatobi, Kab. Konawe Selatan dan Kab. Kolaka Utara. Pada tahun

2014, Proyek BASICS menambah 4 kabupaten sebagai mitra kerja di

Propinsi Sulawesi Utara (Kab. Kepulauan Talaud dan Kab. Minahasa

Tenggara) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (Kab. Bombana dan Kab.

Konawe Utara).

Proyek BASICS mempunyai dua komponen utama.

Komponen pertama adalah pengembangan kapasitas (Capacity

Development) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para

pihak (eksekutif, legislatif, dan organisasi masyarakat sipil) di daerah

dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan,

melalui: (1) peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam

perencanaan dan penganggaran untuk meningkatkan pelayanan dasar

kesehatan dan pendidikan; (2) penguatan kapasitas DPRD bersama

Organisasi Masyarakat Sipil dalam mendukung dan mengawasi

kinerja pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan di daerah; dan

(3) pengarusutamaan gender dalam perencanaan dan penganggaran

pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan. Komponen kedua

adalah BASICS Responsive Initiative (BRI) yang merupakan dana

hibah yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk

mendukung inovasi atau praktik cerdas yang dilakukan dalam upaya

meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan

untuk percepatan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)

kesehatan dan pendidikan dan Tujuan Pembangunan Milenium

(Millenium Development Goals/MDGs).

Informasi lebih lanjut tentang Proyek BASICS dapat dilihat

pada www.basicsproject.or.id

(8)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN iv

(9)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ABSTRAKSI

DAFTAR SINGKATAN

BAB I : MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?

A. Latar Belakang B. Tujuan

C. Landasan Hukum D. Ruang Lingkup E. Pemanfaat

BAB II : KONSEP DASAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL

A. Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan B. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar C. Kewenangan Pemerintah Daerah Mengelola Tenaga Pendidikan

BAB III : LANGKAH – LANGKAH PELAKSANAAN

A. Perencanaan Kebutuhan Guru dan Analisis Sebaran Guru B. Pertemuan Forum Multipihak Pendidikan

C. Penyusunan Regulasi Daerah

D. Pembentukan Tim Pengelola Program Tingkat Kabupaten E. Rekrutmen, Pembekalan dan Penempatan

F. Kebijakan Insentif Bagi Guru Tidak Tetap G. Penyusunan Kesepakatan Bersama Para Pihak H. Pembinaan dan Pengawasan

I. Mendorong Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan J. Mendorong Kerjasama Multipihak dan Lintas Sektor K. Mendorong Peran Swasta dalam Pembiayaan Program

vii ix x 1 1 2 2 3 3 7 7 8 11 15 15 17 18 19 20 22 23 23 24 26 27

(10)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN vi

(11)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN vii

KATA PENGANTAR

P

elayanan pendidikan bagi semua merupakan salah satu Tujuan Pembangunan

Milenium (MDGs) yang diharapkan bisa tercapai pada tahun 2015. Indonesia sebagai

salah satu negara yang berkomitmen terhadap pencapaian MDGs telah melakukan

berbagai upaya untuk memastikan terlaksananya tujuan tersebut. Salah satu

upaya untuk mempercepat pencapaian MDGs di bidang pendidikan adalah dengan

dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2013 tentang

Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.

Namun demikian, pembangunan bidang pendidikan di Indonesia masih

diliputi beberapa masalah dasar yang menjadi kendala untuk mencapai MDGs dan

memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar. Permasalahan yang

cukup serius terkait tenaga pendidik, diantaranya kekurangan guru, distribusi guru

yang tidak merata, mutu dan kualitas guru yang sebagian masih rendah serta masih

kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan guru. Permasalahan ini mungkin tidak

terlalu terasa di kota-kota besar akan tetapi sangat nyata dirasakan di daerah terpencil

dan kepulauan. Kekurangan guru, khususnya di daerah terpencil dan kepulauan,

menyebabkan kegiatan belajar mengajar tidak terlaksana dengan baik. Hal ini menjadi

salah satu alasan keengganan orang tua untuk menyekolahkan anaknya, yang pada

akhirnya memicu tingginya angka putus sekolah. Masalah kekurangan guru ini perlu

segera diatasi untuk menjamin tersedianya pelayanan pendidikan yang bermutu dan

meminimalkan angka putus sekolah.

Proyek BASICS telah berusaha mengembangkan inovasi bersama Pemerintah

Kabupaten/Kota dalam upaya pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik di daerah

terpencil dan kepulauan dengan mengoptimalkan sumber daya lokal. Salah satunya

adalah inovasi yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe,

Provinsi Sulawesi Utara, melalui Program Sangihe Mengajar yang merekrut para

sarjana pendidikan sebagai tenaga guru tidak tetap untuk ditempatkan di pulau-pulau

dan desa terpencil. Program ini terinspirasi dari Program Indonesia Mengajar dan

Program Sarjana Mengajar di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) yang kemudian

diterapkan sesuai dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi masyarakat setempat.

Inovasi yang dikembangkan melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative (BRI)

pada tahun 2011-2013 ini telah ikut berkontribusi pada peningkatan Angka Partisipasi

Murni (APM) pendidikan dasar di Kabupaten kepulauan tersebut.

(12)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN viii

Buku Panduan ini hadir sebagai bahan pembelajaran dan berbagi pengalaman

dalam mengatasi kekurangan tenaga pendidik di daerah terpencil dan kepulauan.

Harapan kami panduan ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi daerah lain

yang mempunyai permasalah pendidikan yang sama.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama

dan berkontribusi dalam pengembangan inisiatif ini sekaligus menyampaikan apresiasi

kepada seluruh kontributor yang mendukung penyusunan Panduan ini.

Maret 2014

Bill Duggan

Project Director BASICS

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN

(13)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN ix ABSTRAKSI

Permasalahan kekurangan guru di daerah terpencil dan kepulauan serta inisiatif

penanganannya merupakan tema utama yang diangkat dalam panduan ini. Panduan

Penerapan Praktik Cerdas ini disusun sebagai upaya untuk mendokumentasikan proses

penerapan Program Guru Tidak Tetap di daerah terpencil dan kepulauan sebagai sebuah

solusi dalam mengatasi kekurangan guru di daerah-daerah tersebut. Pengangkatan guru

tidak tetap menjadi solusi ketika re-distribusi guru PNS tidak dapat menjadi pilihan

karena kondisi kekurangan guru secara merata di tingkat Kabupaten/Kota. Para guru

yang direkrut adalah sarjana-sarjana lokal yang dikontrak dalam jangka waktu tertentu.

Panduan ini menjelaskan konsep pengelolaan pendidikan di daerah yang terkait dengan

otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, dan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal

(SPM) Pendidikan Dasar. Di dalamnya juga digambarkan langkah-langkah yang dapat

dilakukan Pemerintah Daerah bersama pihak-pihak terkait dalam pengelolaan guru tidak

tetap di daerah terpencil dan kepulauan. Hal yang sangat penting dalam mendukung

kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan dasar di bidang pendidikan

adalah komitmen dan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan pendidikan baik

unsur pemerintah maupun masyarakat.

ABSTRACT

The problem of teacher shortage in remote and island areas and an initiative to

overcome the problem is the main theme in these guidelines. These “smart practice”

guidelines have been I developed in an effort to document the implementation

process of the Contract Teachers for Remote and Island Areas Program as one

solution to overcome the shortage of teachers in these areas. The recruitment of

contract teachers is one potential solution when redistribution of regular

civil-service teachers can not be an option due to overall teacher shortages in the district/

city. The recruited teachers are locally-hired graduates with fixed-termcontracts.

These guidelines explain the concept of education management in regards to

regional autonomy, decentralization of education, and achieving Minimum Service

Standard (MSS) in basic education. They also describe the steps to be taken by

local government and related parties in the management of contract teachers in

remote and island areas. The most important thing to support government’s policy to

improve the basic services in education is the commitment and active involvement

of education stakeholders, both from the government and the community.

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN ix

(14)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN x

DAFTAR SINGKATAN

APM

Angka

Partisipasi

Murni

MDGs

Millenium

Development

Goals

SPM

Standar

Pelayanan

Minimal

PKBM

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

SD/MI

Sekolah

Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah

SMP/MTs

Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah

UPTD

Unit Pengelola Teknis Dinas

Kemenag

Kementerian

Agama

SM-3T

Sarjana Mengajar – Terpencil, Terluar, Terdepan

SKPD

Satuan Kerja Perangkat Daerah

DPRD

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

PNS

Pegawai

Negeri

Sipil

MBS

Manajemen

Berbasis

Sekolah

(15)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN A

Metode mengajar Guru Sangihe Mengajar menjadi contoh

bagi guru-guru PNS

Program Sangihe Mengajar menempatkan Rita Mirontoneng, 29 tahun, sebagai

Guru Tidak Tetap di SD Inpres Mandoi, Kampung Malisade, Kec. Tabukan Tenggara.

Kehadiran Rita sebagai guru terbilang cukup berprestasi. Pasalnya, baru dua

bulan ditempatkan di sekolah tersebut Rita sudah berhasil menerapkan metode

pembelajaran inovatif dan membuat proses belajar mengajar menjadi lebih

menarik bagi peserta didik. Pengawas Sekolah dari Kecamatan memuji kemampuan

Rita yang menjadi contoh bagi guru-guru PNS lainnya di sekolah tersebut.

”Saya bangga sekali dijadikan contoh oleh Pengawas Sekolah,” ungkap Rita.

(16)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN B

(17)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 1

BAB I

MENGAPA, UNTUK APA, DAN

UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT?

A. Latar Belakang

Masalah kekurangan guru di daerah terpencil adalah salah satu masalah yang melanda dunia pendidikan Indonesia secara berkepanjangan. Ini adalah pekerjaan rumah yang belum terselesaikan sejak lama. Kekurangan guru juga diduga sebagai penyebab rendahnya Indeks Pendidikan di daerah terpencil yang turut serta mempengaruhi masyarakatnya pada tingkat ekonomi dan kesehatan. Berdasarkan data, perkembangan pendidikan Indonesia masih teringgal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Sebanyak 21% sekolah di perkotaan kekurangan guru, 37% sekolah di pedesaan kekurangan guru, 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan guru dan 34% sekolah di Indonesia yang kekurangan guru. (sumber: Analisis Data

Guru 2009, Ditjen PMPTK 2009).

Otonomi daerah yang menjadi dasar desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan di daerah. Termasuk di dalamnya kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan sesuai degan kebutuhan dan kemampuan daerah. Dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi program guna pemenuhan kebutuhan guru di daerahnya, khususnya di daerah-daerah terpencil dan kepulauan.

Program Sangihe Mengajar yang digagas Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Sangihe di Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu respon daerah untuk mengatasi kekurangan guru di daerah-daerah terpencil dan kepulauan. Program yang terinspirasi dari program serupa seperti Indonesia Mengajar dan Program Sarjana Mengajar di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:

1) tenaga pendidik yang direkrut adalah orang lokal sehingga mereka mempunyai daya tahan yang lebih tinggi untuk bertugas di pulau-pulau dan desa terpencil, minimal tiga tahun sebelum dirotasi ke daerah lain di dalam wilayah kabupaten;

2) mengandalkan kerjasama multipihak mulai dari perangkat desa, sekolah, kecamatan, SKPD teknis seperti Bappeda dan Badan Kepegawaian Daerah, organisasi masyarakat sipil, sampai kepada DPRD;

3) adanya dukungan kebijakan daerah melalui Peraturan Bupati sebagai payung hukum untuk memastikan Program ini berjalan secara berkelanjutan; dan

(18)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 2

4) adanya komitmen Pemerintah Daerah dan DPRD melalui dukungan APBD yang semakin meningkat setiap tahunnya sehingga lebih banyak tenaga pendidik yang dapat direkrut untuk ditempatkan di desa terpencil dan pulau-pulau yang masih kekurangan guru. Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan guru di daerah terpencil dan kepulauan merupakan bagian dari proses menuju pemerataan pelayanan pendidikan yang layak dan bermutu di seluruh daerah di Indonesia. Pemenuhan kebutuhan guru merupakan salah satu bagian dari pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

B. Tujuan Penyusunan Panduan

Buku Panduan ini disusun sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota, khususnya SKPD teknis yang membidangi pendidikan, kepegawaian dan perencanaan pembangunan daerah dalam merencanakan dan mengelola distribusi guru tidak tetap khususnya di daerah terpencil dan kepulauan sebagai langkah sementara sambil menunggu dan memperjuangkan penempatan guru tetap/PNS di daerah tersebut.

Tujuan khusus dari penyusunan panduan ini adalah sebagai:

1) Pedoman bagi pengambil kebijakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik khususnya di daerah terpencil dan kepulauan;

2) Pedoman bagi SKPD teknis dalam mempersiapkan tenaga pendidik yang berkualitas dan mempunyai jiwa pengabdian dan motivasi tinggi serta kemampuan berinovasi dalam mengembangkan pendidikan di daerah terpencil dan kepulauan; dan

3) Pedoman bagi para pihak yang terkait atas peran, tanggung jawab dan fungsinya masing-masing dalam upaya pemeuhan kebutuhan guru di daerah terpencil dan kepulauan.

C. Landasan Hukum

1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2) Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 3) Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

4) Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;

5) Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6) Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1992 tentang Peran Masyarakat

(19)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 3 Dalam Pendidikan Nasional;

7) Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;

8) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

9) Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

10) Peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan; 11) Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru;

12) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; dan

13) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 23 tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup panduan ini meliputi langkah-langkah yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam mengelola dan mendistribusikan guru tidak tetap untuk memenuhi kebutuhan di daerah terpencil dan kepulauan yang masih kekurangan tenaga pendidik.

E. Pemanfaat

Panduan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak sebagai berikut : 1. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, khususnya yang mempunyai

daerah-daerah terpencil dan kepulauan, sebagai bahan pembelajaran untuk mengatasi masalah kekurangan guru dengan melibatkan kerjasama multipihak.

2. SKPD Teknis yang terlibat dalam urusan pendidikan, sebagai bahan masukan dalam proses perencanaan untuk pemenuhan tenaga pendidik khusus di daerah terpencil dan kepulauan dalam rangka pemerataan pendidikan dan pemenuhan Standar Pelayanan Mimimal Pendidikan Dasar.

3. Pemerintah Desa, sebagai bahan pembelajaran untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan, khususnya di daerah terpencil dan kepulauan, dengan memberikan dukungan yang diperlukan bagi penempatan dan penugasan gutu-guru tidak tetap yang ditugaskan di wilayahnya.

(20)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 4

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sebagai bahan masukan dalam melakukan penganggaran untuk pendidikan, khususnya bagi daerah-daerah terpencil dan kepulauan yang masih mengalami kekurangan tenaga pendidik.

5. Organisasi Masyarakat Sipil yang berkecimpung di bidang pendidikan, sebagai bahan masukan dalam melakukan advokasi kebijakan pemenuhan tenaga pendidik di daerah-daerah terpencil dan kepulauan.

(21)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 5

Guru Sangihe Mengajar datang, jam belajar kembali normal.

“Pada awal saya bertugas, masyarakat kurang menerima saya karena mereka

tidak percaya. Setelah mereka sering mengintip sewaktu saya sedang mengajar

di kelas dan anak-anak diajari Bahasa Ingris, maka mereka mulai menerima saya.

Sekarang anak-anak menjadi semangat sekali bersekolah. Dulu biasa datang jam 9

karena malamnya pergi mengail ikan dengan orang tuanya, sekarang jam 7 pagi

mereka sudah datang semua.”

(22)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 6

(23)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 7

BAB II

KONSEP DASAR PENGELOLAAN

PENDIDIKAN DI DAERAH TERPENCIL

A. Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU nomor 32 tahun 2004) mendefinisikan otonomi daerah sebagai adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 ini juga menegaskan bahwa pendidikan dasar dan menengah merupakan kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, semua fungsi pengelolaan pendidikan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian sumber daya, implementasi, pengawasan, termasuk monitoring dan evaluasi semua program dan kegiatan pendidikan menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Dari sinilah lahir konsep desentralisasi pendidikan.

Dalam konsep desentralisasi pendidikan, ada tiga nilai yang ingin diubah dalam sektor pendidikan sebagai berikut: pertama, sebagai upaya untuk mendekatkan pengambilan keputusan, sehingga Pemerintah Kabupaten/Kota tidak harus menunggu keputusan Pemerintah pusat untuk mengatasi permasalahan pendidikan yang memerlukan penanganan segera. Kedua, untuk menyesuaikan pembangunan pendidikan agar lebih sesuai degan kebutuhan dan kekhasan daerah. Ketiga, untuk lebih mendayagunakan potensi masyarakat yang sangat besar di daerah.

Desentralisasi pendidikan memiliki kaitan yang sangat erat dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar yang merupakan tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten/Kota. SPM Pendidikan Dasar mengatur jenis dan mutu layanan pendidikan yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota dan sekolah/madrasah. SPM juga merupakan pelaksanaan desentralisasi penyelenggaraan kewenangan di bidang pendidikan dasar.

Kegiatan dan program pengembangan pendidikan di masing-masing kabupaten/kota, sesuai dengan sumber daya pendidikan (ketenagaan, dana dan fasilitas) yang tersedia, harus diarahkan pada pemberian pelayanan pendidikan yang bermutu bagi masyarakat. Dari sisi perencanaan, pemerintah kabupaten/ kota dalam Renstra (Rencana Strategis)-nya, disamping harus mengacu pada Renstra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga harus merujuk pada masalah-masalah pendidikan yang ada di masing-masing kabupaten/kota. Dan perencanaan tersebut seharusnya berbasis data (data-based planning) sehingga dapat diketahui kesenjangan-kesenjangan pendidikan yang terjadi dan membutuhkan penanganan khusus. Melalui perencanaan pendidikan yang berbasis data, kinerja pelayanan pendidikan pada setiap tahapnya akan dapat terukur dan dipertanggungjawabkan.

(24)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 8

B. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar

Hak untuk mendapatkan pendidikan tercantum dalam tujuan ke-2 dan ke-3 dari Millenium Developmet Goals (MDGs). Tujuan ke-2 MDGs adalah mencapai pendidikan dasar secara universal dengan target memastikan bahwa pada tahun 2015 semua anak akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan jejang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama yang terdiri dari Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Sementara bagi anak yang megikuti pendidikan dasar di luar sekolah formal tersebut, tersedia Kelompok Belajar (Kejar) Paket A untuk SD/MI dan Paket B untuk SMP/MTs. Keberhasilan pencapaian tujuan ini dapat dilihat dari empat indikator, yaitu: Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI; Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs; Rasio murid yang menyelesaikan pendidikan dari kelas 1 sampai kelas 6; dan angka melek huruf usia 15 sampai dengan 24 tahun.

Tujuan ke-3 MDGs adalah mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan. Targetnya adalah menghilangkan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar SD/MI dan SMP/MTs pada tahun 2015. Keberhasilan tujuan ini dapat dilihat dari tiga indikator, yaitu: rasio anak perempuan di tingkat SD/MI dan Paket A, rasio anak perempuan di tingkat SMP/MTs dan Paket B, serta rasio melek huruf perempuan usia 15 sampai dengan 24 tahun.

Sebagai bukti komitmen Pemerintah Indonesia dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan MDGs tersebut, telah dikeluarkan Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar yang kemudian disempurnakan dengan Permendikbud nomor 23 tahun 2013. Secara umum SPM pendidikan dasar memuat ketentuan mengenai sarana prasarana, ketenagaan, kurikulum, penjaminan mutu pendidikan, dan perencanaan pendidikan. Meskipun SPM pendidikan dasar tidak secara eksplisit menyebutkan APM, rasio pendidikan anak laki-laki dan perempuan, dan rasio melek huruf, akan tetapi pemenuhan indikator-indikator yang ditetapkan dalam SPM pendidikan dasar akan berkontribusi bagi pencapaian target MDGs terkait pendidikan tersebut. Penyediaan sarana dan prasarana serta ketenagaan pendidikan akan berkontribusi pada meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang berkorelasi pada peningkatan APM.

Dalam Petunjuk Teknis SPM yang merupakan lampiran dari Permendikbud nomor 23 tahun 2013 dirinci apa saja yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan berbagai hal yang harus disediakan dan dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan unit satuan pendidikan untuk memastikan bahwa layanan pendidikan bisa berjalan dengan baik. Ada 27 indikator yang harus dicapai dalam rangka pemenuhan layanan dasar bidang pendidikan dasar yang meliputi:

a. 14 indikator yang merupakan tanggung-jawab langsung Pemerintah Kabupaten/Kota yang menjadi tugas pokok dan fungsi Dinas

(25)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 9 Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama, yaitu:

SD/MI SMP/MTS

(1) Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki maksimal 3 km

(1) Tersedia satuan pendidikan yang terjangkau dengan jalan darat/ air dalam jarak maksimal 6 km dari permukiman permanen (2) Jumlah peserta didik dalam

setiap rombel tidak lebih dari 32 orang, dan tersedia satu ruang kelas untuk setiap rombel

(2) Jumlah peserta didik untuk setiap rombel tidak lebih dari 36 orang dan tersedia satu ruang kelas untuk setiap rombel (3) Tersedia ruang laboratorium

IPA dilengkapi meja kursi untuk 36 peserta didik dan satu set peralatan praktik IPA

(4) Tersedia satu ruang guru untuk setiap guru, kepala sekolah dan staf kependidikan yang lain

(4) Tersedia satu ruang guru untuk setiap guru, kepala sekolah dan staf kependidikan yang lain, dan ruang kepaka sekolah terpisah dari ruang guru

(5) Tersedia satu orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan enam orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan empat orang guru unruk setiap satuan pendidikan di daerah khusus

(6) Tersedia satu orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran

(7) Tersedia dua orang guru dengan kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan dua orang guru telah memiliki sertifikat pendidik

(8) Tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan 35% dari keseluruhan guru telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%

(9) Tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik, masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matermatika, IPA< Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Kewarganegaraan (10) Semua kepala SD/MI

ber-kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik

(11) Semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik

(12) Semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik

(13) Pemerintah kabupaten/Kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu sarana pendidikan dalam megembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif

(14) Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam

(26)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 10

b. 13 indikator yang merupakan tanggung jawab tidak langsung Pemerintah Kabupaten/Kota c/q Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama - karena layanan diberikan oleh pihak sekolah, para guru dan tenaga kependidikan, dengan dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, yaitu:

SD/MI SMP/MTS

(1) Menyediakan buku teks mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan Pendidikan Kewarganegaraan dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik

(2) Menyediakan buku teks semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik

(3) Menyediakan satu set peraga IPA (4) Memiliki 100 judul buku

pengayaan dan 10 buku referensi (4) Memiliki 200 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi (4) Setiap guru bekerja 37,5 jam

per minggu (5) Setiap guru bekerja 37,5 jam per minggu (6) Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34

minggu per tahun dengan kegiatan pembelajaran sebagai berikut; a. Kelas I – II : 18 jam per minggu;

b. Kelas III : 24 jam per minggu; c. Kelas IV – VI : 27 jam per minggu; dan d. Kelas VII – IX : 27 jam per minggu.

(7) Satuan pendidikan menerapkan KTSP sesuai ketentuan yang berlaku (8) Setiap guru menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran

(9) Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meingkatkan kemampuan belajar peserta didik

(10) Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester

(11) Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester

(12) Kepala sekolah/madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir dan ulangan kenaikankelas serta ujian akhir kepada orang tua peserta didik

(13) Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Dengan ditetapkannya SPM pendidikan dasar maka setiap daerah perlu menyusun perencanaan program dan kegiatan untuk mencapai SPM. Untuk mengukur sejauh mana kinerja Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama telah mencapai SPM atau belum maka Dinas Pendidikan dan Kantor Kementrian Agama perlu melakukan pemetaan terhadap kinerja layanan Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama perlu menganalisis pencapaian masing-masing indikator SPM pendidikan dasar sehingga dapat diketahui indikator SPM mana yang sudah tercapai, yang akan

(27)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 11 segera tercapai, dan yang masih jauh dari target capaian. Hasil analisis kondisi pencapaian SPM digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan, program, kegiatan dan juga pembiayaan untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dasar di daerah.

C. Kewenangan Pemerintah Daerah Mengelola Tenaga Pendidik

Dari 27 indikator SPM pendidikan dasar, terdapat 11 indikator yang terkait dengan guru, mulai dari ketersediaan guru, kualifikasi akademik guru, kemampuan guru, jumlah jam megajar guru, dan kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran (termasuk di dalamnya menerapkan KTSP, mengembangkan sistem penilaian dan membuat evaluasi pembelajaran). Namun tidak semua daerah mempunyai cukup guru dengan kualifikasi yang disyaratkan, khususnya di daerah-daerah terpencil dan kepulauan.

Otonomi daerah yang menjadi dasar desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam perencanaan dan penganggaran pendidikan di daerah. Termasuk di dalamnya kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan sesuai degan kebutuhan dan kemampuan daerah. Dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi program guna pemenuhan kebutuhan guru di daerahnya, khususnya di daerah-daerah terpencil dan kepulauan.

Terkait masalah kurangnya tenaga pendidik di daerah terpencil dan kepulauan, Pasal 59 ayat (3) Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru menegaskan, “Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.” Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar pada jalur formal sesuai dengan kewenangannya.

Dalam kaitan dengan pengelolaan dan penempatan guru, khususnya untuk memenuhi kebutuhan guru di daerah terpencil dan kepulauan, Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan kewenangannya dapat melakukan beberapa hal, diantaranya:

1. Menyusun produk hukum dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota atau produk hukum lainnya terkait pengangkatan dan penempatan atau distribusi guru yang merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Melakukan analisa kebutuhan guru dan pendataan sebaran guru di setiap jenjang pendidikan serta menyediakan peta guru yang menginformasikan tentang sebaran guru sehingga dapat diketahui daerah–daerah yang mengalami kelebihan atau kekurangan guru;

(28)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 12

3. Melakukan redistribusi guru dari wilayah yang mengalami kelebihan guru atau mengangkat guru tidak tetap untuk ditempatkan di daerah terpencil dan kepulauan; dan

4. Mempersiapkan sistem insentif bagi guru PNS maupun guru tidak tetap yang ditempatkan di daerah terpencil dan kepulauan selain tunjangan khusus yang diberikan pemerintah pusat. Insentif tersebut dapat berupa pemberian tunjangan khusus, kenaikan pangkat istimewa setelah mengabdi selama kurun waktu tertentu di daerah terpencil, beasiswa untuk melanjutkan pendidikan, pemberian pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kompetensi guru, perumahan yang layak di tempat tugas, atau mendapat prioritas untuk diangkat sebagai PNS bagi guru tidak tetap setelah mengabdi selama kurun waktu tertentu di daerah terpencil.

Selain berbagai upaya yang disebutkan di atas, untuk menjamin kelancaran proses belajar mengajar, Pemerintah Daerah wajib menyediakan prasarana pendidikan yang layak dan sarana penunjang pendidikan yang memadai disertai penyediaan akses transportasi untuk menjangkau layanan pendidikan tersebut. Salah satunya bisa dilakukan dengan mengembangkan sekolah terpadu, yakni sekolah yang dalam pembangunannya meliputi bangunan sekolah, asrama siswa, rumah guru dan sarana lainnya. Upaya ini untuk mengatasi masalah jarak tempuh siswa di daerah terpencil ke sekolah yang seringkali mejadi penyebab tingginya kasus putus sekolah pada anak-anak usia wajib belajar.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan pemerataan penempatan guru, Pemerintah Kabupaten/Kota juga perlu memberikan perhatian khusus bagi sekolah-sekolah yang dikelola Kantor Kementerian Agama (MI/ MTs/MA) dan sekolah-sekolah yang dikelola lembaga pendidikan swasta karena mereka juga ikut berkontribusi dalam pencapaian MDGs dan SPM pendidikan dasar. Salah satu contoh, program rekrutmen Guru Tidak Tetap di Kabupaten Kepulauan Sangihe melalui Program Sangihe Mengajar tidak hanya menempatkan guru-guru yang dibiayai mellaui dana APBD tersebut pada sekolah pemerintah (baik yang dikelola Dinas Pendidikan maupun yang dikelola Kantor Kementerian Agama) tetapi juga di sekolah-sekolah swasta yang mengalami kekurangan guru.

(29)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 13

“Saya kewalahan, semangat belajar anak-anak tinggi sekali. Mereka maunya

datang tiap hari ke rumah saya untuk belajar.”

Hendrik Sumolang, Guru Sangihe Mengajar di SD GMIST Apenglawo

“Anak-anak maunya saya ada di sekolah terus. Kalau tidak ada saya katanya

mereka tidak mau sekolah.”

(30)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 14

(31)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 15

BAB III

LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN

INOVASI

Dalam bagian ini akan dijabarkan langkah-langkah yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah bersama pihak-pihak terkait dalam upaya mengatasi kekurangan guru di daerah terpencil dan kepulauan melalui Program Pengangkatan Guru Tidak Tetap. Program ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendidik di daerah terpencil dan kepulauan ketika solusi re-distribusi guru PNS tidak dapat menjadi pilihan karena terjadi kondisi kekurangan guru secara merata di tingkat Kabupaten/ Kota. Program ini bukanlah satu-satunya solusi, tetapi menjadi salah satu yang dapat cukup berhasil dilaksanakan bila melibatkan peran aktif dan kerjasama dari semua pihak yang terkait dalam urusan pendidikan.

A. Perencanaan Kebutuhan Guru dan Analisis Sebaran Guru

1. Analisis masalah kekurangan dan ketimpangan distribusi bidan

Kebutuhan tenaga guru akan cenderung meningkat sehubungan dengan perluasan pendidikan dan tuntutan untuk memenuhi SPM Pendidikan Dasar. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan kebutuhan guru beserta analisa sebaran distribusi atau penempatan guru. Perhitungan kebutuhan guru dilakukan pada tiap-tiap satuan pendidikan untuk kemudian digabung menjadi kebutuhan guru pada tingkat kabupaten/ kota. Analisis sebaran guru diperoleh dari hasil pendataan tentang penempatan guru di setiap satuan pendidikan untuk semua tingkatan pendidikan dalam wilayah Kabupaten/Kota.

Tujuan dari kegiatan perencanaan kebutuhan guru dan analisis sebaran guru ini bagi Pemerintah Kabupaten/Kota adalah untuk:

a) memperoleh data kebutuhan guru di setiap satuan pendidikan dan di setiap tingkatan pendidikan dalam wilayah Kabupaten/Kota sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan dalam SPM Pendidikan Dasar; b) memperoleh data proyeksi kebutuhan guru dalam beberapa tahun

yang akan datang sehingga dapat membantu Pemerintah Daerah dalam merencanakan pengangkatan guru yang disesuaikan dengan kualifikasi dan kompetensinya di setiap satuan dan jenjang pendidikan; dan

c) memperoleh data penempatan atau distribusi guru sehingga dapat diketahui wilayah dan satuan pendidikan yang mengalami kekurangan atau kelebihan guru sehingga dapat membantu Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan terkait penataan dan pemerataan guru di wilayahnya.

(32)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 16

Perencanaan kebutuhan guru meliputi kegiatan perumusan kebutuhan jenis dan jumlah guru. Berdasarkan sifat, tugas dan kegiatannya, guru digolongkan dalam tiga jenis, sebagai berikut: a. Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung

jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK/TKLB dan SD/SDLB dan satuan pendidikan formal yang sederajat;

b. Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran pada satu mata pelajaran tertentu pada satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar (SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs) termasuk guru mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan, dan guru pendidikan agama serta pendidikan menengah (SMA/ SMALB/SMK/MA); dan

c. Guru bimbingan dan konseling/konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik pada satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar (SMP/SMPLB/MTs) dan pendidikan menengah (SMA/SMALB/SMK/MA).

Perbedaan antara jumlah guru yang tersedia dengan jumlah guru yang dibutuhkan sesuai dengan jenisnya baik di tingkat satuan pendidikan maupun di tingkat Kabupaten/Kota menggambarkan kondisi kekurangan dan/atau kelebihan jenis guru.

Dalam melakukan perencanaan kebutuhan dan analisis sebaran guru, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota bertugas untuk: a. Menyiapkan konsep kebijakan teknis untuk pelaksanaan

pemenuhan kebutuhan gurudi semua jenjang sekolah;

b. menyiapkan format-format yang dibutuhkan untuk mendukung analisa perhitungan kebutuhan dan pemerataan guru;

c. memberikan formula-formula atau rumus untuk perhitungan kebutuhan guru di masing-masing satuan pendidikan;

d. melakukan perhitungan kebutuhan guru dan serta konsep analisa untuk pemerataan guru di masing-masing wilayah berdasarkan data dan perhitungan kebutuhan guru.

Perlu diperhatikan bahwa setiap jenis data harus dipilah menurut jenis kelamin untuk membantu dalam analisa gender nantinya, misalnya apakah ada ketimpangan dalam ketersediaan dan penempatan guru perempuan dan laki-laki di daerah-daerah tertentu atau pada tingkat dan jenis pendidikan tertentu.

(33)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 17

B. Diskusi Forum Multipihak Pendidikan

Hasil analisa kebutuhan guru dan analisa sebaran guru kemudian didiskusikan bersama dalam Forum Multipihak yang melibatkan Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Badan Pengembangan Masyarakat Desa (BPMD), Dinas Sosial, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD), Biro Organisasi Sekretariat Daerah, UPTD Kecamatan, Dewan Pendidikan, organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang pendidikan, lembaga pendidikan swasta, organisasi profesi guru, perguruan tinggi, dan yang tidak kalah penting perlu melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) khususnya komisi yang menangani pendidikan.

Diskusi tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dalam urusan pendidikan terhadap permasalahan kebutuhan guru, khususnya di daerah terpencil serta mencari solusi bagi upaya penataan dan pemerataan guru. Salah satu faktor penyebab kekurangan guru adalah penyebaran penempatan guru yang tidak merata antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Masalah ini dapat diatasi secara administratif dengan adanya rotasi atau mutasi guru dari wilayah yang mempunyai kelebihan guru ke wilayah lain yang kekurangan guru. Akan tetapi, bila permasalahannya

adalah kekurangan guru secara umum di semua wilayah, maka harus dilakukan upaya untuk menambah jumlah guru sesuai kebutuhan. Salah satunya adalah melalui pengangkatan Guru Tidak Tetap untuk ditugaskan di daerah terpencil dan kepulauan.

Dalam diskusi Forum Multipihak Pendidikan ini pula disepakati peran para pihak, baik instansi teknis Pemerintah Daerah maupun lembaga atau kelompok non pemerintah yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan dalam mendukung kebijakan pengangkatan Guru Tidak Tetap untuk daerah terpencil dan kepulauan.

Permasalahan yang dihadapi Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah kurangnya tenaga guru di tingkat kabupaten sehingga wacana redistribusi guru dari daerah perkotaan bukan menjadi pilihan, sementara menunggu formasi penempatan guru PNS membutuhkan waktu sehingga digagaslah Program SANGIHE MENGAJAR yang merekrut sarjana kependidikan yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk menjadi guru tidak tetap di desa-desa terpencil dan pulau-pulau.

(34)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 18

Forum Multipihak Pendidikan sebaiknya dijadikan sebuah kegiatan rutin Pemerintah Daerah dibawah koordinasi Bappeda bersama Dinas Pendidikan. Forum ini akan sangat membantu dalam mendiskusikan berbagai solusi bagi masalah pendidikan yang terjadi di Kabupaten/Kota. Dalam kaitan dengan Program Guru Tidak Tetap di daerah terpencil dan kepulauan, Forum Multipihak Pendidikan ini dapat memberikan dukungan yang sangat besar mulai dari proses perencanaan dan pelaksanaan, termasuk memberikan alternatif solusi bagi permasalahan yang mungkin timbul.

C. Penyusunan Regulasi Daerah

Pada era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, kualitas pelayanan pendidikan ditentukan juga oleh kebijakan Pemerintah Daerah. Bila Kepala Daerah memiliki political will (kemauan politik) yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan dan kemudian disertai dengan sistem perencanaan pendidikan yang baik dan kebijakan yang mendukung inovasi dalam peningkatan pelayanan pendidikan, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan di daerah tersebut akan maju. Kebijakan daerah perlu bersifat konteksual karena setiap daerah memiliki kondisi sosial budaya dan geografis yang berbeda sehingga perlu menetapkan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan konteks masyarakat setempat agar pendidikan itu dapat diterapkan dan berjalan dengan baik.

Dalam rangka memperkuat program pengangkatan Guru Tidak Tetap untuk mengatasi kekurangan guru di daerah terpencil sebagai bagian dari program pemerintah daerah dan menjamin keberlangsungannya, perlu adanya dukungan regulasi daerah sebagai dasar hukum pelaksanaannya. Regulasi daerah yang tertinggi untuk tingkat Kabupaten/Kota adalah Peraturan Daerah yang dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota

bersama Bupati/Walikota. Fungsi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah menyelenggarakan otonomi daerah di tingkat Kabupaten/ Kota dan tugas pembantuan serta dekonsentrasi. Peraturan Daerah dalam bidang pendidikan umumnya menyangkut hal yang lebih umum, seperti Peraturan Daerah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang didalamnya dapat diatur mengenai pelayanan pendidikan di daerah terpencil termasuk upaya untuk memenuhi kebutuhan guru yang kemudian dapat diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati/Kota. Langkah-langkah dan mekanisme

Untuk mendukung Program SANGIHE MENGAJAR, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe telah megeluarkan Peraturan Bupati Kepulauan Sangihe nomor 4 tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Guru Pada Program Sangihe Mengajar di Daerah Terpencil Wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe.

(35)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 19 penyusunan Peraturan Daerah mengacu pada Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selain Peraturan Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota juga dapat mengeluarkan Peraturan Bupati/Walikota untuk megatur hal-hal yang lebih khusus. Sangat disadari bahwa penyusunan Peraturan Daerah kerap memakan waktu dan proses yang cukup lama mulai dari proses penyiapan Naskah Akademik, penyusunan Rancangan Perda, pembahasan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah, sampai pada tahap penetapannya. Sementara kebutuhan akan guru-guru untuk mengajar di daerah terpencil sudah sangat mendesak. Agar program ini dapat segera berjalan, maka sambil melakukan advokasi untuk mendorong lahirnya Peraturan Daerah, dapat dikeluarkan Peraturan Bupati/ Walikota untuk mengatur kebijakan yang bersifat khusus seperti Peraturan Bupati tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Guru Tidak Tetap di Daerah Terpencil di wilayah Kabupaten. Peraturan Bupati/Walikota ini akan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan program termasuk pendanaannya.

D. Pembentukan Tim Pengelola Program Tingkat Kabupaten

Tim Pengelola Program tingkat Kabupaten dibentuk melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga. Pemilihan anggota Tim dilakukan secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan unsur-unsur penggerak pendidikan di kabupaten/kota. Anggotanya adalah orang-orang yang mempunyai kredibilitas yang baik, memahami permasalahan pendidikan di daerahnya dan mempunyai motivasi tinggi untuk memajukan pendidikan di daerahnya.

Tim Pengelola Program tingkat Kabupaten ini mempunyai tugas sebagai berikut:

• Melakukan sosialisasi program kepada masyarakat. • Melakukan seleksi calon tenaga pendidik tidak tetap.

• Memfasilitasi pembekalan/pelatihan bagi para calon tenaga pendidik tidak tetap yang lulus seleksi.

Tugas-tugas lainnya dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan daerah. Meskipun dibentuk melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Tim ini bekerja secara independen tanpa intervensi Dinas. Independensi anggota tim diperlukan karena dalam proses seleksi peserta akan mungkin terjadi intervensi dari pihak-pihak tertentu untuk memasukkan calon mereka dan bukan berdasarkan kualifikasi yang sudah ditentukan. Penting bagi anggota tim untuk mengaplikasikan konsep kesetaraan gender. Artinya, laki-laki dan perempuan diberi kesempatan yang sama untuk mendaftarkan diri sebagai Guru Tidak Tetap di daerah terpencil dan kepulauan, dan mereka akan diseleksi berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi mengajar.

(36)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 20

Tim ini bekerjasama dengan Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama, UPTD Kecamatan, Dewan Pendidikan, Perguruan Tinggi, LSM yang bergerak di bidang pendidikan, dan kelompok-kelompok pemerhati masalah pendidikan lainnya serta media cetak dan elektronik untuk melakukan sosialisasi Program kepada seluruh masyarakat. Sosialiasi dilakukan selain untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai keberadaan program penempatan Guru Tidak Tetap di desa-desa terpencil dan pulau-pulau, juga untuk mendapatkan dukungan masyarakat, khususnya para sarjana pendidikan yang akan direkrut sebagai Guru Tidak Tetap.

E. Rekrutmen, Pembekalan dan Penempatan

a. Rekrutmen

Untuk menghasilkan tenaga pendidik yang benar-benar trampil, mempunyai jiwa pengabdian, dan motivasi tinggi untuk memajukan pendidikan di daerah terpencil dan kepulauan, proses perekrutan tenaga guru tidak tetap dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

• Seleksi Administrasi, yang dilakukan untuk memverifikasi kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan, antara lain: warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di wilayah Kabupaten, lulusan program studi S-1 yang terakreditasi dan memiliki Akta Mengajar IV, memiliki IPK yang baik, mampu berbahasa lokal dan memahami budaya lokal, berbadan sehat, berkelakuan baik dan bebas dari Napza, pernyataan bersedia dan sanggup melaksanakan tugas di desa-desa terpencil dan pulau-pulau untuk jangka waktu tertentu, dan syarat-syarat lain yang dapat ditentukan sesuai kebutuhan daerah.

• Seleksi Akademis, yang bertujuan untuk menguji pemahaman dan kemampuan akademis calon guru tidak tetap. Seleksi akademis meliputi:

1) Tes Potensi Akademik, yang bertujuan untuk mengetahui bakat dan kemampuan seseorang di bidang akademik atau keilmuan yang terdiri dari tes kemampuan berpikir analogis, logis, analitis, deret numerik dan komparasi;

2) Tes Kemampuan Dasar, yang bertujuan untuk mengukur kemampuan dalam bidang Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial;

3) Tes Penguasaan Kompetensi Akademik Bidang Studi/Keahlian, yang dimaksudkan untuk mengukur penguasaan bidang ilmu calon guru sesuai degan latar belakang program studi kesarjanaannya.

• Tes Kepribadian, yang bertujuan untuk mengetahui karakter calon guru yang disesuaikan degan kebutuhan dan tuntutan kerja di daerah terpencil. Tes kepribadian ini dilakukan melalui wawancara

(37)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 21 individual, psikotes, dan diskusi kelompok terfokus (Focus Group

Discussion/FGD) dengan tema yang disesuaikan dengan

permasalahan dan kondisi yang ada di daerah sasaran.

Prinsip kesetaraan gender perlu diterapkan dalam proses seleksi ini. Anggapan bahwa guru laki-laki lebih cocok ditempatkan di daerah desa-desa terpencil dan pulau-pulau daripada guru perempuan tidak diberlakukan dalam proses seleksi. Semua calon guru laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk ikut dalam seleksi dan mereka akan diuji berdasarkan kemampuan akdemik, karaktek yang mendukung tugas sebagai pendidik, dan kesediaan untuk mengabdi di daerah terpencil dan kepulauan.

b. Pembekalan

Sebelum ditempatkan di sekolah atau wilayah sasaran, calon guru tidak tetap yang lulus seleksi mendapatkan pelatihan intensif yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta dalam melaksanakan tugasnya di daerah yang sulit (desa-desa terpencil dan pulau-pulau) dan meningkatkan komptensi peserta sebagai tenaga pendidik. Pelatihan ini berlangsung selama 7 (tujuh) sampai 10 (sepuluh) hari tergantung pada materi yang diberikan dan situasi dan kondisi daerah setempat.

Materi pelatihan diantaranya meliputi :

• Pemahaman terhadap Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Peserta diharapkan mampu mendorong penerapan MBS di sekolah-sekolah di daerah terpencil dan kepulauan dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada.

• Pemahaman terhadap konsep kesetaraan gender dalam pendidikan. Peserta diharapkan dapat ikut mengupayakan agar anak laki-laki dan anak perempuan di daerah tempat mereka mengajar mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

• Penguasaan kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, kemampuan menyusun perencanaan pembelajaran, mengembangkan perangkat pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dengan metode inovatif, dan melakukan evaluasi hasil pembelajaran. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran, para calon guru tidak tetap perlu juga dibekali kemampuan mengembangkan pembelajaran pada kondisi khusus, seperti kelas rangkap dan pembelajaran multi subjek. • Praktek Mengajar

• Penguasaan keterampilan sosial kemasyarakatan yang dimaksudkan agar para calon guru mampu berinteraksi degan baik dengan pihak sekolah dan masyarakat dan ikut berkontribusi bagi kemajuan masyarakat setempat.

(38)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 22

Keterampilan ini terdiri dari kemampuan komunikasi sosial, pemberdayaan masyarakat dan keluarga (berbasis budaya, ekonomi, ekologi), dan kepemimpinan.

• Informasi kesehatan dasar dan keterampilan menangani kondisi darurat, diantaranya keterampilan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) baik di darat maupun di laut, dan manajemen kesiapsiagaan bencana.

c. Penempatan

Setelah menyelesaikan proses pembekalan, para calon guru mendapatkan Surat Keputusan Penempatan Kerja yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dan menandatangani Kontrak Kerja sebagai Guru Tidak Tetap. Para guru ini tidak hanya ditugaskan di sekolah pemerintah (yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kantor Kemeterian Agama) tetapi juga di sekolah-sekolah non pemerintah yang mengalami kekurangan guru.

Guru Tidak Tetap dikontrak untuk jangka waktu satu atau dua tahun dan dapat diperpanjang selama dibutuhkan. Ketentuan kontrak Guru Tidak Tetap harus mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja mengenai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu.

Penempatan calon guru dilakukan dengan mempertimbangkan pengenalan dan pemahaman calon guru terhadap wilayah sasaran (mengingat para calon guru yang direkrut adalah orang-orang lokal). Hal ini dilakukan untuk menjamin para calon guru akan bertahan lama di tempat tugasnya.Sebelum diberangkatkan ke wilayah tugasnya, para calon guru mendapatkan orientasi bersama Kepala Desa dan Kepala Sekolah tujuan untuk lebih mengenal daerah tugasnya.

F. Kebijakan Insentif Bagi Guru Tidak Tetap

Kebijakan insentif bagi Guru Tidak Tetap untuk desa-desa terpencil dan pulau-pulau merupakan salah satu komponen yang cukup penting. Tujuan dari pemberian insentif ini adalah untuk memberikan motivasi tambahan bagi guru yang ditempatkan di desa-desa terpencil dan pulau-pulau dan sebagai bentuk penghargaan Pemerintah Daerah atas kesediaan mereka untuk mengabdi daerah yang tergolong sulit.

Kebijakan insentif tersebut dapat berupa pemberian materi maupun maupun non-materi. Kebijakan insentif yang berupa materi, diantaranya: honor bulanan, tunjangan khusus daerah terpencil, tunjangan transportasi, dan lain-lain yang dapat ditetapkan sesuai kemampuan keuangan daerah. Sementara kebijakan insentif non-materi, diantaranya: penyediaan fasilitas tempat tinggal yang layak di daerah tugas, diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan untuk

(39)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 23 pengembangan kapasitas, rotasi ke daerah yang baru setelah jangka waktu tertentu untuk penyegaran, pengusulan sebagai Pegawai Negeri Sipil untuk bertugas di wilayah kerjanya, dan lain-lain sesuai kebijakan Pemerintah Daerah.

Berdasarkan hasil perencanaan kebutuhan guru, Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat membuat usulan pengangkatan Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk memenuhi kebutuhan guru di daerahnya. Terkait hal tersebut, Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan dapat memberikan prioritas bagi Guru Tidak Tetap yang sudah bekerja di daerah terpencil dan kepulauan selama kurun waktu tertentu untuk diusulkan sebagai Guru PNS yang ditugaskan di daerah yang sudah menjadi wilayah kerjanya. Kesepakatan mengenai hal ini dapat dibuat bersama antara Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama dengan Badan Kepegawaian Daerah sebagai instansi teknis yang mengatur masalah kepegawaian.

Salah satu peluang bagi para Guru Tidak tetap untuk dapat diangkat sebagai PNS adalah dengan adanya Revisi Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. Pasal 58 ayat 2b dalam revisi Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan, “Menteri dapat melakukan pengangkatan dan penempatan Guru hasil program khusus dalam rangka pemenuhan kebutuhan guru secara nasional.”

G. Penyusunan Kesepakatan Bersama Para Pihak

Dalam rangka mendukung penempatan para guru tidak tetap di desa-desa terpencil dan pulau-pulau, perlu dilakukan kerjasama dengan para pihak yang akan terlibat langsung maupun tidak langsung bersama para guru-guru tersebut di wilayah sasaran. Oleh karena itu, sebelum proses penempatan guru dilakukan musyawarah bersama yang melibatkan pengawas sekolah, kepala sekolah sasaran, pemerintah desa sasaran, pimpinan kecamatan, bersama Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama untuk membahas kontribusi yang bisa dilakukan para pihak untuk menjamin agar guru-guru yang akan bertugas di daerah mereka akan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hasil musyawarah tersebut kemudian dijadikan Kesepakatan Bersama yang ditandatangani para pihak yang terlibat.

H. Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan kepada para guru tidak tetap dilakukan oleh pengawas sekolah pada wilayah sasaran. Tujuan pembinaan guru adalah untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan profesional guru dalam meningkatkan proses dan hasil belajar. Jika kemampuan guru dalam proses belajar mengajar meningkat, maka hasil yang didapatkan peserta didik akan meningkat pula.

(40)

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS

PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 24

Pembinaan guru diarahkan pada pengembangan kompetensi guru profesional yang terdiri dari:

a. Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pengembangan kurikulum, perancangan pembelajaran, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; b. Kompetensi Kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas;

c. Kompetensi Profesional, adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan; dan

d. Kompetensi Sosial, yaitu kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi secara aktif dan efektif dengan masyarakat sekitar, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik. Komponen Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang secara rutin dievaluasi terdiri dari kemampuan guru membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melakukan penilaian pembelajaran, melakukan analisis pembelajaran, dan melakukan tindak lanjut pembelajaran.

Guru Tidak Tetap pada Program ini diwajibkan untuk membuat Laporan Bulanan yang terdiri dari kegiatan mengajar harian dan kegiatan sosial kemasyarakatan, serta Laporan Semenster yang terdiri dari laporan hasil belajar dan evaluasi akademis siswa didik. Laporan-laporan tersebut diserahkan kepada Dinas Pendidikan (dan/atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota melalui Pengawas Sekolah atau UPTD Kecamatan.

Pertemuan berkala dilakukan antara semua guru tidak tetap bersama Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama, UPTD Kecamatan dan Pengawas Sekolah dalam rangka memberikan pelatihan tambahan bagi guru dan sebagai sarana berbagi pengalaman dan pembelajaran antara sesama guru dari wilayah yang berbeda.

I.

Mendorong Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pendidikan

Pemerintah pusat telah memberikan ruang kepada pemerintah daerah akan pendidikan di daerah yaitu dengan menerapkan desentralisasi pendidikan. Pemerintah daerah diberi kewenangan dalam mengembangkan pendidikan

(41)

MENGAP

A, UNTUK AP

A, DAN UNTUK SIAP

A

PANDU

AN INI DIBU

AT?

KONSEP DASAR PENGEL

OL AAN PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL LANGKAH-L ANGKAH PEL AKSANAAN INOV ASI

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN 25 dengan ketentuan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Bersamaan dengan itu pula masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pendidikan, sesuai amanat Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional.

Desentralisasi pendidikan memerlukan partisipasi masyarakat karena penyelenggaraan dan pengembangan sistem pendidikan nasional merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan Pemerintah. Pemerintah berkewajiban membuat gedung sekolah, menyediakan guru, melakukan standardisasi kurikulum, menjamin kualitas prasarana pendukung pendidikan seperti buku paket, alat peraga, dan lain sebaiknya. Akan tetapi karena kemampuan pemerintah terbatas, maka peran serta aktif masyarakat sangat dibutuhkan. Untuk memastikan dan menjamin peran masyarakat dalam pendidikan, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional.

Di wilayah-wilayah terpencil yang aksesnya terbatas, biasanya ekonomi warga dan kapasitas pendidikan masih rendah. Rendahnya angka partisipasi sekolah bukan hanya disebabkan oleh akses layanan pendidikan yang terbatas namun terutama oleh kesadaran masyarakat terhadap pendidikan yang masih rendah. Bagi mereka, kegiatan ekonomi untuk meningkatkan penghasilan keluarga lebih penting dari belajar. Karenanya perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pendidikan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Saat ini semua sekolah telah mempunyai Komite Sekolah yang merupakan perwakilan masyarakat dalam mendukung pendidikan di sekolah. Komite Sekolah ini merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut jelas Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu perlayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Salah satu upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap Komite Sekolah dan Pemerintah Desa. Berbagai cara dapat dilakukan untuk melakukan hal tersebut, antara lain:

a) Memfasilitasi pemerintah desa dalam melakukan pemetaan permasalahan dan potensi yang mereka miliki. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada permasalahan tetapi mengapresiasi setiap potensi yang ada di masyarakat yang dapat digunakan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan. Potensi tersebut dapat berupa modal sosial, dana, budaya, kearifan lokal, dan sumber daya alam. Dengan pendekatan tersebut, seringkali masyarakat mampu menemukan cara-cara baru yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti mencoba mengangkat judul Pengaruh Pemenuhan Nutrisi Dan Tingkat Kecemasan dengan Proses laktasi Pada Masa Nifas

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke

benar menjadi fondasi yang kuat bagi pelayanan gereja dan pertumbuhan kerohanian jemaat, akan tetapi jika jemaat mulai tidak suka dan “mempertanyakan” darimana

(2) Pengajuan dan pengiriman Contoh Barang untuk dilakukan Pengujian dan Identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan menyerahkan Surat Pengajuan Contoh

yang diberikan pada quartal ke 2 dan 4, Jika keputusan diambil berdasarkan jumlah dividen yang dibagikan, maka keputusan yang tepat adalah membeli saham, namun

Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sekumpulan sumber daya manusia dan modal dalam suatu organisasi yang dirancang untuk

Apabila ada sanggahan mengenai proses pelelangan ini, maka dapat disampaikan sanggahan secara tertulis kepada :Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan