• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia pada anak sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya di Negara berkembang, masih cukup tinggi. Pneumonia merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak usia kurang dari lima tahun sebanyak 18%, setelah prematuritas, diare, dan malaria (WHO, 2010). Setiap tahun terdapat sekitar 155 juta kasus pneumonia di seluruh dunia dengan kematian sekitar 1,8 juta anak di bawah 5 tahun, atau sekitar 20% dari seluruh kematian balita di seluruh dunia (Lodha et al., 2004). Sekitar74% kasus pneumonia terjadi di 15 negara berkembang di benua Asia dan Afrika, enam di antaranya adalah India, China, Pakistan, India, Indonesia, dan Nigeria (Gray dan Zar, 2010). Insidensi pneumonia berkisar antara 10-20 kasus/100 anak/tahun atau sekitar 10-20% anak(Dowell et al., 2000). Insidensi tertinggi di Asia Selatan dengan angka kejadian 0,36 kali per anak per tahun (Gray dan Zar, 2010).

Survei Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2001 melaporkan bahwa 22,8% kematian balita dan 27,6% kematian bayi di Indonesia disebabkan karena pneumonia (Said, 2008 ). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI) tahun 2007 melaporkan angka prevalensi pneumonia 1 bulan terakhir adalah 2,13% dimana prevalensi pada anak sebesar 1,00% sedangkan pada bayi sebesar 0,67%. Angka kematian akibat pneumonia pada

(2)

anak usia 1 – 4 tahun sebesar 15,5% dan pada bayi usia 29 hari – 11 bulan sebesar 23,8% (DepKes RI, 2008).

Diagnosis pneumonia pada anak ditegakkan berdasar adanya gejala batuk disertai dengan kesulitan bernapas. Sampai saat ini belum ada baku emas yang sempurna untuk penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Lynch dkk. (2010) melakukan systematic review terhadap 25 penelitian tentang diagnosis pneumonia pada anak. Terdapat 11 pemeriksaan penunjang yang digunakan sebagai baku emas, yaitu kultur darah, Rontgen dada, Polymerase Chain Reaction (PCR), procalcitonin (PCT), latex agglutination, C Reaktif Protein (CRP), pemeriksaan hematologi, immunochromatography membrane assay, interleukin 6, kultur dari aspirasi cairan paru dan pemeriksaan fisik. Di antara baku emas tersebut, yang paling sering digunakan adalah kultur darah dan Rontgen dada. Rontgen dada memiliki rentang sensitifitas 0-75% tergantung definisi gambaran Rontgen dada yang digunakan, sedangkan spesifisitasnya berkisar antara 50 sampai 100%. Kultur darah memiliki kelemahan karena merupakan tindakan invasif dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Disamping itu, dalam era vaksin pneumococal nilai diagnostik kultur darah semakin menurun. Systematic review ini menyimpulkan bahwa sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang baku emas yang paling baik untuk menegakkan diagnosis pneumoni pada anak (Lynch et al., 2010).

Gejala dan tanda klinis pneumonia pada anak dapat berupa demam ≥ 38◦C, napas cepat, tarikan dinding dada ke dalam (TDDK), dan adanya tanda konsolidasi di paru seperti palpitasi, suara redup pada perkusi, dan adanya suara paru bronkial serta

(3)

krepitasi pada pemeriksaan auskultasi (AMA, 2002). Dalam praktek sehari-hari, diagnosis pneumonia pada anak ditegakkan berdasarkan gejala klinis batuk dan kesulitan bernapas yang ditunjang dengan pemeriksaan Rontgen dada. Hal ini menjadi masalah untuk tata laksana pneumonia di Negara berkembang, karena tidak semua fasilitas kesehatan mempunyai peralatan untuk melakukan Rontgen dada. Untuk mengatasi masalah tersebut, WHO melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), menganjurkan pendekatan tata laksana pneumonia pada anak dengan menggunakan napas cepat dan TDDK sebagai dasar klasifikasi pneumonia.

Manajemen Terpadu Balita Sakit menggunakan suatu algoritme yang bertujuan untuk mengklasifikasikan penyakit dan melakukan rujukan secara tepat, melakukan penilaian status gizi dan imunisasi (Soerjono, 1997). Manajemen Terpadu Balita Sakit menggunakan sistem klasifikasi yang sama dengan sistem klasifikasi yang digunakan oleh WHO berdasarkan frekuensi napas dan ada tidaknya TDDK, dan mengklasifikasikan sebagai pneumonia berat, pneumonia , dan bukan pneumonia (Said, 2008). Anak yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keluhan utama batuk harus dihitung laju napasnya dalam waktu satu menit dan penilaian ada tidaknya TDDK. Berdasarkan dua tanda tersebut, anak diklasifikasikan sebagai pneumonia atau bukan pneumonia. Dengan pendekatan secara sederhana ini diharapkan sebagai skrining sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat pneumonia.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai akurasi laju napas dan TDDK. Salah satu kriteria napas cepat yang digunakan untuk penelitian akurasi laju napas adalah laju napas berdasarkan kelompok umur yaitu usia < 1 bulan ≥ 60

(4)

kali/menit, usia 1 bulan -12 bulan ≥ 50 kali/menit sedangkan untuk usia 1 – 5 tahun laju napas ≥ 40 kali/menit. Penelitian yang dilakukan oleh Palafox di Tlaxcala, Mexico melaporkan bahwa napas cepat mempunyai sensitivitas74% dan spesifisitas 67%; sedangkan sensitivitas TDDK adalah71% dengan spesifisitas 59% (Palafox et al., 2000a). Apabila kedua parameter digunakan bersama maka sensitivitasnya menjadi 68% dan spesifisitas menjadi 69%. Selain itu frekuensi napas ≥ 50 kali/ menit merupakan faktor prediktif terjadinya infiltrat paru pada lobar pneumonia dibandingkan dengan frekuensi napas ≤ 50 kali/menit, OR: 4,06, IK 95% 1,24 – 15,46, p=0,02 (Falade et al., 1995a). Rendahnya spesifisitas napas cepat dan TDDK menunjukkan tingginya angka positif palsu. Hal ini mudah dimengerti, karena batuk disertai dengan napas cepat dan TDDK dapat juga disebabkan oleh asma, bronkiolitis, kelainan jantung, atau penyebab yang lainnya.

Systematic review mengenai akurasi laju napas dan TDDK telah dilakukan dengan hasil yang menunjukkan bahwa nilai diagnostik napas cepat bervariasi yaitu sensitivitas74% -77% dan spesifisitas 39% -71%, TDDK mempunyai sensitivitas 47% - 81% dengan spesifisitas 36-80% , serta gabungan napas cepat dan TDDK sensitivitas 68% dan spesifisitas : 69% (Ayieko dan English, 2007).

Di Indonesia, MTBS telah diimplementasikan di hampir seluruh Puskesmas sejak tahun 1997, akan tetapi di Indonesia belum ada laporan penelitian yang dipublikasi mengenai validitas napas cepat dan TDDK dalam penegakan diagnosis pneumonia.

(5)

B. Perumusan Masalah

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak di dunia. Rontgen dada sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pneumonia tidak tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan primer, seperti di Puskesmas. Oleh karena itu WHO merekomendasikan penggunaan napas cepat dan TDDK sebagai dasar klasifikasi pneumonia pada anak dengan batuk, khususnya di fasilitas kesehatan yang terbatas. Beberapa penelitian menunjukkan nilai diagnostik napas cepat bervariasi yaitu sensitivitas74% -77% dan spesifisitas 39% -71%, TDDK mempunyai sensitivitas 47% - 81% dengan spesifisitas 36-80% , serta gabungan napas cepat dan TDDK sensitivitas 68% dan spesifisitas : 69% (Ayieko dan English, 2007). Belum ada laporan penelitian yang dipublikasikan mengenai validitas napas cepat dan TDDK dalam penegakan diagnosis pneumonia pada anak di Indonesia.

Pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah napas cepat dan TDDK mempunyai nilai diagnostik yang baik untuk penegakan diagnosis pneumonia pada anak di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui nilai diagnostik (sensitivitas, spesifisitas, nilai ramal positif, nilai ramal negatif, rasio kecenderungan positif dan rasio kecenderungan negatif) napas cepat dan TDDK untuk penegakan diagnosis pneumonia pada anak.

(6)

D. Manfaat Penelitian Manfaat bagi klinisi:

Bila terbukti bahwa napas cepat dan TDDK mempunyai nilai diagnostik yang baik untuk penegakan pneumonia pada anak di Indonesia, hasil penelitian ini akan membantu klinisi untuk menegakkan diagnosis pneumonia pada anak dengan cara yang mudah dan murah.

Manfaat bagi orang tua/pasien:

Bila terbukti bahwa napas cepat dan TDDK mempunyai nilai diagnostik yang baik untuk penegakan pneumonia pada anak di Indonesia, tidak diperlukan pemeriksaan Rontgan dada pada pasien yang dicurigai menderita pneumonia. Hal ini akan mengurangi efek radiasi pada anak/pasien, dan akan mengurangi pengeluaran biaya pemeriksaan yang dikeluarkan orang tua.

Manfaat bagi keilmuan:

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian lain yang berhubungan dengan tata laksana pneumonia pada anak di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai uji diagnostik napas cepat dan TDDK untuk penegakan diagnosis pneumonia sudah pernah dilakukan di beberapa Negara, namun belum pernah ada publikasi laporan penelitian yang dilakukan di Indonesia. Palafox dkk melakukan penelitian tahun 2001 di Mexico, menilai apakah sensitivitas dan spesifisitas napas cepat dan TDDK berbeda bila dinilai berdasarkan umur, status gizi

(7)

dan lama sakit pada anak usia antara 3 hari – 5 tahun dengan infeksi saluran napas akut. Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan Rontgent dada dengan ditemukan adanya infiltrat dan atau konsolidasi paru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa napas cepat mempunyai sensitifitas74% dan spesifisitas 67%, sedangkan TDDK mempunyai sensitifitas71% dan spesifisitas 59%. Apabila dikombinasi keduanya maka sensitifitasnya akan menurun menjadi 68% dan spesifisitasnya meningkat menjadi 69% (Palafox et al., 2000a).

Falade et al., tahun 1992 melakukan penelitian di Gambia bertujuan untuk mengevaluasi rekomendasi WHO pada anak usia 2 – 59 bulan dalam tatalaksana pneumonia di Negara berkembang yang menggunakan napas cepat dan TDDK sebagai prediktor klinis. Baku emas yang digunakan pada penelitian ini dengan ditemukan adanya konsolidasi paru pada pemeriksaan Rontgen dada. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata napas cepat lebih tinggi pada anak dengan pneumonia bila dibanding dengan anak yang tidak pneumonia.

Frekuensi napas pada anak dengan malnutrisi 5x/menit lebih rendah dibandingkan dengan anak gizi baik, p<0,001. Napas cepat mempunyai sensitivitas79% dan spesifisitas 65% pada kelompok gizi baik sedangkan untuk kelompok dengan malnutrisi sensitivitasnya menjadi 61% dan spesifisitas79%. Sedangkan TDDK mempunyai sensitivitas 27% pada anak dengan gizi baik, dan 17% pada anak dengan malnutrisi (Falade et al., 1995a)

Di Colombia tahun 1994, dilakukan penelitian pada anak usia7 hari–36 bulan yang menilai akurasi dari beberapa manifestasi klinis dalam menegakkan diagnosis

(8)

pneumonia berdasarkan foto Rontgen dada atau keadaan hipoksemia pada anak-anak yang tinggal di daerah dengan ketinggian 2640 meter diatas permukaan laut. Laju napas ≥ 50 kali/menit untuk anak usia 0 – 11 bulan mempunyai sensitivitas76% dan spesifisitas71% pada anak dengan keadaan hipoksemia. Pada anak dengan pneumonia berdasarkan konfirmasi Rontgen dada sensitivitas napas cepat hanya70% dengan spesifisitas 58%. Untuk anak usia 12-36 bulan napas cepat mempunyai sensitivitas 37% dengan spesifisitas 67%, sedangkan pada keadaan hipoksemia frekuensi napas ≥ 50 kali/menit mempunyai sensitivitas 39% dengan sensitivitas71% (Lozano et al., 1994).

(9)

Tabel 1. Penelitian acuan

Peneliti Lokasi Sampel Baku emas Hasil

Sensitivitas Spesifisitas Palafox dkk (2001) Tlaxcala, Mexico 110 anak berusia 0-59 bulan Rontgent dada dengan adanya mikro dan makro nodular infiltrat dan konsolidasi di paru. Napas cepat :74% TDDK :71%

Kombinasi napas cepat dan TDDK : 68%

Napas cepat : 67% TDDK : 59%

Kombinasi napas cepat dan TDDK : 69%. Falade dkk (1995) Gambia 487 anak malnutrisi dan 255 anak

dengan gizi baik usia 2 – 59 bulan Rontgent dada ditandai dengan adanya konsolidasi paru

Kelompok gizi baik : Napas cepat :79%

Kelompok malnutrisi napas cepat : 61%

Kelompok gizi baik : Napas cepat :65%

Kelompok malnutrisi napas cepat :79%

Lozano dkk (1995)

Columbia. 201 anak usia7 hari – 36 bulan. Rontgent dada terdapat dan hipoksemia denga pulseoxymeter

Pneumonia konfirmasi radiologi pada anak 12-36 bulan:

Laju napas ≥ 50 kali/menit : 37% TDDK : 81%

Hipoksemia : 83%

Pneumonia konfirmasi radiologi pada anak 12-36 bulan :

Laju napas ≥ 50 kali/menit :67%

TDDK 36% Hipoksemia73%

(10)

Peneliti Lokasi Sampel Baku emas Hasil Sensitivitas Spesifisitas March dkk (2005) Rio de jainero, Brazil 76 anak usi 0 – 6 bulan,dibagi menjadi kelompok pneumonia bakterial dan viral Rontgent dada, pneumonia bakterial jika terdapat konsolidasi dan efusi, pneumonia viral jika terdapat infiltrat Pneumonia bakterial :

Laju napas ≥ 50x/menit :76,6% Laju napas ≥ 60x/menit : 55,3 % TDDK : 46,7%

Pneumonia viral :

Laju napas ≥ 50x/menit : 86,2 % Laju napas ≥ 60x/menit : 69% TDDK : 44,8%

Pneumonia bakterial :

Laju napas ≥ 50x/menit : 38,1% Laju napas ≥ 60x/menit : 66,7% TDDK : 80%

Pneumonia viral :

Laju napas ≥ 50x/menit : 38,1% Laju napas ≥ 60x/menit : 66,7% TDDK : 80% Cherian dkk (1995) Vellero, India 768 anak usia 0 -71 bulan

Rontgent dada Napas cepat: 80% ( Normal), 83% ( gizi kurang), 82% (gizi buruk) TDDK :78% ( Normal), 82% ( gizi kurang), 93% (gizi buruk)

Napas cepat: 86% ( Normal),70% ( gizi kurang), 82% (gizi buruk) TDDK : 96% ( Normal), 99% ( gizi kurang), 100% (gizi buruk)

Referensi

Dokumen terkait

Template yang diberikan bisa digunakan untuk mereview NDF dari tahun ke tahun dapat terus digunakan untuk menjaga langkah yang dilakukan tetap pada jalurnya,

 Post-traumatic stress disorder: terjadi pada individu- individu yang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis.  Kemudian mengalami kembali kejadian melalui mimpi buruk,

8.8.1 eran&#34;ang dan menga#ukan masalah nyata berupa masalah program linear, dan menerapkan berbagai konsep dan aturan penyelesaian sistem pertidaksamaan linier dan menentukan

Analisis deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi mengenai pengaruh motivasi dan pengembangan karir terhadap kepuasan

[3.1] Menimbang bahwa pokok permohonan Pemohon adalah perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 411/Kpts/KPU/TAHUN 2014

Pihak bengkel memiliki pengetahuan yang lebih baik atas kendaraan sehingga hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh seksi klaim dalam pengumpulan bukti terkait apakah

Semenjak teknik klik kanan untuk mendownload gambar yang dipilih pada sebuah web site, maka solusi untuk mengamankan adalah menonaktifkan fungsi klik kanan.. Ada

mengkoordinasikan seluruh kegiatan unit pelaksana fungsional dan instalasi yang secara langsung memperlancar kegiatan pelayanan medik dan asuhan keperawatan;..