• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii

Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii (Gambar 1) menurut Luning (1990) diacu dalam Atmadja et al. (1996), diklasifikasikan kedalam divisi Rhodophyta, kelas Rhodophyceae, ordo Gigartinales, famili Solieriaceae, genus Eucheuma dan spesies Kappaphycus alvarezii. Kappaphycus alvarezii memiliki ciri-ciri morfologis sebagai berikut : bertalus, bulat silindris dan gepeng, berwarna merah, merah coklat, hijau kuning dan sebagainya, cabangnya berselang tidak teratur serta mempunyai benjolan-benjolan (blunt module) dan duri-duri (Boose, 1982) diacu dalam Atmadja et al. (1996).

Gambar 1 Kappaphycus alvarezii

Pigmen yang terkandung dalam talus rumput laut digunakan untuk pengklasifikasiannya. Pigmen ini dapat menentukan warna talus sesuai dengan pigmen yang ada pada kelas Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae (alga merah) dan Cyanophyceae (alga biru). Rumput laut dapat dijadikan sumber pangan karena umumnya mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak dan mineral yang sebagian besar merupakan senyawa garam. Rumput laut merupakan sumber vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan vitamin C, serta mengandung mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan iodium. Komposisi kimia rumput laut bervariasi antar individu, spesies, habitat, kematangan dan kondisi lingkungan (Anggadireja et al. 1993).

(2)

2.2 Hasil Samping Produksi Karagenan

Salah satu komponen yang terkandung dalam hasil samping produksi karagenan adalah selulosa. Selulosa merupakan kerangka struktural semua tumbuh-tumbuhan dan merupakan bagian utama dinding sel tumbuh-tumbuhan. Selulosa terdiri dari 10.000 unit glukosa dalam bentuk unit-unit anhidroglukopiranosa dengan rumus C6H10O5. Selulosa mempunyai ikatan β-1,4

glikosidik membentuk rantai polimer linear panjang dengan struktur yang seragam. Selulosa merupakan polimer karbohidrat dalam bentuk ikatan beta sehingga tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Selulosa merupakan struktur kristal yang sangat stabil. Hidrolisis dua unit glukosa yang berdekatan dan berikatan dapat melepaskan satu molekul air yang terbentuk dari gugus-gugus hidroksil pada atom karbon kesatu dan keempat. Posisi beta dari grup –OH pada C1 akan berhubungan dengan unit glukosa lain pada C1-C4 dari cincin piranosida, membentuk unit selobiosa (Almatsier 2003).

Selain selulosa, komponen yang masih terdapat dalam sisa produksi karagenan adalah karagenan yang tidak terekstrak. Karagenan merupakan salah satu hidrokoloid yang berasal dari rumput laut merah. Karagenan merupakan salah satu polisakarida linear yang tersusun atas unit-unit galaktosa pada beberapa atom hidroksil dan 3,6-anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik alfa 1,3 dan beta 1,4 secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil terikat gugus sulfat dengan ikatan ester (Angka dan Suhartono 2000).

Berdasarkan struktur pengulangan unit polisakarida karagenan dapat dibagi atas tiga kelompok utama yaitu kappa, iota dan lambda karagenan. Secara prinsipil fraksi-fraksi karagenan ini berbeda dalam nomor dan posisi grup ester. Kappa karagenan terdiri dari ikatan 1,3-D-galaktosa 4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-D-galaktosa. Iota karagenan terdiri dari unit-unit ulangan antara ikatan 1,3 dari unit D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat. Sedangkan lambda karagenan terdiri dari unit-unit ulangan antara ikatan 1,3 dari unit galaktosa-2-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman 1983).

(3)

2.3 Pencernaan Fermentatif dalam Rumen

Ternak ruminansia memiliki perut majemuk yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Rumen merupakan struktur terbesar yang tersusun dari 1/7 sampai 1/10 massa ternak. Pada bagian ini merupakan tempat berlangsungnya proses fermentasi terbesar. Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dengan suhu 28-42oC. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Nilai pH dipertahankan oleh buffer karbonat dari saliva karena adanya volatile fatty acids (VFA) dan amonia. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Selain itu saliva juga berfungsi sebagai zat pelumas dan surfaktan yang membantu proses mastikasi dan ruminasi (Arora 1995). Jumlah bakteri dan protozoa rumen pada sapi dan kerbau yang diberi pakan berserat tinggi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Bakteri dan Protozoa Rumen pada Sapi dan Kerbau

Mikrobiota ( x 108 sel/ml) Sapi Kerbau

Bakteri selulolitik 2,58 6,86 Bakteri proteolitik 0,41 0,54 Bakteri amilolitik 8,63 11,05 Total bakteri 13,2 16,20 Protozoa ( x 105 sel/ml) 1,15 1,59 Sumber: Pradhan (1994)

Rumen dihuni tidak kurang dari empat jenis mikroba yaitu: bakteri, protozoa, fungi dan virus (Preston dan Leng 1987). Bakteri pencerna pati yaitu

Streptococcus bovis, Ruminobacter amylophilus, Prevotella ruminicola, Succinomonas amylophilis dan Selenomonas ruminantium. Sedangkan bakteri

pencerna selulosa adalah Ruminococcus flavefaciens, R. albus, Fusobacterium

succinogenes dan Bacteriodes fibrisolvens. Bakteri tersebut mempunyai enzim

yang mampu menghancurkan karbohidrat kompleks menjadi glukosa dan VFA (Freer dan Dove 2002). Arora (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan populasi bakteri di dalam rumen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi amonia dan VFA

(4)

yang merupakan sumber karbon untuk pertumbuhan dan pembentukan protein mikroba.

Sutardi (1979) menyatakan bahwa adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna ransum yang mengandung serat kasar tinggi. Arora (1995) menyatakan bahwa protozoa berperan dalam pola fermentasi rumen dengan cara mencerna partikel-partikel pati sehingga dapat mempertahankan pH. Namun protozoa menurunkan konsentrasi VFA karena protozoa memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan nutriennya termasuk vitamin B kompleks dan asam amino yang tidak mampu disintesis dalam selnya. Penghuni terbesar cairan rumen adalah bakteri yang mencapai 1010-1012 sel/ml cairan rumen dan populasi terbesar kedua diduduki oleh protozoa yang populasinya mencapai 105-106 sel/ml cairan rumen (Hungate 1996).

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa protozoa merupakan golongan protista tinggi yang mempunyai sifat lebih menyerupai hewan daripada tanaman atau yang biasa dikenal eukariotik. Berbeda dengan bakteri yang digolongkan prokariotik dan memiliki struktur yang lebih sederhana. Perbedaan antara eukariotik dan prokariotik terletak pada inti selnya. Eukariotik mempunyai inti sel sejati yaitu suatu struktur yang dikelilingi membran inti (nukleus) dimana didalamnya terdapat kromosom. Di dalam nukleus terdapat nukleolus yang mempunyai kandungan RNA sangat tinggi, sedangkan prokariotik tidak punya inti sejati dan komponen keturunannya terdapat di dalam molekul DNA tunggal yang terletak bebas dalam sitoplasma.

Pada ternak ruminansia sebagian energi pakan ada yang terbuang dalam bentuk produksi gas CH4. Gas metan terbentuk dari reaksi antara gas CO2 dengan

gas H2. Fermentasi di dalam rumen yang mengarah ke sintesis propionat akan

lebih menguntungkan, karena pada sintesis propionat banyak menggunakan gas hidrogen, sehingga produksi gas metan menjadi berkurang. Proses sintesis asetat dan butirat menghasilkan gas hidrogen. Gas hidrogen dan CO2 akan membentuk

(5)

2.4 Konsentrasi Amonia

Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora 1995). Sekitar 3,5-14 mM amonia digunakan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk proses sintesis selnya. Enzim proteolitik mikroba rumen akan menghidrolisis protein menjadi oligopeptida yang kemudian menjadi asam amino dan diserap melalui dinding rumen yang secara cepat mengalami deaminasi menjadi amonia, metan dan CO2 (Sutardi 1979).

Amonia hasil fermentasi tidak semuanya disentesis menjadi protein mikroba, sebagian akan diserap ke dalam darah. Amonia yang tidak terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea, sebagian dikeluarkan melalui urin dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva. Konsentrasi amonia yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM (McDonald et al. 2002).

Konsentrasi amonia dipengaruhi oleh adanya zat anti nutrisi di dalam ransum. Sebagai contoh adalah hasil penelitian Hakim (2002) yang memperlihatkan adanya kecenderungan penurunan konsentrasi amonia pada pemberian 50% A. villosa dalam ransum ternak ruminansia. Hal ini dikarenakan pengaruh zat antinutrisi berupa tanin dalam A. villosa yang dapat membentuk komplek dengan protein dan menyebabkan protein sulit didegradasi di dalam rumen sehingga menjadi protein bypass dan akan menurunkan konsentrasi amonia.

2.5 Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA)

Ransum yang diberikan kepada ternak ruminansia sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Di dalam rumen, polisakarida dihidrolisa menjadi monosakarida oleh enzim-enzim mikroba rumen. Kemudian monosakarida tersebut, seperti glukosa difermentasi menjadi VFA (Volatile Fatty Acids) berupa asetat, propionat, butirat, dan gas-gas CH4 dan CO2. VFA yang terbentuk akan diserap

melalui dinding rumen dan gas CH4 dan CO2 akan hilang melalui eruktasi atau

sendawa (McDonal et al. 2002). Komponen VFA diserap dan masuk ke dalam sistem peredaran darah yang kemudian VFA diubah oleh hati menjadi gula darah,

(6)

proses ini disebut juga glukoneogenesis. Gula darah inilah yang akan mensuplai sebagian besar kebutuhan energi bagi ternak ruminansia (Lehninger 1982).

Konsentrasi VFA tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi (McDonal et al. 2002), sedangkan konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen yaitu 80-160 mM (Sutardi 1979). Konsentrasi VFA selain dipengaruhi oleh jenis ransum yang dikonsumsi, dipengaruhi juga oleh jenis ternak ruminansia tersebut. Ulya (2007) memaparkan bahwa konsentrasi VFA pada ternak sapi lebih kecil daripada ternak kerbau, kambing dan domba.

2.6 Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)

Kecernaan adalah perubahan fisik dan kimia yang dialami ransum dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut berupa penghalusan ransum menjadi butir-butir atau partikel kecil yang selanjutnya menjadi molekul yang bisa diserap dan masuk ke dalam peredaran darah. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang menentukan kualitas ransum. Setiap jenis ternak ruminansia memiliki mikroba rumen dengan kemampuan berbeda-beda dalam mendegradasi ransum, sehingga mengakibatkan perbedaan kecernaan dalam rumen (Sutardi 1979).

Bahan kering terdiri dari abu dan bahan organik, sedangkan bahan organik itu sendiri terdiri dari protein kasar, lemak kasar dan karbohidrat. Tingkat kecernaan nutrien dari suatu pakan menunjukkan kualitas dari pakan tersebut, dengan demikian fermentabilitas bahan kering dan bahan organik dapat dijadikan salah satu indikator untuk menentukan kualitas pakan. Nilai fermentasi bahan kering dan organik menunjukkan jumah nutrien dalam pakan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen dan ternak inangnya (Sutardi 1979).

Fermentabilitas bahan organik sama seperti fermentabilitas bahan kering sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar. Serat kasar termasuk komponen dari bahan organik pakan. Apabila kandungan serat kasar semakin tinggi maka bahan organik yang tercerna akan semakin rendah karena pencernaan serat kasar sangat tergantung pada kadar ligninnya dan aktivitas mikroba rumen. Produksi amonia dan VFA pada rumen dapat menunjukkan nilai kecernaan bahan organik ransum yang dikonsumsi, semakin tinggi produksi amonia dan VFA dalam rumen

(7)

menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik semakin tinggi pula (Rahmawati 2001).

Konsentrasi amonia dalam rumen ikut menentukan efesiensi sintesa protein mikroba yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil fermentasi bahan organik pakan. Tinggi rendahya kecernaan ransum didefinisikan sebagai bagian dari ransum yang tidak diekskresikan ke dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan. Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonal et al. 2002) dan kecernaan in vitro dipengaruhi oleh jenis komponen ransum, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Selly 1994). Derajat keasaman atau pH cairan rumen merupakan faktor penting dalam pemanfaatan bahan organik pada sistem pencernaan ruminansia (Driwanti 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Pos Indonesia (persero) Kantor Pos Tangerang dalam meramalkan jumlah permintaan jasa pengiriman barang untuk periode 2018 sampai dengan 2020.. Dengan mengetahui

Secara umum pembelajaran merupakan penguasaan konsep keterampilan dan pengetahuan. Pembelajaran merupakan proses peralihan yang teratur dan sistematis dari pengetahuan

Kenyataan bahwa benih tempatan diperlukan bukan saja untuk ditanam tetapi juga untuk bahan pemuliaan benih unggul baru, maka bank benih tani yang diprakarsai pendiriannya

Dengan membandingkan laporan keuangan dari satu periode dengan periode lainnya, dapat diperoleh data yang pasti tentang naik turunnya pendapatan dan beban sebagai dasar dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara efikasi diri terhadap penguasaan konsep kimia siswa, kemampuan metakognisi terhadap penguasaan konsep kimia

Sekretariat Pelaksana :.. Tirtomartani, Kalasan, Sleman, D.l. Yoygakarta JOGJA PLASSA HTL: Jl. Tribata 14 Timur Empire )fit Yogyakarta. SARGEDE HTL:

ntuk #en*a$ai sasaran $rogra# di&ara$kan se#ua $elaku #ulai dari tingkat ntuk #en*a$ai sasaran $rogra# di&ara$kan se#ua $elaku #ulai dari tingkat atas sa#$ai ke

Pentingnya memperhatikan metode komunikasi yang digunakan dalam kegiatan intervensi perlu diperhatikan (Snell et al., 2010; Brady et al., 2016) menunjukkan bahwa komunikasi adalah hal