BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Perancangan
Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) sering digambarkan sebagai anak yang hidup dalam dunianya sendiri. Banyak dijumpai anak autis
menunjukkan perilaku “aneh”, misalnya suka melihat benda-benda berputar, suka menekuk-nekukkan jari, melihat orang dengan cara melirik. Sebenarnya anak autis
sama dengan anak-anak yang lain, hanya saja mereka memiliki keistimewaan
yang tidak dimiliki anak lainnya dan mereka membutuhkan perhatian yang lebih.
Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan anak yang terkena gangguan autis ini
semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Berdasarkan data Centre
for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menyebutkan bahwa autis kini sudah menjadi permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di
seluruh dunia, temasuk di Indonesia. Ini dikarenakan jumlah anak autis yang
semakin bertambah setiap tahunnya, pada tahun 1987 rasio jumlah orang dengan
autis adalah 1 : 5.000, kemudian tahun 2002 naik menjadi 1:150, tahun 2006
menjadi 1:110 anak. Tahun 2008 rasio anak autis meningkat lagi menjadi 1:100
anak, dan di 2012 terjadi peningkatan yang cukup memprihatinkan dengan
jumlah rasio 1 dari 88 orang anak saat ini mengalami autisme (Putro Agus,2012) .
Di Salatiga sendiri berdasarkan wawancara dengan psikolog sekaligus pendiri
Sekolah Autis Talenta Kids Salatiga, Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.SI. mengatakan
bahwa walaupun kota kecil tapi pertumbuhan anak dengan gangguan autis di
Salatiga cukup tinggi. Lilik menambahkan per sepuluh ribu kelahiran hampir
dipastikan 7 kelahiran merupakan anak autis. Jika di kota ini jumlah penduduknya
sekitar 170 ribu jiwa, bisa ditebak pasti banyak juga anak yang menderita autis,
belum lagi di wilayah sekitarnya.
Selain masalah dari diri mereka sendiri yang sulit untuk berkomunikasi
dengan lingkungan sosial mereka ternyata masalah lain juga datang dari
lingkungan mereka, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki
dijadikan bulan-bulanan oleh teman sebayanya. Para tentangga tidak mau jika
anak autis ini main ke rumah mereka. Begitu melihat saja, mereka langsung
menutup rumah mereka. (Ciptono,2009:186)
Di sisi lain, belakangan ini kita sering mendengar, membaca ada sebagian
anggota masyarakat yang menggunakan kata autis dengan demikian mudahnya.
Dari pengamatan, penulis menemukan beberapa bentuk penyalahgunaan kata autis
yang dilakukan oleh remaja.
Gambar 1
Gambar 2
Pemakaian Kata Autis Pada Profil dan Percakapan
Siti Khatijah (Suara Merdeka,2013:20) menyebutkan ;
Kita sadari keberadaan anak dengan gangguan autis itu ada, bahkan semakin
bertambah tiap tahunnya. Meski dalam kenyataannya mereka sulit untuk
bersosialisasi, bukan berarti kita bisa memandang sebelah mata keberadaan
mereka. Demikian rumit dan banyak permasalahan dalam hal kemampuan
berkomunikasi, interaksi sosial dan tingkah laku serta emosi, yang mungkin
dialami penyandang autisme. Tak terhitung betapa banyak waktu, tenaga dan
perhatian serta biaya dicurahkan orangtua dalam rangka menanggulangi masalah
gangguan autisme pada anaknya. Maka, bisa kita bayangkan, betapa sedih bila
sementara itu, ada orang lain yang dengan seenaknya menggunakan kata “autis”
sebagai bahan olok-olokan misalnya.
Jika tekanan dari masyarakat dan juga teman sebayanya ini dibiarkan terus
berlanjut pada anak, maka dalam jangka panjang akan menjadi penghambat bagi
terbentuknya psiko-sosial anak (Hendra,2006:18). Selain itu dampak akhirnya kita
akan kehilangan generasi mendatang karena anak autisme tidak mendapat
penanganan yang baik.
Dari beberapa alasan diatas, penulis kemudian berencana untuk membuat
sebuah perancangan iklan layanan masyarakat yang berisi kampanye sosial untuk
mengajak remaja berhenti menggunakan kata-kata autis secara sembarangan.
Sehingga dengan adanya iklan layanan masyarakat ini stereotipe yang
memandang anak autis sebelah mata akan hilang secara perlahan.
Segmentasi iklan layanan masyarakat ini nantinya akan ditujukan kepada
remaja. Mengapa remaja, karena dari pengamatan penulis saat ini hampir sebagian
besar yang memakai kata autis sebagai bahan bercandaan adalah remaja. Pada
kisaran usia remaja (12thn – 22thn) merupakan masa peralihan dimana individu
mengalami ketidakjelasan dan memiliki keraguan akan peran yang harus
dilakukan, karena remaja bukanlah anak-anak tetapi juga belum bisa dikatakan
dewasa, ketidakjelasan status menyebabkan masa remaja sebagai masa dimana
individu mencari eksistensi diri. Sehingga, sebagian besar anak remaja sangat
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang ada di sekelilingnya, termasuk pengaruh
Untuk menentukan bentuk media dan isi pesan yang akan dibuat, penulis
memakai cara consumer insight1 dan consumer journey2. Dengan cara ini penulis akan dengan mudah menemukan isi pesan apa yang bisa dicerna dan mudah
dipahami oleh target segmentasi, selain itu penulis juga bisa menemukan
media-media apa saja yang cocok dan memang menjadi kebutuhan bagi target
segmentasi.
1.2Rumusan Perancangan
Dengan memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
penulis merumuskan permasalahan
1.2.1 Jenis media iklan layanan masyarakat apa yang komunikatif dalam
menyadarkan adanya penyalahgunaan kata autis dan mengajak remaja
untuk tidak memakai kata autis secara sembarangan ?
1.2.2 Bagaimana merancang iklan layanan masyarakat yang komunikatif
sehingga dapat menyadarkan adanya penyalahgunaan kata autis dan
mengajak remaja untuk tidak memakai kata autis secara sembarangan?
1.3Tujuan Perancangan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis membuat
perancangan media promosi ini adalah sebagai berikut
1.3.1 Menemukan jenis-jenis media iklan layanan masyarakat yang sesuai
dan efektif untuk menyadarkan adanya penyalahgunaan kata autis dan
mengajak remaja untuk tidak memakai kata autis secara sembarangan.
1.3.2 Merancang sebuah iklan layanan masyarakat yang komunikatif dan
diharapkan mampu menyadarkan adanya penyalahgunaan kata autis
1 Consumer insight
adalah proses mencari tahu secara lebih mendalam, tentang latar belakang perbuatan, pemikiran dan perilaku seorang konsumen yang berhubungan dengan produk (Kasilo,2008:21)
2 Consumer journey
dan mengajak remaja untuk tidak memakai kata autis secara
sembarangan.
1.4Pembatasan Perancangan
Tugas akhir ini berfokus pada upaya merancang iklan layanan masyarakat
yang berisi kampanye sosial mengajak remaja untuk berhenti menggunakan
kata-kata autis secara sembarangan. Iklan ini memiliki karakteristik sebagai berikut ;
1.4.1 Berisi tentang penyadaran diri adanya penyalahgunaan kata autis, dan
juga ajakan untuk tidak memakai kata autis dalam candaan sehari-hari
1.4.2 Penyajian media akan ditentukan setelah penulis melakukan riset
consumer insight dan consumer journey
1.4.3 Pendekatan iklan layanan masyarakat ini dengan menggunakan
ilustrasi kegiatan remaja yang sering dianggap “autis”, banyaknya
orang dengan gangguan autis yang telah tersakiti saat kita memakai
kata autis secara sembarangan
1.4.4 Segmentasi :
1. Segmen Geografi
Primer : Kota Salatiga
Sekunder : Seluruh wilayah Indonesia
2. Segmen Demografi
Umur : 12 tahun – 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan
Agama : Semua kepercayaan
Kelas Sosial : Semua lapisan masyarakat
1.4.5 Gaya penyampaian iklan layanan masyarakat akan disesuaikan
segmentasi umur remaja, maka gaya penyampaian pun akan bersifat
bebas, kreatif, dan lebih berekspresi
1.5Manfaat Perancangan
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak yang
1.5.1Manfaat Teoritis
Melalui perancangan ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi bagi mahasiswa lain dalam hal perancangan media kampanye
sosial yang efektif tidak hanya untuk kepentingan lembaga tapi juga
untuk kepentingan masyarakat luas
1.5.2Manfaat Praktis
Perancangan ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan penyalahgunaan kata autis, juga menghilangkan
perbedaan antara anak autis dengan anak lainnya, Sehingga nantinya
anak-anak ini tidak mengalami kesulitan di kemudian hari.
1.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menurut Buchari.A (2008:97), adalah cara-cara
yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.Pada perancangan
ini metode yang digunakan penulis adalah sebagai berikut;
1.6.1Metode kepustakaan
Disini penulis akan mencari beberapa informasi pustaka mengenai
autisme melalui buku-buku, majalah, surat kabar maupun internet yang
memuat artikel tentang autisme.
1.6.2Metode Consumer Journey dan Consumer Insight
Dalam pencarian consumer insight penulis memakai sistem wawancara dengan target segmentasi mengenai penggunaan kata autis dikalangan
para remaja, dari sini nantinya penulis bisa menggali isi pesan yang tepat
bagi target segmentasi. Penulis juga akan memasukkan metode
consumer journey, penulis akan mengikuti kegiatan dari salah satu remaja, mulai dari dia bangun tidur sampai dia akan tidur kembali.
Tujuannya adalah mencari tahu bentuk media apa saja yang cocok untuk
target segmentasi dan memang media ini yang dibutuhkan oleh target
1.6.3Metode Triangulasi Sumber Data
Selain melakukan pengamatan, penulis akan menggali data tambahan
dari pakar yang ahli dibidang pencarian ide sampai tahap
pengeksekusian iklan. Penulis akan mengkroscek data dengan ahli iklan
yaitu Djito Kasilo. Djito atau sering disebut “Ayah” dalam dunia
periklanan ini, telah menjabat dibeberapa bagian periklanan diantaranya
sebagai copywriter Matari Advertising, creative director Binamark, Poliyama, Fortune Indonesia, Hotline, TBWA Indonesia. Jabatan
terakhirnya adalah Strategic Planning Head & Creative Advisor Tatcticoms Indonesia. Berbagai produk atau jasa maupun partai politik
dan calon kepala daerah juga pernah ditanganinya.
1.6.4Metode Observasi
Disini penulis akan melakukan observasi di dalam lingkungan target
segmentasi.
1.7 Konsep Perancangan
Autisme merupakan gangguan pada beberapa anak yang saat ini sudah
menjadi permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia,
temasuk di Indonesia. Namun sayangnya saat ini masyarakat masih belum
mengerti apa itu sebenarnya autisme, sehingga mereka cenderung menganggap
beda anak-anak dengan gangguan autis. Selain itu akhir-akhir ini sering didengar
kalangan remaja memakai kata autis dengan seenaknya, dan seakan kata autis
sudah menjadi kosakata wajib bagi remaja jaman sekarang.
Konsep perancangan akan diarahkan kepada penyadaran diri adanya
penyalahgunaan kata-kata autis dan berlanjut pada ajakan untuk tidak memakai
kata autis dalam candaan sehari-hari, dan kampanye sosial ini akan disampaikan
melalui media-media yang ditemukan saat penulis mencari consumer insight dan
1.8 Kerangka Pikir
Gambar 3 Kerangka Pikir
Latar Belakang :
Keberadaan anak dengan gangguan autis itu ada, bahkan semakin bertambah tiap tahunnya.
Masalah :
Penyalahgunaan kata autis secara sembarangan oleh anak muda
Jika dibiarkan terus maka akan menjadi penghambat perkembangan anak dengan gangguan autis
Solusi :
Perancangan iklan layanan masyarakat yang berisi kampanye ajakan berhenti memakai kata autis secara sembarangan
Tujuan :
Menyadarkan adanya penyalahgunaan kata autis
Mengajak untuk tidak memakai kata autis secara sembarangan
Consumer insight :
Untuk menentukan isi pesan
Consumer journey :
Untuk menentukan pemilihan media
Hasil :
Iklan Layanan Masyarakat