• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN UPACARA ADAT MITEMBEYAN DI DESA LINGGAMUKTI KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 1984-2005 : Suatu Kajian Historis Terhadap Kehidupan Sosial Budaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN UPACARA ADAT MITEMBEYAN DI DESA LINGGAMUKTI KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 1984-2005 : Suatu Kajian Historis Terhadap Kehidupan Sosial Budaya."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN UPACARA ADAT MITEMBEYAN DI DESA

LINGGAMUKTI KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 1984-2005

(Suatu Kajian Historis TerhadapKehidupanSosialBudaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Sejarah

Oleh

Octaviany Maulida

0901659

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

(2)

PERKEMBANGAN UPACARA ADAT MITEMBEYAN DI DESA LINGGAMUKTI KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 1984-2005 (SUATU

KAJIAN HISTORIS TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA)

Oleh

Octaviany Maulida

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Sejarah

© Octaviany Maulida 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PERKEMBANGAN UPACARA ADAT MITEMBEYAN DI DESA

LINGGAMUKTI KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 1984-2005

(Suatu Kajian Historis Terhadap Kehidupan Sosial Budaya)

Oleh

Octaviany Maulida

NIM: 0901659

Disetujui dan Disahkan oleh:

Pembimbing I

Drs. H. Ayi Budi Santosa, M. Si

NIP. 19630311 198901 1 001

Pembimbing II

Drs. Syarif Moeis

NIP. 19590305 198901 1 001

Mengetahui,

(4)

Terhadap Kehidupan Sosial Budaya)”. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana keberadaan upacara adat mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta?”. Untuk memfokuskan penelitian, penulis merumuskan empat pertanyaan yaitu: 1). Bagaimana latar belakang timbulnya upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta? 2). Bagaimana proses pelaksanaan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta? 3). Bagaimana perkembangan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2005? 4). Bagaimana upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis, yang meliputi pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber, penafsiran fakta (interpretasi) dan penulisan (historiografi). Di samping itu, penulis juga menggunakan pendekatan interdisipliner dengan menggunakan konsep-konsep dari ilmu Sosiologi dan Antropologi yang relevan dengan permasalahan penelitian untuk lebih mempertajam analisis dalam penelitian. Keterbatasan sumber tertulis yang membahas secara langsung mengenai permasalahan penelitian menyebabkan penulis sangat tergantung pada sejarah lisan (oral history) dan tradisi lisan (oral tradition) yang dilakukan melalui teknik wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan upacara adat mitembeyan ditunjukkan sebagai penghormatan kepada padi sebagai simbol Dewi Sri dan sebagai wujud syukur para petani di Desa Linggamukti atas hasil panen yang diperoleh. Selain itu, upacara mitembeyan merupakan upacara yang telah ada sejak dahulu yang diwariskan secara turun-temurun. Upaya pelestarian upacara adat mitembeyan dilakukan oleh masyarakat pendukungnya dan juga pemerintah setempat.

(5)

Social Life and Culture)”. Issues raised in this research is “How the existence of Mitembeyan traditional ceremony in Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta?”. To focus the study, the writer formulate four questions: 1). How the backgrounds of mitembeyan ceremony in Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta? 2). How the implementation process mitembeyan ceremony in Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta? 3). How is development mitembeyan ceremony in Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta from 1984 until 2005? 4). How the efforts to preserve mitembeyan ceremony in Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta?. Methodology of this research is historical method, which include source collection (heuristic), source criticism, interpretation of facts (interpretation) and writing (historiography). In addition, the writer also uses an interdisciplinary approach using concept from the science of Sosiology and Anthropology that relevant to the problems of research to further refine the analysis in the study. Limitations of written sources that discuss the study issues directly lead the writer highly dependent on oral history and the oral traditional which is conducted through interviewing technique. The result showed that the implementation of mitembeyan ceremony shown as a tribute to rice as a symbol is Dewi Sri and as an act of gratitude farmers in Desa Linggamukti on harvest yields. In addition, mitembeyan ceremony is a ritual that has existed since the first handed down from generation to generation. The conservation efforts Mitembeyan traditional ceremony performed by supporting community and local government.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR PETA ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakangPenelitian ... 1

1.2 RumusanMasalah ... 7

1.3 TujuanPenelitian ... 8

1.4 ManfaatPenelitian ... 8

1.5 StrukturOrganisasiSkripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebudayaan ... 11

2.2 KebudayaanSunda ... 15

2.3 UpacaraTradisional ... 17

2.4 PerubahanSosial-Budaya ... 20

2.5 PenelitianTerdahulu ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 MetodePenelitian ... 28

3.2 TeknikPengumpulan Data ... 31

3.3 PersiapanPenelitian ... 31

3.3.1PenentuandanPengajuanTemaPenelitian ... 31

3.3.2PenyusunanRancanganPenelitian ... 32

3.3.3MengurusPerizinanPenelitian ... 33

3.3.4MempersiapkanPerlengkapanPenelitian ... 33

3.3.5Proses Bimbingan ... 34

3.4 PelaksanaanPenelitian ... 34

3.4.1Heuristik (PengumpulanSumber) ... 34

3.4.1.1 PengumpulanSumberTertulis ... 35

3.4.1.2PengumpulanSumberLisan ... 36

3.4.2KritikSumber ... 39

3.4.2.1KritikEksternal ... 40

(7)

BAB IV TRADISI MITEMBEYAN PADA MASYARAKAT DESA LINGGAMUKTI

4.1 GambaranUmumDesaLinggamkuti ... 50

4.1.1 KeadaanGeografisdanAdministratif ... 52

4.1.2 Pendudukdan Mata Pencaharian ... 53

4.2 LatarBelakangUpacaraMitembeyan... 55

4.2.1 MitologiDewi Sri-AsalMulaTanamanPadi ... 58

4.2.2 Dewi Sri DalamPandanganMasyarakatLinggamukti ... 60

4.3 PelaksanaanUpacaraMitembeyan ... 61

4.3.1 FungsiUpacaraAdatMitembeyan ... 61

4.3.2 Peralatan yang DigunakanDalamUpacaraMitembeyan ... 63

4.3.3 Tahapan-tahapanDalamUpacaraMitembeyan ... 64

4.3.4 Proses Mitembeyan... 65

4.3.5 “Pamali” atauPantanganAdat ... 72

4.4 UpayaPelestarianUpacaraAdatMitembeyan ... 73

4.4.1Perubahan-perubahanDalamUpacaraAdatMitembeyanTahun 1984-2005 ... 75

4.4.2Makna yang TerkandungDalamUpacaraAdatMitembeyan ... 75

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan ... 76

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN

(8)

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggambaran yang masih melekat dalam komunitas desa sampai sekarang, merupakan pedesaan agraris, yaitu sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani tradisional atau pra-industri, baik ditanah maupun pertanian kering yang di Jawa disebut tegalan, maupun bercocok tanam di tanah basah atau pesawahan. Tanah pertanian terutama sawah merupakan sumber kebutuhan pokok yang paling utama, dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian padi adalah sumber pengerahan tenaga yang penting. Dalam sistem pertanian, sifat kegotong-royongan biasanya hanya dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan khusus seperti misalnya memperbaiki pematang sawah, pengairan, mencangkul, membajak, menanam; sementara dalam sistem panen atau memotong padi walaupun beberapa sudah mengenal sistem kontrak atau tebasan, tetapi sebagian besar masih mengarahkan tenaga kerja yang biasanya wanita. Dalam musim panen menjadi pusat kegiatan desa yang cukup besar dan penting.

(9)

Salah satu bentuk dari kebudayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat adalah upacara adat.Di dalam kehidupan masyarakat Sunda khususnya, tampak bahwa perjalanan hidup manusia itu tidak terlepas dari adanya upacara ritual yang menyertainya, misalnya kelahiran, pernikahan, kematian, maupun dalam masalah pertanian.Upacara adat yang dilaksanakan sangat berkaitan erat dengan pandangan hidup orang Sunda itu sendiri.Dalam hal ini, upacara adat direfleksikan sebagai bentuk hubungan manusia dengan sesamanya dalam konteks hubungan sosial, dengan Tuhan, maupun hubungan manusia dengan alam.

Dalam masyarakat Desa Linggamukti tanah bukanlah berstatus hak milik secara pribadi.Tanahtermasuk hutan di sekitarnya dianggap oleh mereka sebagai barang titipan kepada mereka dari Yang Mahakuasa.Mereka bertugas untuk memeliharanya dan menjaga kelestariannya serta memanfaatkannya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.Berhubung dengan pertanian irigasi merupakan satu-satunya sumber usaha kehidupan masyarakat Desa Linggamukti, maka siklus dan pola penggarapan irigasi sangat mempengaruhi pola hidup mereka. Patut ditekankan bahwa penggarapan mereka mempunyai ciri mandiri yang berbeda dengan penggarapan kelompok masyarakat lain. Kemandiriannya itu terletak pada melekatnya upacara mitembeyan.

(10)

UpacaraMitembeyanadalahsalahsatu upacara yang dilaksanakanolehmasyarakatpetani di Desa Linggamukti, KabupatenPurwakarta. Upacara ini dilaksanakan sebelum dimulainya menuai padi disawah sebagai ungkapan rasa syukur kepada nikmat yang diberi berupa hasil panen yang sudah dipetik untuk penghormatan dan sesajen kepada Dewi padi yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Sri sebagai sosok yang dipercaya oleh masyarakat petani.

Menurut kepercayaan para petani, Dewi Sri adalah cikal bakalnya padi yang menjadi makanan pokok, dan sekaligus penunjang utama kehidupan mereka. Dewi Sri memang tidak dipuja dan disembah sebagai Tuhan, akan tetapi di dalam kehidupan masyarakat petani Dewi Sri mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa dan amat dihormati. Demikian pula padi yang menurut kepercayaan masyarakat petani merupakan perwujudannya, mendapatkan perlakuan yang istimewa. Banyak tradisi yang terkait erat dengan aktifitas pertanian yang lahir sebagai manifestasi dari sikap dan rasa hormat masyarakat petani terhadap Dewi Sri dan padi sebagai perwujudannya, salah satunya dengan melaksanakan upacara adat mitembeyan di Desa Linggamukti.

(11)

Upacara mitembeyan sudah menjadi kebudayaan khas masyarakat agraris yang berlangsung sejak dahulu kala.Mitembeyan sering dilaksanakan di beberapa daerah di Jawa Barat.Upacara ini sering dilaksanakan pada saat menjelang tanam padi.Dalam upacara ini masyarakat secara sukarela mengumpulkan aneka makanan seperti rurujakan dan kelapa muda, serta daun-daunan sebagai syarat melaksanakannya upacara mitembeyan. Ada beberapa cara yang dilakukan ketika upacara mitembeyan, yaitu: mitembeyan tebar, mitembeyan tandur, mitembeyan nyerenan, mitembeyan ngala pare, mitembeyan nutu, mitembeyan nyangu, dan mitembeyan ngadiukeun.

Dari ke tujuh cara yang dilakukan ketika upacara mitembeyan, salah satunya adalah mitembeyan tandur, adalah kegiatan memulai menanamkan benih padi di kotakan-kotakan sawah yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sehari sebelum mitembeyan tandur, dirumah pemilik sawah diadakan kenduri selamatan dengan mengundang para tetangga.Kenduri ini dipimpin oleh wali puhun atau punduh.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, petani bersama wali puhun dan beberapa orang yang akan ikut kuli tandur pergi ke sawah. Sebelum penanaman benih padi dimulai, terlebih dahulu diadakan ritual, yaitu meletakkan sesajen di huluwaton dan pembacaan mantera oleh wali puhun atau punduh yang intinya meminta izin kepada Nini dan Aki Kinayan Tani yang dipercaya sebagai pelindung tanaman, bahwa Dewi Sri Sang Pohaci akan ditanamkan. Selesai ritual, dimulailah kegiatan menanamkan benih padi.Penancapan benih padi diawali oleh wali puhun atau punduh sebanyak tiga kali.Setelah itu barulah dilanjutkan oleh para kuli tandur.

(12)

atau bangun. Sesudah kira-kira 20 hari, daunnya mulai nampak menghijau seperti

daun gunda.Masa ini disebut “gumuda”.

Kurang lebih sebulan semenjak tandur, petani harus membersihkan rumput-rumput yang tumbuh di kotakan-kotakan sawah.Kegiatan membersihkan rumput-rumput ini disebut “ngarambet”.Kegiatan ngarambet dilakukan lagi pada waktu padi berusia sekitar 50 hari.Ngarambet yang pertama disebut “ngarambet

ngabaladah” yang artinya membersihkan pertama kali, sedangkan ngarambet yang kedua disebut “ngarambet mindo” artinya membersihkan kedua kali.

Usia 60 hari, daun padi kelihatan rata sama tinggi. Masa ini disebut dengan istilah “napak daun”.Sekitar 70 hari, benih padi itu mulai mengidam yang dalam istilah setempat disebut “nyiram”.Pada waktu ini, menurut adat setempat, petani biasanya membuat rujak bebek, seperti halnya hajat tingkeb pada wanita hamil 7 bulan.Adat ini karena adanya anggapan bahwa, sebagaimana manusia hamil, pada saat mengidam menginginkan makanan yang pedas-pedas dan asam, oleh sebab itu dibuatkan rujak bebek.Setelah 90 hari padi mulai reuneuh, yang artinya bunting. Kira-kira usia 100 hari beberapa batang padi mulai keluar umbutnya yang disebut “celetu”. Setelah 130 hari semua batang padi keluar umbutnya yang

disebut “rampak”. Sekitar 140 hari, padi mulai berisi dan keadaan pohonnya pun

menunduk yang disebut “tungkul”.Usia 150 hari padi sudah berisi penuh, tapi keadaannya masih hijau maka dikatakan “beuneur hejo”.

(13)

semuanya sudah matang dan siap untuk dipanen. Masa ini disebut “jujumaahan”, maksudnya hanya tinggal menunggu hari untuk dipanen.

Dalam pelaksanaan upacara adat mitembeyan, masyarakat menyimpan harapan atas upacara tersebut. Masyarakat mengharapkan bahwa setelah pelaksanaan upacara adat Mitembeyan, 1) adanya kepercayaan masyarakat desa Linggamukti, apabila mereka tidak mengikuti proses upacara adat mitembeyan maka lahan pertaniannya akan mengalami gangguan seperti halnya terserang hama penyakit dan gagal panen. 2) sebagai wujud simbol dalam mempersiapkan penggarapan lahan pertanian. 3) menjalankan amanat tradisi nenek moyang (Wawancara dengan Haji Jamal, tanggal 16 April 2015).

Menurut Robertson Smith yang dikutip oleh Koentjaraningrat (1990: 24), upacara religi atau agama yang bisa dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat.Motivasi mereka tidak hanya untuk berbakti kepada Dewa atau Tuhannya atau untuk mengalami kepuasaan keagamaan secara pribadi, tetapi juga karena mereka menganggap melakukan upacara sebagai kewajiban sosial.

Senada dengan pernyataan di atas, masyarakat Desa Linggamukti masih melaksanakan upacara mitembeyan untuk menjaga hubungan baik dengan Sang Maha Pencipta dan memohon keselamatan serta keberkahan dalam hidup.Selain itu, upacara mitembeyan juga masih tetap dilaksanakan agar bisa lebih mengenal etika dan adat kebiasaan para leluhur dalam memperlakukan alam sebagai sesuatu yang disediakan oleh Pencipta untuk diolah dan dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan serta kesejahteraan umat.

(14)

mitembeyan masih tetap. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari modernisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Ada perubahan ketika alat untuk melaksanakan mitembeyan tidak ada, masyarakat setempat menggantinya dengan alat yang lain tapi mengandung makna yang sama. Dengan demikian nilai-nilai yang terkandung di dalam upacara mitembeyan dikhawatirkan bisa hilang.Upacara ini dilakukan setiap tanam padi atau tiga bulan sekali. Di desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta bukan menggunakan irigasi tetapi air dari pegunungan, maka setelah diteliti masyarakat di desa ini bisa kapan saja melakukan upacara mitembeyan tandur dan panen.

Periodisasi yang dikaji dalam penelitian ini adalah antara tahun 1984 sampai tahun 2005.Pada tahun 1984-an salah satu masyarakat disana yang bernama Yaya dingkat menjadiwali puhun ataupunduh pada usia kurang lebih 30 tahun. Wali puhun atau punduh ini tujuannya untuk memimpin upacara mitembeyan tersebut.Beliau merupakan anak tertua dari tiga bersaudara dan menggantikan ayahnya yang merupakan seorang wali puhun atau punduh yang pada saat itu keadaan ayahnya tidak lagi memungkinkan untuk mepimpin sebuah upacara karena sakit.Sampai sekarang Pak Yaya masih menjadi ketua adat.

(15)

berarti pelakasanaan upacara tradisional mulai diperhitungkan dalam masalah biaya, waktu dan tenaga, terutama pelaksanaan selamatan individu.

Di samping alasan yang telah dipaparkan di atas, alasan lain yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perkembangan upacara mitembeyan adalah masih sedikit penulisan tentang asal usul upacara tersebut, sehingga penjelasan mengenai asal mula dan tata cara pelaksanaan upacara mitembeyan hanya dilakukan secara lisan dari generasi ke generasi sehingga dikhawatirkan akan hilangnya salah satu identitas budaya. Maka dari itu peneliti berharap karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai sumber tertulis yang memuat informasi mengenai upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta. Peneliti akan melakukan penulisan yang berjudul “Perkembangan

Upacara Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta Tahun

1984-2005”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan judul yang telah dikemukakan di atas, peneliti merumuskan

masalah utama dalam penulisan skripsi ini, yaitu “bagaimana perkembangan

upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta?”. Untuk lebih mempermudah dan mengarahkan penelitian maka masalah penelitian tersebut dibatasi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang timbulnya upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta tahun 1984-2005?

(16)

3. Bagaimana perkembangan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2005?

4. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara mitembeyan di Desa

Linggamukti Kabupaten Purwakarta Tahun 1984-2005?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan latar belakang upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta tahun 1984-2005.

2. Mendeskripsikan prosesi pelaksanaan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta tahun 1984-2005.

3. Menjelaskan perkembangan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta tahun 1984-2005.

4. Menjelaskan upaya yang dilakukan masyarakat untuk melestarikan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta.

5. Menjelaskan pengaruh perubahan yang terjadi dalam masyarakat terhadap upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta dalam persektif sosial budaya tahun 1984-2005.

1.4 ManfaatPenelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memperkaya khazanah dalam penulisan sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber referensi penulisan sejarah lokal lainnya.

(17)

3. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber acuan untuk pengembangan materi mata pelajaran sejarah tepatnya di SMA kelas X semester 1 dengan standar kompetensi memahami prinsip dasar ilmu sejarah dan kompetensi dasarnya adalah mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Hasil dari penelitian skripsi ini akan disusun ke dalam lima bab yang terdiri dari Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Pembahasan, Kesimpulan dan Saran. Adapun fungsi dari pembagian ini bertujuan memudahkan penulisan agar sistematis yaitu:

Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah yang menguraikan mengenai penjelasan mengapa masalah tersebut diteliti dan penting untuk diteliti terutama tentang perkembangan Upacara Adat Mitembeyan. Untuk memperinci dan membatasi permasalahan agar tidak melebar maka dicantumkan rumusan dan batasan masalah sehingga dapat dikaji secara khusus dalam penulisan ini. Pada akhir dari bab ini akan dimuat tentang, sistematika penulisan yang akan menjadi kerangka dan pedoman penulisan skripsi ini.

Bab II Kajian Pustaka, dalam bab ini dipaparkan mengenai materi-materi atau informasi yang diperoleh dari hasil kajian pustaka. Dalam kajian pustaka ini akan diperoleh suatu konsep. Konsep-konsep ini yang tentunya relevan dengan apa yang penulis teliti dalam penelitian tentang perkembangan “Perkembangan Upacara Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta Tahun

(18)

Bab III Metode Penelitian, dalam bab ini diuraikan mengenai serangkaian kegiatan serta cara-cara yang ditempuh dalam melakukan penelitian guna mendapatkan sumber yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji oleh penulis. Penulis menguraikan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian yang berisi langkah-langkah penelitian, dimulai dari persiapan sampai langkah terakhir dalam menyelesaikan penelitian ini.Adapun metode yang digunakan adalah metode historis dan teknik yang digunakan adalah studi literatur, studi dokumentasi dan wawancara.

Bab IV TradisiMitembeyanPada Masyarakat Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta Tahun 1984-2005, pada bab ini merupakan bagian inti atau isi dari tulisan sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta, selain itu dalam bab ini juga akan dibahas mengenai proses pelaksanaan upacara mitembeyan, tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara mitembeyan. Di samping itu, akan memaparkan upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta.

(19)

Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode dan teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan mengenai Perkembangan Upacara Adat Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta Tahun 1984-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat).Metode yang digunakan adalah metode historis, dan untuk teknik penelitian peneliti menggunakan studi literatur, wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk pendekatannya peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner.

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode historis dengan studi literatur dan studi dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data. Metode historis dipilih sebagai metodologi penelitian karena tulisan ini merupakan kajian sejarah yang data-datanya diperoleh dari jejak-jejak yang ditinggalkan dari suatu peristiwa masa lampau.

Banyak para ahli yang menjelaskan mengenai metode sejarah. Disini penulis akan mengutip beberapa ungkapan para ahli mengenai metode sejarah tersebut: 1. Menurut Sjamsuddin (2007: 3) metode sejarah adalah sebagai salah satu cara

bagaimana mengetahui sejarah.

(20)

Menurut Nugroho Notosusanto (Ismaun, 2005: 34) menguraikan ada empat prosedur/langkah dalam metode historis, yaitu: 1) Mencari jejak-jejak masa lampau, 2) meneliti jejak-jejak itu secara kritis, 3) berusaha membayangkan bagaimana gambaran masa lampau, berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu dan 4) menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imajinatif dari masa lampau itu sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun dengan imajinasi ilmiah.

Sementara Wood Gray (Sjamsuddin, 2007: 89) mengemukakan bahwa paling tidak ada enam langkah dalam metode historis, yaitu:

1. Memilih suatu topik yang sesuai.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung. 4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan

(kritik sumber).

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

Dari uraian beberapa pandangan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode sejarah sangat cocok karena sesuai dengan data dan fakta yang diperlukan yang berasal dari masa lampau, dengan demikian kondisi yang terjadi dalam permasalahan yang dikaji penulis dapat tergambarkan dengan baik. Terdapat beberapa tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005: 32), yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah:

(21)

mengumpulkan data-data dari buku, jurnal, internet serta wawancara langsung dengan tokoh masyarakat di Desa Linggamukti. Adapun penulis mengunjungi beberapa tempat yaitu; Perpustakaan kampus UPI Bandung, Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Bapusipda) Jawa Barat, Badan Pelestatian dan Nilai Budaya (BPNB) Bandung, toko buku Gramedia, toko buku Toga Mas, serta melakukan browsing internet. Selain itu kegiatan pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah juga sangat terbantu oleh bantuan dari sahabat-sahabat penulis yang telah bersedia meminjamkan beberapa buku koleksi pribadinya yang relevan dengan tema pembahasan skripsi yang penulis kaji.

2. Kritik dan analisis sumber, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, baik isi maupun bentuknya (internal dan eksternal). Kritik internal dilakukan oleh penulis untuk melihat layak tidaknya isi dari sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian dan penulisan. Kritik eksternal dilakukan oleh penulis untuk melihat bentuk dan sumber tersebut. Dalam tahap ini, penulis berusaha melakukan penelitian terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam tahap ini penulis melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari tulisan berupa buku, dokumen, browsing internet, maupun sumber lisan melalui hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian skripsi penulis. Sehingga sumber-sumber yang telah ditemukan dalam tahap heuristik bisa menjadi sumber yang otentik dan relevan untuk digunakan oleh penulis.

(22)

yang terkumpul dari sumber-sumber primer maupun sekunder dengan cara menghubungkan dan merangkaikannya sehingga tercipta suatu fakta sejarah yang sesuai dengan permasalahan penelitian.

4. Historiografi, tahapan ini merupakan tahapan akhir dalam langkah-langkah penulisan dengan cara merangkaikan berbagai interpretasi sebelumnya menjadi sebuah karya tulis sejarah. Dalam hal ini penulis menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara menyusunnya dalam suatu tulisan yang jelas dalam bahasa yang sederhana dan menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.

3.2Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengkaji beberapa buku, artikel serta penelitian terdahulu mengenai upacara adat serta teori-teori yang mendukung penelitian ini. Data-data dalam melakukan studi kepustakaan ini penulis peroleh dari UPI, UNPAD, Bapusipda, dan ISBI Bandung.

Adapun teknik wawancara yang digunakan penulis yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur ialah wawancara yang sudah direncanakan dengan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bersifat spontan dan diajukan kepada orang-orang yang terlibat langsung dalam upacara adat mitembeyan ini.

(23)

terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan untuk mengembangkan pertanyaan yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara tidak terstruktur. Teknik wawancara ini sebagai metode untuk menggali sejarah lisan (oral history). Sejarah lisan ialah ingatan yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang diwawancarai oleh penulis (Sjamsuddin, 2007: 78).

3.3Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian merupakan titik awal dalam suatu tahap penelitian yang harus benar-benar dipersiapkan dengan matang sebagai penentu keberhasilan peneliti pada tahap selanjutnya. Terdapat beberapa langkah yang telah dipersiapkan penulis pada tahapan ini, yaitu dengan melakukan penentuan dan pengajuan tema penelitian, penyusunan rancangan penelitian serta mengikuti proses bimbingan.

3.3.1Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Langkah awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian yaitu menentukan tema, sebelum diserahkan kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS). Penentuan tema tersebut disebabkan oleh ketertarikan penulis terhadap upacara adat mitembeyan ini. Sebelum penulis fokus melakukan kajian terhadap permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, penulis telah beberapa kali berganti-ganti tema dan judul skripsi.

(24)

Namun pasca seminar penulis merasa ragu dengan tema penelitian yang akan dikaji, dikarenakan minimnya sumber-sumber pembahasan mengenai metode bercerita berpasangan dan kemampuan bercerita. Akhirnya penulis beralih mengambil tema penelitian sejarah lokal dengan mengajukan judul

“Perkembangan Upacara Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten

Purwakarta Tahun 1984-2005”. Dengan berubahnya tema penelitian, maka pembimbing skripsi penulis pun berganti menjadi bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si. selaku pembimbing I dan bapak Drs. Syarif Moeis, selaku pembimbing II.

3.3.2Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan kegiatan penelitian. Rancangan penelitian merupakan sebuah rancangan berupa kerangka yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi. Dalam penelitian ini rancangan tersebut berupa proposal skripsi yang pada umumnya memuat judul penelitian, latar belakang masalah yang merupakan pemaparan mengenai deskripsi masalah yang akan dibahas, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penulisan.

(25)

Sejarah FPIPS UPI Bandung. Dalam surat keputusan tersebut, ditentukan pula pembimbing I, yaitu Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si dan Drs. Syarif Moeis sebagai pembimbing II. Adapun rancangan penelitian yang diajukan meliputi (1) Judul penelitian, (2) Latar belakang masalah, (3) Rumusan masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) Kajian pustaka (7) Metode penelitian, (8) Struktur Organisasi Skripsi (9) dan Daftar Pustaka.

3.3.3Mengurus Perizinan Penelitian

Mengurus perizinan merupakan tahapan yang dilakukan penulis untuk mempermudah dan memperlancar penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis. Selain itu, tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. Adapun surat-surat perizinan penelitian tersebut ditujukan kepada lembaga atau perorangan sebagai berikut:

1. Kantor Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta 2. Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta. 3. Kantor Desa Linggamukti

3.3.4Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian

Sebelum melaksanakan kegiatan penelitian langsung ke lapangan, peneliti mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam menyediakan perlengkapan yang diperlukan dalam penelitian. Perlengkapan penelitian tersebut merupakan alat penunjang untuk memperlancar penelitian, supaya hasil penelitian dapat sesuai dengan yang diharapkan. Adapun perlengkapan yang dibutuhkan dalam penelitian skripsi ini diantaranya sebagai berikut:

1. Surat izin penelitian dari Dekan FPIPS. 2. Pedoman wawancara.

3. Alat perekam (Tape Recorder). 4. Kamera foto.

(26)

3.3.5Proses Bimbingan

Dalam tahapan ini dilakukan proses bimbingan dengan Pembimbing I Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si dan Pembimbing II Drs. Syarif Moeis. Proses bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan karena dalam proses ini dapat berdiskusi mengenai berbagai masalah yang dihadapi oleh penulis. Dengan begitu, penulis dapat berdiskusi dan berkonsultasi kepada pembimbing I dan pembimbing II sehingga penulis akan mendapatkan arahan, komentar dan perbaikan dari kedua pembimbing. Proses bimbingan dengan pembimbing I dilakukan seminggu dua kali, sedangkan dengan pembimbing II dilakukan sesuai kesepakatan sebelumnya.

3.4Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah tahapan selanjutnya setelah penulis merancang dan mempersiapkan penelitian. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam rangkaian proses penelitian guna mendapatkan data dan fakta yang dibutuhkan. Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan empat tahap penelitian, sebagai berikut.

3.4.1Heuristik (Pengumpulan Sumber)

(27)

relevan dengan permasalahan penelitian dan dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai rujukan, sedangkan sumber lisan dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara kepada narasumber yang memiliki wawasan dan pengetahuan mengenai upacara adat mitembeyan di desa Linggamukti dan digunakan apabila sumber tertulis kurang mengenai permasalahan yang dikaji dirasa masih kurang.

Selanjutnya untuk lebih jelas lagi penulis akan paparkan di bawah ini.

3.4.1.1Pengumpulan Sumber Tertulis

Pada tahap pengumpulan sumber tertulis ini penulis berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai macam literatur yang berhubungan dengan tema yang dikaji, yaitu berupa buku, artikel, dokumen-dokumen serta penelitian terdahulu berbentuk skripsi yang mengkaji tema tentang upacara adat dan pertanian.Hal ini dilakukan karena dalam melakukan proses penelitian menggunakan teknik studi literatur sebagai salah satu teknik dalam pengumpulan data. Dalam proses pencarian sumber tertulis tersebut peneliti mengunjungi beberapa tempat yang dianggap mempunyai sumber-sumber yang dibutuhkan, diantaranya:

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, dari perpustakaan ini peneliti mendapatkan buku yang berjudul“Pengantar Ilmu Antropologi” karangan Koentjaraningrat tahun 2009, buku “Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan” karangan Koentjaraningrat tahun 1993, buku “Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan” karangan Ismaun tahun 2005, buku “Mengerti Sejarah” karangan Louis Gottschalk yang diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto tahun 1986 dan buku “Metode Penelitian Sejarah” karangan Dudung Abdurrahman tahun 2007 dan berbagai buku lainnya.

(28)

“Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” karangan Koentjaraningrat tahun 2008, dan buku “Moral Ekonomi Petani” karangan J.C. Scott tahun 1983. 3. Perpustakaan Institut Seni dan Budaya Indonesia Bandung, dari perpustakaan

ini peneliti mendapatkan buku yang berjudul “Adat Istiadat Sunda” karangan H. Hasan Mustapa tahun 2010, “Seni dan Ritual Agama” karangan Y. Sumandiyo Hadi tahun 2006, “Ilmu Budaya Dasar” karangan Ramdani Wahyu tahun 2008, dan “Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I” karangan Edi S. Ekadjati tahun 2007.

4. Perpustakaan pribadi, yaitu buku tentang “Rupa-rupa Upacara Adat Sunda Jaman Ayeuna” karangan Moh. Hasim tahun 1984, dan “Upacara Adat di Pasundan” karangan Prawirasuganda tahun 1964.

3.4.1.2Pengumpulan Sumber Lisan

Sumber lisan memiliki peranan yang penting sebagai sumber sejarah yang lainnya. Dalam menggali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu mengajukan beberapa pertanyaan relevan dengan permasalahan yang dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi. Sumber lisan dalam penelitian ini digunakan hanya sebagai penunjang terhadap aspek-aspek yang tidak dijelaskan lebih rinci dalam sumber tertulis tetapi juga diposisikan sebagai bahan acuan karena pada umumnya dalam sejarah lokal sumber lisan menempati posisi yang penting, sebab sumber tertulis cukup sulit ditemukan.

(29)

tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara mitembeyan dan upaya pelestarian upacara mitembeyan.

Peneliti mengkategorikan narasumber ke dalam dua golongan yaitu pelaku dan saksi. Pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian yang menjadi bahan kajian yang peneliti teliti seperti para pelaku upacara mitembeyan yang merupakan pelaku sejarah yang mengikuti perkembangan upacara mitembeyan dari waktu ke waktu, sedangkan saksi adalah mereka yang melihat dan mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, misalnya masyarakat sebagai pendukung dan penikmat upacara tradisional serta pemerintah sebagai lembaga terkait.

Dalam menetapkan narasumber yang akan diwawancarai, terlebih dahulu penulis mengunjungi kantor Kepala Desa Linggamukti untuk mencari tahu tentang tokoh pelaksana upacara adat mitembeyan. Berdasarkan informasi dari tokoh masyarakat desa diketahui bahwa yang menjadi ketua pelaksana upacara adat mitembeyan adalah Abah Yaya (61 tahun). Beliau diharapkan dapat memberikan informasi yang mendalam mengenai asal usul dan pelaksanaan upacara adat mitembeyan. Setelah menetapkan narasumber yang akan diwawancarai, selanjutnya penulis menyusun instrumen wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Penyusunan instrumen wawancara dilakukan agar pertanyaan yang akan diajukan dapat terorganisir sehingga proses wawancara dapat berlangsung secara efektif dan memperoleh informasi yang diharapkan.

(30)

wawancara tidak terstruktur dilakukan tanpa mengacu pada instrument wawancara dan diajukan secara spontan dan sesuai dengan kebutuhan.

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan pengumpulan data, maka penulis mengklarifikasikan narasumber ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah narasumber dari kalangan masyarakat yang melakukan upacara adat mitembeyan. Narasumber dalam kategori ini merupakan narasumber inti yang memberikan informasi mengenai gambaran pelaksanaan upacara adat mitembeyan. Kategori kedua adalah narasumber dari kalangan aparat pemerintahan, budayawan maupun masyarakat setempat yang berkaitan dengan pelestarian kebudayaan di Kabupaten Purwakarta.

Proses wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu menemui Bapak Haji Jamal di kediamannya di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta. Dari bapak Haji Jamal inilah kemudian penulis memperoleh beberapa nama yang dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan upacara adat mitembeyan, diantaranya adalah:

1) Bapak H. R. Jamaluddin (43 tahun)

Bapak H. R Jamaluddin biasa disapa Bapak Haji Jamal merupakan tokoh masyarakat Desa Linggamukti yang selalu mendampingi Abah Yaya dalam penyelenggara upacara adat mitembeyan. Bapak Haji Jamal mengetahui banyak tentang pelaksanaan upacara adat mitembeyan dan makna-makna yang terkandung di dalamnya.

2) Abah Yaya (61 tahun)

(31)

3) Bapak M. Syafe’i (35 tahun)

Bapak Syafe’i merupakan tokoh agama di Desa Linggamukti. Beliau sangat setuju dengan adanya upacara adat mitembeyan karena selain melestarikan budaya dari nenek moyang, upacara ini juga tidak menyimpang dari ajaran Islam.

4) Bapak Cucu Udin (40 tahun)

Bapak Cucu adalah salah satu warga masyarakat Desa Linggamukti yang berprofesi sebagai petani dan selalu mengikuti upacara adat mitembeyan. Beliau terlibat secara langsung sebagai peserta dalam serangkaian prosesi mitembeyan.

5) Bapak Udus Sutisna (35 tahun)

Sebagaimana Bapak Cucu, Bapak Udus juga merupakan salah satu warga masyarakat Desa Linggamukti yang berprofesi sebagai petani. Beliau selalu mengikuti upacara adat mitembeyan dan berperan sebagai peserta dalam serangkaian prosesi mitembeyan.

Hasil wawancara dengan para narasumber kemudian disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta pengklasifikasian terhadap sumber-sumber yang relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.

3.4.2Kritik Sumber

(32)

menggunakan kritik internal yaitu pengkajian yang dilakukan terhadap isi dari sumber sejarah tersebut.

Tujuan dilakukannya kritik eksternal dan kritik internal yaitu untuk menguji kebenaran dan ketepatan dari sumber tersebut, dan menyaring sumber-sumber tersebut sehingga diperoleh fakta-fakta yang sesuai dengan kajian skripsi ini dan membedakan sumber-sumber yang benar atau meragukan. Kejelasan dan keamanan sumber-sumber tersebut dapat diperoleh melalui pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap sumber itu sendiri. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Sjamsuddin (2007: 102-103) bahwa ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan yaitu:

a. Siapa yang mengatakan itu?

b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu bisa diubah?

c. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya?

d. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang kompeten, apakah ia mengetahui fakta itu?

e. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu?

Tahapan kritik menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketetapan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal meliputi pengujian pada bahan materi sumber sedangkan kritik internal meliputi pengujian pada isi sumber. Untuk lebih rinci penulis akan memberikan penjelasan mengenai kritik eksternal dan kritik internal sebagai berikut.

3.4.2.1Kritik Eksternal

(33)

apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 133-134).

Dengan demikian kritik eksternal pada dasarnya menitikberatkan pada pengujian otensitas dan integritas sumber. Sebagaimana dijelaskan oleh Sjamsuddin (2007: 134) bahwa kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa:

1. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu atau otensitas (authenticity).

2. Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan, atau penambahan dan penghilangan fakta-fakta yang substansial.Karena memori manusia dalam menjelaskan peristiwa sejarah terkadang berbeda setiap individu, malah ada yang ditambah ceritanya atau dikurangi tergantung pada sejauh mana narasumber mengingat peristiwa sejarah itu sendiri.

Kritik eksternal bertujuan untuk menilai sejauh mana kelayakan sumber-sumber yang telah didapatkan, sebelum mengkaji isi sumber-sumber. Peneliti melakukan kritik eksternal tehdap sumber tertulis dan sumber lisan.Kritik eksternal yang dilakukan terhadap sumber tertulis bertujuan untuk melakukan penelitian asal-usul sumber terutama yang berbentuk dokumen.

(34)

dikarenakan semua data yang didapatkan peneliti baik dari sumber tertulis maupun sumber lisan tingkat keberadaannya tidak sama.

Buku pertama yang diseleksi dalam tahapan kritik eksternal adalah buku karya Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I karya Edi S. Ekadjati di Bandung tahun 2005. Edi S. Ekadjati merupakan seorang guru besar di bidang filologi Universitas Padjajaran, melihat kredibilitas pengarang buku tersebut penulis menganggap layak dijadikan referensi dalam penulisan karya ilmiah ini.

Kritik eksternal juga dilakukan pada buku Adat Istiadat Sunda karya Hasan Mustafa yang diterbitkan di Bandung tahun 2010. Secara eksternal buku ini layak dijadikan referensi dalam penulisan karya ilmiah ini, karena latar belakang penulis yang merupakan seorang budayawan Sunda dianggap mengetahui seluk beluk adat istiadat Sunda terutama dalam pelaksanaan upacara adat setelah panen. Selanjutnya kritik eksternal dilakukan terhadap buku karya Koentjaraningrat yaitu buku Ritus Peralihan di Indonesia tahun 1990. Berdasarkan latar belakang akademis pengarang yang merupakan seorang guru besar antropologi, penulis menganggap buku karya Koentjaraningrat tersebut layak dijadikan sebagai referensi dari segi eksternal.

Kritik eksternal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara melakukan identifikasi terhadap narasumber. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap narasumber, penulis menentukan beberapa pertimbangan yang meliputi usia narasumber, kondisi fisik, kedudukan di masyarakat, pekerjaan, agama, perilaku serta keberadaannya selama kurun waktu 1984-2005. Adapun narasumber yang penuls wawancarai rata-rata memiliki usia yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda sehingga memiliki daya ingat yang masih cukup baik.

(35)

upacara adat mitembeyan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa Abah Yaya merupakan sesepuh yang memimpin upacara adat mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta. Sedangkan Bapak Haji Jamal merupakan tokoh masyarakat yang dimana beliau juga mempunyai sebuah padepokan yang bernama Padepokan Gentra Pangauban. Dengan pertimbangan tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa Abah Yaya maupun Bapak Haji Jamal layak dijadikan narasumber dalam penulisan ini.

Kritik eksternal terhadap sumber lisan juga dilakukan kepada Bapak Syafe’I (35 tahun) merupakan seorang tokoh agama di Desa Linggamukti yang terlibat aktif dalam pelaksanaan upacara adat mitembeyan. Beliau juga mempunyai perhatian terhadap kebudayaan khususnya dalam pelaksanaan upacara adat mitembeyan. Melihat aspek eksternal tersebut, penulis beranggapan bahwa informasi yang diperoleh dari Bapak Syafe’I layak dijadikan sebagai sumber dalam penulisan hasil penelitian.

Di samping itu, narasumber lainnya adalah Bapak Cucu (40 tahun) dan Bapak Udus (35 tahun). Beliau merupakan seorang pegawai di Kantor Desa Linggamukti yang juga mengetahui tentang pelaksanaan upacara adat mitembeyan. Melihat aspek eksternal tersebut, penulis beranggapan bahwa informasi yang diperoleh dari Bapak Cucu dan Bapak Udus layak dijadikan sebagai sumber dalam penulisan hasil penelitian.

3.4.2.2Kritik Internal

(36)

Kritik internal untuk sumber tertulis dilaksanakan peneliti dengan melakukan konfirmasi dan membandingkan berbagai informasi dalam suatu sumber dengan sumber yang lain yang membahas masalah yang serupa. Untuk sumber lisan, peneliti melakukan perbandingan antar hasil wawancara narasumber satu dengan narasumber yang lain (cross checking) dengan tujuan untuk mendapatkan kesesuaian dari fakta-fakta yang ada untuk meminimalisasi kesubjektivitasan dari narasumber. Tahapan ini bertujuan untuk memilah-milah data dan fakta yang berasal dari sumber primer dan sekunder yang diperoleh sesuai dengan judul penelitian. Dalam tahap kritik internal ini peneliti mendapatkan fakta-fakta yang berhubungan dengan perkembangan upacara adat mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta.

Selain itu, kritik internal terhadap sumber-sumber tertulis dilakukan dengan cara membandingkan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku yang akan dijadikan sebagai referensi penulisan skripsi. Perbandingan antara buku-buku tersebut dilakukan dengan cara melihat kesesuaian isi buku-buku dengan permasalahan yang menjadi kajian penelitian. Sehingga buku-buku yang sekiranya tidak relevan dengan permasalahan penelitian tidak digunakan.

Buku pertama yang diseleksi dalam tahapan kritik internal adalah buku Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I karya Edi S. Ekadjati berisi mengenai kebudayaan masyarakat Sunda. Penjelasan dalam buku ini dinilai masih terlalu umum, yaitu menjelaskan kebudayaan masyarakat Sunda secara umum dan tidak secara langsung membahas mengenai upacara adat. Namun, buku ini cukup layak dijadikan referensi dalam memahami kebudayaan Sunda secara umum.

(37)

menganalisis hasil temuan di lapangan yang berkaitan dengan upacara adat mitembeyan. Selanjutnya, kritik internal juga dilakukan terhadap buku Adat Istiadat Sunda karya Hasan Mustafa. Buku ini memparkan secara jelas mengenai adat istiadat masyarakat Sunda mulai dari adat istiadat sehari-hari, adat istiadat kelahiran bayi, pernikahan, kematian, pertanian dan waktu-waktu baik dan yang dilarang dalam adat Sunda. Bagian yang sangat sesuai dengan kajian penelitian ini yaitu pada bagian pembahasan adat istiadat dalam pertanian. Pembahasan tersebut sangat sesuai dengan kajian penelitian penulis, sehingga layak untuk dijadikan referensi untuk memperkuat argumen-argumen dari narasumber.

Kritik internal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara melakukan kaji banding terhadap hasil wawancara dari narasumber yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan karena mengacu pada pemikiran bahwa setiap orang memiliki pandangan berbeda terhadap suatu permasalahan. Di samping itu, kaji banding sangat penting dilakukan agar tidak melihat suatu permasalahan dari satu pihak saja sehingga dapat menghindarkan penulis dari unsur subjektifitas.

Dalam kritik internal terhadap sumber lisan, penulis melakukan kaji banding terhadap hasil wawancara Abah Yaya dan Bapak Haji Jamal. Penulis mengkaji apakah terdapat perbedaan-perbedaan informasi yang dikemukakan oleh kedua narasumber tersebut. Apabila terdapat perbedaan penulis mencari dan mengumpulkan informasi dari narasumber yang lainnya untuk kemudian mencocokkan informasi yang didapatkan. Apabila kebanyakan narasumber memberikan informasi yang sama maka penulis menyimpulkan bahwa pendapat salah satu narasumber adalah benar.

(38)

dilakukan untuk pengujian atau seleksi terhadap sumber-sumber yang akan digunakan sebagai referensi dan bahan dalam penulisan skripsi yang berjudul

“Perkembangan Upacara Adat Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten

Purwakarta Tahun 1984-2005 (Suatu Kajian Terhadap Tradisi Masyarakat)”. Sehingga dapat dihasilkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

3.4.3 Interpretasi

Setelah melakukan kritik sumber, maka tahapan selanjutnya yaitu melaksanakan tahap interpretasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mengolah, menyusun, dan menafsirkan fakta-fakta yang telah teruji kebenarannya baik yang diperoleh dari sumber tertulis, maupun dari sumber lisan. Tujuan dilakukannya tahapan ini adalah untuk menghubungkan satu fakta dengan fakta yang lainnya menjadi sebuah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan. Untuk mempertajam analisis terhadap permasalahan yang penulis kaji, maka pada tahap ini digunakan pendekatan interdisipliner.

Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Abdurahman (2007: 73) interpretasi sejarah atau yang biasa disebut juga dengan analisis sejarah merupakan tahap dimana peneliti melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Dalam hal ini ada dua metode yang digunakan yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan sedangkan sintesis yang berarti menyatukan. Keduanya dipandang sebagai metode utama di dalam interpretasi (Kuntowijoyo, 2003: 100).

(39)

melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh, penulis menggunakan bantuan dari ilmu-ilmu sosial lainnya yaitu ilmu sosiologi dan antropologi atau disebut dengan pendekatan interdisipliner. Penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosiologi dan antropologi dalam tahapan interpretasi dimaksudkan untuk lebih mempertajam analisis penulis berkaitan dengan masalah yang dikaji. Sehingga interpretasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh dilakukan secara lebih ilmiah.

Adapun konsep-konsep dalam ilmu sosiologi yang digunakan diantaranya adalah perubahan sosial, peranan sosial dan mobilitas sosial. Sedangkan konsep-konsep dalam ilmu antropologi yang digunakan dalam penulisan ini diantaranya adalah konsep mengenai kebudayaan dan religi dapat melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang. Sehingga analisis yang dilakukan lebih mendalam dan jelas.

Peneliti melakukan penafsiran terhadap data mengenai perkembangan upacara mitembeyan. Berdasarkan keterangan dari narasumber yaitu Bapak H. Jamal, Abah Yaya, dan Bapak Syafe’i yang menjelaskan bahwa upacara mitembeyan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang menyesuaikan dengan karakteristik kondisi sosial-budaya masyarakat. Namun dari segi penyajiannya upacara mitembeyan masih mengandung hal-hal mistis, seperti adanya unsur animisme dan dinamisme.

Peneliti melakukan penafsiran terhadap data mengenai perkembangan upacara mitembeyan. Pada proses interpretasi ini, peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan dalam suatu pemecahan masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan. Dalam hal ini, ilmu sejarah dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan penelitian.

(40)

Tahap terakhir dari penulisan skripsi ini adalah melaporkan seluruh hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam metodologi sejarah lazimnya disebut dengan “historiografi”. Pada tahapan ini seluruh daya pikir dan kemampuan dikerahkan untuk menuangkan segala hal yang ada dalam penelitian sehingga dapat menghasilkan sebuah tulisan yang memiliki standar mutu dan menjaga kebenaran sejarahnya. Seperti yang dinyatakan Sjamsuddin (2007: 156) yakni:

Penulis mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis pengguanaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis yang pada akhirnya menghasilkan sebuah sintesa dari seluruh hasil penelitian. Sedangkan menurut Abdurahman (2007: 76) historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan).

Tahap historiografi ini akan peneliti laporkan dalam sebuah tulisan berbentuk skripsi dan disusun berdasarkan pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun tujuan dari laporan hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan studi akademis tingkat sarjana pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

(41)

skripsi ini, penulis membaginya ke dalam lima bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, pembahasan dan terakhir adalah kesimpulan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yaitu:

Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang memaparkan mengapa masalah yang muncul itu penting untuk diteliti. Pada bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, metode penelitian serta struktur organisasi skripsi. Adapun yang menjadi uraian dari bab I ini yakni: Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Struktur Organisasi Skripsi.

Bab II Kajian Pustaka, memaparkan berbagai sumber literatur yang peneliti anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji dan didukung dengan sumber tertulis seperti buku dan dokumen yang relevan. Dalam kajian pustaka ini, peneliti membandingkan, mengkontraskan dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji kemudian dihubungkan dengan masalah yang sedang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar adanya keterkaitan antara permasalahan di lapangan dengan buku-buku atau secara teoritis, agar keduanya bisa saling mendukung, dimana dari teori yang sedang dikaji dengan permasalahan yang diteliti bisa berkaitan sedangkan fungsi dari kajian pustaka adalah sebagai landasan teori dalam analisis temuan.

(42)

Bab IV Tradisi Mitembeyan pada Masyarakat Desa Linggamukti. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta, selain itu dalam bab ini juga akan dibahas mengenai proses pelaksanaan upacara mitembeyan, tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara mitembeyan. Di samping itu, akan memaparkan upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta.

(43)

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji. Selain berupa simpulan, dalam bab ini juga memberikan suatu rekomendasi untuk beberapa pihak yang mempunyai kepentingan dalam bidang yang penulis kaji dengan tujuan untuk memberikan suatu pemecahan masalah dalam pengambilan keputusan selanjutnya agar diharapkan lebih baik kedepannya.

5.1 SIMPULAN

(44)

agar kelak di kemudian hari mereka tidak kesulitan dalam memberikan nafkah pada anak dan isteri melalui mata pencaharian pertanian.

Kedua masyarakat Desa Linggamukti merupakan masyarakat agraris yang

menggantungkan mata pencahariannya pada sektor pertanian. Mereka memiliki

kepercayaan sendiri terhadap padi yang memandang bahwa padi merupakan

sumber kehidupan manusia yang harus dijaga dan dimuliakan. Salah satu upaya

untuk menghormati dan memuliakan padi adalah dengan jalan menyelenggarakan

upacara adat Mitembeyan. Selain sebagai sumber kehidupan manusia, padi juga

harus dihormati dan dimuliakan karena di kalangan masyarakat Desa Linggamukti

masih terdapat kepercayaan bahwa padi merupakan jelmaan dari Dewi Sri atau

disebut juga Nyi Pohaci.

Upacara adat mitembeyan hingga saat ini masih dilaksanakan oleh

masyarakat di Desa Linggamukti. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat

Linggamukti masih memegang teguh adat kebiasaan leluhur mereka, yaitu suatu

kebudayaan yang telah turun temurun diwariskan dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Mitembeyan merupakan upacara yang dilakukan sebelum atau sesudah

mengerjakan sesuatu, tetapi kebanyakan yang dikatakan adat mitembeyan adalah

pekerjaan atau ritual yang dikerjakan dan dimulai sebelum mengerjakan sesuatu

seperti menanam padi. Latar budaya munculnya adat mitembeyan dari pola

kehiduan masyarakat yang ada di Desa Linggamukti yang merupakan rasa syukur

atau permisi dalam artian segala sesuatu yang akan dimulai harus pamit dulu dan

tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara mitembeyan mempunyai

pengaruh terhadap kehidupan masyarakat setempat sangat besar, yaitu

menimbulkan kegotong royongan, saling mengasihi, memberi dan menyayangi

serta musyawarah untuk mencapai mufakat.

(45)

satunya dilakukan oleh wali puhun atau ketua adat dengan cara mengajarkan

bagaimana cara pelaksanaan upacara tersebut kepada sanak saudaranya atau pada

masyarakat lain yang dianggap mampu menggantikannya jika ia sudah tutup usia.

Wali puhun atau ketua adat merupakan orang yang paling memiliki peranan dalam

melestarikan upacara mitembeyan tersebut. Selain itu, upaya yang dilakukan tidak

hanya oleh masyarakat pelaksanaan upacara saja, melainkan dari pemerintah

setempat. Mengingat bahwa melestarikan sebudah kebudayaan daerah adalah

tanggung jawab bersama sebagai pendukung perkembangannya.

Upacara mitembeyan tidak mendapatkan pengaruh dari kebudayaan lain, karena setiap daerah atau tempat mempunyai adat mitembeyan yang berbeda-beda. Adat mitembeyan di Desa Linggamukti bisa dikatakan original atau tidak terpengaruh oleh budaya-budaya lain. Adapun sesajen itu karena mengikuti jaman dan mempunyai penyajian yang sama dengan budaya lain, hanya dulu kalau sesajen memakai daun sekarang karena modern menggunakan plastik atau kertas yang penting mengandung arti yang sama.

Upacara adat mitembeyan mempunyai beberapa fungsi bagi masyarakat Linggamuki, yaitu fungsi sarana pendidikandan fungsi wahana upacara (ritual). Upacara adat mitembeyan berfungsi sebagai sarana pendidikan, karena upacara adat mitembeyan dapat dijadikan sebagai media untuk mentransfer nilai-nilai budaya dalam menyampaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Melalui pendidikan, upacara adat mitembeyan berperan untuk memenuhi kebutuhan estesis, mengajak masyarakat untuk melestarikan ilmu pertanian melalui seperangkat alat pertanian yang diberikan secara simbolis dan menanamkan pada generasi muda.

(46)

juga, bertujuan untuk menyampaikan rasa terima kasih atau ungkapan rasa syukur masyarakat Desa Linggamukti kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberkahan panen yang melimpah. Selain itu dikatakan sebagai wahana ritual karena dapat membangkitkan emosi keagamaan, menimbulkan rasa aman, dan selamat bagi masyarakat pendukungnya.

Keempat, dalam tatanan masyarakat Linggamukti mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kemajuan pertaniannya. Keberadaan upacara mitembeyan dirasakan bagi masyarakat Linggamukti mempunyai nilai-nilai yang berguna bagi pedoman hidup, diantaranya gotong royong, moral, religi, sosial-budaya dan sejarah. Keberadaan upacara mitembeyan sampai saat ini masih bertahan dan berfungsi sebagai sarana upacara penduduk Desa Linggamukti dalam mewujudkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas keberhasilan masyarakat Linggamukti dalam bercocok tanam. Dilaksanakannya upacara tersebut juga bertujuan untuk memberi motivasi bagi para petani agar lebih giat bekerja di musim tanam berikutnya.

Selama kurun waktu 1984-2005, upacara adat mitembeyan mengalami

beberapa perubahan yaitu dahulu upacara mitembeyan menggunakan daun

mamangkokan (daun yang berbentuk seperti mangkok) sebagai wadah

menyimpan alat-alat sesajen, namun sekarang sudah diganti dengan wadah lain

yaitu mangkok atau gelas tetapi masih mempunyai makna yang sama.

5.2 SARAN

(47)

Kemajuan dan kemandirian sebuah upacara adat tradisional khususnya upacara mitembeyan, kiranya tidak dapat lepas dari peranan kebijakan pemerintah daerah setempat. Sehubungan dengan itu, Pemda Kabupaten Purwakarta hendaknya senantiasa terus menggalangkan promosi-promosi wisata budaya ke daerah lain dan juga memberikan dukungan untuk perkembangan upacara-upacara tradisional yang mendukungnya yang masih bertahan sampai saat ini.

2. Bagi Masyarakat Pendukung Upacara Mitembeyan

(48)

Bandung: Kiblat.

Cohen, B. (1992). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rhineka Cipta.

Ekadjati, E. (1984). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Pasaka.

Ekadjati, E. (2007). Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Garna, J.K. (2008). Budaya Sunda; Melintasi Waktu Menantang Masa Depan. Bandung: Lembaga Penelitian UNPAD.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press.

Haryanto, T. (2007). Menuju Masyarakat Swadaya dan Swakelola. Klaten: Cempaka Putih.

Ismaun. (2005). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.

Kayam, U. (1981). Seni, Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. (1990). Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. (2008). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

(49)

Octaviany Maulida , 2015

Mustafa, H. (2010). Adat Istiadat Sunda Edisi Ketiga Terjemahan Maryati Sastrawijaya. Bandung: PT. Alumni.

Nazsir, N. (2008). Sosiologi: Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.

Prasetya, J. (2011). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rachmat, K. (2001). Materi Dasar Ilmu Budaya Sunda. Bandung: Universitas Pasundan.

Rohidi, R. T. (2000). Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STSI. Rosidi, A. (1984). “Ciri-ciri Manusia dan Kebudayaan Sunda” dalam Ekadjati,

E. Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Pasaka. Rostiyanti, A. (1995). Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat

Pendukungnya Masa Kini. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Scott, J.C. (1983). Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3S.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soekanto, S. (1983). Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Chalia Indonesia.

Soekanto, S. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo.

Soemardjan, S danSoemardi, S. (1964). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

Subagjo. (1981). Agama Asli Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Suparlan, P. (1982). Kebudayaan, Masyarakat, dan Agama Dalam Pengetahuan Budaya Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PLPA.

Surjadi. (2010). Masyarakat Sunda Budaya dan Problema. Bandung: Alumni. Sutrisno dan Putranto. (2007). Teori-Teori Keudayaan. Yogyakarta: Kanisius

(50)

Tim Penyusunan Karya Ilmiah. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Yoeti, O.A. (1985). Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Jakarta: Angkasa.

Jurnal:

Ardana, I. M. (2003). “Budaya Lokal dalam Konteks Globalisasi”. Jurnal Dinamika Kebudayaan. Denpasar: universitas Uudayana. 5. (1), 38-48. Soedarsono. (1995). “Transformasi Budaya”.Jurnal Seni Budaya. Denpasar:

STSI. (3). 20-30.

Walujo, K. (2000). “Pola Perilaku Menonton Wayang Kulit”. Jurnal Seni Budaya. Denpasar: STSI. (8), 56-76.

Sumber Skripsi:

Hodijah. (2006). Upacara Adat Ruwatan Bumi di Kampung Banceuy Kabupaten Subang: Suatu Kajian Historis Terhadap Tradisi Masyarakat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

(51)

Octaviany Maulida , 2015

Widaningsih. (2013). Perkembangan Upacara Nadar di Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun 1985-2005: Suatu Kajian Historis Terhadap Tradisi Mayarakat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

HTML atau yang merupakan singkatan dari Hypertext Mark Up Language adalah bahasa standar pemrograman untuk membuat suatu website yang bisa diakses dengan internet.. Dengan

pembelajaran yang ingin dicapai. 2) Guru kurang mengkondisikan siswa ketika menyampaikan hasil diskusi di depan kelas sehingga siswa hanya sekedar membaca hasil diskusi.

Adapun kualitas kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing masuk dalam kategori cukup dan

Dasar Perbandaran Negara akan dijadikan teras utama dalam semua aktiviti perancangan dan pembangunan bandar di Semenanjung Malaysia termasuk penyediaan rancangan- rancangan

Hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non-yuridis, disamping pertimbangan yang bersifat yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah

Krim yang mengandung ekstrak teripang pasir berpotensi untuk dikembangkan sebagai krim antiacne untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus and

Tujuan Uji Disolusi tablet Paracetamol dengan metode dayung ini adalah untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terlepas dari tablet Paracetamol

[r]