• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi kudangan perkawinan Betawi dalam perspektif hukum Islam (studi kasus Kelurahan Benda Baru Kec. Pamulag)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi kudangan perkawinan Betawi dalam perspektif hukum Islam (studi kasus Kelurahan Benda Baru Kec. Pamulag)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

MUHASIM

204044103048

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL ALSYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIFHIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)

TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(STUDI KASUS KELURAHAN BENDA BARU KEC. PAMULANG)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

MUHASIM 204044103048

Di bawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag 197 112 121 995 031 001

Kamarusdiana, S.Ag, M.H 197 202 241 998 031 003

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL ALSYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIFHIDAYATULLAH

J A K A R T A

(3)

telah diujikan dalam munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program

Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah (Peradilan Agama).

Jakarta, 10 Desember 2009 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum

Prof. DR. H.Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP 195 505 051 982 031 012

Panitia Ujian

1. Ketua : Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM (...)

NIP 195 505 051 982 031 012

2. Sekretaris : Drs H. Ahmad Yani, MAg (...)

NIP 196 404 121 994 031 004

3. Pembimbing I : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag (...)

NIP 197 112 121 995 031 001

4. Pembimbing II : Kamarusdiana, S.Ag, MH (...)

NIP 197 202 241 998 031 003

5. Penguji I : Drs H. Ahmad Yani, MAg (...)

NIP 196 404 121 994 031 004

6. Penguji II : Dr. Alimin, M.Ag (...)

(4)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat beserta salam senantiasa melimpah kepada Nabi Muhammad

SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu

dan tempat sampai akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis

jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya,

kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat

teratasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan kali ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak. Prof. Dr. H. Amin Suma. SH. MA. MM., sebagai Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak. Drs. H. A. Basiq Jalil. SH. MA, sebagai Ketua Program Studi

Ahwal al Syakhshiyyah Fakultas Syaria’ah dan Hukum.

3. Bapak Dr H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag dan Bapak Kamarusdiana,

S.Ag.M.A sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran yang tulus

(5)

4. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey. SH. MA., dan Bapak. Drs. Ahmad Yani,

M. Ag., sebagai Ketua Kortek dan sekertaris Kortek program Non

Reguler, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya yang senantiasa sabar memberikan banyak masukan serta do’a

yang tak kunjung henti, semoga Allah SWT membalas dengan ganjaran

yang berlipat. (Amiiin)

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pada lingkungan Ahwalul Syakhshiyyah

Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.

6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik Perpustakaan Fakultas dan

Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai

bahan rujukan skripsi.

7. Ucapan terimakasih penulis haturkan secara khusus kepada kedua orang

tua ku Bapak Mitar dan Ibu Asenih, yang senantiasa memberikan

dukungan penuh baik berupa materil maupun spirituil, dan selalu

mengiringi setiap langkah ku dengan do’a yang tulus ikhlas, sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi.

8. Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Tiwi calon istriku yang

selalu memotifasi diriku dalam pembuatan skripsi ini.

(6)

  iii

9. Tidak terlupa kuucapkan terimakasih pada teman-teman ku; Achdi

Gufron, Mirzan, Jaenuddin, Agus Khaeroni, Ma’mun, Aldy, Benny,

Sammy dan semua rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membimbing dan membantu penulis mendapat balasan yang berlimpah ruah dari

Allah SWT. Dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca pada umumnya. Jazakumullah Khairon Katsiiron

Jakarta, 23 November 2009 M 06 Djulhijjah 1430 H

(7)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta , 30 November 2009

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Review Studi terdahulu ... 7

E. Metodelogi Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan ... 13

B. Rukun dan Syarat Perkawinan ... 20

C. Tujuan dan Hikmah Perkawinaan ... 23

D. Segi-segi ta`abudi dalam pemberian mahar dan harta bawaan 25

BAB III KONDISI OBYEKTIF DESA BENDA BARU A. Keadaan Geografis Desa Benda Baru ... 32

B. Keadaan demografis Desa Benda Baru ... 34

(9)

v

BAB IV PERSPEKTIF HUKUM TENTANG TRADISI KUDANGAN

DALAM PERKAWINAN ADAT BETAWI

A. Hakekat Perkawinan Adat Betawi ... 41

B. Tradisi Kudangan Perkawinan Adat Betawi ... 43

C. Dampak Negatif dan Positif dari Pemberian Kudangan ... 50

D. Perspektif Hukum Islam dalam Pemberian Kudangan ... 51

E. Analisis ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-undang No.l Tahun 1974 tentang perkawinan Bab I pasal

1 ditegaskan bahwa, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa”1

dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab II Pasal 2 disebutkan bahwa"

Perkawinan menurut hukum Islam, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqah

gholidhah untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan

ibadah.” Lebih lanjut dalam KHI pasal 3 dinyatakan bahwa, “Perkawinan

bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah

dan rahmah”.2 Dalam persepsi lain, Dr. Musa Subaiti mendefinisikan keluarga

sebagaimana keluarga Nabi Muhammad SAW yang menanamkan ajaran-ajaran

yang membimbing menuju kebahagian yang diimpikan oleh semua orang, lebih

dari itu dapat mengambil faedah dari akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah

SAW.3

1

Abdul Rahman, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan, (Jakarta; Akademika Preside, 1986) h. 12

2

Departemen Agama Rl, Kompilasi Hukum Islam Inpres RI No. 7, (Jakarta; Departemen AgamaRI2001)h.7

3

Mussa Subaiti, Akhlak Keluarga Nabi Muhammad SAW.(Jakarta Lentera, 1996)

(11)

Perkawinan merupakan suatu ketentuan yang menjadikan sunahtullah bagi

manusia yang berlaku universal bagi seluruh mahluknya yang bernyawa. Islam

memandang perkawinan tidak sekedar wahana bertemunya dua insan yang

berbeda jenis dan tidak pula sekedar sarana pemuas nafsu yang membara dalam

setiap manusia. Islam mempunyai pandangan yang lebih dalam, mendasar dan

menuju kepada sarana yang terarah.4

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang dilakukan sejak zaman nabi

Adam AS, dan dilakukan manusia secara turun temurun. Hal itu dikarenakan

perkawinan merupakan salah satu pokok kebutuhan manusia yang dituntut secara

naluri, selain itu perkawinan merupakan jalan mencari kebutuhan dan

ketentraman jiwa.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 21 :

)

ﺮﻟا

و

م

:

21

(

Artinya: ''Dan diantara tanda-tanda kebesaran karunia-Nya (Allah) dikaruniakannya bagimu dari jenismu sendiri pasangan hidup (istri / suami) agar kamu merasa tentram dengannya.... " (Q.S. Ar-Rum: 21)

4

(12)

3

Dari ayat di atas dapat kita fahami bahwa perkawinan merupakan

sunahtullah yang memang menjadi kebutuhan hidup untuk mencapai kebahagian

dunia dan akhirat.5

Dalam masyarakat dan kebudayaan Betawi, perkawinan merupakan saat

yang dianggap penting dalam lingkungan individu anggota masyarakatnya. Oleh

karena itu perkawinan adalah salah satu peristiwa sangat penting dalam

kehidupan masyarakat, terutama pada masyarakat Betawi. Itu dilihat dari

persiapan mulai dari acara sebelum perkawinan ataupun setelah perkawinan diatur

sedemikian rupa. Perkawinan menandai suatu saat peralihan dari usia remaja

ketingkat hidup yang lebih dewasa dan bertanggunga jawab yaitu dengan

membentuk keluarga.

Masyarakat Betawi adalah suatu masyarakat yang mendiami daerah

Jakarta pada masa mulai berdirinya Jayakarta akibat takluknya Bangsa Portugis,

wilayah Batavia pada mulanya hanya berkisar pada daerah yang menurut Ridwan

Saidi hanya sekitar kali sentries.6

Namun kini Jakarta semakin di perluas dengan melalui beberapa

pemekaran wilayah, saat ini wilayah Jakarta meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Utara

sampai Kepulauan Seribu, Jakarta Timur sampai perbatasan Bekasi, Jakarta Barat

sampai perbatasan Tangerang, dan Jakarta Selatan berbatasan dengan kotip

Depok.

5

Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta; CV. Indah Press, 1996)

6

(13)

Dalam pemetaan budaya Betawi secara geografis, sangat berkaitan erat

dengan penentuan batas wilayah pemakaian bahasa Betawi, pemetaan bahasa

dilakukan berdasarkan anggapan bahwa wilayah biasanya identik dengan wilayah

budaya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa seni Betawi tumbuh dan berkembang

pula di wilayah bahasa/budaya melayu sekitar wilayah DKI Jakarta.

Kesamaan dalam bahasa tersebut juga merupakan kesamaan dalam tradisi

masyarakat seperti dalam makanan tradisional, seni tari, seni pencak silat dan

musik, bahkan adat budaya.7

Kebudayaan masyarakat Betawi yang banyak dipengaruhi oleh

kebudayaan-kebudayaan asing seperti kebudayaan Arab, Cina, dan Belanda,

ataupun kebudayaan - kebudayaan yang masuk dari wilayah Indonesia itu sendiri

seperti Makasar, Sunda, Jawa hanya menjadi corak berorentasi kepada etika

Islam.8

Tradisi perkawinan di kalangan masyarakat Betawi itu sudah ada sejak

abad lampau adanya masyarakat Betawi, budaya dan tata tertib perkawinan

dipertahankan oleh anggota masyarakat dan para pemuka terdahulu. Perkawinan

dalam masyarakat Betawi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap sebelum

perkawinan, saat perkawinan dan sesudah perkawinan. Acara sebelum

perkawinan seperti peminangan, peminangan dalam masyarakat Betawi dianggap

7

Sarjomihardjo Abdul Rahman, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta,(Jakarta: Dinas Musium dan Sejarah, 1997) h. 64

8

(14)

5

suatu hal yang sangat penting. Sedangkan yang dilakukan acara pelaksanaan

terdiri dari seserahan, pesta perkawinan dan malam-malam hiburan. Tahapan

yang terakhir acara setelah perkawinan seperti syukuran tiga hari perkawinan

dengan mendatangi keluarga dari pihak laki-laki.

Namun ada yang berbeda dalam tradisi perkawinan adat Betawi, dimana

ada tradisi kudangan yaitu salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki –

laki yang akan menikahi seorang perempuan, permintaan pihak perempuan

tersebut bersumber dari orang tua pihak perempuan ketika perempuan tersebut

masih kecil meminta sesuatu kepada orang tuanya tetapi orangnya tidak dapat

memenuhinya, maka timbullah suatu ucapan atau perkataan dari orang tua

perempuan untuk memberikannya ketika ia akan nikah nanti, yang menjadi

permasalahan yaitu apakah kudangan dapat dikategorikan sebagai mahar.9

Dalam istilah ahli fiqih mahar adalah pemberian wajib yang diberikan

oleh calon suami kepada calon istrinya yang merupakan tanda persetujuan dan

kerelaan dari mereka untuk hidup sebagai suami istri.

Dari permasalahan tersebut di atas dapat timbul suatu pertanyaan, Apakah

status hukum yang terdapat dalam kudangan tersebut, oleh karena itu, dalam

skripsi ini penulis memilih judul “TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN

BETAWI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.(STUDI KASUS

KELURAHAN BENDA BARU KEC. PAMULANG)

9

(15)

B. Pembatasaan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari uraian di atas, tergambar dengan jelas bahwa inti pembahasan

skripsi ini adalah status hukum dari tradisi kudangan pekawinan adat Betawi

dalam tinjauan hukum Islam.

Untuk memfokuskan pembahasan tersebut, penulis merasa perlu

menegaskan batasan-batasan masalahnya, sehingga diharapkan tidak terjadi

kesalahpahaman antara penulis dan pembaca pada umumnya.

Pertama, tentang hukum Islam, sebagaimana tertulis dalam judul

skripsi ini. Hukum Islam yang dimaksud oleh penulis adalah setiap ketentuan

agama yang datang dari Allah SWT, baik secara langsung ataupun tidak

langsung, yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf dalam suatu

bentuk keharusan, pilihan atau wadl’i, karena itu yang termasuk dalam

pengertian hukum Islam disini adalah syari’at dan fiqh.10

Kedua, tentang kudangan. Pengertian kudangan pada skripsi ini adalah

ucapan atau janji orang tua wanita terhadap anaknya ketika wanita tersebut

masih kecil, untuk memberikan sesuatu yang harus dipenuhi oleh pihak

laki-laki yang mau melamarnya.

2. Perumusan Masalah

10

(16)

7

Untuk mempertegas arah pembahasan dalam skripsi ini hingga sampai

kepada suatu kesimpulan yang akurat, Maka pembahasannya dirumuskan

sebagai berikut:

a. Bagaimana tradisi kudangan menurut hukum Islam ?

b. Apakah dapak positif dan negatif dari kudangan tersebut?

c. Apakah kudangan dapat dikategorikan sebagai mahar?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian dalam karya tulis ini mempunyai tujuan;

1. Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum Islam terhadap tradisi kudangan

perkawinan Betawi.

2. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari pemberian kudangan.

3. Untuk mengetahui sejauhmana kudangan dapat dikategorikan sebagai mahar.

Sedangkan kegunaan penulisan ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi positif dari sisi:

1) Akademis, sebagai referensi dalam mempelajari dan mengamati tradisi adat

Betawi, khususnya dalam perihal perkawinan.

2) secara praktis, memberikan rangsangan kepada umat Islam, Alim ulama dan

khususnya masyarakat Betawi untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai tradisi

perkawinan adat Betawi, serta dapat dijadikan bahan acuan dan perbandingan

dalam hukum nasional.

(17)

No Judul Skripsi Pengarang Pokok pembahasan Perbedaan 1 2 3

Pandangan hukum Islam terhadap resepsi

perkawinan adat

Betawi(studi kasus desa kenanga Kec.Cipondoh) Walimatul`urs perkawinan adat Betawi(Studi kasus daerah Bekasi Barat)

Tinjauan hukum Islam terhadap Khutbah nikah(Studi kasus disetu Babakan kelurahan Srengseng Sawah) Ahmad Fadilah Arpah Andy Pathoni Ruang lingkup adat Betawi dalam resepsi perkawinan Acara pelaksanaan resepsi pada perkawinan adat Betawi Membahas tradisi dua khutbah penyerahan dan penerimaan Masalah harta bawaan yang diberikan kepada pihak wanita Harta bawaan yang diminta oleh pihak wanita Permintaan pihak wanita kepada pihak laki-laki

Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya

dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Pembahasan dari skripsi di atas hanya

membahas pandangan hukum Islam terhadap acara resepsi pernikahan adat Betawi,

sedangkan penulis akan membahas permintaan atau syarat pihak perempuan yang

akan dinikahi oleh pihak laki-laki.

E. Metodelogi Penelitian

1. Jenis Pendekatan Penelitian

Mengingat kajian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk

skripsi, penulis berusaha mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang

benar. Untuk itu penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

(18)

9

langsung kehidupan masyarakat Pamulang kelurahan Benda Baru, yang

melakukan kudangan dalam perkawinan adat Betawi.

2. Sumber data

Lazimnya sebuah penelitian dapat dibedakan antara data yang

diperoleh dari lapangan dan dari bahan perpustakaan, antara lain sebagai

berikut:

a. Data primer atau data dasar adalah data yang diperoleh secara langsung

dari masyarakat baik yang dilakukan secara wawancara, observasi atau

yang lainnya.11 Data yang langsung dari sumbernya yakni prilaku

masyarakat melalui penelitian, kemudian diamati dan dicatat untuk

pertama kalinya oleh peneliti yang berhubungan dengan obyek penelitian

yang dihadapi. Contoh yang termasuk dalam data ini adalah sejarah dan

letak geografls penelitian.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau berasal dari bahan

perpustakaan.12 Data ini biasanya untuk melengkapi data primer,

mengingat bahwa data primer dapat dikatakan sebagai data praktek yang

ada secara langsung dalam praktek dilapangan karena penerapan secara

teori.

3. Teknik Pengambilan Data

11

Soejono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia(UI. Pers), Jakarta 1996, hal 12.

12

(19)

Teknik pengambilan data yang digunakan untuk penelitian ini

meliputi:

a. Wawancara

Wawancara dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan kepada

masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan informasi

dengan bertanya langsung pada responden yaitu tokoh-tokoh masyarakat

adat Betawi di kelurahan Benda Baru Pamulang tentang tardisi kudangan.

b. Observasi

Obsevasi merupakan sebuah proses penelitian secara mendalam

untuk mengetahui tradisi perkawinan yang terjadi di masyarakat Betawi

setempat yang didalamnya terdapat tradisi kudangan. Untuk observasi

penulis menggunakan pedoman observasi dengan tujuan agar penelitian

lebih terarah.

c. Studi Dokumentasi

Penelitian dalam hal ini pengumpulan data melalui berkas-berkas,

arsip, majalah dan serta dokumentasi penting lainnya yang berhubungan

dengan skripsi ini.

4. Metode Analisis Data

Penulis dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif

analisis yaitu suatu tehnik analisis data dimana penulis menjabarkan data yang

diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Kemudian menganalisisnya

(20)

11

5. Tehnik Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman

skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2007.

1. Untuk referensi dari al Qur’an, penulis letakan diawal pada daftar pustaka,

urutan berikutnya disusun sesuai abjad.

2. Dalam penulisan kutipan ayat al Qur’an dan terjemahnya, ditulis dengan

satu spasi tanpa footnote.

3. Kutipan dari hadits dan terjemahnya ditulis satu spasi dengan footnote

hadistnya dan terjemahnya tanpa footnote.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “petunjuk penulisan skripsi, tesis dan

Disertasi” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan ini terdiri dari lima bab.

Adapun perinciannya sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Diantaranya meliputi: Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan

Penelitian, Review Studi Terdahulu , Metodelogi Penelitian serta

(21)

Bab II Perkawinan Dalam Hukum Islam diantaranya: Pengertian Perkawinan,

Rukun dan Syarat Perkawinan, Tujuan dan Hikmah Perkawinaan,

Segi-segi ta`abudi dalam pemberian mahar dan harta bawaan

Bab III Kondisi Obyektif Desa Benda Baru meliputi Keadaan Geografis Desa

Benda Baru, Keadaan demografis Desa Benda Baru, Keadaan

Sosiologis Desa Benda Baru.

Bab IV Perspektif Hukum Tentang Tradisi Kudangan dalam Perkawinan adat

Betawi diantaranya, Hakekat Perkawinan Adat Betawi, Pengertian

Kudangan Perkawinan Adat Betawi, Dampak Negatif dan Positif dari

pemberian Kudangan, Perspektif Hukum Islam tentang Pemberian

Kudangan,analisis.

(22)

BAB II

PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan menurut bahasa al-jam’u/ad-Dhomu, mengawinkan atau

menggabungkan, sedangkan menurut syara adalah suatu akad yang jelas dan

telah mencakupi atas rukun dan syaratnya. Menurut bahasa, nikah berarti

penggabungan dan percampuran. Sedangkan menurut istilah syari’at, nikah

berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya

hubungan badan menjadi halal. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya

dan berarti hubungan badan dalam arti majazi (metafora). Demikian

berdasarkan firman Allah SWT berikut ini:

... ...

)

ءﺎ ﻟا

:

25

(

Artinya: ...“Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka...”, (QS. An Nisa : 25)

Jadi, hubungan badan itu tidak boleh dilakukan hanya dengan seizin

semata. Di pihak yang lain, Abu Hanifah berpendapat, nikah itu berarti

hubungan badan dalam arti yang sebenarnya, dan berarti akad dalam arti

majazi.1

1

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hlm. 1

(23)

Dalil yang menjadi landasan pendapat pertama adalah ayat al-Qur’an,

bahwa kata nikah itu tidak diartikan kecuali akad, sebagaimana yang

ditegaskan az-Zamakhsyari dalam kitabnya, al-Kasysyaf, pada pembahasan

awal surat an-Nuur. Namun hal itu bertolak belakang dengan firman Allah

Ta'ala ini:

...

⌧ ⌧

)

ةﺮﻘ ﻟا

:

230

(

Artinya:... “Sehingga Ia menikah lagi dengan laki-laki yang lain...” (QS. A1-Baqarah:230)

Adapun tentang makna perkawinan itu secara definisi, masing-masing.2

Ulama Fiqih berbeda mengemukakan pendapatnya antara lain sebagai berikut:

a. Ulama Hanafiah, mendefinisikan perkawinan sebagai suatu akad yang

berguna untuk memiliki mut’ah dengan sengaja. Artinya seorang laki-laki

dapat menguasai perempuan dengan seluruh anggota badannya untuk

mendapatkan kesenangan atau kepuasan;

b. Ulama Syafi’iyah, bahwa perkawinan adalah suatu akad dengan

menggunakan lafal nikah atau zauj yang menyimpang arti memiliki wali,

artinya dengan perkawinan seseorang dapat memiliki atau mendapatkan

kesenangan dari pasangannya;

2

(24)

15

c. Ulama Malikiyah, bahwa perkawinan adalah suatu akad yang mengandung

arti mut’ah untuk mencapai kepuasan, dengan tidak mewajibkan adanya

harga;

d. Ulama Hanabilah, menyebutkan bahwa perkawinan adalah akad dengan

menggunakan lafal nikah atau tazwij untuk mendapatkan kepuasan dari

seorang perempuan dan sebaliknya.

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa hakekat

dari pendapat diatas, penulis memahami tidak ada perbedaan arti diantara para

ulama fiqh mengenai definisi tersebut. Karena yang menjadi pokok

permasalahan adalah “akad” (perjanjian) yaitu serah terima antara calon

mempelai wanita dengan calon mempelai pria dan ini terjadi hanya perbedaan

redaksinya saja. Secara keseluruhan dapat didifinisikan nikah menurut ulama

fiqh adalah akad yang ditetapkan oleh syara untuk diberikan kepada pria, hak

penggunaan kehormatan wanita dan seluruh tubuhnya untuk kenikmatan

sebagai tujuan primer.3

Perkawinan adalah suatu cara untuk menempuh kehidupan bersama

antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang melibatkan berbagai

pihak demi melangsungkan ketentraman dan kebahagiaan hidup yang

tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang tercantum dalam

pasal 1 sebagai berikut:

3

(25)

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”4

Mencermati perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun

1974, diatas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur perkawinan itu

adalah sebagai berikut:

1) Perkawinan dilakukan oleh dua jenis kelamin yang berbeda, artinya tidak

boleh perkawinan di Indonesia satu jenis seperti: laki-laki dengan laki-laki

dan perempuan dengan perempuan. Perkawinan tersebut lebih dikenal

dengan istilah gay, homosexual, atau lesbi.

2) Perkawinan berdasarkan agama-agama yang dianut di Indonesia atau

dengan kata lain berdasarakan Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh sebab itu

tidak ada perkawinan di Indonesia yang dilangsungkan diluar ajaran

masing-masing agama pemeluknya.

3) Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal.5 Artinya mencapai kebahagiaan untuk selama-lamanya

dan tidak diakhiri dengan perceraian, oleh sebab itu haruslah antara

pasangan suami istri ada kaitan lahir batin yang sangat dalam, sehingga hak

dan kewajiban masing-masing suami istri berjalan sebagaimana mestinya.

4

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam), Jakarta PT. Bulan Bintang 1994, cet. Ke-2, h. 105

5

(26)

17

Dari unsur-unsur tadi bahwa pengertian yang terkandung dalam

Undang-Undang No 1 tahun 1974 ini, bersifat umum artinya untuk semua agama yang

ada di Indonesia.

Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan yaitu

akad yang sangat kuat atau mitsaqah gholidhah untuk mentaati perintah Allah

dan melaksankannya merupakan ibadah. Dan tujuannya untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, rahmah.

Jadi prinsipnya pergaulan suami istri itu hendaklah:

a. Pergaulan yang makruf (pergaulan yang baik) yaitu saling menjaga rahasia

masing-masing;

b. Pergaulan yang sakinah (pergaulan yang aman tentram);

c. Pergaulan yang mengalami rasa mawaddah (saling mencintai) terutama

dimasa muda (remaja);

d. Pergaulan yang disertai rahmah (rasa santun menyantuni) terutama setelah

masa tua.6

2. Dasar Hukum Perkawinan

Hukum dasar perkawinan adalah mubah, sesuai dengan firman Allah:

6

(27)

)

رﻮ ﻟا

:

(

Dan nikah (akad)-kanlah orang-orang yang tidak mempunyai jodoh di antara kamu (yang merdeka) dan orang-orang yang layak (bernikah) dan hamba-hamha sahayamu yang perempuan. Jika kamu adalah fakir niscaya Allah akan mencukupkanmu dengan sebagian karunianya, dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS. an-nuur/ 24: 32).

Dari pada itu hukum nikah mungkin akan menjadi wajib, atau sunnah,

makruh, ataupun haram sesuai dengan keadaan orang yang akan kawin.7

a. Wajib

Orang yang diwajibkan kawin adalah orang yang mempunyai

kesanggupan untuk kawin sedang ia khawatir terhadap dirinya akan

melakukan perbuatan yang dilarang Allah. Dan pernikahan adalah jalan

satu-satunya untuk mencegah dan menghindarkan dari melakukan hal

tersebut. Berdasarkan hadits Nabi s.a.w:

ْ

ْﺪ

ﷲا

ْ

ْ

ْﻮ

د

ر

ﷲا

ْ

ﻰﻟﺎ

:

لﺎ

ر

ْﻮ

ل

ﷲا

ﷲا

ْ

و

ْ

ﻟا

بﺎ

،

ْ ا

عﺎ

ْﻜ

ْﻟا

ءﺎ

ة

ﻓْ

و

ْج

ﻓﺈ

أ

ﻟْ

وأ

ْ

ﻟْ

ْﺮ

ج

،

و

ْ

ﻟْ

ْﺘ

ْ

ْ

ﻟﺎ

ْﻮ

م

ﻓﺈ

و

ءﺎ

)

و

يرﺎﺨ ﻟا

اور

(

8

"Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, telah berkata kepada kami rasulullah: Hai sekalian pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah sanggup kawin, maka hendaklah la kawin. Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama) dan

7

Kamal Muhtar, .Asas–Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Ibid, h. 15-17.

8

Maksud albaata dalam hadits ini para ulama berbeda pendapat, menurut pengarang buku ini

pendapat yang paling kuat dalam al-Ijma’ (setubuh),….bahwa barang siapa yang tidak mampu

menahan rasa persetubuhan ini maka hendaklah berpuasa. Assayyid Imam Ahad Ibn Ismail al-Kahlani,

(28)

19

Memelihara faraj. Dan barang siapa yang tidak sanggup maka hendaklah la berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya. (HR. Bukhari dan Muslim).

b. Sunnah

Orang yang disunahkan kawin adalah orang yang mempunyai

kesanggupan untuk kawin dan sanggup memelihara diri dari

kemunungkinan melakukan perbuatan yang terlarang. Sekalipun demikian

perkawinan adalah lebih baik baginya, karena Rasulullah S.A.W melarang

hidup sendirian tanpa kawin. Sebagaimana sabdanya:

ﺎآ

ن

ر

ْﻮ

ل

ﷲا

ﷲا

ْ

و

ْﻟﺎ

ءﺎ

ة

و

ْﻬ

ﺘﻟا

ْﻬً

ﺪْ

ًﺪ

و

ا

ْﻮ

ل

و

ْﻮ

ْا

ا

ﻮﻟ

د

ْو

د

ْا

ﻮﻟ

ﻟْﻮ

د

ﻓﺈ

ْ

ﺛﺎ

ْا

ﺔ ﺎ ﻘْﻟا

مْﻮ

ءﺎ ْ

)

نﺎ ﻟا

او

يرﺎﺨ ﻟا

اور

(

9

"Adalah Rasullah s.a.w memerintahkan kita kawin, melarang dengan sangat hidup sendirian tanpa kawin, dan beliau bersabda: Kawinlah wanita-wanita yang menyayangi dan sabar, maka sesungguhnya aku berbangga hati dengan kamu di hari kiamat”. (H.R. Bukhari dan Ibnu Hiban).

c. Makruh

Orang yang makruh untuk melangsungkan perkawinan adalah

orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada, hakekatnya

orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin, dibolehkan untuk

melangsungkan perkawinan, tetapi ia tidak dapat mencapai tujuan

9

(29)

...

)

رﻮ ﻟا

:

33

(

Artinya : “hendaklah menahan diri orang-orang yang tidak memperoleh (alat-alat) untuk nikah, hingga Allah

mencukupkan dengan sebagian karunianya..”(Q.S.

An-Nur/24:33)

d. Haram

Orang yang diharamkan untuk kawin itulah orang-orang yang

mempunyai kesanggupan untuk kawin, tetapi kalau ia kawin dapat

menimbulkan kemudlaratan terhadap pihak yang lain, seperti orang yang

gila, orang yang suka membunuh, atau mempunyai sifat-sifat yang dapat

membahayakan pihak yang lain dan sebagainya.

B. Rukun dan Syarat perkawinan

Rukun dan syarat-syarat perkawinan adalah seperti yang dikemukakan oleh

Khalil Rahman sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Rofiq, M.A. dalam

bukunya Hukum Islam di Indonesia yaitu:10

1. Adanya calon suami, syarat-syaratnya:

a. Beragama Islam;

b. Laki-laki;

10

(30)

21

c. Tertentu orangnya;

d. Dapat memberikan persetujuan;

e. Tidak terdapat halangan perkawinan.

2. Adanya calon istri, syarat-syaratnya:

a. Beragama Islam;

b. Perempuan;

c. Jelas orangnya;

d. dapat dimintai persetujuannya;

e. Tidak terdapat halangan perkawinan.

3. Adanya akad (ijab qabul), syarat-syaratnya:

a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali;

b. Adanya pernyataan penerimaan/calon mempelai pria;

c. Memakai kata-kata nikah/tazwij atau terjemahan dari kata nikah/ tanwij;

d. Antara ijab dan qabul bersambungan;

e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya;

f. Orang yang berkait dengan ijab qabul tidak sedang dalam ihram

haji/umrah;

g. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang, yaitu:

calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita atau

wakilnya, dan dua orang saksi.

4. Adanya wali, syarat-syaratnya:

(31)

b. Dewasa;

c. Mempunyai hak perwalian;

d. Tidak terdapat halangan perkawinan.

5. Adanya dua orang saksi, syarat-syaratnya:

a. Minimal dua orang laki-laki;

b. Hadir dalam ijab qabul;

c. Dapat mengerti maksud akad;

d. Islam;

e. Dewasa.

Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa rukun nikah ada lima

macam, yaitu:11

a. Wali dari pihak perempuan;

b. Mahar (maskawin);

c. Calon pengantin laki-laki;

d. Calon pengantin perempuan;

e. Sighat akad nikah.

Adapun beberapa ketentuan untuk terlaksananya. akad nikah dengan

baik yakni yang menentukan sah atau tidaknya perkawinan adalah:

1. Ijab qabul;

2. Wali pihak perempuan;

3. Persetujuan kedua mempelai;

11

(32)

23

4. Calon pengantin laki-laki harus hadir sendiri dalam melaksanakan akad

nikah;

5. 2 (dua) orang saksi.

C. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

1. Tujuan Perkawinan

Sebagaiman hukum-hukum yang lain ditetapkan dengan tujuan tertentu

sesuai dengan tujuan terbentuknya, demikian pula halnya dengan syari`at

Islam, mensyari`atkan perkawinan dengan tujuan – tujuan tertentu pula,

diantaranya tujuan–tujuan itu ialah:12

a. Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan

menyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga-keluarga

dibentuk umat, ialah umat nabi Muhammad SAW umat Islam;

)

ﻟا

:

72

(

Artinya : “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah"

(Q.S : An-Nahl:72)

12

(33)

b. Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT

mengerjakannya;

c. Untuk menimbulkan rasa cinta antar suami istri, menimbulkan rasa kasih

sayang antar orang tua dengan anaknya dan antara seluruh anggota

keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga ini akan dirasakan

pula dalam masyarakat atau umat, sehingga terbentuklah umat yang

diliputi cinta dan kasih sayang;

d. Untuk menghormati atau mengikuti sunah Rasulullah SAW, beliau

mencela orang-orang yang berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun

beribadah setiap malam dan tidak akan kawin – kawin sebagaimana sabda

beliau:

ْ ﻓ

ﻰﺘ

ْ

ﻏر

ْ ﻓ

)

و

يرﺎﺨ ﻟا

اور

(

Artinya : “Maka barang siapa yang benci kepada sunah-Ku bukanlah ia termasuk (umatku)” (H.R. Bukhari dan Muslim)

e. untuk membersihkan keturunan. Keturunan yang bersih, yang jelas ayah,

kakek, dan sebagainya. Semua itu hanya dapat diperoleh dengan

perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang–orang yang

bertanggung jawab terhadap anak–anak, yang akan memelihara dan

mendidik sehingga menjadilah ia seorang muslim yang dicita-citakan.

(34)

25

Adapun hikmah perkawinan menurut Sayyid Sabiq dalam fiqh

sunnahnya yaitu13:

a. Perkawinan sebagai sarana yang legal untuk pemenuhan kebutuhsan

biologis manusia. Dengan demikian manusia berbeda dengan binatang

dalam dalam menyalurkan seksnya. Perkawinan secara tidak langsung

menciptakan manusia yang memiliki moralitas yang tinggi dan bisa

menjaga mata serta kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan agama.

b. Perkawinan adalah cara terbaik untuk melestarikan keturunan, memiliki

keturunan merupakan keinginan fitrah manusia;

c. Perkawinan akan membantu proses pendewasaan, memupuk tabiat

keibuan dan kebapakan dengan cara mengurus anak. Dengan menikah

akan tumbuh rasa kasih sayang dan kelembutan yang berguna untuk

berinteraksi sosial dalam komunitas sosial;

d. Perkawinan dapat memotifasi gairah hidup dan semangat kerja suami istri

akan berkobar demi membesarkan anak sebagi titipan Allah SWT dan

(khususnya bagi suami) untuk menafkahi istri dan anaknya;

e. Perkawinan dapat melahirkan pembagian kerja antara suami dan istri;

f. Perkawinan merupakan sarana untuk menciptakan ikatan-ikatan

kekeluargaan dan persaudaraan yang sangat dianjurkan oleh Islam;

13

(35)

g. Perkawinan merupakan sarana untuk membentuk sebuah bangsa, karena

dengan perkawinan akan terbentuk sebuah keluarga yang merupakan

bagian terkecil dari sebuah bangsa.

D. Segi-segi Ta’abudi dalam Pemberian Mahar dan Harta Bawaan

Mahar atau Shadaq dalam hukum perkawinan Islam merupakan kewajiban

yang harus dibayar oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan.

Hukum pemberian mahar adalah wajib, sedangkan mahar secara etimologi berarti

maskawin, pengertian mahar menurut istilah ilmu fiqh adalah pemberian yang

wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami,

untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.14

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita

dengan memberi hak kepadanya, di antaranya adalah hak untuk menerima mahar.

Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita

lainnya atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh

mengambil apalagi menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali

dengan ridha dan kerelaan istri.15

Allah SWT. Berfirman: QS An-nisa Ayat 4

14

Slamet Abidin, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), cet Ke-1, h. 105

15

(36)

27

)

ءﺎ ﻟا

:

(

Artinya:

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itn dengan senang hati, maka makanlah (ambilah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Q. S. 4: an- Nisa: 4)

Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

a. Harta bendanya berharga;

b. Barang suci dan bisa diambil manfaat;

c. Barangnya bukan barang gasab;

d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya.

Pernikahan adalah perjanjian yang sangat kokoh di antara suami dan istri,

di mana masing-masing dari keduanya mempunyai beberapa hak dan kewajiban

terhadap yang lainnya.

Islam telah memberikan pedoman bahwa mahar adalah suatu lambang

bukan harga dan menunjukan agar tidak berlebihan didalamnya, sebab mahar

bukanlah tujuan. Rasulullah SAW adalah contoh keteladanan tertinggi dan

memberikan sunatullah tertinggi bagi umatnya dalam hal ini agar menjadi tradisi

yang baik ditengah masyarakat dan mereka tidak salah didalam memandang

hakekat permasalahan serta mengambil cara-cara yang sederhana sesuai dengan

(37)

Mahar menurut Islam bukanlah dilihat dari wujudnya, bukan pula sebagai

pengukur harga wanita, melainkan yang disyari'atkan adalah menyederhanakan

mahar dan tidak berlebihan didalamnya sebagaimana yang telah ditegaskan dalam

sebuah hadis yang artinya: “mahar yang paling baik adalah mahar yang paling

sederhana".16

Hikmah larangan berlebihan dalam hal mahar di antaranva adalah memberi

kemudahan dalam perkawinan, dengan demikaian dapat mengurangi

penyelewengan seksual, kerusakan moral dan sosial. Mahar hanyalah sebagai

simbol bukanlah harga barang, dan kebahagiaan rumah tangga tidaklah terletak

kepada kemewahan dan berlebihan dalam mahar.

Dampak negatif dari berlebihan dalam dalam mahar di antaranya adalah:

a. Munculnya kelompok muda yang tidak mampu secara materi untuk

melaksanakan kewajibannya berumah tangga dan pada gilirannya juga

kelompok pemudi yang hidup tanpa suami. Dengan demikian dapat

menimbulkan dampak sosial yang berbahaya sebab kebutuhan biologis

mereka tidak dapat terpenuhi.

b. Secara psikologis para pemuda dan pemudi yang tidak menikah akan

mengalami depresi tekanan jiwa dan mental mereka menjadi labil.

c. Keretakan hubungan antara orang tua dan anak-anaknya dapat timbul

akibat dari tekanan mental.

16

(38)

29

d. Wali pihak perempuan dapat mengeksploitasi anak perempuan untuk

tujuan materi dan menolak mengawinkan putrinya dengan laki-laki yang

lebih baik dan memenuhi syarat agama, tetapi tidak memenuhi harapan

wali tersebut karena alasan yang bersifat materi. Sehingga karena

mengacu kepada pertimbangan materi, lelaki bermoral rendah

dengan tidak memenuhi persyaratan agama diterima karena

semata-mata pertimbangan materi.

Adapun hikmah yang terkandung dalam pemberian mahar itu sebagai

berikut:

a. Hendaknya menerima dengan senang hati kepemimpinan kaum pria atas

dirinya, dan dengan adanya pemberian mahar dari pihak laki-laki itu

merupakan suatu penghargaan atas martabat kaum wanita.

b. Untuk tanda putih hati dan kebulatan tekad.

c. Untuk mempersiapkan diri bagi istri dalam menghadapi perkawinan.

d. Untuk menjadi kekayaan sendiri bagi istri sebagai tambahan dari kekayaan

yang diberi orang tuanya. Kelak dengan kekayaan itu sang istri mungkin

dapat memelihara kemerdekaan dirinya terhadap hal-hal yang mungkin

timbul dari suami.

Menurut Mahmud Yunus, hikmah adanya mas kawin adalah sebagai bukti

cintanya calon suami mengorbankan hartanya untuk diberikan kepada istrinya

(39)

akan terus menerus memberikan nafkah kepada istrinya. Hal ini memang

merupakan suatu kewajiban suami terhadap istri.17

Mahar merupakan suatu pemberian dari seorang pria kepada seorang wanita

dalam suatu ikatan perkawinan menurut ajaran agama Islam. Mahar disebut

pemberian dikarenakan mahar bukan merupakan syarat dan rukun perkawinan

sebagai sesuatu yang dapat menyebabkan sah atau tidaknya suatu perkawinan.

Pada rukun dan syarat perkawinan dalam perkawinan yang dilakukan apabila dari

salah satu syarat dan rukun perkawinan tersebut tidak terpenuhi maka tidak

sahnya suatu perkawinan atau batalnya perkawinan.

Syarat dan rukun perkawinan pelaksanaannya tidak dapat ditangguhkan

(hutang) contohnya tidak sahnya suatu perkawinan apabila perkawinan yang

dilakukan sesama jenis, dikarenakan perkawinan harus berbeda jenis kelamin.

Sedangkan mahar yang merupakan suatu pemberian dari seorang pria

kepada seorang wanita dalam suatu ikatan perkawinan yang merupakan suatu

kewajiban suami kepada istrinya dapat ditangguhkan atau dapat berupa hutang,

sesuai dengan kesepakatan bersama dan kerelaan calon istrinya tersebut

disamping itu pula berat jenis suatu benda dalam mahar tidak ada suatu aturan

yang membatasinya karena tergantung kesepakatan dan kerelaan calon istrinya

tersebut itulah yang menyebabkan mahar tidak termasuk dalam syarat dan rukun

perkawinan.

17

(40)

31

Barang bawaan yaitu segala perabot yang dipersiapkan oleh istri atau

keluarganya sebagai peralatan rumah tangga nanti bersama suaminya. Menurut

adat, yang menyediakan perabot seperti ini adalah istri dan keluarganya. Nasa'i

meriwayatkan: dari Ali bahwa ia berkata Rasulullah memberi barang bawaan

kepada fatimah berupa pakaian, kantong tempat air terbuat dari kulit, bantal yang

beranda.18 Oleh karena itu sebaiknya pemberian harta bawaan sebaiknya

disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak sesuai dengan petunjuk

Rasulullah saw.

Namun biaya yang dikeluarkan oleh pihak istri tersebut dari seorang

laki-laki yang akan menikahinnya, uang bawaan yang diberikan pada waktu lamaran

dilangsungkan.

18

(41)

A. Letak Geografis Desa Benda Baru

Desa Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang adalah

suatu wilayah desa yang berbatasan langsung dengan Desa Serua Indah

Kecamatan ciputat, Kabupaten Tangerang. Berdasarkan data monografi desa,

Desa Benda Baru memiliki luas wilayah (area) 288 Ha

Batas-batas wilayah

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Serua Indah, Kec. Ciputat

2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pondok Benda, Kec Pamulang

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Pondok Benda, Kec. Pamulang

4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Bambu Apus dan Desa

Pamulang Barat, Kec. Pamulang

Sedangkan orbitasi (jarak dari pusat Pemerintahan Desa) terhadap

pusat-pusat fasilitas kota.

a. Jarak dari pusat Pemerintahan Desa ke Kantor Kecamatan : 1,5 Km

b. Jarak dari pusat pemerintahan Desa ke Kantor Kabupaten : 11 Km

Berdasarkan uraian di atas semua fasilitas transportasi berjalan dengan

lancar. Dengan letaknya yang memanjang dari utara ke selatan, searah jalan lintas

raya, Desa Benda Baru merupakan suatu desa yang berpotensi, baik dalam ilmu

pengetahuan (pendidikan) maupun keagamaan. Hal ini dikarenakan Desa Benda

(42)

33

Baru mempunyai SDM yang sangat mendukung untuk kemajuan masyarakat dan

perkembangan desa.

Luas wilayah Desa menurut data kepemilikan tanah seperti dijelaskan

[image:42.612.113.530.157.643.2]

dalam tabel di bawah ini:

TABEL 1

Data Kepemilikan Tanah Desa Benda Baru

No. Pemilikan Tanah Jumlah Keterangan

1 Sertifikat Hak Milik 63.390 Unit

2 Sertifikat Guna Bangunan 1.897 Unit

3 Tanah Waqaf 92 Unit Makam, Mesjid

Musholla, dan Majelis Ta’lim Sumber data monografi Desa Benda Baru tahun 2009

Luas wilayah Desa Benda Baru, menurut jenis tanah sebagian besar adalah

tanah darat yang terdiri dari bangunan pcrumahan, fasilitas umum, pemakaman,

tanah kosong dan lain-lain.

Untuk lebih jelasnya tabel berikut menjelaskan luas wilayah Desa Benda

[image:42.612.134.504.585.682.2]

Baru menurut jenis tanah.

TABEL II

Jenis Tanah Desa Benda Baru

No. Jenis Tanah Jumlah / Luas (Ha)

1 Bangunan Umum 2.040 Unit

2 Pemukiman / Perumahan 6.078 Unit

3 Perkuburan 2.000 M

(43)

B. Keadaan Demografis Desa Benda Baru

Bahwa pada dasarnya bentuk Pemerintahan Kelurahan atau Desa telah

diatur dalam bentuk Perundang-undangan yang tertuang dalam UU No. 5 tahun

1979 tentang Pemerintahan Desa dan sebagai penjabaran UU tcrsebut terutama

dalam bidang tata kerja Pemerintahan Desa di daerah Kabupaten Tangerang telah

diatur dalam bentuk Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2000.

Wilayah Desa Benda Baru sama halnya dengan wilayah desa lainnya di

wilayah desa Kabupaten Tangerang. Khususnya Kecamatan Pamulang yang

sebagian besar untuk pemukiman, sehingga tidak heran apabila tiap tahun jumlah

penduduk Desa Benda Baru bertambah, dan pembangunan fisik pun terus

berkembang mengikuti arus perkembangan.

Dalam pemerintahan Desa Benda Baru dipimpin oleh seorang Kepala

Desa di bantu oleh beberapa stafnya dan di bantu pula oleh 24 Kepala Rukun

Warga (RW) dan 150 Ketua Rukun Tetangga (RT).

Jumlah personil perangkat Desa Benda Baru sebanyak 19 orang ditambah

perkembangan desa, jumlah anggota BPD 17 orang, jumlah anggota MUI 15

orang, jumlah pengurus PKK 23 orang, dan jumlah anggota P2KP 13 orang.

Sistem administrasi Desa Benda Baru cukup baik dan teratur, ini dapat

dilihat dari lengkapnya para staf kelurahan yang ada. Hal ini terbukti dan

ketertiban pelayanan kelurahan Desa Benda Baru kcpada masyarakat seperti

(44)

35

Kuantitas penduduk Desa Benda Baru, termasuk wilayah desa yang

populasi penduduknya cepat. Sehingga jumlah penduduknya meningkat. Menurut

data yang ada jumlah penduduk Desa Benda Baru secara keseluruhan berjumlah

30.463 jiwa, yang terdiri 16.000 jiwa berjenis kelamin laki-laki hanya 14.463 jwa

berjenis kelamin perempuan, dari 16.000 jiwa, yang berjenis kelamin laki-laki

hanya 11.300 yang wajib KTP dan 14.463 jiwa, yang berjenis kelamin perempuan

hanya l0.200 jiwa, yang wajib KTP, selebihnya belum wajib KTP, dan terdiri dari

8287 Kepala Keluarga (KK).

Dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga, Pemerintah Desa Benda

Baru mengadakan kegiatan-kegiatan seperti :

1. Memanfaatkan pekarangan kosong atau halaman rumah dan untuk ditanami

pepohonan produktif sesuai dengan program pemerintah tentang penghijauan

termasuk apotik hidup.

2. Memberikan penyuluhan melalui instansi yang berwenang tentang cara

membuka peternakan, pemeliharaan lele, dan cara menanam tanaman yang

baik.

3. Pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kepada pembangunan Masjid,

Mushola, dan Majlis Ta'lim.

4. Pelaksanaan pengumpulan dana Zakat, Inf'aq, dan hadiah yang didapat dari

warga masyarakat yang secara sukarela menyerahkan ZlS-nya kemudian

dihimpun dan disalurkan ke BAZIS kecamatan pamulang untuk disalurkan

(45)

5. Mengadakan pelaksanaan pembinaan kegiatan wanita, pemuda seperti:

organisasi PKK, majlis-majlis zikir dan lain-lain.

Adapun mata pencarian penduduk Desa Benda Baru pada umumnya

sebagai PNS, Wiraswasta, pedagang, ada pula sebagai tukang ojek. Keberadaan

ojek sangat dibutuhkan sebagai sarana angkutan unluk masyarakat setempat.

Karena untuk menuju kejalan lalu lintas raya harus menempuh jarak + 1,5 Km,

jadi ojek di Desa Benda Baru dijadikan sarana angkutan oleh masyarakat

setempat. Untuk melihat berbagai macam mata pencarian penduduk Desa Benda

Baru dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

[image:45.612.114.537.234.616.2]

TABEL III

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencarian

No. Mata Pencarian Jumlah

1 Pedagang/Pengusaha 973 Jiwa

2 Buruh 200 Jiwa

3 TNI/Polri 43 Jiwa

4 PNS 3600 Jiwa

5 Pensiunan 180 Jiwa

(46)

37

C. Keadaan Sosioiogis

Dilihat dari keadaan sosiologis Desa Benda baru ada beberapa bidang

yarig perlu diketahui yaitu diantaranya :

1. Bidang Pendidikan

Warga Desa Benda Baru, untuk usia diatas 55 lahun pada umumnya

berpendidikan SD, sedangkan bagi penduduk yang berusia dibawah 55 tahun

mayoritas berpendidikan SLTP dan SLTA, bahkan lulusan-Iulusan dari

Perguruan Tinggi semakin banyak.

Adapun sarana pendidikan yang ada diwilayah Desa Benda Baru yang

bersifat pendidikan umum maupun pendidikan agama dan segi kualitas cukup

memadai. Hal ini dilakukan oleh tokoh masyarakat, pemerintah maupun

Swasta untuk memberikan pelayanan pendidikan di wilayah Desa Benda Baru

dengari sebaik-baiknya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

[image:46.612.113.533.157.706.2]

TABEL IV

Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Benda Baru

No. Sarana Pendidikan/Gedung Jumlah

1 TK 25 Unit

2 SD/MI 8 Umt

3 SLTP/Sederajat 1 Unit

4 SLTA 1 Unit

5 TPA 3 Unit

(47)

2. Bidang Keagamaan

Kehidupan beragama di Desa Benda Baru cukup baik, hal ini dapat

dibuktikan bahwa sejak dahulu sampai sekarang ini tidak pernah terjadi

benturan-benturan bersifat keagamaan. Hal ini terlihat dari adanya

usaha-usaha Pemerintah Desa Benda Baru dalam bidang Keagamaan yaitu:

a. Pemantapan dalam kegiatan-kegiatan Majlis Ta'lim dan Zikir yang ada di

seluruh RT dan RW

b. Memberikan penyuluhan antar umat seagama dan kerukunan antar umat

beragama yang ada dilingkungan tempat tinggal atau keluarga, serta

kerukunan umat beragama dengan pemerintah.

c. Memberikan pengarahan tentang pentingnya pembangunan spiritual dalam

rangka mensukseskan pembangunan.

d. Diadakannya kuliah subuh antar RT oleh ulama setempat di Desa Benda

Baru.

e. Diadakannya pengajian mingguan yang diakui oleh Ketua RT

masing-masing yang ada di Desa Benda Baru.

Keberadaan sarana ibadah mutlak dibutuhkan di tengah masyarakat

yang mayoritas penduduknya muslim, termasuk didalamnya masyarakat Desa

Benda Baru. Untuk menjelaskan banyaknya jumlah sarana peribadatan yang

(48)
[image:48.612.113.530.136.521.2]

39

TABEL V

Jumlah Sarana Peribadatan di Kelurahan Desa Benda Baru.

No. Sarana Peribadatari Jumlah

1 Masjid 18

2 Mushola 32

3 Majlis Ta'litn 54

4 Gereja 1

5 Pura 0

Sumber Data :Laporan Tahunan Desa Benda Baru 2009

Bangunan fisik sarana peribadatan baik Masjid, Mushola, maupun

Majlis Ta’lim sudah cukup memadai untuk menampung masyarakat yang

akan menjalankan aktivitas keagamaannya seperti Shalat yang waktunya telah

ditentukan, pengajian, dan bentuk peribadatan lainnya.

Melihat data sarana keagamaan tersebut, menunjukkan bahwa

masyarakat penduduk Desa Benda Baru adalah beragama Islam dan

sebaliknya penganut agama-agama lain lebih sedikit untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tebel berikut:

TABELVI

Jumlah Penduduk Penganut Agama di desa Benda Baru.

No. Jenis Agama Jumlah Presentase (%)

(49)

2 Kristen Protestan 633 2,11

3 Kristen Katolik 597 1,99

4 Hindu/Budha 301 1

Sumber Data: Laporan Tahunan Desa Benda Baru 2009

Dalam merayakan peringatan Hari Besar Islam, masyarakat Desa

Benda Baru yang mayoritas beragama Islam selalu mengadakan kegiatan

keagamaan yang dilakukan dengan berbagai cara, ada yang dilakukan cukup

mengadakan pembacaan Do'a saja, ada pula yang melakukan dengan cara

mengisi ceramah agama.

Dari penjelasan di atas, jelaslah pada umumnya masyarakat Desa

Benda Baru tidak buta dalam memahami ajaran agamanya, terbukti dengan

adanya kegiatan-kegiatan kerohanian yang dilakukan masyarakat Desa Benda

(50)

BAB IV

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI KUDANGAN DALAM

PERKAWINAN ADAT BETAWI

A. Hakekat Perkawinan Adat Betawi

Untuk memperluas pemahaman dan pengertian kita tentang perkawinan

adat, maka penulis sajikan beberapa konsep pengertian perkawinan adat dari

beberapa tokoh hukum adat, diantaranya

R. Wiryono Projodikoro mengatakan: Perkawinan yaitu suatu hidup

bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi

syarat-syarat dalam peraturan perkawinan”.1

Soebakti poesponoto mengatakan “Perkawinan adalah suatu usaha yang

menyebabkan terus berlangsungnya golongan dengan tertibnya, suatu syarat yang

menyebabkan terlahirnya angkatan baru golongan itu”.2

Surojo wignjodipuro mengatakan “bahwa perkawinan adalah salah satu

peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita, sebab

perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja,

tetapi juga orang tua kedua pihak dan saudara-saudaranya.3

      

1

Wiryono Projodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1984), h 7

2

Soebakti Poeponoto, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradya Paramita, 1983), h. 187

3

Surojo Wignjodipuro, Pengertian & Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 122

(51)

Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa perkawinan adat

merupakan wujud idealnya kebudayaan sebagai tata kelakuan yang timbul dan

berkembang dalam suatu masyarakat. Setiap suku bangsa mempunyai sikap hidup

dan nilai budaya tertentu. Sikap dan nilai budaya itu mencerminkan kepribadian

atau falsafah hidup suku bangsa yang bersangkutan.

Masyarakat Betawi dikenal sebagai masyarakat yang fanatik dengan agama

Islam,dan adat istiadatnya banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam termasuk dalam

hal perkawinan. Namun kenyataannya saat ini, adat perkawinan Betawi sudah

tidak lagi mengikuti adat masyarakat Betawi asli yang sudah mengalami

perubahan- perubahan dari adat aslinya.

Dalam perkawinan Betawi diatur oleh adat yang dinamakan adat

perkawinan Betawi, biasanya dimulai perjumpaan dan pendekatan, lamaran

sampai dengan akad nikah yang merupakan peresmian seorang pemuda dan

seorang gadis menjadi suami istri serta pesta yang melengkapinya.

Pada masyarakat dan budaya Betawi, perkawinan mempunyai tujuan mulia

yang wajib dipenuhi oleh setiap warga masyarakat yang sudah dewasa dan

memenuhi syarat untuk itu. masyarakat Betawi mayoritas beragama Islam, jadi

pengertian perkawinan dalam masyarakat Betawi tidak jauh beda dengan

pengertian dalam agama Islam, yakni bahwa perkawinan adalah salah satu sunnah

(petunjuk lewat perbuatan dan perkataan) nabi Muhammad SAW bagi umat,

sehingga dapat dipandang sebagai suatu perintah agama untuk melengkapi

(52)

43

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting, karena dengan

perkawinanlah seseorang baru akan dianggap sebagai warga penuh dari

masyarakat dimana ia berada. Perkawinan yang dilakukan biasanya dilakaukan

dengan suatu upacara. Karena melalui upacara itu akan nampak kesakralan suatu

perkawinan. Pada dasarnya upacara dalam suatu perkawinan juga menunjukkan

maksud dan tujuan dari kedua individu yang akan menjadi suami istri dalam

kehidupan sehari-harinya.

Orang Betawi beranggapan bahwa proses perkawinan harus dilakukan

sebaik mungkin menurut ketentuan-ketentuan adat perkawinan yang sudah

menjadikan kewajiban adat, karena ketentuan tersebut menjadikan kesakralan

dalam perkawinan adat Betawi, sehingga harus dipenuhi dengan sepenuh hati oleh

masyarakat yang akan melakukan perkawinan.

B. Tradisi kudangan Perkawinan Adat Betawi

1. Pengertian kudangan

Kudangan merupakan tradisi yang tidak pernah terlupakan dalam

pelaksanaan perkawinan. Kudangan adalah suatu ucapan atau janji orang tua

mempelai wanita kepada anaknya ketika wanita tersebut masih kecil, untuk

memberikan sesuatu (biasanya berbentuk benda atau makanan) kepadanya

(53)

disenangi oleh pihak mempelai wanita. semuanya itu harus dipenuhi kepada

pihak laki-laki yang akan meminangnya atau menikahinya.4

Maka hal itu merupakan kewajiban adat yang wajib dan harus dipenuhi

oleh mempelai laki-laki. Latar belakang terjadinya pelaksanaan kudangan

tersebut biasanya orang tua mempelai wanita tidak dapat memenuhi

permintaan mempelai wanita ketika ia masih kecil dan menjadikan janji orang

tua tersebut ketika ia mendapatkan jodoh atau akan dilangsungkannya suatu

akad pernikahan. Adapun tujuan kudangan tersebut sebagai penghormatan

kepada pihak mempelai wanita yang akan dinikahinya

2. Pelaksanaan pemberian kudangan

Kelangsungan perkawinan adat Betawi biasanya dilakukan dalam

beberapa proses, yakni: upacara yang berlangsung sebelum acara perkawinan,

uapacara yang berlangsung dalam pelaksanaan perkawinan dan uapacara

sesedah perkawinan.

Proses yang dilakukan sebelum perkawinan pada dasarnya merupakan

langkah- langkah untuk memasuki acara perkawinan, di mana dalam proses

acara sebelum dan perkawinan dilaksanakan hal-hal seperti: ngelancong,

ngelamar, pernikahan dan lain-lain sebagainya.

      

4

(54)

45

Langkah-langkah pertama yang dilakukan seorang laki-laki adalah

ngelancong sifatnya melihat-lihat saja, apabila ada kecocokan maka

dilanjutkan dengan melamar yang merupakan penyelidikan apakah siwanita

sudah ada yang punya atau belum. Apabila hasil penyelidikan menyatakan

bahwa si wanita belum ada yang punya, maka si laki-laki tersebut dapat

meminangnya. Proses ini merupakan inti atau puncak upacara yang dilakukan

pada upacara sebelum pernikahan. Acara perminangan ini merupakan masa

menunggu dan menentukan kapan pernikahan itu dilangsungkan dan apakah

syarat-syarat yang harus dipenuhi serta berbentuk apakah syarat-syarat

tersebut.

Syarat-syarat yang berkaitan dengan permintaan dari pihak wanita

biasanya hanya meliputi dua bentuk, syarat yang pertama adalah uang

pelangkah, syarat pelangkah ini biasanya ditentukan oleh kakak perempuan

yang mau menikah dan syarat tersebut harus dipenuhi oleh pihak laki-laki

ketika akan dilangsungkan akad pernikahan. Adapun jenisnya biasanya

berbentuk uang ataupun barang, hal ini tergantung permintaan kakak si wanita

yang akan melangsungkan pernikahan. Kedua syarat yang berkaitan dengan

kudangan yaitu suatu yang timbul dari ungkapan orang tua mempelai wanita

pada masa yang lalu, biasanya mempelai wanita tersebut masih kecil.

Uangkapan itu timbul dari peristiwa-peristiwa yang dianggap janggal atau

kurang berkenan didalam hati orang tua atas tindakan mempelai wanita waktu

(55)

mengingat hal itu diminta oleh pihak wanita, sehingga melaksanakannya

merupakan kewajiban adat yang harus dilakukan menjelang dilangsungkannya

pernikahan.5

Adapun upacara pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Betawi

meliputi beberapa hal antara lain:

a. Seserahan

Upacara seserahan ini telah ditentukan waktunya ketika

dilangsungkannya upacara peminangan (ngelamar) pada waktu

sebelumnya. Upacara seserahan ini dilakukan dirumah kediaman pihak

wanita, dimana tempat tersebut laki-laki datang membawa barang-barang

tertentu dan sejumlah uang. Barang-barang tersebut terdiri dari tempat

tidur lengkap, lemari, perabot rumah tangga, kue-kue dan lain-lain.

Adapun uang yaitu untuk belanja keperluan mempelai wanita seperti

untuk membeli pakaian, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Selain

daripada yang disebutkan diatas, pada waktu seserahan ini diserahkan juga

uang belanja kawin, uang sembah dan terkadang juga uang pelangkah.

Sebelum berangkat kerumah pengantin perempuan, terlebih dahulu

mengadakan selametan atau jamuan makan dirumah pengantin

laki-lakinya. Setelah selesai selametan maka kerabat dan undangan yang terdiri

dari orang-orang tua dan anak-anak muda mulai bersiap-siap berangkat ke       

5

(56)

47

rumah pengantin perempuan. Ketika rombongan akan mulai berangkat

ditandakan dengan berbunyinya sebuah petasan, pertanda bahwa

rombongan siap berangkat. Dalam iringan rombongan ini, orang tua

berjalan didepan sedangkan anak-anak muda berjalan di belakang.

Semua barang-barang seserahan yang berat-berat dibawa oleh

anak-anak muda, sedangkan uang belanja, mas kawin dibawa oleh seseorang

yang mewakili laki-laki dalam urusan ini.6

b. Pesta Perkawinan

Waktu pelaksanaan pesta perkawinan (keriaan) mungkin

dilaksanakan setelah upacara akad nikah, tetapi juga jauh sesudah itu,

misalnya dua atau tiga bulan kemudian, hal ini tergantung kepada

perjanjian kedua belah pihak.

Dalam rangka pesta ini biasanya diundang semua kerabat, baik dekat

atau yang jauh tempat tinggalnya. Pertama-tama pesta ini dilaksanakan di

rumah pengantin perempuan yang berlangsung selama sehari semalam.

Pengantin laki-laki yang memakai pakaian adat Betawi biasanya jas, peci

hitam dan yang bersorban sarung. Pengantin perempuan memakai

kembang gede, kerudung menutup kepala dan muka, tusuk konde

(sanggul), kebaya dan lain sebagainya.       

6

(57)

c. Malam negor

Malam berikutnya sesudah malam pernikahan (sesudah malam

pesta) seperti yang dilogiskan di atas, pengantin laki-laki diantar lagi ke

rumah istrinya. Di rumah istrinya pengantin laki-laki dengan pengiringnya

atau teman-temannya dipersilahkan duduk di ruang tamu, tidak lama

kemudian pengantin perempuan datang menghampiri laki-laki, kemudian

mengajak pengantin laki-laki masuk ke ruang dalam untuk dipertemukan

dengan orang tuanya dan kerabat-kerabatnya pengantin perempuan. Di

sini pengantin laki-laki mencium tangan semua orang yang

diperkenalkanya, sementara itu pengiring pengantin laki-laki masih tetap

di ruang tamu sambil menikmati kueh-kueh yang dihidangkan. Sampai

waktunya karena hari sudah larut malam maka teman-teman pengiring

pengantin laki-laki meminta untuk pulang, adapun mempelai laki-laki

tersebut menginap di rumah mempelai wanita.

d. Ngambil Tiga Hari

Beberapa hari setelah malam pesta di rumah pihak perempuan

selesai, maka ada upacara ngambil tiga hari. Adapun yang dimaksud disini

adalah bahwa pengantin perempuan di bawa nginap beberapa hari di

lingkungan kerabat pengantin laki-laki, dalam proses sebenarnya hanya

satu malam saja, keesokan harinya pengantin ini diantar pulang kembali

(58)

49

Setelah pengantin perempuan diantarkan kepada orang tuanya, maka

kira-kira seminggu kemudian dijemput lagi untuk mengadakan pesta

dirumah pengantin laki-laki. Upacara semacam itu pada zaman dahulu

masih tetap dipegang teguh dan dilaksanakan tapi untuk saat ini sudah

jarang sekali yang melangsungkannya.

e. Upacara Di rumah Pengantin Laki-Laki

Pesta di rumah pengantin laki-laki ini merupakan pesta penutup dari

keseluruhan upacara perkawinan. Pada waktu pelaksanaan tersebut

pengantin perempuan akan dibawa kerumah pengantin laki-laki, sebelum

berangkan pengantin perempuan dihiasi dengan pakaian pengantinnya.

Waktu berangkat menuju rumah pengantin laki-laki, pengantin

perempuan diiringi oleh kerabat-kerabatnya yang sebagian besar terdiri

dari orang perempuan. Ketika sampai, rombongan ini disambut oleh

mertua laki-laki. Kemudian pengantin perempuan langsung sujud

dihadapan mertuanya dan mencium tangan kerabat pengantin laki-laki.

Akhirnya pengantin perempuan ini didudukan di atas sebuah bangku

tinggi yang dihiasi dengan kembang-kembang (taman pengantin). Setiap

tamu perempuan yang datang disalaminya, jika pesta ini sudah selesai

maka pengantin perempuan beserta pengiringnya diantar kembali kerumah

(59)

C. Dampak Positif dan Negatif Dari Pemberian Kudangan

Dalam upacara perkawinan Betawi pemberian kudangan pada malam negor

mempunyai dampak positif dan

Gambar

TABEL 1 Data Kepemilikan Tanah Desa Benda Baru
Jumlah Penduduk Menurut Mata PencarianTABEL III
Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Benda BaruTABEL IV
TABEL V  Jumlah Sarana Peribadatan di Kelurahan Desa Benda Baru.

Referensi

Dokumen terkait

Zakar Amri, 2012, Tesis Tinjauan Yuridis Tentang Istbat Nikah Adanya Perkawinan Dalam Penyelesaian Perceraian Di Pengadilan Agama Padang Panjang , Yogyakarta:

Skripsi dengan judul “Analisis Hukum Islam terhadap Tradisi Sambulgana dalam Perkawinan Adat Suku Kaili (Studi Kasus di Kampung Baru Kecamatan Palu Barat Kota Palu Sulawesi

Skripsi ini membahas bagaimana tinjauan hukum Islam tentang prosesi perkawinanan Adat Makassar di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, tidak dapat dipungkiri bahwa prosesi

yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis tesis ini yang berjudul “Interaksi Hukum Islam dan Hukum Adat Terhadap Tradisi Bausung

Adat Jawa (Yogyakarta: Kepel Press, 2015), hlm.. diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. 19 Disini penulis menggunakan metode istinbath

Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan larung sembonyo yang dilakukan oleh masyarakat Prigi , serta (2). Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum islam terhadap

Pernikahan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita untuk hidup berpasangan atas dasar agama, adat istiadat, maupun undang-undang. Oleh kareana itu pernikahan

Kata Kunci : Perjanjian Pra Nikah, Hukum Islam, Hukum Perkawinan Indonesia Perjanjian pra nikah adalah perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan, yang