i Universitas Kristen Maranatha Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) Menggunakan Kode Prima Yang
Dikembangkan Franky Setiawan (0522053)
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Maranatha Jln. Prof. Drg. Surya Sumantri 65, Bandung 40164, Indonesia
Email : setiawanfranky@yahoo.com
Abstrak
Semakin meningkatnya mobilitas dan aktivitas manusia saat ini, dibutuhkan sistem dan teknik telekomunikasi yang dapat memenuhinya, maka muncullah teknik CDMA yang hemat lebar pita dibandingkan dengan teknik sebelumnya yaitu FDMA dan TDMA. Untuk mengirimkan informasi yang rendah noise dan hemat lebar pita yang berbasis optik, maka digunakan optical CDMA.
Dalam Tugas Akhir ini, digunakan Optical Orthogonal Code, yaitu kode optik yang saling orthogonal agar menghindari interferensi antar user yang dicirikan oleh kode optik yang digunakan. Teknik yang digunakan untuk Optical Orthogonal Code dalam Tugas Akhir ini yaitu Kode Prima yang Dikembangkan. Teknik ini digunakan karena mampu mengurangi korelasi silang dari maksimal dua menjadi maksimal satu yang terjadi kode prima generasi awal.
Dari hasil percobaan, karena maksimum nilai korelasi silang dengan Kode Prima yang Dikembangkan adalah satu, maka kemungkinan interferensi antar user berkurang. Gambar yang memperlihatkan grafik BER (Bit Error Rate) memperlihatkan adanya kesalahan peenerimaan seiring dengan bertambahnya user. Hal ini terjadi karena pada masing-masing user ditambahkan noise AWGN. Jika noise AWGN ditiadakan, maka BER sama dengan nol, walaupun jumlah user ditambahkan hingga maksimal sejumlah p2 (p = bilangan prima yang dipilih).
ii Universitas Kristen Maranatha Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) Using Extended Prime Code
Franky Setiawan (0522053)
Dept of Electrical Engineering, Faculty of Engineering, Maranatha university Jln. Prof. Drg. Surya Sumantri 65, Bandung 40164, Indonesia
Email : setiawanfranky@yahoo.com
ABSTRACT
With the recently increasing demands in human activities and mobility, we need to have the required telecommunication systems to meet these demands. Therefore, we have the CDMA system which is more efficient compared to the previous systems used, which wew FDMA and TDMA. The Optical CDMA is used to transmit information which is low noise and efficient bandwidth.
In this final project, we use the Optical Orthogonal Code that is an optical code which is orthogonal with each other to be able to avoid interferences between codes marked by the optical code which is used. In this final project, the system used for the Optical Orthogonal Code is the developed Primary Code. This systems is used because it is able to reduce crosscorrelation from maximum two to maximum one compared to originally prime code.
From the test carried out, the maximum, value of Crosscorrelation with Extended Prime Code is one, and this will reduce the possible interferences between users. The graphic picture of BER (Bit Error Rate) shows a reception error due to the increasing number of users. This occurred because AWGN noise was added to each user. If the AWGN noise is omitted, the BER will be zero although the number of users is increased to its max of p2 (p= the number of prime).
Keyword : OOC, Extended Prime Code, Correlation, CDMA, BER
iii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...v
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR TABEL...ix
BAB I
PENDAHULUAN...1
1.1
Latar Belakang...1
1.2
Identifikasi Masalah...2
1.3
Perumusan Masalah...2
1.4
Tujuan...2
1.5
Pembatasan Masalah...3
1.6
Sistematika Penulisan...3
BAB II
LANDASAN TEORI...5
2.1
Teori Spektrum Tersebar...5
2.2
Sistem Spektral Tersebar Direct Sequence (DS)
………..7
2.3
Demodulasi...9
2.4
Frekuensi Hopping CDMA...10
2.5
Kode Optik Orthogonal...12
2.6
Teknik Pengkodean...13
iv Universitas Kristen Maranatha
3.1
Kode Prima...15
3.2
Kode Prima yang Dikembangkan...17
3.3
Diagram Alir Kode Prima yang Dikembangkan...19
3.4
Diagram Alir Proses Pengiriman Dan Penerimaan
Data...20
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN ANALISA...21
4.1
Data Pengamatan I : Pengujian Autokorelasi dan
Korelasi Silang………
...21
4.2
Data Pengamatan II : Sinyal termodulasi ASK
Sebelum dan Sesudah Terkena Noise………2
7
4.3
Data Pengamatan III : Pengujian Bit Error Rate
(BER)
……….2
9
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan...30
5.2
Saran...30
DAFTAR PUSTAKA...31
v Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Sistem Komunikasi Digital Spektral Tersebar
……
.
….5
Gambar 2.2 Pembangkitan sebuah sinyal spectral tersebar DS
………….…..8Gambar 2.3 Proses Demodulasi sinyal spektral tersebar DS...9
Gambar 2.4 Proses Konvolusi Spektral...10
Gambar 2.5 Hubungan antara hop rate dengan bit rate dalam system
slow CDMA, dengan menggunakan teknik modulasi
BPSK
………11
Gambar 2.6 Hubungan antara hop rate dan bit rate dalam sistem
Slow FH-CDMA, dengan menggunakan teknik modulasi
BFSK
………12
Gambar 2.7 Sistem komunikasi serat optik dengan menggunakan encoder
dan decoder optik (korelator)
………13
Gambar 3.1 Korelasi silang untuk data 101 dalam GF (5) untuk C1 dan
C2
………...16
Gambar 3.2 Korelasi silang Kode Prima yang Dikembangkan untuk
data 101 dalam GF (5) untuk C1 dan C2...18
Gambar 4.1 Autokorelasi untuk C1 dalam GF (5) dengan data berupa
deretan bit “10110”
...21
Gambar 4.2 Autokorelasi untuk C1 dalam GF (7) dengan data berupa
deretan bit “10110”
...22
Gambar 4.3 Autokorelasi untuk C3 dalam GF (11) dengan data berupa
vi Universitas Kristen Maranatha
Gambar 4.4 Korelasi silang untuk C1 dan C2 dalam GF (5) dengan data
berupa deretan bit “10110”
...24
Gambar 4.5 Korelasi silang untuk C3 dan C4 dalam GF (7) dengan data
berupa deretan bit “10110”
...25
Gambar 4.6 Korelasi silang untuk C5 dan C6 dalam GF (11) dengan data
berupa deretan bit “10110”
...26
Gambar 4.6 Sinyal yang dikirimkan dalam GF (3) dengan data 10110...27
Gambar 4.7 Sinyal yang dikirimkan ditambah noise dalam GF (3) dengan
data 10110...28
Gambar 4.9 Perbandingan BER dan jumlah user untuk GF (5). Sinyal yang
dikirim random, sepanjang 1000 bit data...29
Gambar 4.10 Perbandingan BER dan jumlah user untuk GF (5). Sinyal yang
dikirim random, sepanjang 10000 bit data...31
Gambar 4.11 Perbandingan BER dan jumlah user untuk GF (5). Sinyal yang
dikirim random, tanpa noise sepanjang 10000 bit
vii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Deret Prima...15
Tabel 3.2 Kode Prima...17
A-1
LAMPIRAN
% Program Utama
clear;
close all;
clc;
% Bilangan prima yang dipilih (sama dengan w / bobot
% Hamming untuk kode prima)
p=3;
%Pembangkitan data
data=[1 0 1 1 0];
%Pengulangan data agar sama panjang dengan kode prima
%yang digunakan
data_ulang=ulang_kembangkan(p,data);
% Pembangkitan prime sequence
brs=baris_prima(p);
% Pembangkitan kode prima
kode=kode_prima(brs);
kode_kem=kode_prima_kembangkan(p,kode);
kode=kode_kem;
% Hitung korelasi silang
kode_used1=kode(2,:);
kode_used2=kode(3,:);
% Batas hitung korelasi silang
% Hitung autokorelasi
kode_used1=kode(4,:)
kode_used2=kode_used1;
% Batas hitung autokorelasi
A-2
for k=1:length(data)
data_termod_kali1((k-1)*(2*p.^2-p)+1:...
k*(2*p.^2-p))=kali(data_ulang...
((k-1)*(2*p.^2-p)+1:k*(2*p.^2-p)),kode_used1);
data_termod_kali2((k-1)*(2*p.^2-p)+1: ...
k*(2*p.^2-p))=kali(data_ulang...
((k-1)*(2*p.^2-p)+1:k*(2*p.^2-p)),kode_used2);
end;
for m=1:length(data)
bantu1(1:(2*p.^2-p))=data_termod_kali1((m-1)*(2*p.^2-p)+1:m*(2*p.^2-p));
bantu2(1:(2*p.^2-p))=data_termod_kali2((m-1)*(2*p.^2-p)+1:m*(2*p.^2-p));
% bantu2=bantu1;
for k=1:(2*p.^2-p)
kor(k)=hitung_korelasi(bantu1, ...
circshift(bantu2,[0 k-1]));
end;
korelasi((m-1)*(2*p.^2-p)+1:m*(2*p.^2-p))=kor;
clear kor;
end;
figure;stem(1:length(korelasi),korelasi);grid;
% Untuk menampilkan sinyal yang dikirimkan dengan
% termodulasi ASK
for m=1:length(data_termod_kali1)
sinyal_tx((m-1).*20+1:m.*20)=sinyal...
(data_termod_kali1(m));
end;
sinyal_tx_noise=sinyal_tx+0.01.*randn...
(1,length(sinyal_tx));
figure;plot(sinyal_tx);grid;
A-3
figure;plot(sinyal_tx_noise);grid;
title('Sinyal yang dikirimkan plus noise untuk C3 dan
C4 pada GF(7)');
% Perhitungan BER jika ada lebih dari p user
% (BER sebagai fungsi jumlah user dalam sistem), kanal
% AWGN, single path
% Inisialisasi kanal
SNR =5;
T = 50000;
alpha = 1;
SNR_dec = 10.^(SNR / 10);
ku = 1;
k=1;
N = 2*p.^2-p; % the length of spread code
Matcodes=[kode;kode_multi_kembang(p)]
% Mulai perhitungan dengan MUD : matched filter
for K=1:1:size(Matcodes,1) %K jumlah user
A=floor((0:(K-1))*5/K)+1;
Aavg = sum(A.^2,2)/T;%
C = Matcodes(K,:);
Eb = C(:,ku)' * C(:,ku)*Aavg(ku);
mf = C(:,ku);
A-4
(mf.*Y(K,(m-1)*(2.*(p.^2)- ...
p)+1:m*(2.*(p.^2)-p)));
end;
Perr1(K) = sum(abs(Receivedbit1(K,:)- ...
Sentbit(K,:)))/2/T;
% Perhitungan deteksi (MUD) : decorrelator
for pp=1:length(C)
if C(pp)==0
C(pp)=C(pp)+10*eps;
end;
end;
Receivedbit2 = sign(inv(C'*C)*C'*Y(K,:));
Perr2(K) = sum(abs(Receivedbit2(K,:)- ...
Sentbit(K,:)))/2/T;
end;
figure;
semilogy(1:1:size(Matcodes,1),
Perr2(1:1:size(Matcodes,1)), 'ro-');hold on;grid;
xlabel('Jumlah user');ylabel('BER');
title('MUD dengan decorrelator');
% Pengecekan apakah ada user menggunakan kode yang sama
help1=0;
for dd=1:size(Matcodes,1)
for ee=1:size(Matcodes,1)
if dd~=ee
if Matcodes(ee,:)==Matcodes(dd,:)
help1=help1+1;
end;
end;
end;
end;
A-5
Function Baris Prima
% Function ini untuk menghasilkan barisan prima (prime
sequence)
% Catatan : masukan harus berupa bilangan prima
% Variabel masukan : masuk = bilangan prima
% Variabel keluaran : keluar = barisan prima
cek=isprime(masuk);
if cek == 0
error('Bilangan yang dimasukkan BUKAN bilangan
prima');
end;
p = masuk; % bilangan prima yang diinputkan
for m = 1 : p
for n=1:p
S(m,n) = mod ((m-1).* (n-1),p);
end;
end;
A-6
Function Kode Prima Kembangkan
% Function ini untuk menghasilkan kode prima (prime
code)
% yang dimodifikasi (ada penambahan zero sebanyak p)
% Catatan : masukan berupa bilangan prima dan
% kode prima
% Variabel masukan : p : bilangan prima
masuk : kode prima
% Variabel keluaran : keluar
% keluar=zeros(size(masuk,1),p*(2*p-1));
for m=1:size(masuk,1)
temp=masuk(m,:);
code=[];
for n=1:p
kode{n}=temp((n-1).*p+1:n*p);
kode_final(1:2*p-1)=[kode{n} zeros(1,p-1)];
code=[code kode_final];
clear kode_final;
end;
keluar(m,:)=code;
clear code;
A-7
Function Randuni
% Function ini membangkitkan data biner
% unipolar secara random
% Variabel masukan : N = bilangan bulat (>=2) random
% Variabel keluaran : p = data random unipolar
for i=1:N
temp=rand;
if (temp<0.5)
data(1,i)=0;
else
data(1,i)=1;
end;
end;
A-8
Function Ulang Kembangkan
% Function ini untuk mengulang data user
% sesuai dengan periode chip yang digunakan(p^2)
% Variabel masukan : p =bilangan prima
% masuk = data user
% Variabel keluaran : keluar = data user yang
% sudah di-repetisi
(diulang)
% sehingga panjangnya
sama
% dengan banyak data *
p^2
for m=1:length(masuk)
A-9
Function Kali
function keluar = kali(masuk1,masuk2)
% Function ini untuk operasi perkalian
% Variabel masukan : masuk1 dan masuk2
% Variabel keluaran : keluar
if length(masuk1) ~= length(masuk2)
error('Dimensi kedua sinyal masukan berbeda');
end;
for k=1:length(masuk1)
if masuk1(k)==0 | masuk2(k)==0
keluar(k)=0;
else
keluar(k)=1;
end;
A-10
Function Sinyal
function keluar=sinyal(masuk)
% Function ini untuk modulasi ASK
% Variabel masukan : masuk
% Variabel keluaran : keluar
t=0.05:.05:1;
f=1;
A=1;
if masuk==1
keluar=A.*sin(2.*pi.*f.*t);
else
A-11
Function Kode Multi Kembang
function [keluar]=kode_multi_kembang(masuk)
% Function ini untuk menambahkan kode
% untuk user lain selain kode prima yang ada
% Variabel masukan : masuk = bilangan prima
% Variabel keluaran : keluar = kode prima tambahan
for m=1:masuk.^2-masuk
x=zeros(1,2.*(masuk.^2)-masuk);
cek=randperm(2.*(masuk.^2)-masuk);
for k=1:masuk
x(cek(k))=1;
end;
tes(masuk+m,:)=x;
clear x;
end;
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin meningkatnya mobilitas dan aktivitas manusia saat ini, terlebih untuk menunjang proses perdagangan yang dipisahkan oleh jarak, maka dibutuhkan alat dan sistem untuk dapat mengirim, serta menerima informasi jarak jauh dan cepat.
Setelah ditemukannya telepon kabel, proses pertukaran informasi dua arah dapat dilakukan walaupun terpisahkan jarak yang jauh, namun kebutuhan pertukaran informasi secara mobile semakin hari semakin meningkat. Dibutuhkan perangkat telekomunikasi serta sistem yang dapat memenuhi kebutuhan ini.
Sistem komunikasi nirkabel dapat menyelesaikan masalah ini. Lebar pita menjadi masalah utama dalam komunikasi nirkabel, karena lebar pita yang tersedia terbatas, namun diharapkan jumlah user dan kecepatan transfer data harus maksimal. Maka dikembangkan berbagai macam teknik pensinyalan.
Pada awalnya ditemukan teknik FDMA (Frequency-Division Multiple-Access) untuk telepon AMPS (Advanced Mobile Phone Service). Dalam teknik ini tiap user diberikan frekuensi carrier yang berbeda-beda dalam pengiriman informasi. Sistem ini dianggap boros lebar pita. Kemudian muncul teknik TDMA (Time-Division Multiple-Access) untuk telepon GSM (Global System for Mobile Communications). Dalam teknik ini tiap user dipisahkan oleh time slot yang berbeda-beda, Teknik ini relatif lebih hemat lebar pita dibandingkan dengan TDMA.
Teknik TDMA masih banyak digunakan saat ini, walaupun mempunyai kelemahan yaitu, kemungkinan (Multiple Access Interference / MAI) yang tinggi. Muncul teknik baru yaitu CDMA (Code-Division Multiple-Access). Teknik ini juga mempunya keuntungan lain yaitu lebih tahan terhadap sinyal jamming. Pada teknik ini tiap user dibedakan dengan kode penebar masing-masing dengan frekuensi carrier yang sama, jadi teknik ini juga hemat lebar pita (bandwidth).
2 Universitas Kristen Maranatha
beberapa pengguna secara serentak menggunakan frekuensi carrier yang sama secara bersamaan melalui penggunaan barisan kode yang mencirikan time-hopping dan frequency-hopping. Pada DS-CDMA, lebar pita transmisi (tunggal) disebar (spread) langsung (time-hopping) dengan sebuah kode berpita lebar, sedangkan pada FH-CDMA kode ini mengendalikan urutan perubahan frekuensi yang tersedia (frequency-hopping).
Pembangkitan kode penebar (spreading code) ini merupakan salah satu penelitian yang berkembang dewasa ini. Dalam tugas akhir ini, diterapkan dalam sistem CDMA yang berbasis optik, maka kode ini disebut Optical Orthogonal Code(OOC). OOC yang digunakan pada tulisan ini adalah kode prima yang dikembangkan dan unjuk kerjanya dinilai menggunakan perhitungan korelasi sendiri (auto-correlation) dan korelasi silang (cross-correlation).
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimana melakukan pengkodean khusus untuk komunikasi optik pada sistem CDMA menggunakan optical orthogonal codes (OOC), yaitu codeword (0,1) yang memenuhi sifat auto korelasi (auto correlation) dan korelasi silang (cross correlation) untuk membedakan antara satu user dengan user yang lain.
1.3 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini meliputi :
1. Bagaimana merealisasikan OOC menggunakan teknik Kode Prima yang Dikembangkan ?
2. Bagaimana menilai performansi teknik Kode Prima yang Dikembangkan dilihat dari nilai korelasi silang ?
3. Bagaimana menilai performansi teknik Kode Prima yang Dikembangkan dilihat dari Bit Error Rate (BER) ?
1.4 Tujuan
3 Universitas Kristen Maranatha
2. Menilai performansi teknik Kode Prima yang Dikembangkan dilihat dari nilai korelasi silang.
3. Menilai performansi teknik Kode Prima yang Dikembangkan dilihat dari Bit Error Rate (BER).
1.5 Pembatasan Masalah
Dalam tugas akhir ini, pembatasan dibatasi sampai hal-hal berikut yaitu : 1. Jumlah user maksimum bergantung p2.
2. Batas nilai korelasi silang maksimum adalah 1 (satu).
3. Untuk menghitung kinerja dari hasil OOC ini menggunakan perhitungan korelasi dan penilaian perbandingan Bit Error Rate (BER).
4. Realisasi OOC menggunakan kode prima yang dikembangkan.
5. Kode prima maksimum yang digunakan adalah 11, karena keterbatasan memori pada komputer.
1.6 Sistematika Penulisan.
Sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan.
Bab ini membahas tentang latar belakang, perumusan masalah
secara umum, tujuan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. Bab II : Teori Dasar spread spectrum dan OOC.
Bab ini berisi landasan teori dari spread spectrum dan optical orthogonal codes (OOC) dalam komunikasi serat optik CDMA dan menguraikan mengenai proses modulasi, demodulasi. Serta teknik pengkodean (modulasi) dalam penyusunan tugas akhir ini.
Bab III : Pembangkitan kode prima
4 Universitas Kristen Maranatha
Bab IV :Analisa OOC pada Performansi Sistem OCDMA
Bab ini membahas tentang proses pengujian optical orthogonal ditinjau dari bit error ratenya.
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan-pembahasan sebelumnya dan saran-saran bagi pengembangan selanjutnya.
32 Universitas Kristen Maranatha
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Realisasi OOC menggunakan Kode Prima yang Dikembangkan ini berhasil dilakukan dan hasilnya sesuai.
2. Berdasarkan perhitungan nilai korelasi silang, maka nilai korelasi silang maksimal 1, berarti kemungkinan error yang dinyatakan dalam Bit Error Rate akan berkurang jika dibandingkan dengan Kode Prima .
3. Dilihat dari grafik BER (Bit Error Rate) terlihat adanya kesalahan penerimaan seiring dengan bertambahnya user. Hal ini terjadi karena pada masing-masing user ditambahkan noise AWGN. Jika noise AWGN ditiadakan, maka BER sama dengan nol, walaupun jumlah user ditambahkan hingga maksimal sejumlah p2 (p = bilangan prima yang dipilih).
V.1I Saran
33 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
1.
Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber Networks- Part I : Fundamental Principle,” IEEE Transactions OnCommunications, Vol.37, No 8, 1989, pp. 824-833.
2.
Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber Networks- Part II : System Performance Analysis,” IEEE Transactions On Communications, Vol.37, No 8, 1989, PP. 824-833.3.
A.J. Viterby., “ Code Division Multiple Access Principles of Spread-Spectrum Communications, “ Addison-Wesley Publishing Company, Reading, Mass., 1995.4.
Yang, G-C., and W.C. Kwong, “ Prime Codes with Application to CDMA Optical and Wireless Networks,” IEEE Transactions, Artech House, 2002.5.
Keiser, Gerd, “ Optical Fiber Communication,” Mc.Graw Hill Book Company, Singapore, 1991.6.
C.L. Weber, G.K. Huth and B.H. Batson, “ Performance Considerations of Code Division Multiple Access System,” IEEE Transactions. Veh.Technology., Vol. VT-130, pp. 3-10, Febr 1994.
7.
M.B. Pursley, “ Spread Spectrum Multiple-Access Communications in Multi-User Communication System,” G. Longo, Ed. New York : Springer-Verlag, 1989.