• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Sumur Resapan pada Kampus Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman Denpasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Sumur Resapan pada Kampus Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman Denpasar."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ABSTRAK

Sumur resapan air merupakan bangunan menyerupai bentuk sumur gali

dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan

dari atap atau lahan yang kedap air untuk meresap kedalam tanah. Perencanaan

sumur resapan pada Kampus Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman bertujuan

untuk mengurangi banjir dan untuk mengatasi masalah pelimpahan air permukaan

di daerah tersebut. Dalam perencanaannya diperlukan analisis untuk mendapatkan

model sumur resapan yang sesuai dan untuk mengetahui kapasitas sumur resapan

dalam mengatasi masalah banjir pada Kampus Sudirman.

Teknik penempatan sumur resapan dan teknik perencanaan sumur resapan

dalam tugas akhir ini menggunakan metode dalam mendesain sumur resapan yang

sesuai untuk Kampus Sudirman. Metode yang digunakan untuk penempatan

sumur resapan adalah Metode Grid dan untuk perencanaan sumur resapan

menggunakan Teknik Perencanaan menurut Sunjoto dan Metode PU. Data –data

yang digunakan dalam perencanaan sumur resapan ini antara lain data curah hujan

maksimum harian, koefisien permeabilitas, data kontur Kampus Universitas

Udayana Sudirman dan luas seluruh wilayah kampus yang ditinjau.

Hasil analisis perencanaan sumur resapan pada Kampus Sudirman diperoleh

3 tipe desain sumur resapan sesuai dengan teknik perencanaan menurut Sunjoto,

sumur resapan dengan diameter (d) 2,4 m. berdasarkan debit banjir rencana

periode ulang 5 tahun sekali (Q5), untuk asumsi semua luas area kedap air

diperoleh kedalaman sumur resapan (H) tipe I (E1) = 4,35 m, tipe II (E2) = 2,41 m,

dan tipe III (E3) = 1,77 m. Kemudian desain dengan teknik perencanaan PU

dengan diameter (d) 2,4 m berdasarkan intensitas curah hujan 5 tahun sekali (I5)

untuk asumsi semua luas area kedap air diperoleh kedalaman sumur resapan (H)

tipe I = 5,96 m, tipe II = 3,29 m, dan tipe III = 2,41 m. Desain yang sesuai untuk

Kampus Universitas Udayana Jl P.B. Sudirman yaitu dengan Teknik Perencanaan

Menurut Sunjoto, dengan jumlah sumur resapan sebanyak 82.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Om Swastiastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul

“Perencanaan Sumur Resapan Pada Kampus Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman Denpasar.

Selama pelaksanaan penyususnan tugas akhir ini, penulis mendapatkan

informasi dan bimbingan yang sangat luar biasa. Begitu pula bantuan serta

motivasi dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yang terhormat Ir. I Gusti Ngurah Kerta Arsana, MT. selaku Dosen

Pembimbing I dan Prof. Ir. I Nyoman Norken, SU., Ph.D selaku Dosen

Pembimbing II.

2. Yang saya hormati Ir. I Gusti Raka Purbanto, MT. selaku Dosen

Pembimbing Akademik.

3. Dosen penguji Proposal maupun Tugas Akhir, yang saya hormati.

4. Orang tua dan keluarga yang mendukung penuh selama proses

penyelesaian studi S1.

5. Para sahabat, rekan-rekan Sipil Angkatan 2012, serta Winata yang

senantiasa menemani dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh

dari sempurna. Karena itu penulis mohon maaf apabila ada kesalahan atau

kekurangan di dalam laporan ini. Penulis pun sangat mengharapkan saran serta

kritik yang membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini kedepannya.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Denpasar, 26 Februari 2016

(5)

DAFTAR ISI

JUDUL LAPORAN

LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 5

2.2 Sumur Resapan ... 5

2.3 Curah Hujan dan Debit Hujan Rencana... 8

2.3.1 Curah Hujan Rancangan dan Periode Ulangnya... 8

2.3.2 Koefisien Aliran Limpasan ... 23

2.3.3 Waktu Konsentrasi... 25

2.3.4 Debit banjir Rencana... 27

2.4 Konstruksi Sumur Resapan ... 27

2.4.1 Penempatan Sumur Resapan... 31

2.4.2 Mendimensi Sumur Resapan ... 32

2.4.3 Pengertian Tanah ... 37

2.4.4 Klasifikasi Tanah ... 38

2.4.5 Kedalaman Muka Air Tanah... 39

2.4.6 Permeabilitas Tanah ... 39

2.4.7 Pemeriksaan Jarak... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum ... 42

3.2 Daerah Penelitian ... 42

3.3 Data Perencanaan ... 42

3.4 Analisis Data ... 43

(6)

3.4.2 Analisis Log Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan ... .44

3.4.3 Analisis Intensitas Curah Hujan ... .47

3.4.4 Analisis Debit Banjir ... .47

3.4.5 Analisis Permeabillitas Tanah ... 47

3.4.6 Analisis Sumur Resapan ... 47

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 48

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kampus ... 50

4.2 Kondisi Air Tanah Eksisting... 51

4.2.1 Sumur Gali Penduduk ... 51

4.2.2 Pendataan Sumur Gali didekat Kampus... 52

4.3 Rencana Penempatan Sumur Resapan Air... 52

4.4 Catchment Area ... 54

4.5 Analisis Curah Hujan ... 62

4.5.1 Uji Konsistensi Data Hujan... 66

4.5.2 Pemilihan Distribusi Frekuensi ... 71

4.5.3 Analisis Curah Hujan Rencana dengan Metode Log Person Type III ... 73

4.5.4 Uji Smirnov - Kolmogrov ... .74

4.5.5 Uji Chi Kuadrat ... .78

4.6 Analisis Intensitas Hujan ... .79

4.7 Perhitungan Debit Banjir Rencana ... .93

4.7.1 Metode Rasional... .93

4.7.2 Hasil Uji Nilai Koefisien Permeabilitas...99

4.8 Perencanaan Sumur Resapan ... .107

4.8.1 Teknik Perencanaan Menurut Sutonjo ... .107

4.8.2 Teknik Perencanaan dengan Metode PU ... .119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... .126

5.2 Saran... .127

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rumus Penentuan Kala Ulang T ... 9

Tabel 2.2 Reduced Variete sebagai Fungsi Waktu Balik ... 10

Tabel 2.3 Nilai K untuk Distribusi Log-Person III ... 12

Tabel 2.4 Wilayah Luas Dibawah Kurva Normal ... 14

Tabel 2.5 Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal... 16

Tabel 2.6 Pemilihan Sebaran Distribusi ... 18

Tabel 2.7 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat ... 19

Tabel 2.8 Nilai Kritis Δ α untuk Uji Smirnov-Kolmogorov ... 21

Tabel 2.9 Koefisien Aliran Limpasan untuk Berbagai Permukaan dan Kala Ulang... 23

Tabel 2.10 Nilai Koefisien Retardasi berdasarkan Permukaan... 26

Tabel 2.11 Hubungan kecepatan infiltrasi dengan tekstur tanah ... 30

Tabel 2.12 Perbedaan daya resap tanah pada berbagai kondisi permukaan tanah ... 30

Tabel 2.13 Faktor Geometrik Sumur ... 34

Tabel 2.14 Deskripsi Tentang Sumur ... 35

Tabel 2.15 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah ... 40

Tabel 2.16 Perhitungan jumlah sumur resapan dengan kedalaman 3m dengan efesiensi 100%... 41

Tabel 2.17 Jarak Minimum Sumur Resapan Terhadap Bangunan... 41

Tabel 4.1 Indikasi Pencemaran Air Sumur di Beberapa Kawasan di Kota Denpasar ... 52

Tabel 4.2 Luas Daerah Tangkapan Air Drainase Kampus... 56

Tabel 4.3 Luasan Daerah Tangkapan Air Diurutkan Dari yang Terbesar - Terkecil... 60

Tabel 4.4 Data Curah Hujan Harian Maksimum untuk Stasiun Sanglah... 62

(8)

dan Stasiun Sumerta...64

Tabel 4.7 Perhitungan Curah Hujan Maksimum Harian Rata- Rata...65

Tabel 4.8 Hasil Uji Konsistensi Data Untuk Stasiun Sanglah Dengan Metode RAPS...69

Tabel 4.9 Hasil Uji Konsistensi Data Untuk Stasiun Sumerta Dengan Metode RAPS...70

Tabel 4.10 Perhitungan Koefisien kemencengan (Cs) dan Koefisien Kepuncakan (Ck) ...71

Tabel 4.11 Penentuan Distribusi Frekuensi...72

Tabel 4.12 Perhitungan Curah Hujan (X)...73

Tabel 4.13 Perhitungan Log Person Type III...74

Tabel 4.14 Pengamatan Uji Smirnov-Kolmogorov...77

Tabel 4.15 Pengujian Nilai Distribusi Frekuensi Log Person Type III dengan Metode Chi Kuadrat...78

Tabel 4.16 Hujan rancangan untuk berbagai periode ulang...79

Tabel 4.17 Perhitungan Intensitas Curah Hujan...79

Tabel 4.18 Perhitungan a,b dengan rumus Talbot untuk periode ulang 2 tahun...80

Tabel 4.19 Perhitungan a,b dengan rumus Talbot untuk periode ulang 5 tahun...81

Tabel 4.20 Perhitungan a,b dengan rumus Talbot untuk periode ulang 10 tahun...82

Tabel 4.21 Perhitungan log a dan n dengan Rumus Sherman untuk periode ulang 2 tahun...83

Tabel 4.22 Perhitungan log a dan n dengan Rumus Sherman untuk periode ulang 5 tahun...84

Tabel 4.23 Perhitungan log a dan n dengan Rumus Sherman untuk periode ulang 10 tahun...85

(9)

ulang 2 tahun... ...86

Tabel 4.25 Perhitungan a dan b dengan Rumus Ishiguro untuk periode ulang 5 tahun...87

Tabel 4.26 Perhitungan a dan b dengan Rumus Ishiguro untuk periode ulang 10 tahun...88

Tabel 4.27 Perbandingan kecocokan persamaan Intensitas Curah Hujan periode ulang 2 tahun...89

Tabel 4.28 Perbandingan kecocokan persamaan Intensitas Curah Hujan periode ulang 5 tahun...90

Tabel 4.29 Perbandingan kecocokan persamaan Intensitas Curah Hujan periode ulang 10 tahun...90

Tabel 4.30 Perhitungan Intensitas Curah Hujan dengan Rumus Sherman untuk berbagai periode ulang...91

Tabel 4.31 Debit Banjir Rencana Sumur Resapan...95

Tabel 4.32 Jenis Tanah di Lapangan... ...101

Tabel 4.33 Hasil Pengujian Sampel...102

Tabel 4.34 Hasil Perhitungan Koefisien Permeabilitas ...106

Tabel 4.35 Hasil Perhitungan Kedalaman Sumur Resapan Untuk Teknik Perencanaan Sunjoto ...123

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Konstruksi Sumur Resapan... 28

Gambar 2.2 Debit Resapan pada Sumur dengan Berbagai Kondisi... 33

Gambar 2.3 Bagan Alir Pembuatan Sumur Resapan ... 37

Gambar 3.1 Diagram Alir Permukaan... 49

Gambar 4.1 Peta Rencana Sumur Resapan Kampus... 53

Gambar 4.2 Peta Penempatan Sumur Resapan Kampus dengan Luas 200 m2... 54

Gambar 4.3 Catchment Sumur Resapan Kampus... 55

Gambar 4.4 Catchment Sumur Resapan 1 ... 58

Gambar 4.5 Luas Catchment Sumur Resapan 1 ... 59

Gambar 4.6 Grafik Curah Hujan Harian Maksimum selama 20 tahun... 64

Gambar 4.7 Kurva Massa Ganda Sta Sanglah... 67

Gambar 4.8 Kurva Massa Ganda Sta Sumerta... 67

Gambar 4.9 Penggambaran data pada kertas probabilitas Log Pearson III ... 76

Gambar 4.10 Kurva Intensitas Frekuensi untuk rumus Sherman ... 92

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi di Indonesia,

telah menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap permukiman. Hal tersebut

mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi tata guna lahan. Semakin meningkat

pengalihan fungsi dari lahan terbuka menjadi lahan permukiman menyebabkan

berkurangnya daerah resapan air hujan. Perubahan tata guna lahan juga

mempengaruhi sistem hidrologi sehingga dapat menyebabkan terjadinya banjir

pada musim hujan dan kekeringan di musim kemarau (Nurroh dkk., 2009).

Salah satu sistem drainase berwawasan lingkungan untuk pengendalian air,

baik mengatasi banjir dan kekeringan adalah sumur resapan. Sumur resapan

merupakan upaya memperbesar resapan air hujan ke dalam tanah dan

memperkecil aliran permukaan sebagai penyebab banjir (Arafat, 2008).

Dengan pengaliran air yang terkendali dan semakin bertambahnya air

hujan yang dapat meresap ke dalam tanah, maka kondisi air tanah akan semakin baik. Kondisi air tanah yang semakin baik dapat memberikan banyak manfaat

kepada penduduk daerah permukiman (Siswanto, 2001).

Kota Denpasar merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan

yang sangat pesat dalam kependudukan. Penduduk kota Denpasar terdiri dari

berbagai lapisan etnis, golongan, ekonomi, profesi, dan tingkat pendidikan.

Keragaman penduduk tercermin pula pada kondisi pemukiman yang terdapat pada

kota Denpasar. Hal ini sangat mempengaruhi bagaimana fasilitas berupa prasarana

kota yang nantinya akan memberikan dampak kepada masyarakat sendiri.

Wilayah Kota Denpasar secara keseluruhan memiliki luas wilayah 12.778 Ha

merupakan dataran rendah dengan keadaan topografi yang relatif sangat datar,

terletak pada elevasi 5,00 m di atas permukaan laut (dpl) di Selatan dan Tenggara,

sampai dengan 75,00 m di atas permukaan laut (dpl) di Utara. Permukaan tanah

umumnya miring ke Selatan dan Tenggara. Pada Tahun 2014 penduduk Kota

Denpasar berjumlah 863.600 jiwa atau mengalami rata-rata pertumbuhan

(12)

pendidikan seta pariwisata, tanah di Kota Denpasar sangat berpotensi terjadinya

alih fungsi lahan. Perubahan tata guna lahan yang sangat cepat inilah yang

berpotensi menimbulkan banjir, (Badan Pusat Statistik 2014).

Kampus Universitas Udayana merupakan salah satu Perguruan Tinggi

Negeri (PTN) di Pulau Bali. Kampus Universitas Udayana atau lebih dikenal

dengan nama kampus UNUD terletak di tiga tempat yaitu Kampus Bukit –

Jimbaran, Kampus Nias, dan Kampus Sudirman di Jl. P.B. Sudirman Kota

Denpasar. Dimana perencanan sumur resapan ini dilakukan pada Kampus

Universitas Udayana Sudirman. Kampus Universitas Udayana Sudirman memiliki

luas lahan sebesar 42.337 m². Mengingat letak kampus yang berada di Pusat Kota,

akibatnya kampus UNUD Denpasar menerima dampak dari peningkatan

pertumbuhan kota yang semakin pesat. Akibat dari pesatnya pertumbuhan

penduduk, permasalahan yang sering terjadi salah satunya ialah banjir.

Hujan yang mengguyur kota Denpasar pada Jumat, 20 Feb 2015

mengakibatkan banjir di Kampus UNUD yang disebabkan oleh meluapnya

Sungai Tukad Rangda dan kondisi saluran eksisting kampus yang kurang

memadai dan terpelihara. Banjir di Kampus Universitas Udayana Sudirman

mencapai ketinggian air sebesar 30-80 cm (perslinimassa.com) dan merupakan

sejarah kejadian banjir terbesar, mengingat kejadian tersebut mengakibatkan

genangan yang cukup dalam serta menyebabkan beberapa kendaraan terendam.

Kondisi eksisting kampus memiliki kedalaman rata–rata saluran antara 30–40

cm dan lebar saluran antara 30 - 50 cm sehingga kemampuan saluran untuk

mengalirkan air kurang memadai, karena pada saluran eksisting banyak terdapat

sedimen dan sampah akibat dari pemeliharaan yang tidak terlaksana dengan

baik.

Kondisi yang terjadi di kampus UNUD ini dapat diatasi dengan membuat

konstruksi sumur resapan, karena dilihat secara tata ruang penempatan

gedung-gedung di areal kampus sebagian besar tertutup bangunan, serta area yang sudah

dibangun dengan perkerasan. Menurut Suripin, masalah tersebut dapat diatasi

dengan menyerap air sebesar 30% - 40% karena sumur resapan merupakan

drainase tersier dan sisanya dialirkan ke sistem drainase yang mampu

(13)

ini altenatif yang dipilih adalah dengan membuat sumur resapan yang optimal

untuk menyerap air.

Kontruksi Sumur Resapan Air (SRA) merupakan alternatif pilihan dalam

mengatasi pelimpahan aliran permukaan dan menurunnya permukaan air tanah

pada kawasan pendidikan, karena dengan pertimbangan : pembuatan konstruksi

SRA tidak memerlukan biaya besar, tidak memerlukan lahan yang luas, dan

bentuk konstruksi SRA sederhana. Kampus UNUD Jalan P.B. Sudirman memiliki

kedalaman air tanah pada saat musim kemarau antara 3,5 m – 4 m dan pada

musim hujan sebesar 1,5 m – 2 m (menurut hasil penelitian tinggi kedalaman

muka air tanah di wilayah kelurahan Dangin Puri tahun 2014 oleh Dinas Energi

dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bali), sehingga memenuhi syarat perencanaan

sumur resapan yaitu kedalaman air tanah minimal 3 m pada musim kemarau dan

1,5 m pada musim hujan (Kusnaedi, 2007). Maka dari itu, dengan penggunaan

sumur resapan, mutu/kualitas air tanah dapat terkendali, dan diharapkan

pembuatan sumur resapan ini dapat mengatasi masalah pelimpahan air permukaan

di daerah tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam perencanaan ini antara lain:

a. Bagaimana merencanakan sumur resapan yang sesuai pada Kampus

Universitas Udayana ?

b. Berapa besar kapasitas sumur resapan dalam mengatasi masalah

banjir pada Kampus Universitas Udayana ?

1.3. Maksud dan Tujuan Tujuan penelitian ini:

a. Untuk mendapatkan model sumur resapan yang sesuai pada Kampus

Universitas Udayana.

b. Untuk mengetahui kapasitas sumur resapan dalam mengatasi atau

(14)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah:.

a. Dengan adanya perencanaan sumur resapan ini, diharapkan dapat

mengatasi atau mengurangi permasalahan banjir yang sering terjadi

di Kampus Univesitas Udayana.

b. Perencanaan sumur resapan ini juga memiliki manfaat untuk

menambah persediaan air tanah (recharge), yang merupakan

kebutuhan air bersih.

1.5. Batasan Masalah

Agar tidak terlalu meluas, pada perencanaan ini penulis membatasi

pemasalahan sebagai berikut :

a. Penulis hanya membahas bagaimana merencanakan sumur resapan,

yaitu dimensi dan konstruksi sumur resapan yang sesuai.

b. Dalam perencanaan sumur resapan, hanya membahas tentang

perencanaan sumur resapan dangkal.

c. Dalam perencanaan sumur resapan, tidak membahas tentang biaya

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Konsep dasar sumur resapan adalah memberi kesempatan dan jalan pada

air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam

tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem resapan. Berbeda

dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke sungai

diteruskan ke laut, dengan cara seperti ini dapat mengalirkan air hujan ke dalam

sumur-sumur resapan yang dibuat di halaman rumah. Sumur resapan ini

merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum

air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian tanah

menjadi optimal (Suripin, 2004).

2.2 Sumur Resapan

Menurut Kusnaedi (2007), sumur resapan adalah salah satu rekayasa

teknis konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga

menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu, diisi dengan

bahan-bahan resapan (pasir, batu, ijuk) secara berlapis sampai rata dengan permukaan

tanah yang berfungsi sebagai tempat penampungan dan sekaligus peresapan air ke

dalam tanah. Pembuatan bangunan sumur resapan merupakan upaya memberikan

imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksi air hujan sebagai media

infiltrasi ke dalam tanah yang dapat diterapkan di kawasan pemukiman,

pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas lainnya.

Adapun tujuan pembuatan sumur resapan adalah untuk mengurangi erosi,

menyimpan dan menaikkan permukaan air tanah dalam rangka penyelamatan

sumberdaya air. Manfaat yang diperoleh dari pembuatan sumur resapan adalah:

1. Mengurangi aliran permukaan sehingga dapat mencegah atau

mengurangi terjadinya banjir dan genangan.

(16)

3. Mempertahankan dan meningkatkan tinggi permukaan air tanah dan volumenya

4. Mengurangi dan menahan intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai

5. Mencegah penurunan tanah (land subsidence) akibatnya pengambilan air tanah yang berlebihan

6. Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah

Secara umum sebagai sasaran lokasi pembuatan sumur resapan agar aliran

permukaan menjadi kecil dan peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi besar,

maka dalam pembuatannya diarahkan pada daerah-daerah yang menpunyai

ciri-ciri sebagai berikut (Kusnaedi, 2007) :

1. Suatu daerah yang mempunyai kondisi lapangan dengan kemiringan > 15%

2. Suatu daerah yang mempunyai tingkat erosi tinggi

3. Suatu daerah yang daya serap air ke dalam tanah tinggi

4. Suatu daerah pemukiman yang mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi

5. Suatu daerah kawasan industri

Secara teknis sasaran lokasi atau daerah yang dipilih sebagai prioritas

pembuatan sumur resapan ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa faktor teknis yaitu antara lain topografi, tanah, dan iklim.

a. Topografi

Unsur topografi yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan sasaran

lokasi sumur resapan adalah kemiringan lapangan dan ketinggian tempat. Sumur

resapan sedapat mungkin diarahkan pada daerah-daerah atau lokasi dengan

konfigurasi lapangan landai, miring sampai curam atau daerah-daerah dengan

kelerengan rata-rata diatas 15%.

b. Tanah

Faktor tanah yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan sasaran

lokasi sumur resapan adalah jenis tanah, kedalaman tanah dan tingkat kerusakan

(17)

1. Jenis tanah

Unsur tanah yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan sumur

resapan adalah faktor erodibilitas tanah.

Berkaitan dengan fungsi atau manfaat sumur resapan sedapat mungkin

dibuat pada daerah yang mempunyai faktor erodibilitas tinggi. Faktor

erodibilitas ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah, bahan organik dan

permeabilitas tanah. Tanah dengan tekstur tanah sedang, agak halus serta

mempunyai struktur granuler sedang dan halus yang pada umunya

permeabilitasnya rendah, sehingga perlu atau cocok untuk dibuat sumur

resapan.

2. Ketebalan Tanah atau solum

Solum tanah yaitu tebal lapisan sampai bahan induk atau padas.

Tanah-tanah yang tererosi berat tanah berbatu umumnya mempunyai

solum tanah yang dangkal. Makin curam lereng, makin dangkal solum

tanahnya. Solum tanah dapat diketahui dengan mengamati profil tanah

pada tebing lereng. Sasaran sumur resapan sedapat mungkin diarahkan

pada daerah-daerah dengan solum tanah atau lapisan tanah yang tebal.

3. Tingkat Kerusakan Tanah

Kerusakan lahan dapat dilihat dari keadaan erosi. Tingkat erosi

diketahui dengan mengenali jenis-jenis erosi yang telah terjadi secara

pandangan mata di lapangan atau dengan perhitungan pengukuran menurut

cara atau pedoman yang berlaku. Tingkat kerusakan tanah dikategorikan

menurut jumlah tanah yang tererosi, yaitu ringan (kurang dari 18

ton/ha/tahun), sedang (kurang dari 25 ton/ha/tahun), dan berat (lebih dari

25 ton/ha/tahun). Tingkat kerusakan lahan dapat didentifikasikan dengan

gejala yang terjadi, yaitu:

* Ringan : bila erosi yang terjadi adalah erosi permukaan

* Sedang : bila erosi yang terjadi adalah erosi alur

* Berat : bila erosi yang terjadi adalah erosi jurang (longsoran)

Daerah dengan tingkat erosi sedang dan berat diprioritaskan untuk

(18)

4. Iklim dan curah hujan

Faktor iklim atau curah hujan yang menjadi pertimbangan dalam

penetapan sasaran sumur resapan adalah faktor erosivitas hujan. Erosivitas

hujan adalah daya erosi hujan pada suatu tempat tertentu, yang ditentukan

berdasarkan curah hujan bulanan, jumlah hari hujan bulanan, bulan harian

maksimal atau intensitas hujan maksimal. Tinggi curah hujan dibedakan

atas:

* Rendah : kurang dari 1500 mm/tahun

* Sedang : 1500–2500 mm/tahun

* Tinggi : lebih dari 2500 mm/tahun

Daeah dengan faktor erosivitas atau dengan curah hujan sedang dan tinggi

diprioritaskan untuk dijadikan saran pembuatan sumur resapan

2.3 Curah hujan dan Debit hujan Rencana

Menurut Suripin (2004), hujan adalah kejadian alam yang tidak dapat

diprediksi secara pasti seberapa besar hujan yang akan terjadi pada suatu periode

waktu. Maka dari itu diperlukan adanya analisis hidrologi. Analisis hidrologi

merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini disebabkan oleh

ketidakpastian siklus hidrologi, rekaman data dan kualitas data. Analisis hidrologi

sangat diperlukan dalam suatu perencanaan sumur resapan untuk dapat

menentukan besarnya dimensi sumur resapan yang akan dibangun.

2.3.1 Curah Hujan Rancangan dan Periode Ulangnya

Menurut Suripin (2004), dalam perhitungan hidrologi data curah hujan

mutlak diperlukan terutama menghitung debit banjir rencana karena data debit

untuk pengukuran dengan jangka waktu yang lama belum didapatkan dan

perhitungan ini bisa dilakukan secara empiris dengan matematika.

Hubungan antara kala ulang dengan probabilitas dinyatakan dengan P =

1/T. Untuk menghitung probabilitas dapat ditentukan dengan distribusi data yang

(19)

Tabel 2.1. Rumus Penentuan Kala Ulang T

Rumus T Distribusi T untuk

N=50, m=1

California (1929) N/n 50

Hazen (1930) 2N/2m–1 Normal 100

Weibull (1939) m/N + 1 Normal dan Pearson III 51

Blom (1958) N + 0,25/m - 0,375 Normal 80,4

Beard (1962) N + 0,4/m - 0,3 Pearson III 72

Gringorten (1963) N + 0,12/m - 0,44 Exponential, Extreme Value I 89,5

Sumber : Metode Perhitungan Debit Banjir, Departemen Pekerjaan Umum (1989)

Apabila data diperkirakan mengikuti distribusi normal, maka besar

kejadian banjir dan probabilitas (1/T) yang digambarkan pada kertas probabilitas

normal akan menghasilkan suatu garis lurus.

Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan suatu

kemungkinan terjadi yang tertentu, atau hujan dengan suatu kemungkinan periode

ulang tertentu. Metode analisa hujan rancangan tersebut pemilihannya sangat

tergantung dari kesesuaian parameter static dari data yang bersangkutan, atau

dipilih berdasarkan pertimbangan teknis-teknis lainnya. Data curah hujan yang dipergunakan adalah dari stasiun Sumerta, dan stasiun Sanglah , dengan periode

pengamatan tahun 1995 sampai dengan tahun 2014.

Adapun metode pendekatan untuk menghitung curah hujan rancangan adalah:

(Suripin, 2004)

Metode E. J. Gumbel

Metode E. J. Gumbel dengan persamaan sebagai berikut

X = X + s . K (2-1)

dengan:

X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan

untuk periode ulang T tahun

X = Harga rerata dari data

X = (2-2)

(20)

K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return

periode) dan tipe distribusi frekuensi

Untuk menghitung faktor frekuensi E. J. Gumbel Type I digunakan rumus :

K = (2-4)

dengan:

Yt = Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T (th)

= -Ln (-Ln (T - 1)/ T)

Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data n

Sn = Reduced standard deviasi fungsi dari banyaknya data n

Dengan mensubstitusikan ketiga persamaan diatas diperoleh :

X = X + (Yt–Yn) (2-5)

Jika :

= b = X - Yn

Persamaan diatas menjadi :

X = b + (1/a) . Yt (2-6)

Tabel 2.2. Reduced Variate Sebagai Fungsi Waktu Balik

YT = -ln[-ln{(Tr-1)/Tr}]

Sumber : Suripin, (2004)

Tr (Tahun) Reduced Variate (Yt)

2 0,3665

5 1,4999

10 2,2504

20 2,9702

25 3,1985

50 3,9019

(21)

Metode LogPerson III

Tiga parameter paling penting dalam Log–Person III yaitu : − Harga rata-rata

− Simpang Baku

− Koefisien Kemencengan

Jika koefisien kemencengan sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi

Log Normal.

Berikut langkah-langkah penggunaan distribusi Log–Person III : − Ubah data kedalam bentuk logaritmis,. X = Log X

− Hitung harga rata-rata :

= (2-7)

− Hitung harga simpangan baku :

= ( ) , (2-8)

− Hitung koefisien kemencengan :

= ( ( )( ) ) (2-9)

− Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T, dengan rumus:

Log = log X + K . s (2-10)

Dimana K adalah variable standard untuk X yang besarnya tergantung

koefisien kemencengan G, dapat dilihat pada Tabel 2.3. , yang

(22)

Tabel 2.3. Nilai K untuk Distribusi Log–Person III

Interval kejadian (Recurrence Interval), tahun (periode ulang)

1.0101 1.2500 2 5 10 25 50 100

koef, G Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being axceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

(23)

-2.8 -3.973 -0.469 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 -3.0 -7.051 -0.420 0.390 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667

Sumber : Suripin (2004)

Metode Normal

Sebaran normal banyak digunakan dalam analisis hidrologi, misal

dalam analisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi

rata-rata curah hujan tahunan, debit rata-rata-rata-rata tahunan dan sebagainya. Sebaran normal atau kurva normal disebut pula sebaran Gauss.Probability Density

Functiondari sebaran normal adalah :

-∞<X<+∞ (2-11)

Dimana :

P(X) = nilai logaritmik dari X atau log (X)

π = 3,14156 e = 2,71828

X = variabel acak kontinu

µ = rata-rata nilai X

σ = deviasi standar nilai X

Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistic µ

dan σ . Bentuk kurvanya simetris terhadap X = µ dan grafiknya selalu

di atas sumbu datar X, serta mendekati (berasimtot) sumbu datar X,

dimulai dari X = µ + 3σ dan X-3σ . Nilai mean = modus = median.

Nilai X mempunyai batas -∞<X<+∞.

Luas dari kurva normal selalu sama dengan satu unit, sehingga :

(2-12)

Untuk menentukan peluang nilai X antara X = x1dan X = x2adalah :

(24)

dan deviasi standar σ = 1,0, maka Persamaan 2-13 dapat ditulis

sebagai berikut :

(2-14)

dengan :

(2-15)

Persamaan 2-6i disebut dengan sebaran normal standar (standard normal distribution).

Tabel 2.4 menunjukkan wilayah luas di bawah kurva normal, yang

merupakan luas dari bentuk kumulatif (cumulative form) dan sebaran

normal.

Tabel 2.4. Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal

1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07

-3,4 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003

-3,3 0,0005 0,0005 0,0005 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004

-3,2 0,0007 0,0007 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0005

-3,1 0,0010 0,0009 0,0009 0,0009 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008

-3,0 0,0013 0,0013 0,0013 0,0012 0,0012 0,0011 0,0011 0,0011

-2,9 0,0019 0,0018 0,0017 0,0017 0,0016 0,0016 0,0015 0,0015

-2,8 0,0026 0,0025 0,0024 0,0023 0,0022 0,0022 0,0021 0,0021

-2,7 0,0036 0,0034 0,0033 0,0032 0,0030 0,0030 0,0029 0,0028

-2,6 0,0047 0,0045 0,0044 0,0043 0,0040 0,0040 0,0039 0,0038

-2,5 0,0062 0,0060 0,0059 0,0057 0,0055 0,0054 0,0052 0,0051

-2,4 0,0082 0,0080 0,0078 0,0075 0,0073 0,0071 0,0069 0,0068

-2,3 0,0107 0,0104 0,0102 0,0099 0,0096 0,0094 0,0094 0,0089

-2,2 0,0139 0,0136 0,0132 0,0129 0,0125 0,0122 0,01119 0,0116

-2,1 0,0179 0,0174 0,0170 0,0166 0,0162 0,0158 0,0154 0,0150

-2,0 0,0228 0,0222 0,0217 0,0212 0,0207 0,0202 0,0197 0,0192

-1,9 0,0287 0,0281 0,0274 0,0268 0,0262 0,0256 0,0250 0,0244

(25)

-1,7 0,0446 0,0436 0,0427 0,0418 0,0409 0,0401 0,0392 0,0384

-1,6 0,0548 0,0537 0,0526 0,0516 0,0505 0,0495 0,0485 0,0475

-1,5 0,0668 0,0655 0,0643 0,0630 0,0618 0,0606 0,0594 0,0582

-1,4 0,0808 0,0793 0,0778 0,0764 0,0749 0,0735 0,0722 0,0708

-1,3 0,0968 0,0951 0,0934 0,0918 0,0901 0,0885 0,0869 0,0853

-1,2 0,1151 0,1131 0,1112 0,01093 0,1075 0,1056 0,1038 0,1020

-1,1 0,1357 0,1335 0,1314 0,1292 0,1271 0,1251 0,1230 0,1210

-1,0 0,1587 0,1562 0,1539 0,1515 0,1492 0,1469 0,1446 0,1423

-0,9 0,1841 0,1814 0,1788 0,1762 0,1736 0,711 0,1685 0,1660

-0,8 0,2119 0,2090 0,2061 0,2033 0,2005 0,1977 0,1949 0,1922

-0,7 0,2420 0,2389 0,2358 0,2327 0,2296 0,2266 0,2236 0,2206

-0,6 0,2743 0,2709 0,2676 0,2643 0,2611 0,2578 0,2546 0,2514

-0,5 0,3085 0,3050 0,3015 0,2981 0,2946 0,2912 0,2877 0,2843

-0,4 0,3446 0,3409 0,3372 0,3336 0,3300 0,3264 0,3228 0,3192

-0,3 0,3821 0,3783 0,3745 0,3707 0,3669 0,3632 0,3594 0,3557

-0,2 0,4207 0,4168 0,4129 0,4090 0,4052 0,4013 0,3974 0,3936

2,2 0,9861 0,9864 0,9868 0,9871 0,9875 0,9878 0,9891 0,9884

2,3 0,9893 0,9896 0,9896 0,9901 0,999904 0,999906 0,9909 0,9911

2,4 0,9918 0,9920 0,9922 0,9925 0,9927 0,9929 0,9931 0,9932

2,5 0,9938 0,9940 0,9941 0,9943 0,9945 0,9946 0,9948 0,9949

2,6 0,9953 0,9955 0,9956 0,9957 0,9959 0,9960 0,9961 0,9962

2,7 0,9965 0,9966 0,9967 0,9968 0,9969 0,9970 0,9971 0,9972

2,8 0,9974 0,9975 0,9976 0,9977 0,9977 0,9978 0,9979 0,9979

2,9 0,9981 0,9982 0,9982 0,9983 0,9984 0,9984 0,9985 0,9985

3,0 0,9987 0,9987 0,9987 0,9988 0,9988 0,9989 0,9989 0,9989

(26)

Metode Log Normal

Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan

mengikuti distribusi Log Normal. PDF(probability density function)untuk

distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan

simpangan bakunya sebagai berikut :

( ) = ( ) X > 0 (2.16)

Keterangan :

P (X) = peluang Log Normal

X = nilai variat pengamatan

= nilai rata-rata populasi

= deviasi standar nilai variat Y

Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas, maka peluang

logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat

dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan :

= + (2.17)

Yang dapat didekati dengan :

= + (2.18)

= (2.19)

Keterangan:

YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang

T-tahunan

Y = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat

KT = factor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode

ulang dan tipe modal matematik distribusi peluang yang

digunakan untuk analisis peluang.

Tabel 2.5. Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal

(27)

3 0.17 30 2.27 110 3.53

4 0.44 35 2.41 120 3.62

5 0.64 40 2.54 130 3.7

6 0.81 45 2.65 140 3.77

7 0.95 50 2.75 150 3.84

8 1.06 55 2.86 160 3.91

9 1.17 60 2.93 170 3.97

10 1.26 65 3.02 180 4.03

11 1.35 70 3.08 190 4.09

12 1.43 75 3.6 200 4.14

13 1.5 80 3.21 221 4.24

( Sumber : Soemarto,1999)

Pemilihan Distribusi Frekuensi

Penentuan jenis distribusi frekuensi diperlukan untuk mengetahui suatu

rangkaian data cocok untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk

sebaran lain. Untuk mengetahui kecocokan terhadap suatu jenis sebaran

tertentu, perlu dikaji terlebih dahulu ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu :

- Hitung parameter-parameter statistic Cs dan Ck, untuk menentukan

macam analisa frekuensi yang dipakai.

- Koefisienvarians(Cv) dihitung dengan persamaan :

= (2-20)

- Koefisien kepencengan/skewness(Cs) dihitung dengan persamaan :

=( . ()( )). (2-21)

- Koefisien kepuncakan/curtosis(Ck) dihitung dengan persamaan :

=( )(. ( )( ) ). (2-22)

Dimana :

n =Jumlah data

X = Rata-rata data hujan (mm)

S = Simpang baku (standard deviasi)

(28)

Tabel 2.6. Pemilihan Sebaran Distribusi

No. Sebaran Syarat

1. Normal Cs = 0

2. Log Normal Cs = 3Cv

3. Gumbel Cs = 1,1396

Ck = 5,4002

4. Bila tidak ada yang memenuhi syarat digunakan sebaran Log-Person type III

Sumber : Triatmodjo, 2008

Uji kecocokan Distribusi Frekuensi Pengujian menggunakan 2 metode, yaitu :

1. Uji Chi-kuadrat

2. Uji Smirnov-Kolmogorov

1. Uji Chi-kuadrat

Langkah-langkah penyelesaian:

• Diketahui banyaknya jumlah data (n)

• Tingkat kesalahan yang diambil (a) sebesar 5%

• Menentukan jumlah kelas distibusi dengan menggunakan rumus :

K = 1 + 3,332 log n (2-23)

• Tentukan lebar kelas interval dengan rumus:

( )

(2-24)

Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, yang dapat

dihitung dengan rumus :

= ( ) (2-25)

dimana :

h2 = Parameter chi-kuadrat terhitung

G = Jumlah sub kelompok

Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i

Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

(29)

N = Jumlah data

Derajat bebas(number of degrees of freedom)

V = K–h–1 (2-26)

Dimana : h = jumlah parameter = 2

Interprestasi hasil uji adalah sebagai berikut :

a. Apabila peluang lebih lama dari 5%, maka persamaan distribusi yang

digunakan dapat diterima.

b. Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang

digunakan tidak dapat diterima.

c. Apabila peluang berada diantara 1-5%, maka tidak mungkin mengambil

keputusan, diperlukan tambahan data.

Peluang untuk mencapai h2 sama atau lebih besar dari nilai chi-kuadrat

sebenarnya ( 2) dapat dilihat pada tabel 2.7

Syarat agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima yaitu harga h2< 2

Tabel 2.7 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat

dk (α) derajat kepercayaan

0.995 0.99 0.975 0.95 0.05 0.025 0.01 0.005

(30)

16 5.142 5.821 6.908 7.962 26.269 28.845 32.000 34.267 17 5.697 6.408 7.564 8.672 27.587 30.191 33.409 35.718 18 6.265 7.015 8.231 9.390 28.869 31.526 34.805 37.156 19 6.844 7.633 8.907 10.117 30.144 32.852 36.191 38.582 20 8.034 8.260 9.591 10.851 31.410 34.170 37.566 39.997 21 8.643 8.897 10.238 11.591 32.671 35.479 38.932 41.401 22 8.643 9.542 10.982 12.338 33.924 36.781 40.289 42.796 23 9.260 10.196 11.698 13.091 36.172 38.076 41.638 44.181 24 9.886 10.856 12.401 13.848 36.415 39.364 42.980 45.558 25 10.250 11.524 13.120 14.611 37.652 40.464 44.314 46.928 26 11.160 12.198 13.844 15.379 38.885 41.923 45.642 48.290 27 11.808 12.879 14.573 16.151 40.113 43.194 46.936 49.645

Sumber: Suripin, 2004

2. Uji Smirnov-Kolmogorov Langkah-langkah penyelesaian:

- Urutkan data curah hujan dari kecil ke besar (atau sebaliknya)

- Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull sebagai berikut:

= x 100% (2-26)

dimana:

p = Probabilitas

m = Nomor urut data yang telah disusun

n = Jumlah data

- Plot pada Xi dan Probabilitas

- Plot persamaan analisis frekuensi yang sesuai

Pengujian ini digunakan untuk membandingkan peluang yang paling

maksimum antara distribusi pengamatan dan teoritisnya, dengan

persamaan sebagai berikut:

Δ max = Pe- Pt (2-27)

dimana:

Δ max = selisih maksimum antara peluang empiris dan peluang teoritis

Pe = peluang empiris/pengamatan

(31)

- Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga

Δ α dari Tabel 2.8

Syarat agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima yaitu harga

Δ max<Δ α

Tabel 2.8. Nilai Kritis Δ α untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

N Derajat Kepercayaan, α

Intensitas curah hujan didefinisikan sebagai intensitas curah hujan rata-rata

yang diasumsikan jatuh seragam di atas daerah tangkapan hujan untuk

menentukan durasi dan frekuensi (Interval rata-rata periode ulang), dan satuan

yang biasa digunakan untuk menyatakan intensitas curah hujan adalah mm/jam.

Pada daerah tangkapan hujan yang kecil, besarnya durasi tergantung pada

hubungannya dengan waktu konsentrasi atau lamanya aliran dari daerah

tangkapan hujan ke saluran keluar (outlet). Sedangkan untuk daerah tangkapan

hujan yang lebih besar, digunakan pola aliran sementara agar intensitas curah

hujan berubah-ubah selama periode yang berbeda dari durasi hujan. Untuk daerah

tangkapan hujan terbesar unsur-unsur di area digunakan untuk mendapat batas

intensitas curah hujan, agar didapat curah hujan aktual yang tidak seragam di atas

(32)

Untuk menentukan intensitas curah hujan dan durasinya dapat digunakan

rumus diantaranya: Intensitas Curah Hujan Rata-Rata, Mononobe, Talbot,

Sherman dan Ishiguro, dijelaskan sebagai berikut (Suripin 2004):

a. Intensitas Curah Hujan Rata-Rata

= (2-28)

dimana:

I = intensitas hujan (mm/jam)

D = durasi hujan (jam)

R24= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

b. Rumus Mononobe

= / (2-29)

dimana:

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = waktu curah hujan (jam)

R24= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

c. Rumus Talbot

= (2-30)

dimana:

= [ . ]. [ ] [ ]. . [ ] (2-31)

= . [ . ][ ] [. ] . (2-32)

d. Rumus Sherman

= (2-33)

dimana:

log = . [. [ ] ] [ [ ] ] (2-34)

= . [. ] . [[ ]. ] (2-35)

e. Rumus Ishiguro

= (2-36)

(33)

= . [ ] [ ] (2-37)

= . . [ ] [. . ] . (2-38)

dengan:

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = waktu curah hujan (menit)

a,b,n = konstanta

N = jumlah data

B. Intensity Duration Frequency (IDF)

Intensity Duration Frequency (IDF) adalah hubungan antara intensitas

curah hujan, lama hujan (durasi dan frekuensi periode ulang) curah hujan. Dalam

suatu catchment area dapat dibuat kurva IDF sesuai dengan kondisi curah hujan

setempat. IDF ini biasanya disajikan dalam bentuk grafik dimana lama hujan

(durasi) di plot pada sumbu horizontal (absis) dan intensitas curah hujan pada

sumbu vertikal (ordinat), sedangkan untuk frekuensi dibuat serial grafik yang

setiap grafik menunjukan periode ulang (frekuensi) tertentu. Grafik IDF ini sangat

perlu terutama dalam menentukan curah hujan rencana dan debit banjir rencana

pada perencanaan drainase perkotaan. (Triatmodjo, 2008)

2.3.2 Koefisien Aliran Limpasan

Koefisien aliran limpasan adalah rasio perbandingan jumlah air yang

melimpas dengan jumlah hujan. Biasanya berkisar antara 0,2-0,8 dengan

memperhitungkan beberapa faktor seperti topografi dan tata guna lahan

berdasarkan table 2.9. besarnya koefisien pengaliran juga dipengaruhi kala ulang

hujan dan intensitas.

Tabel 2.9. Koefisien Aliran Limpasan untuk Berbagai Permukaan dan Kala Ulang

Berdasarkan Keadaan Permukaan C

Jalan Beraspal 0,70-0,90

Kerikil 0,30-0,70

Bahu Jalan dan Lereng Tanah Berbutir Halus 0,40-0,60

(34)

Batuan Lunak 0,50-0,70

Tanah Kepasiran yang Ditutupi Kemiringan 0 - 2% 0,05-0,10

Rerumputan Kemiringan 2 - 7% 0,10-0,15

Kemiringan 7% 0,15-0,20

Tanah Kohesif yang Ditutupi Kemiringan 0 - 2% 0,13-0,17

Rerumputan Kemiringan 2 - 7% 0,16-0,22

Kemiringan 7% 0,25-0,35

Daerah Perdagangan Daerah Pertokoan 0,70-0,95

Daerah sekitar Pertokoan 0,50-0,70

Daerah Industri Less Congested Area 0,50-0,80

Congested Area 0,60-0,90

Daerah Pemukiman Daerah permukiman dengan parkir sempit 0,65-0,80

Perumahan 0,50-0,70

Daerah permukiman dengan taman dan parkir 0,30-0,50

Daerah Hijau Taman dan Ladang 0,10-0,25

Lapangan Atletik 0,20-0,35

Sawah dan Hutan 0,10-0,30

Sumber : Suripin (2004)

Bila kondisi permukaan atap, halaman dan jalan aspal berbeda, maka

koefisien pengaliran akan berbeda pula. Koefisien pengaliran rerata dicari dengan

persamaan (Suripin 2004) :

= = . . . (2-39)

dimana:

Crerata = koefisien pengaliran rerata

Ca = koefisien pengaliran Atap

(35)

Cj = koefisien pengaliran jalan aspal

Aa = luas badan atap (m2)

Ah = luas halaman (m2)

2.3.3 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi merupakan lama waktu yang diperlukan untuk

mencapai titik pengamatan oleh hujan yang jatuh ditempat terjauh dari titik

pengamatan.

Waktu konsentrasi (tc) untuk saluran drainase perkotaan terdiri dari waktu

yang diperlukan untuk mengalirkan air melalui permukaan tanah kesaluran

terdekat (tof : time overland flow) dan waktu untuk mengalir didalam salurannya

ke tempat yang diukur (tdf : time detention flow).

Lama waktu konsentrasi sangat bergantung pada ciri-ciri daerah aliran

terutama panjang jarak yang ditempuh air hujan yang jatuh ditempat terjauh dari

titik pengamatan. Untuk daerah aliran yang besar dengan pola drainase yang

komplek aliran airnya dari tempat yang terjauh akan terlambat untuk ikut

menambah besarnya banjir di titik pengamatan. Untuk daerah yang aliran yang

kecil dengan pola drainase yang sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama

dengan lama waktu pengaliran dari tempat yang terjauh. Karena hal inilah rumus

rasional hanya digunakan pada daerah aliran yang kecil (kebanyakan digunakan

untuk perencanaan system drainase perkotaan, lapangan terbang karena luas

daerah antara 40-150 Ha).

Adapun rumus empiris oleh (Kirfich, 1940) yang dipakai untuk

menentukan lama waktu konsentrasi adalah (Suripin, 2004):

= , , (2-40)

dengan:

tc = waktu konsentrasi (jam)

L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras S = kemiringan rata-rata saluran utama

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi 2

(36)

= 3,28 , (2-41)

= (2-42)

tc = tof + tdf (2-43)

dimana:

nd = koefisien retardasi

S = kemiringan lahan

L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)

Ls = panjang lintasan aliran didalam saluran (m)

V = kecepatan aliran didalam saluran (m/dt)

Tabel 2.10. Nilai Koefisien Retardasi berdasarkan Permukaan

Keadaan Permukaan nd

 Beton dan Aspal Beton 0,013

 Permukaan yang halus dan tidak kedap air 0,02

 Permukaan yang halus dan kedap air 0,10

 Padang rumput, ladang atau lapangan parkir

yang kasar 0,20

 Padang ilalang atau rumput tebal 0,40

 Hutan 0,60

 Rimba 0,83

(37)

2.3.4 Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana dapat ditentukan dengan beberapa metode. Metode

yang dipakai pada suatu lokasi lebih banyak ditentukan oleh ketersediaan data.

Adapun metode yang digunakan dalam perencanaan sumur resapan ini adalah

Metode Rasional. Metode Rasional ini umum digunakan dalam memperkirakan

besarnya debit banjir rencana. Metode ini terbilang sangat simple dan mudah

penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk DAS-DAS dengan ukuran

kecil, yaitu kurang dari 300 Ha (Suripin, 2004). Persamaan matematik metode

Rasional dinyatakan dalam bentuk:

Q = C . I . A (2-44)

Dengan memperhitungkan adanya kehilangan selama pengaliran, maka rumus

tersebut disempurnakan menjadi:

Q = 0,2778 . C . I . A (2-45)

Keterangan:

Q = Laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/detik)

I = Intensitas hujan maksimum selama waktu yang sama dengan lama waktu

konsentrasi (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

C = Koefisien aliran permukaan (0≤ C ≤ 1)

Nilai koefisien pengaliran (C) bila tidak dilakukan pengukuran langsung, maka

akan dapat dipakai perkiraan secara empiris berdasarkan hasil penelitian. Nilai

koefisien pengaliran (C) akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi penutup atap

yang ada.

2.4 Konstruksi Sumur Resapan

Sumur resapan adalah suatu konstruksi berupa lubang yang digali pada

tanah dengan tujuan untuk meresapkan air ke dalam tanah. Air yang diresapkan

ini khususnya dari air hujan (selain yang melimpas sebagai air permukaan)

(38)

Sebagai suatu konstruksi yang berfungsi sebagai peresap air ke dalam

tanah, sumur resapan memiliki syarat-syarat yang menjadi pertimbangan dalam

perencanaannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain :

• Mempunyai kedalaman (H) yang cukup, hal ini erat kaitannya dengan keperluan debit resapan.

• Mempunyai bidang luas resap (A) yang cukup, baik pada dinding sumur maupun pada dasar sumur.

• Mempunyai volume tampung (V) yang cukup bagi air yang akan diresapkan, sehinggga tidak sampai terjadi peluberan air.

Menurut Suripin (2004), pada dasarnya sumur resapan dapat dibuat dari

berbagai macam bahan yang tersedia di lokasi. Yang perlu diperhatikan bahwa

untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi dengan dinding.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk sumur resapan meliputi :

1) Saluran pemasukan/pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa

paralon, buis beton, pipa tanah liat, atau dari pasangan batu.

2) Dinding sumur dapat menggunakan anyaman bamboo, drum bekas, tangki

fiberglass, pasangan batu bata, atau buis beton.

3) Dasar sumur dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air

meresap dapat diisi dengan ijuk atau kerikil.

Gambar 2.1Contoh Konstruksi Sumur Resapan Sumber : Suripin (2004)

(39)

Dalam pembuatan sumur resapan harus memperhatikan syarat-syarat

untuk mendapatkan hasil yang optimal, diantaranya adalah :

1) Sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang lolos air.

2) Sumur resapan air hujan harus beban kontaminasi/pencemaran limbah.

3) Air yang masuk sumur resapan adalah air hujan.

4) Untuk daerah sanitasi lingkungan buruk, sumur resapan air hujan hanya

menampung dari atap dan disalurkan memalui talang.

5) Mempertimbangkan aspek hidrologi, geologi dan hidrologi.

Selain itu, menurut Kusnaedi (2007), dalam pembuatan sumur resapan

perlu diperhitungkan beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor iklim

Faktor yang perlu diperhatikan adalah besarnya curah hujan. Semakin

besar curah hujan di suatu wilayah, berarti semakin besar sumur resapan

yang diperlukan.

2. Faktor kedalaman air tanah

Pada kondisi air tanah yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara

besar-besaran. Sebaiknya pada lahan yang muka airnya dangkal, sumur

respan ini kurang efektif dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Terlebih

pada daerah rawa dan pasang surut, sumur resapan kurang efektif.

3. Faktor kondisi tanah

Keadaan tanah sangat berpengaruh pada besar kecilnya daya resap tanah

terhadap air hujan. Sifat fisik tanah yang langsung berpengaruh terhadap

besarnya infiltrasi (resapan air) adalah tekstur dan pori-pori tanah. Tanah

berpasir dan porus lebih mudah merembeskan air hujan dengan cepat.

Sehingga waktu yang diperlukan air hujan untuk meresapkan lebih cepat

dibandingkan dengan tanah yang kandungan litany tinggi dan lekat.

Hubungan kecepatan infiltrasi (resapan air) dan tekstur tanah dapat dilihat

(40)

Tabel 2.11 Hubungan kecepatan infiltrasi dengan tekstur tanah

Tekstur Tanah Kecepatan Infiltrasi Kriteria

(mm per jam)

Pasir berlempung 22-50 Sangat cepat

Lempung 12,5-25 Cepat

Lempung berdebu 7,5-15 Sedang

Lempung berliat 0,25-2,5 Lambat

Liat <0,5 Sangat Lambat

Sumber : Kusnaedi, 2007

4. Faktor tata guna lahan

Tata guna lahan akan berpengaruh terhadap presentase air yang meresap

ke dalam tanah dengan aliran permukaan. Pada tanah yang banyak tertutup

beton bangunan, air hujan yang mengalir di permukaan tanah akan lebih

besar dibandingkan dengan air yang meresap ke dalam tanah. Dengan

demikian, di lahan yang penduduknya padat, sumur resapan harus dibuat lebih banyak dan lebih besar volumenya. Hubungan antar tata gna lahan

dengan daya resap tanah terhadap air air hujan dapat dilihat pada Tabel

2.12

Tabel 2.12 Perbedaan daya resap tanah pada berbagai kondisi permukaan tanah

No Tata Guna Lahan Daya resap tanah terhadap air hujan (%)

1

Daerah hutan, pekarangan lebat,

kebun, padang berumput 80-100

2 Daerah taman kota 75-95

3 Jalan tanah 40-85

4 Jalan aspal, lantai beton 10-15.

5 Daerah dengan bangunan terpencar 30-70

6 Daerah pemukiman agak padat 5-30.

7 Daerah pemukiman padat 10-30.

(41)

2.4.1 Penempatan Sumur Resapan

Menentukan posisi atau tempat yang akan digunakan sumur resapan dibagi

menjadi 2 yaitu:

1. Sistem Komunal

Pemasangan sumur resapan dapat dilakukan dengan model tunggal atau

komunal. Maksud sumur resapan model tunggal adalah satu sumur resapan

digunakan untuk satu rumah, sedangkan yang komunal satu sumur resapan

digunakan secara bersama-sama untuk lebih dari satu rumah. Letak sumur

resapan untuk yang model tunggal biasanya di halaman rumah sedang

yang model komunal dapat dipasang di bahu jalan (Kusnaedi,2007).

2. Sistem Grid

Metode Sistem grid disebut juga metode grid kaku. Pengambilan data

dalam sistem ini dilakukan secara sistematik. Jarak pengamatan dibuat

secara teratur pada jarak tertentu untuk menghasilkan jalur segi empat di

seluruh daerah survei. Pengamatan data dilakukan dengan pola teratur

(interval titik pengamatan berjarak sama pada arah vertikal dan

horizontal). Jarak pengamatan tergantung dari skala peta. Metode sistem

grid sangat cocok untuk sistem intensif dengan skala besar, dimana

penggunaan interpretasi sumur resapan sangat terbatas dan intesitas

pengamatan yang rapat memerlukan ketepatan penempatan titik

(42)

2.4.2 Mendimensi Sumur Resapan

Menurut Suripin (2004), telah dikembangkan beberapa metode untuk

mendimensi sumur resapan, diantaranya adalah seperti gambar berikut :

(a) = . . . . (b) = . . . .

dimana:

Qo = debit resap (m3/dt)

L = tebal dinding porus sumur resapan (m)

K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)

R = jari-jari sumur (m)

H = tinggi muka air dalam sumur (m)

(c) = 4. . . . (d) = 2. . . .

dimana :

Qo = debit resap (m3/dt)

L = tebal dinding porus sumur resapan (m)

Gambar 2.2 (a) Gambar 2.2 (b)

(43)

K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)

R = jari-jari sumur (m)

H = tinggi muka air dalam sumur (m)

(e) = 4. . . (f) = 5,5 . . .

dimana :

Qo = debit resap (m3/dt)

L = tebal dinding porus sumur resapan (m)

K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)

R = jari-jari sumur (m)

H = tinggi muka air dalam sumur (m)

Gambar 2.2Debit Resapan pada Sumur dengan Berbagai kondisi (Bouilliot, 1976; dalam Sunjoto, 1988) dikutip dari (Suripin, 2004)

(44)

Tabel 2.13 Faktor Geometrik Sumur

(45)

Tabel 2.14 Deskripsi Tentang Sumur

Kondisi Deskripsi

1 Resapan pada tanah porus terletak diantara tanah bersifat kedap air di bagian dasar dan bagian atas dengan dinding porous setinggi L. 2.a Resapan berbentuk bola berdinding porous dengan saluran vertikal

kedap air dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous. 2.b Resapan kubus berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air

dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous.

3.a Resapan terletak pada tanah bersifat kedap air di bagian atas dan tanah porous dibagian bawah dengan dasar berbentuk setengah bola

3.b Idem 3.a namun dasar rata

4.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porous dengan dinding resapan kedap air dan dasar berbentuk setengah bola.

4.b Idem ditto 4.a namun dasar rata

5.a Resapan terletak pada tanah yang kedap air di bagian atas dan porousdibagian bawah dengan dinding sumur permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola

5.b Idem ditto 5.a namun dasar rata

6.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan dindingsumur bagian atas impermeabel dan bagian bawah permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola

6.b Idem ditto 6.a namun dasar rata

7.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan seluruh dinding sumur permeabel dan dasar berbentuk setengah bola 7.b Idem ditto 7.a namun dasar rata

Sumber : Sunjoto (2011)

Menurut Sunjoto (1988) dikutip dari (Suripin, 2004), secara teoritis bahwa

volume dan efesiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan

keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap ke

dalam tanah, dan dapat dinyatakan dalam persaman sebagai berikut:

= 1 (2-46)

Dimana :

H = Tinggi muka air dalam sumur (m)

F = adalah faktor geometric (m)

Q = debit air masuk (m3/dt)

T = waktu pengaliran (detik)

K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)

(46)

Faktor geometric tergantung pada berbagai keadaan sebagaimana dapat

K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)

H = tinggi muka air dalam sumur (m)

Kedalaman efektif sumur resapan dihitung dari tinggi muka air

tanah apabila dasar sumur berada dibawah muka air tanah tersebut, dan

diukur dari dasar sumur bila muka air tanah berada dibawah dasar sumur.

Sebaiknya dasar sumur berada pada lapisan tanah dengan permeabilitas

tinggi.

Menurut Pusat Penelitian dan Penembangan Pemukiman,

Departemen Pekerjaan Umum (1990) dikutip dari (Suripin, 2004) telah

menyusun standar tata cara perencanaan teknik sumur resapan air hujan

untuk lahan pekarangan yang dituangkan dalam SK SNI T-06-1990 F.

Metode Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa dimensi atau

jumlah sumur resapan air hujan yang diperlukan pada suatu lahan

pekarangan ditentukan oleh curah hujan maksimum, permeabilitas tanah

dan luas bidang tanah, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

= . . . .. . (2-48)

Dimana :

D = durasi hujan (jam)

I = intensitas hujan (m/jam)

At = luas tadah hujan (m2), dapat berupa atap rumah atau permukaan

yang diperkeras

k = permeabilitas tanah (m/jam) P = keliling penampang sumur (m)

As = luas penampang sumur (m2)

(47)

Perencanaan sumur resapan berdasarkan standar PU mengikuti tahapan yang

dijelaskan dalam bagan alir seperti pada Gambar 2.3 :

Gambar 2.3Bagan alir pembuatan sumur resapan air hujan Sumber: Suripin (2004)

2.4.3. Pengertian Tanah

Definisi tanah yang dipergunakan oleh seorang insinyur teknik sipil

bersifat kesepakatan dan berbeda degan definisi yang digunakan oleh seorang ahli

geologi, maupun ahli ilmu tanah. Seorang insinyur teknik sipil menganggap tanah

termasuk semua bahan organik dan anorganik, yang ada di atas lapisan batuan

tetap (Das,1998).

Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan

(48)

oksida yang mengendap diantara partikel. Ruang diantara

partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya.

Tanah adalah kumpulan butiran mineral alami yang bias dipisahkan oleh

suatu cara mekanik bila agregat termaksud diaduk didalam air. Sedangkan batuan

merupakan agregat mineral yang satu sama lainnya di ikat oleh gaya-gaya kohesif

yang permanen dan kuat.

2.4.4. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokan tanah-tanah

sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Berikut ini

adalah sistem klasifikasi tanah yang sering digunakan didalam bidang teknik sipil.

(Das, 1998).

1. Sistem klasifikasi tanah Unified.

Sistem klasifikasi tanah yang paling terkenal dikalangan ahli teknik sipil,

adalah klasifikasi tanah sistem unified. Sistem unified membagi tanah dalam 3

kelompok utama, yaitu :

a. Tanah berbutir kasar.

Tanah berbutir kasar adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada

ayakan no. 200 (0,075 mm). Tanah berbutir kasar dibagi atas kerikil (G) dan pasir

(S).

b. Tanah berbutir halus.

Tanah berbutir halus adalah tanah yang lebih 50% bahannya lewat ayakan no. 200 (0,075 mm). Tanah butir halus dibagi atas Lanau (M), Lempung (C), serta

lanau dan lempung organik (O).

c. Tanah sangat organis.

Tanah sangat organis (gambut) dapat diidentifikasi secara visual.

2. Sistem klasifikasi tanah AASHTO.

Sistem ini mengklasifikasi tanah kedalam 8 kelompok, A-1 sampai A-8,

dan pada awalnya membutuhkan data–data sebagai berikut :

a. Analisis ukuran butiran.

b. Batas cair dan Batas Plastis

(49)

d. Ekivalen kelembapan lapangan, kadar lembap maksimum

dimana satu tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil

tidak segera diserap oleh permukaan tanah itu.

e. Ekivalen kelembapan sentrifungal, yaitu percobaan untuk

mengukur kapasitas tanah dalam menahan air.

2.4.5. Kedalaman Muka Air Tanah

Sumur resapan dibuat pada awal daerah aliran yang dapat ditentukan

dengan mengukur kedalaman dari permukaan air tanah ke permukaan tanah di

sumur sekitarnya pada musim hujan. Untuk sumur resapan dangkal kedalaman

muka air tanah harus≥ 3 m dari mukaair tanah pada musim kemarau dan≥1,5 m

dari muka air tanah pada musim hujan (Kusnaedi, 2007)

2.4.6. Permeabilitas Tanah

Penentuan besaran koefisien permeabilitas dilakukan dengan pengujian di

laboratorium, yaitu dengan falling head permeability test. Penentuan nilai k

dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air dari pipa tersebut dalam

jangka waktu tertentu. Dihitung dengan rumus Darcy, yaitu :

= 2,303 .. (2-49)

Dimana :

a = luas pipa duga

A = luas sampel tanah

L = panjang sampel tanah

ho = tinggi muka air awal

h1 = tinggi muka air setelah t

 Menghitung nilai koefisien permeabilitas

= (2-50)

= (2-51)

(50)

= Koefisien permeabilitas vertical (m/dt)

= koefisien permeabilitas horizontal (m/dt)

, , , = koefisien permeabilitas tiap lapisan 1,2,3...,n (m/dt)

, , , = tebal tanah tiap lapisan 1,2,3...,n (m/dt)

Sedangkan klasifikasi jenis tanah terhadap koefisien permeabilitas oleh

disajikan seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.15 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

No Jenis Tanah Koefisien Permeabilitas Tanah (m/dt)

1 Lempung (Clay) < 10-9

2 Lempung berpasir 10-9–10-8

3 Lempung berlanau 10-8–10-7

4 Lanau (Silt) 10-7–10-6

5 Pasir sangat halus 10-6–10-5

6 Pasir halus (Sand) 10-5–10-4

7 Pasir kasar 10-4–10-3

8 Pasir berkelikir 10-3–10-2

9 Kerikil > 10-2

Sumber : Verruijt (1970) dikutip dari buku Das (1998)

Permeabilitas tanah yang dapat digunakan untuk sumur resapan dibagi menjadi 3

kelas (Suripin, 2004), yaitu :

1. Permeabilitas tanah sedang (geluh/lanau, 2,0–6,5 cm/jam)

2. Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus, 6,5–12,5 cm/jam)

(51)

Tabel 2.16 Perhitungan jumlah sumur resapan dengan kedalaman 3m dengan efesiensi 100%

Keterangan: Sumber : SNI T-06-1990-F

∗ : Tidak dianjurkan, I : 87,0 mm/jam, D : 5 jam

2.4.7. Permeriksaan Jarak

Untuk memberikan hasil yang baik, serta tidak menimbulkan dampak

negative, penempatan sumur resapan harus memperhatikan lingkungan setempat.

Penempatan sumur resapan harus memperhatikan letak septic tank, sumur air

minum, posisi rumah dan jalan umum.

Tabel 2.17 Jarak Minimum Sumur Resapan Terhadap Bangunan

No Jenis bangunan Jarak Minimum dari sumur resapan (m)

1 Sumur resapan air hujan/sumur

air bersih 3

2 Pondasi bangunan 1

3 Bidang resapan/sumur resapan

tangki septik 5

Sumber : SNI 03-2453-2002 tentang Cara perencanaan Teknik Sumur Resapan

No Luas bidang

tanah (m2)

Jumlah sumur (buah)

Permeabilitas sedang Permeabilitas agak cepat Permeabilitas cepat

Gambar

Tabel 2.1. Rumus Penentuan Kala Ulang T
Tabel 2.2. Reduced Variate Sebagai Fungsi Waktu Balik
Tabel 2.3. Nilai K untuk Distribusi Log – Person III
Tabel 2.4. Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan contoh lambung ikan bandeng, contoh plankton, pengukuran panjang serta pengukuran parameter kualitas air dilakukan satu kali pada empat stasiun

Paduan alumunium menunjukkan stabilitas kontinu untuk siklus kegagalan, dan umur material tertinggi (umur kelelahan) ditemukan pada rasio regangan = 0,05 dengan

bisnis dan industri pada semua tahapan value chain di Kabupaten Lombok Timur untuk memperkuat struktur industri kelautan dan perikanan; Berbasis komoditas, wilayah

Jenis Syringodium isoetifolium (Si) merupakan jenis lamun yang paling dominan di stasiun penelitian baik sebelah Utara maupun sebelah Selatan perairan Pulau Soop

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui pengaruh yang positif dan signifikan antara gaji, motivasi kerja dan disiplin kerja secara bersama-sama terhadap karyawan

pesakit kanser payudara yang berumur muda cenderung mempunyai estim kendiri. yang rendah dibandingkan dengan pesakit yang

dengan menggunakan regresi Bayesian, yaitu regresi linear yang parameternya diperoleh melalui metode Bayesian. Model ini dirancang berdasarkan variabel yang berhubungan erat

Syamsuddin (Engkoswara dan Komariah, 2010:293) mengemukakan manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu alternatif pengelolaan sekolah dalam kerangka