• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPERATIF PRAKTIK POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA DAN MALAYSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KOMPERATIF PRAKTIK POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA DAN MALAYSIA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

ALMAZS NACHROWI NIM: 11150430000027

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M/1442 H

(2)

i

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Almazs Nachrowi NIM. 11150430000027

Dibawah Bimbingan

Dr. Afidah Wahyuni, M.Ag NIP. 196804082000022001

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M/1442 H

(3)

ii

Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui praktik poligami pegawai negeri sipil di Indonesia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002. Mengetahui sanksi apabila melakukan poligami di luar Pengadilan Agama di Indonesia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002. Penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah bersifat kepustakaan (Library Research), yaitu suatu kajian yang menggunakan literatur kepustakaan dengan cara mempelajari buku-buku, kitab-kitab Undang-Undang, maupun informasi lainnya yang ada relevansinya dengan ruang lingkup pembahasan dengan meneliti bahan pustaka atau data primer, sekunder dan tersier. Adapun metode pendekatan menggunakan yuridis normatif yaitu penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti..

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa praktik poligami pegawai negeri sipil di Indonesia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002, yaitu Kedua negara mengatur bahwa permohonan izin poligami hanya dapat dikabulkan oleh pengadilan. Bagi pelaku poligami yang tidak melalui izin pengadilan maka akan dikenakan sanksi. Seorang pria pelaku poligami tanpa izin pengadilan di kedua negara dianggap sebagai sebuah bentuk tindak pelanggaran.

Kata Kunci : Poligami, Sanksi, PNS.

Pembimbing : Dr. Afidah Wahyuni, M.Ag Daftar Pustaka : Tahun 1974 s/d 2015.

(4)

iii

Nama Lengkap : Almazs Nachrowi

NIM : 11150430000027

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 November 1996

Prodi/Fakultas : Perbandingan Mazhab/Syariah dan Hukum

Alamat : Bojong Pondok Terong Rt. 01/02 No. 2 Kec.

Cipayung, Kota Depok Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Jakarta, 25 Februari 2021

ALMAZS NACHROWI NIM: 11150430000027

(5)
(6)

v

Segala puji dan syukur tak hentinya penulis sampaikan kepada Allah SWT berkat ridha, rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Studi Komperatif Praktek Poligami Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia Dan Malaysia”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan dan curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada segenap keluarganya, sahabat-sahabatnya serta umatnya yang kokoh dan setia mengikuti ajarannya sepanjang zaman. Mudah-mudahan kita termasuk bagian umat beliau yang akan mendapatkan pertolongan di hari kiamat kelak, amin.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa hasil penelitian ini selesai berkat bimbingan, dorongan dan dukungan dari berbagai pihak. Banyak pihak yang sudah berkontribusi dan menjadi penyemangat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dengan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Karlie, SH., MH, MA Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Siti Hanna, Lc, M.A. selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab sekaligus sudah sebagai orang tua penulis, juga Bapak Hidayatullah, M.H. selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab. Terima kasih atas waktu yang diberikan. Semoga kesehatan, kemudahan dan keberkahan selalu menyertainya. 3. Ibu Dr Afidah Wahyuni, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis, karna

beliau penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas waktu, tenaga dan ilmu yang diberikan. Semoga kesehatan, kemudahan dan keberkahan selalu menyertainya.

(7)

vi

Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis dan membantu pelayanan akademik dan non-akademik.

6. Teristimewa untuk keluarga besar penulis, Ayahanda Mustofa Taufik dan Ibunda Suharti. Terima kasih atas semua doa, pengorbanan, jerih payah, serta dukungan atas cita-cita dan impian penulis. Tiada kata yang pantas selain doa yang selalu penulis panjatkan, juga untuk kakak penulis Imam Firmansyah dan adik-adik tersayang Lutfiati Mustafiana serta Rafka Akiasyatir yang selalu memberi semangat dan doa untuk penulis. Semoga kesehatan dan keberkahan selalu menyertai semuanya.

7. Segenap keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, terima kasih atas ilmu dan kekeluargaan yang telah kalian berikan, teruslah bergerak bersama karena jalan kehidupan masih panjang dan bergeraklah untuk menciptakan karya-karya hebat dari sang pejuang.

8. Segenap keluarga besar Ikatan Mahasiswa Qotrun Nada, terima kasih atas kekeluargaan yang telah kalian berikan, teruslah berjuang dan membawa nama IMQN lebih baik untuk membuat bangga pondok tercinta kita bersama.

9. Mentor- mentor penulis selama masa-masa kuliah ( bang Sakay, cak Adel, bang Arif, bang Uday dan bang Faqih ), yang telah mengajarkan banyak hal, semua bimbingan dan nasehat selalu penulis ingat, dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih.

10. Teman-teman jurusan perbandingan mazhab angkatan 2015 yang telah menemani penulis di bangku perkulian dan menjadi teman yang baik bagi penulis.

11. Sahabat penulis ( Muammar Qadafi, Ahmad Zaqi A, Abu Rizal, Willy Ikhan, Rifqi Lutfillah, Rifqi Ahmad Nawawi dan Iqbal Giffari) yang selalu men-support penulis dan menjadi teman baik bagi penulis, yang mengajarkan kehidupan bukan lewat teori namun lewat tingkah laku diri.

(8)

vii

Jakarta, 20 Fabruari 2021 M 8 Rajab 1442 H Penulis.

(9)

viii

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... viii

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalahan ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Riview Pustaka Terdahulu ... 11

E. Metode Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KERANGKA TEORI POLIGAMI ... 17

A. Konsep Poligami ... 17

B. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia dan Malaysia ... 29

BAB III KETENTUAN HUKUM SANKSI POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... 35

A. Prosedur Poligami Menurut Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 Dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan 2002 ... 35

B. Sanksi Poligami Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 .. 40

C. Sanksi Poligami Menurut Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Tahun 2002 ( Negeri Kelantan) ... 42

D. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Poligami Di Indonesia Dan Malaysia ... 43

BAB VI ANALISIS PERBANDINGAN SANKSI POLIGAMI PERATURAN PEMERINTAH NO. 45 TAHUN 1990 DAN ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM NEGERI KELANTAN TAHUN 2002 ... 47

(10)

ix

Tahun 1990 dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002 ... 48

BAB V PENUTUP ... 51 A. Kesimpulan ... 51 B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

1

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluknya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt. Sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.1

Pernikahan terkadang juga disebut dengan kata perkawinan. Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin, yang menurut bahasa artinya membentu

keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.2 Istilah

kawin digunakan secara umum untuk tumbuhan, hewan, dan manusia dan menunjukkan proses generatif secara alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama. Makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam satu proses pernikahan terdapat ijab ( pernyataan penyerahan dari pihak perempuan ) dan kabul ( pernyataan penerimaan dari pihak lelaki ).

Menurut syara nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera. Para ahli fiqih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan didalamnya

mengandung kata inkah atau tazwij.3

1 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I, ( Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm .9. 2 Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), hlm. 456.

(12)

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”.

Perkawinan, yang merupakan sunatullah pada dasarnya adalah mubah tergantung kepada tingkat maslahatnya. Oleh karna itu, Imam Izzudin Abdussalam membagi maslahat menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Maslahat yang diwajibkan oleh Allah Swt kepada hambaNya. maslahat wajib bertingkat-tingkat terbagi kepada Fadhil ( utama ), afdhal ( Paling utama ) dan mutawassith ( tengah-tangah ). Maslahat yang paling utama adalah maslahat yang pada dirinya terkandung kemuliaan, dapat menghilangkan mafsadah paling buruk, dan dapat mendatangkan kemaslahatan yang paling besar, kemaslahatan jenis ini wajib dikerjakan.

2. Maslahat yang disunahkan oleh syar’i kepada hambanya demi untuk kebaikannya, tingkat maslahat paling tinggi berada sedikit di bawah tingkat maslahat wajib paling rendah. Dalam tingkatan ke bawah, maslahat sunnah akan sampai pada tingkat maslahat yang ringan yang mendekati maslahat mubah.

3. Maslahat mubah, bahwa dalam perkara mubah tidak terlepas dari kandungan nilai maslahat atau penolakan terhadap mafsadah. Imam Izzudin berkata: “maslahat mubah dapat dirasakan secara langsung. Sebagian diantaranya lebih bermanfaat dan lebih besar kemaslahatannya dari sebagian yang lain. Maslahat mubah ini tidak berpahala.” 4

Dengan demikian, dapat diketahui secara jelas tingkatkan maslahat taklif perintah (thalabal fi’li), taklif takhyir, dan taklif larangan (thalabal kaff). Dalam taklif larangan, kemaslahatanya adalah menolak kemafsadatan dan mencegah kemadaratan.

4 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terjemah saefullah Ma’shum, ( Jakarta, Pustaka

(13)

Di sini perbedaan tingkat larangan sesuai dengan kadar kemampuan merusak dan dampak negatif yang ditimbulkanya. Kerusakan yang ditimbulkan perkaraharam tentu lebih besar dibanding kerusakan pada perkara makruh. Meski pada masing-masing perkara haram dan makruh masih terdapat perbedaan tingkatan, sesuai dengan kadar kemafsadatanya. Keharaman dalam perbuatan zina, misalnya tentu lebih berat dibandingkan keharaman merangkul atau mencium wanita buka muhrim, meskipun

keduanya sama-sama perbuatan haram. 5

Oleh karena itu, meskipun itu asalnya adalah mubah, namun dapat berubah menurut ahkamal-khomsah (hukum yang lima) menurut perubahan keadaan:

1. Nikah wajib. Nikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi orag yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkanya dari perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan nikah.

2. Nikah haram. Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri Istri.

3. Nikah sunnah. Nikah disunnahkan bagi orang-orang yang sudah mampu tetapi ia masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik daripada membujang karena membujang tidak diajarkan oleh islam.

4. Nikah mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah.

(14)

Dari uraian tersebut di atas menggambarkan bahwa dasar perkawinan, menurut Islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunnah, dan mubah tergantung dengan

keadaan maslahat atau masadatnya.6

Dalam Islam seorang lelaki boleh menikahi dengan beristrikan 4 orang istri. Para ahli membedakan istilah bagi seorang laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang istri dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus berarti banyak dan gune berarti perempuan. Jadi, kata yang tepat bagi seorang laki-laki yang mempunyai istri lebih dari seorang dalam waktu yang bersamaan adalah poligini bukan poligami. Meskipun demikian, dalam perkataan sehari-hari masyarakat umum adalah poligami.

Menurut Imam Ahmad Mustafa al- Marogi “jika seorang lelaki tidak mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya maka wajib untuk suami beristrikan satu saja, baik dalam keadaan ragu ataupun mengira-ngira. Kemudian yang dimaksud dengan kebolehan suami menikahi wanita, dua, tiga, dan empat adalah hanya untuk orang yang yakin mampu berlaku adil kepada dirinya bukan yang ragu untuk berlaku adil kepada istri-istrinya”.7

Peradaban zaman membuat perubahan sosiologi dan budaya bagi masyarakat Islam di seluruh dunia. Perubahan tersebut menimbulkan permasalahan yang sangat rumit dan memerlukan jawaban yang tepat untuk menyelesaikannya. Dalam praktek poligami banyak terdapat contoh buruk yang merupakan realitas poligami. Diantara permasalahan yang ada pada masyarakat adalah masalah yang berkaitan dengan poligami dimana berlakunya perkawinan poligami tidak terdaftar di pengadilan pemerintahan negara.

6 Thihami H.M.A, Sahrani Sohari, Fikih Munakahat, hlm. 11

7 Ahmad Mustofa Al-Marogi, Tafsir Al- Marogi Juz 2, (Lebanon; Dar El Kutub, 2006), hlm.

(15)

Poligami sebagaimana yang kita ketahui merupakan sesuatu yang dipraktekkan hanya untuk kepentingan-kepentingan bagi individu tersebut. Banyak dari suami-suami yang melakukan poligami, salah satu alasan yang menyebabkan suami-suami berpoligami adalah menurut keterangan dokter bahwa istri diketahui mandul sedangkan tujuan pernikahan untuk mempunyai keturunan maka istri membolehkan suami untuk berpoligami meskipun itu bukan kehendak suami. Oleh karena itu, negara telah menetapkan undang-undang bagi setiap negara masing-masing untuk membuat prosedur poligami yang baik seperti di negara Indonesia dan Malaysia.

Indonesia adalah sebuah negara hukum,8 dalam negara hukum setiap warga berhak memdapatkan perlindungan hukum, hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dibentuknya negara Indonesia menurut alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia.9 Bentuk perlindungan pemerintah Indonesia yang diberikan kepada warga

negara Indonesia antara lain adalah perlindungan hukum di bidang keluarga melalui instrumen hukum perkawinan. Pasal 4 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 yaitu seorang suami akan beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan

kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.10

Perundangan di dalam negara Indonesia telah membahas masalah poligami dengan pembahasan yang sangat rinci. Kurang lebih ada 3 pedoman sebagai peraturan tentang poligami yaitu : UU No. 1 Tahun 1974, PP No. 9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).11 Namun pada saat ini di Indonesia poligami menjadi suatu kejahatan dan ketidakadilannya dalam suatu pernikahan khususnya untuk istri yang

8 Pasal 1 ayat 3 Undang- Undang Dasar 1945, ( Surabaya, Penerbit Pustaka Agung Harapan

), hlm. 6

9 Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, ( Surabaya, Penerbit Pustaka Agung Harapan ),

hlm. 5

10 Mardani, Hukum Islam Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam di Indonesia, Cetakan

1, (Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri, 2013 ), hlm. 69

11 Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, Cetakan 4, ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,

(16)

dipoligami sebagaimana peraturan pemerintah yang mengatur PNS (Pegawai Negri Sipil) di Indonesia yang sudah menikah dilarang berpoligami dan dipoligami. Oleh karena itu banyak PNS yang berpoligami melalui jalan nikah sirri, pernikahan sirri menurut hukum Islam sah apabila rukun dan syaratnya terpenuhi tanpa adanya pencatatan pernikahan di KUA. Tetapi pada kenyataannya pemerintah Indonesia memberikan sanksi atau hukuman untuk PNS yang melakukan poligami sekalipun dalam peraturan perundang undangan tersebut ada syarat PNS untuk berpoligami seperti yang tercantum pada PP No. 45 Tahun 1990 pasal 4 yang berbunyi:

1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.

2. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri

kedua/ketiga/keempat.

3. Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertuli. 4. Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus

dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang.

Peraturan Pemerintah No. 45 tersebut membolehkan Pegawai Negeri Sipil untuk berpoligami dengan cara melakukan izin tapi bagi PNS yang tidak izin dan tetap melakukan poligami dapat dikenakan sanksi seperti yang tercantum pada PP No. 45

Tahun 1990 pasal 16 dan 17.12

Pasal 16

“Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji sesuai dengan ketentuan pasal 8, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil.“ Sesudah pasal 16 baru di tambah saru ketentuan baru, yang dijadikan pasal 17 yang berbunyi sebagai berikut:

(17)

Pasal 17

1. Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan pasal 15 dan atau pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan disiplin

Pegawai Negeri Sipil.

3. Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut ketentuan pasal 1 huruf a angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.

Malaysia adalah negara yang sebagian besar penduduknya Islam setelah Indonesia. Perundang- undangan di Malaysia juga mengatur masalah poligami. Malaysia mempunyai praturan khusus tentang pelaksanaan berpoligami dalam

anakmen Undang-Undang keluarga Islam masing-masing.13 Pedoman pokok di negara

tersebut yaitu seksyen 23 Akta Undang-Undang keluarga Islam (AUKI) wilayah-wilayah persekutuan 1984. Wilayah persekutuan yang dimaksud yaitu, negeri Sarawak, Kelantan, Perak, Penang, Selangor, Johor, Pahang, Perlis, Sabah, Terengganu, Melaka,

kedah, dan Negeri Sembilan.14

Di Malaysia semua Negeri menyatakan bahwa setiap permohonan untuk berpoligami harus mendapat izin tertulis dari pihak Mahkamah ( pengadilan ) Syariah ataupun Hakim Syariah. Misalnya di salah satu provinsi di Malaysia adalah Negeri Kelantan, Syeksen 23 tentang poligami dalam Enakmen Undang-Undang Keluarga

Islam Negeri Kelantan 2002.15

13 Azni, Poligami dalam Hukum Islam Di Indonesia dan Malaysia, ( Pekan Baru, Suska Press,

2015 ), hlm.183

14 Tahir Mahmud, Family Law Reform in the Muslim World, ( New Delhi, N.M Tripathi,

1974 ), hlm. 199

(18)

Dalam permohonan poligami Mahkamah akan mengeluarkan surat kepada istri sebagai langkah untuk memaklumkan bahwa suaminya ingin berpoligami, diizinkan atau tidak mendapatkan izin dari istri tidak dinyatakan di dalam borang permohonan dan juga tidak diperuntukkan di dalam Undang-Undang Keluarga Islam. Sebaliknya yang diperlukan adalah pengakuan dari suami dibuat dengan menyatakan istri sedia bersetuju ataupun tidak dengan permohonan tersebut. Maka dari itu, ini bermakna siapa saja yang membuat permohonan poligami melalui Mahkamah di negeri-negeri tersebut, dengan sendirinya istri atau istri-istrinya yang bersedia akan mengetahui apabila mahkamah mengeluarkan surat tersebut sekalipun tidak diberitahu hasrat suaminya terlebih dahulu.16

Pengaturan perundang-undangan dari kedua negara Indonesia dan Malaysia tersebut, masih banyak juga praktek pemberlakuan dari rakyat Indonesia dan Malaysia yang tidak mengikuti peraturan poligami yang sudah ditetapkan khususnya untuk pegawai negeri sipil. Hal ini menyebabkan masyarakat mendapatkan dampak negatif terutama pada wanita dan anak yang mana akan menyebabkan permasalahan seperti nafkah dan harta waris sekiranya pasangan tersebut bercerai.

Oleh karena itu perlu adanya penelusuran kembali mengenai masalah praktik poligami di Indonesia dan Malaysia. Sebab masalah tersebut sangatlah berdampak pada masyarakat. Berdasarkan dari perundang-undangan kedua negara Indonesia dan Malaysia ada persamaan dan perbedaannya. Makanya, penulis berkeinginan untuk menulis skripsi yang berjudul ”STUDI KOMPARATIF PRAKTiK POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA DAN MALAYSIA”. Penulisan ini mengupayakan untuk mengkaji secara mendalam dengan mengharapkan bahwa hasil tulis skripsi ini dapat memberikan suatu pengetahuan dan bernilai terhadap pemahaman lebih lanjut tentang hukum poligami di Indonesia dan Malaysia. Disamping itu untuk

16 Madya Raihanah Abdullah, Poligami Penjelasan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang

(19)

menambah wawasan bagi penulis dan dapat diambil suatu pelajaran yang berharga bagi pembaca.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalahan 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang mengenai Praktik Poligami Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dan Malaysia, ada beberapa masalah yang di Identifikasi oleh penulis sebagai berikut:

a. Adanya kontradiktif antara peraturan di Indonesia dan peraturan di Malaysia

b. Adanya sanksi terhadap pelaku yang melakukan poligami

c. Adanya perbedaan peraturan terkait poligami yang mana di Indonesia ada peraturan khusus untuk PNS tentang poligami sedangkan di Malaysia tidak ada peraturan yang khusus untuk PNS tentang poligami d. Adanya praktek poligami yang tidak mengikuti peraturan yang sudah di

tetapkan

e. terdapat ketidakadilan terhapat istri dan anak yang di poligami tidak sesuai peraturan yang ada

f. tidak adanya sanksi terhadap sanksi poligami menurut hukum Islam g. Adanya dampak negatif di masyarakat bagi pelaku poligami

2. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan ini, penulis akan mengemukakan seputar batasan masalah berdasarkan pada identifikasi masalah agar tidak terlalu melebar dan lebih fokus dalam pembahasan, maka penulis membatasi penelitian ini yaitu:

a. Poligami dibatasi dengan pernikahan seorang suami dengan lebih dari seorang istri

(20)

b. Pegawai Negeri Sipil dibatasi dengan pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Praktik poligami pegawai negeri sipil di negara Indonesia dan malaysia dibatasi menurut Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002

d. Sanksi dibatasi apabila melakukan poligami di luar Pengadilan Agama di Indonesia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002.

3. Perumusan Masalah

Dari pemaparan batasan masalah di atas, setidaknya terdapat permasalahan yang dapat dicari kemudian diteliti dan ditemukan jawabannya di dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan oleh penulis sebagai berikut:

a. Bagaimana praktik poligami pegawai negeri sipil di Indoneia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah N0. 45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002?

b. Bagaimana sanksi apabila melakukan poligami di luar Pengadilan Agama di Indonesia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002?

(21)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penulis mempunyai tujuan agar dapat menyempurnakan skripsi ini. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini sebagai berikut:

a. Membandingkan peraturan tentang praktik poligami pegawai negeri sipil di Indonesia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002.

b. Membandingkan sanksi bagi pelaku poligami di luar Pengadilan di Indonesia dan Malaysia menurut Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini sebagai berikut:

a. Penelitian ini diharapkan agar memberikan suatu kajian yang bermanfaat mengenai praktik poligami pegawai negeri sipil di Indonesia dan Malaysia sesuai dengan Peraturan dari kedua negara.

b. Penelitian ini diharapkan berguna bagi para pembaca dan kepada mahasiswa yang berkecimpung dibidang tersebut.

D. Riview Pustaka Terdahulu

Studi Review terdahulu dilakukan agar penulis mengetahui berapa banyak kajian dan pembahasan yang secara umum dan khusus membahas mengenai judul penelitian yang dilakukan penulis. Sepengetahuan penulis, terdapat beberapa karya ilmiah yang sudah membahas tentang poligami pegawai negeri sipil. Penulis bukanlah yang pertama membahas terkait poligami pegawai negeri sipil, banyak tulisan maupun karangan-karangan ilmiah yang membahas tentang tema tersebut. Berikut beberapa

(22)

tinjauan umum atas bagian karya-karya penelitian mengenai poligami pegawai negeri sipil.

Skripsi yang ditulis oleh Achmad Munir Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul ”Kriminalisasi Poligami Pegawai Negeri Sipil di Indonesia Menurut Hukum Islam” penelitian ini menjelaskan terkait pandangan hukum Islam terhadap Kriminalisasi poligami yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990, penyebab poligami dianggap sebagai suatu tindakan kriminal adalah ketidakadilannya dan penindasan terhadap kaum wanita, dari sebab tersebut maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang poligami yang didalamnya terdapat sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan poligami. Tetapi menurut hukum Islam poligami adalah suatu tindakan yang diperbolehkan bukan merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum (hukum Islam).

Skripsi yang ditulis oleh Kahfi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Pandangan Hukum Islam Terhadap Tata Cara Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)” penelitian ini menjelaskan tentang tata cara poligami Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 yang menurut pandangan Hukum Islam apakah sudah sesuai atau tidak. Prosedur poligami dalam hukum Islam dinilai tidak memberatkan bagi orang yang ingin berpoligami, dalam hukum Islam yang paling utama bagi orang yang ingin berpoligami adalah dapat berlaku adil. Akan tetapi, berbeda dengan prosedur di Indonesia yang mana tata cara berpoligami dinilai sangat sulit, karena mereka yang ingin berpoligami harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Skripsi yang ditulis oleh Tengku Muhamad Rosfai Atinor Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung yang berjudul “Praktek Poligami di Malaysia (Studi Undang-Undang Poligami di Malaysia)” penelitian ini menjelaskan didalam

(23)

Undang-Undang poligami di Malaysia bahwa di kelantan,Terengganu dan Perak melakukan poligami hanyalah perlu mendapat kebenaran tertulis dari pada Qadi atau Hakim Syar’ei, lebih longgar dan mudah bagi Rakyat untuk mengambil kesempatan dalam berpoligami. Sedangkan, pada negeriPerlis, Kedah, Pulau Pinang, Selangor, Wilayah Persekutuan, Negeri Sembilan, Melaka, Johor, Pahang, Sabah dan Serawak mempunyai peruntukan yang begitu terperinci yang memerlukan kebenaran, pengesahan bagaimana permohonan diproses, cara keputusan tercapai, ruang untuk membuat rayuan dan penalti.

Dari kajian pustaka yang diuraikan di atas yang menjadi pembeda dalam penelitian tentang poligami adalah skripsi penulis kali ini membahas tentang Studi Komperatif Praktek Poligami Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dan Malaysia dengan menggunakan teori Hukum Publik terkait prosedur yang ada dari kedua negara mengenai peraturan Poligami di Indonesia dan Malaysia. Dengan demikian judul yang akan dibahas penulis menjadikan pelajaran yang lebih mendalam tersendiri bagi penulis untuk membahasnya dan juga dapat menambah pengetahuan mengenai hukum poligami dan implikasinya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah hal yang sangat penting dalam penulisan skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah bersifat kepustakaan (Library Research), yaitu suatu kajian yang menggunakan literatur kepustakaan dengan cara mempelajari buku-buku, kitab-kitab Undang-Undang, maupun informasi lainnya yang ada relevansinya dengan ruang lingkup pembahasan dengan meneliti bahan pustaka atau data primer, sekunder dan tersier.

(24)

sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J. Moleong dari Bogdan dan Taylor yaitulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.17

2. Pendekatan Penelitian

Kajian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Soerjono Soekanto berbendapat menurutnya pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.18

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sember penelitian yang berupa data primer, sekunder dan tersier.19

a. Data Primer

Data Primer adalah sumber data utama dalam penelitian yang dapat

dijadikan jawaban terhadap masalah penelitian.20 Data-data tersebut

diantaranya:

1) Al-Qur,an dan Al-Hadist

2) Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990

3) Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002.

17 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung; PT. Remaja Rosda Karya,

2004 ), hlm. 3.

18 Soerjono Soekantodan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),

(Jakarta, Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14.

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana Prenada Meida Group,

2008), hlm. 141

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ( Jakarta, Prenada Media Group, 2011), hlm.

(25)

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah semua publikasi tentang Hukum.21 Penulis

menggunakan data penelitian ini dengan mempelajari buku kepustakaan, internet, media cetak, dan materi kuliah yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan studi kepustakaan dengan data-data kualitatif. Dengan mencari bahan-bahan (referensi) yang terkait serta mempunyai relevansi dengan penelitian penulis. Adapun teknik pengumpulan data penulis dilapangan seperti buku, kitan-kitab, dokumen-dokumen, internet dan sebagainya dengan cara dibaca kemudian dikaji dan disimpulkan sesuai dengan kelompok masalah-masalah yang terdapat dalam skripsi ini.

5. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data diolah dengan menggunakan cara dikumpulkan, dalam penulisan data yang akan di peroleh baik data primer, data sekunder, dan tersier kemudian di kaji dan dikelompokkan secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang dan pendekatan kasus serta menafsirkan data berdasarkan teori sekaligus menjawab permasalahan dalam penulisan ini.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta tahun 2017.”

(26)

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan pada skripsi ini, maka penulis membagi pembahasan skripsi menjadi beberapa bab yang dapat diuraikan sistematikanya sebagai berikut:

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, studi riview terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Berisikan kerangka teori yang meliputi pembahasan poligami, sejarah poligami, syarat-sayarat dan sebagainya serta ruang lingkup pegawai negeri sipil

Bab III Berisikan tentang pembahasan tentang ketentuan hukum poligami bagi PNS yang meliputi: PNS dan kedudukannya di Indonesia dan Malaysia, Hak dan Kewajiban PNS, dan pandangan dalam poligami yang meliputi pandangan hukum Islam dan Pandangan Hukum positif.

Bab IV Berisikan tentang analisis penulis terhadap tinjauan masalah poligami yang meliputi: Sanksi melakukan poligami bagi PNS menurut peraturan pemerintah No. 45 tahun 1990 dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan Tahun 2002.

(27)

17

A. Konsep Poligami

1. Pengertian Poligami

Poligami berasal dari bahasa Yunani, secara etimologi poligami berasal dari kata “poly” atau “polus” yang berarti banyak dan kata “gamein” atau “gamis” yang berarti kawin/perkawinan.Jadi. Poligami adalah perkawinan

yang lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan.22 Poligami secara

terminologi dalam buku ensiklopedia Hukum Islam adalah ikatan perkawinan dimana salah satu pihak memiliki atau mengawini lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi perempuan yang memiliki suami banyak dikenal dengan sebutan poliandri, maka yang dimaksud dengan poligami adalah ikatan perkawinan seorang suami yang mempunyai beberapa orang istri (poligami)

sebagai pasangan hidupnya dalam waktu yang bersamaan.23

Dalam pengertian yang berlaku di masyarakat poligami diartikan seorang lali-laki kawin dengan banyak wanita.24 Dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu dengan batasan umumnya diperbolehkan hanya sampai empat istri tapi ada juga yang mengatakan sembilan istri. Perbedaan ini disebabkan kerna perbedaan dalam menafsirkan

dan memahami surat An-Nisa ayat 3.25 Islam hanya memperbolehkan poligami

dengan syarat-syarat teertentu, terutama adil dan mampu. Menurut tinjauan antropologi sosial poligami memiliki pengertian seorang laki-laki menikah

22 Humaidi Tatapangansa, Hakekat Poligami Dalam Islam, (Surabaya, Usaha Nasional,

1999), hlm. 17-18

23 Abd, Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997),

Jilid IV, hlm. 1186

24 Mulati, Hukum Islam Tentang Perkawinan dan Waris. ( Jakarta, UPT Penerbitan

Universitas Tarumanagara, 2005), hlm. 13

(28)

dengan banyak wanita ataupun sebaliknya.26 Poligami dalam pandangan antropologi sosial dibagi menjadi dua macam yaitu:

a. Poliandri, adalah perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki

b. Poligini, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan

Istilah bagi seorang laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang istri para ahli membedakan dengan istilah poligini berasal dari kata polus berartikan banyak dan gune berartikan perempuan. Sedangkan bagi seorang istri yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata polus yang berartikan banyak dan Andros berartikan laki-laki.27

Dengan demikian kata yang tepat bagi seorang laki-laki yang mempunyai istri lebih dari seorang dalam waktu bersamaaan adalah poligini bukan poligami. Meskipun demikian, dalam perkataan sehari-hari yang dimaksud dengan poligami itu adalah perkawinan seorang laki-laki dengan lebih dari seorang perempuan dalam waktu bersamaan, menurut masyarakat

umum yang dimaksud poligini itu adalah poligami.28

Dalam perkembangannya poligini jarang sekali dipakai bahkan bisa dikatakan istilah ini tidak dipakai dikalangan masyarakat, kecuali di kalangan antropolog saja. Istilah poligami secara langsung menggantikan istilah poligini dengan pengertian bahwa perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan disebut dengan poligami, yang dipergunakan sebagai lawan dari kata poliandri. Poligami dalam bahasa Indonesia adalah perkawinan yang

26 Dedi Supriadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan Di Dunia Islam, (Bandung,

Pustaka Al-Fikris, 2009), hlm. 89

27 Zakiah Drajat, Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985),

hlm. 17

(29)

salah satu pihak mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.29

2. Sejarah Poligami

a. Poligami Sebelum Datangnya Islam

konsep poligami (ta’adul al-zawjat) dalam ilmu fiqih lebih umum dipahami yaitu pengumpulan dua sampai empat istri dalam waktu yang bersamaan oleh suami.30 Islam bukanlah agama yang melegitimasi poligami pertama kali, karena sejarah membuktikan bahwa poligami sudah dilakukan oleh berbagai suku bangsa sebelum datangnya Islam. Sejak manusia memdiami Planet Bumi ini poligami sudah dilakukan oleh hampir semua kebudayaan manusia.31

Eksistensi perkawinan sebelum Islam hadir sangat merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan. Mereka dianggap sebagai khaddam (pembantu), sumber bencana, diperjual belikan dan dianggap sebagai benda mati yang dapat diwariskan bagi ahli waris bila suaminya telah meninggal dunia.32

Dapat penulis simpulkan bahwa sebelum Islam hadir dalam pernikahan seringkali merendahkan harkat martabat dan merendahkan kaum perempuan. Kemudian Islam datang membawa ajaran syariat yang adil dan bijaksana, tidak merendahkan kaum perempuan dan mengatur kehidupan rumah tangga yaitu

29 Anton Muliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta, Ikhtiar Baru Van Houve, 1997),

hlm. 1186

30 Mustafa Al-Saba’i, Al-mar’ah Baina Al-fiqh Wa Al-qanun, (Nasy Tauzi al=Maktabah

Al=A’rabiyah Bi Halab, Ttp), hlm. 71

31 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. Ke-1,

hlm. 35

32 Humaidi Tatapangansa, Hakekat Poligami Dalam Islam, (Surabaya, Usaha Nasional,

(30)

dengan menghapuskan pemberlakuan hukum-hukum pernikahan yang dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam.33

Agama memang mempunyai ketentuan terhadap poligami, akan tetapi banyak penafsiran tentang poligami ada yang mendukung poligami ada juga golongan yang anti poligami. Agama Yahudi memperbolehkan poligami, akan tetapi pendeta-pendeta membenci poligami. Agama Kristen berbeda-beda pendapat terkait poligami, tetapi suara yang paling kuat adalah agama Kristen melarang poligami. Jazirah arab sendiri masyarakatnya telah memperaktekkan poligami sebelum Islam datang, malahan melakukan poligami yang tidak terbatas. Sejumlah riwayat menyebutkan bahwa pemimpin suku rata-rata ketika itu memiliki puluhan istri, bahkan tidak sedikit kepala suku yang mempunya sampai ratusan istri.34

Menurut Ameer Ali (seorang pemikir dan penulis Islam) bahwa bangsa-bangsa barat dimasa purbakala poligami di anggap suatu kebiasaan yang diperbolehkan, karena dilakukan oleh raja-raja yang melambangkan ketuhanan yang dianggap oleh orang banyak perbuatan suci. Agama Hindu poligami dalam kedua aspeknya dilakukan sejak zaman bahari, seperti pada orang Median dahulu kala, Siria, Babilonia dan bahkan bangsa Parsi tidak membatasi seorang lelaki mengawini berapa orang wanita. Sebelum datangnya nabi Isa a,s tidak membatasi mengenai jumlah perkawinan yang dilakukan oleh suami bangsa Ibra. Pada zaman kemudian, Tahmud di Yarusalem membatasi jumlah

istri dengan kemampuan suami untuk memelihara istri-istrinya dengan baik.35

33 Nurbowo dan Apiko Joko M, Indahnya Poligami-Pengalaman Sakinah Puspo Wardoyo,

(Jakarta, Senayan Abadi Publishing, 2003), hlm. 4

34 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan

Gender, 1999), hlm. 3

35 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. Ke-1, hlm.

(31)

Pada zaman purbakala di Athena yang beradap dan paling tinggi kebudayaannya diantara semua bangsa harga wanita tidak lebih dari harga hewan, yang bisa dijual di pasar dan diperjualbelikan oleh orang lain serta diwariskan, itulah sebebnya poligami dibolehkan pada awalnya berdiri

Romawi.36

Di Jazirah Arab sebelum Islam datang masyarakatnya lebih memperaktekan poligami, malahan poligami yang tidak terbatas. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa rata-rata pemimpin suku Ketika itu memiliki puluhan istri bahkan tidak sedikit kepala suku yang mempunyai sampai ratusan istri.37

Jadi dengan demikian perkawinan dengan model seperti ini telah menjadi tradisi yang mandarah daging dikalangan bangsa arab sebelum Islam datang, bahkan bukan hanya poligami, poliandri juga merupakan hal yang wajar pada saat itu.38

b. Poligami Setelah Datangnya Islam

Pada masa Islam datang kebiasaan poligami tidak langsung dihapuskan. Namun, setelah turunnya wahyu terkait ayat yang menyinggung tentang poligami nabi Muhammad saw lalu melakukan perubahan yang radikal sesuai

petunjuk kandungan ayat.39

Pertama, Islam membatasi jumlah bilangan istri hanya sampai empat saja, diriwayatkan dari Naufal ibn Muawiyyah, ia berkata: ketika aku masuk

36 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. Ke-1, hlm.

170

37 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan

Gender, 1999), hlm. 3

38 Anik Farida, Menimbang Dalil-Dalil Poligami, (Jakarta: Balai Penelitian Dan

Pengembangan Agama, 2008), hlm. 16

39 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan

(32)

Islam, aku memiliki lima orang istri. Rasulullah berkata: ceraikanlah yang satu dan pertahankanlah yang empat. Pada riwayat lainya Qais ibn Tsabit berkata: ketika aku masuk Islam, aku memiliki delapan orang istri, aku sampaikan kepada Rasulullah, lalu Rasulullah Saw berkata: pilih empat dari mereka dan pertahankan.40

Kedua, Islam menerapkan syarat yang ketat bagi orang yang melakukan poligami, yaitu harus berlaku adil kepada istri-istrinya, dengan demikian dapat dilihat bahwa praktek poligami ketika Islam datang sangat berbeda sebelum

datangnya Islam.41 Islam membolehkan laki-laki melakukan poligami sebagai

alternatif ataupun jalan keluar bagi laki-laki untuk mengatasi penyaluran kebutuhan seks ataupun sebab-sebab lain yang mengganggu ketenangan batin agar tidak melakukan perbuatan yang diharamkan agama. Oleh karena itu, tujuan poligami adalah menghindari agar suami tidak terjerumus ke jurang kemaksiatan yang dilarang Islam dengan mencari jalan yang halal, yaitu boleh beristri lagi (poligami) dengan syarat berlaku adil.42

Dengan demikian, laki-laki dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya yang menyangkut masalah-masalah lahiriah seperti pembagian nafkah, akan tetapi masalah batin, manusia tentu saja selamanya tidak mungkin dapat berbuat adil secara hakiki.43

Agar dapat memahami makna poligami Nabi SAW secara benar, seorang harus memahami dan menghayati perjalanan hidup pribadi Nabi Muhammad SAW. Nabi menikah pertama kali dengan Siti Khadijah binti

40 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan

Gender, 1999), hlm. 5

41 Musyfir Al-Jahrani, Poligami Dalam Berbagai Persepsi, (Jakarta, Gema Insani Press,

1996), Cet. Ke-1, hlm. 52

42 M.A. Tihami, Fiqih Munakahat, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 358 43 M.A. Tihami, Fiqih Munakahat, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 357

(33)

Khuwailid Ketika berusia 25 Tahun sementara Khadijah berumur 40 tahun, data-data sejarah mencatat betapa bahagianya perkawinan Nabi saat itu karena dikarunia anak 4 perempuan dan 2 laki-laki, namun anak laki-lakinya meninggal kedua-duanya ketika masih anak-anak. Sampai Siti Khadijah wafat nabi tidak menikah dengan perempuan lain. Ketika Siti Khadijah masih ada sampai wafat nabi menjalani monogami selama 28 tahun, 17 tahun dijalani semasa nabi belum diangkat menjadi rosulullah dn 11 tahun setelah menjadi rosulullah.44

Ketika Siti Khadijah wafat setelah 2 tahun barulah Nabi menikah lagi yaitu dengan saudara binti Zamah namun usia sudah agak lanjut lalu Nabi menikah lagi dengan Aisyah binti Abu Bakar. Dalam catatan sejarah nabi melakukan poligami setelah berumur 54 tahun yang biasanya pada usia itu kemampuan laki-laki dalam seksual menurun, jika ditelusuri motif nabi menikah dengan Saudah adalah untuk melindungi Saudah karena suaminya wafat dalam perang jihad yang dimana agar Saudah tidak terlantar dan

melindungi dari tekanan keluarganya yang masih pada musyrik.45

3. Dasar Hukum Poligami

Islam bukanlah agama yang pertama kali mengenalkan poligami. Fenomena polgami sudah ada pada berabad-abad yang lalu sejarah manusia sebelum hadirnya Islam. Sebelum Islam datang masyarakat Arab sudah tidak asing lagi dengan praktik-praktik poligami dalam kehidupan sehari-harinya. Syari’at Islam yang meluputi berbagai sendi kehidupan manusia yang dibawa nabi Muhammad SAW termasuk masalah poligami. Jadi Islam juga mengatur

44 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan

Gender, 1999), hlm. 22

45 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan

(34)

mengenai poligami, diantaranya adalah firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 3: َباَط اَم ا ْوُحِكْناَف ى ٰمٰتَيْلا ىِف ا ْوُطِسْقُت الََّا ْمُتْف ِخ ْنِا َو َل لا َن ِ م ْمُك َعٰب ُر َو َثٰلُث َو ىٰنْثَم ِءۤاَسِ ن ۚ ْمُتْف ِخ ْنِاَف ٰنْدَا َكِلٰذ ۗ ْمُكُناَمْيَا ْتَكَلَم اَم ْوَا ًةَد ِحا َوَف ا ْوُلِدْعَت الََّا ۗا ْوُل ْوُعَت الََّا ى

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS An-Nisa: 3)

Dari ayat di atas sebagai dasar hukum kebolehan beristri lebih dari satu sampai empat. Pendapat ulama-ulama klasik mengenai masalah batasan maksimal empat masih dikutip oleh ulama ahli fiqh kontemporer, yaitu diantaranya Murtadha Muthahhari, Sayid Sabiq, Yusuf Al- Qardawi dan Wahbah Azzuhaili, walaupun ada sedikit perbedaan terkait argumen dan alasan tentang kebolehan berpoligami.46

Al-Qardhawi menekankan bahwa polgami tidaklah wajib atau sunah, akan tetapi makruh. Adapun bagi laki-laki yang tidak mampu berbuat adil dan dalam ekonominya maka hukumnya menjadi haram. Selain itu kebolehan poligami juga dinilai sebagai solisi apabila jumlah laki-laki lebih sedikit dari jumlah perempuan, sehingga lebih banyaknya perempuan ini tidak

menyuburkan pelacuran.47

46 Murtadha Muthahhari, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Terj. M. Hashem, (Jakarta:

Lentera Hati, 1995), hlm. 208

47 Wahiddudin Khan, Antara Islam dan Barat Perempuan di Tengah Pergumulan, Terj.

(35)

Masjfuk Zuhdi berpendapat bahwa Islam memandang poligami lebih banyak membawa mudharat dari pada manfaatnya. Kerena manusia memiliki sifat cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Keluarga yang poligamis akan mudah terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat membahayakan keutuhan keluarga. Maka dari itu, poligami hanya dibolehkan bila dalam keadaan darurat, misalnya isterinya ternyata mandul atau istri terkena penyakit yang menyebabkan tidak bisa memenuhi kewajiban seorang isteri.48

Menurut pendapat Abduh dan Qurais Shihab keduanya berpendapat bahwa poligami hukumnya mubah. Kemubahan poligami apabila suami mempunyai kesanggupan dan keyakinan untuk berlaku adil dan pada waktu tersebut memang ada kondisi-kondisi darurat yang benar-benar membutuhkan poligami sebagai jalan keluar. Abduh mendasarkan pada kaidah fiqh “la darar wa la dirar”. Dari segi keadilah keduanya menyatakan bahwa keadilan pada material meliputi juga pada kecenderungan hati. Batasan jumlah poligami keduanya menegaskan maksimal adalah empat isteri bagi yang menghendaki poligami.49

Asghar Ali Engineer berpendapat hukum poligami adalah boleh selama memenuhi syarat keadilan, terutama keadilah bagi perempuan dan anak yatim. Ia menjelaskan dalam menentukan hukum poligami perlu untuk memahami konteks QS An-Nisa’ ayat 3. Untuk memahaminya perlu juga terlebih dahulu dihubungkan dengan ayat yang mrndahului konteksnya. Surat An-Nisa’ pada ayat ke tiga ini berkaitan dengan poligami, yang diawali dengan “dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap anak-anak (perempuan) yang

48 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1989), hlm. 12

49 Tantin Puspitarini, Poligami Menurut Persepektif Quraish Shihab dan Muhammad Abduh,

(36)

yatim”. Penekanan ayat ini bukan mengawini lebih dari seorang perempuan tetapi berbuat adil kepada anak yatim. Maka konteks ayat ini menggambarkan orang-orang yang memelihara kekayaan anak yatim sering berbuat yang tidak semestinya yang kadang mengawini tanpa mas kawin. Maka Islam memperbaiki perilaku yang salah tersebut, bahwa menikahi janda dan anak-anak yatim dalam konteks ini sebagai wujud pertolongan bukan untuk kepuasan seks. Sejalan dengan ini ayat ini adalah ayat yang kontekstual yang temporal pemberlakuannya, bukan ayat yang prinsip universal yang berlaku selamanya.50

Muhammad Shahrur mengungkapkan pendapat serupa, ia memahami ayat tersebut bahwa Allah SWT bukan hanya membolehkan poligami, namun sangat menganjurkannya namun dengan dua syarat yang harus terpenuhi. Pertama, bahwa isteri kedua, ketiga dan keempat itu adalah janda yang memiliki anak yatim. Kedua, harus terdapat rasa khawatir tidak da[at berlaku adil kepada anak yatim. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka

perintah poligami menjadi gugur.51

Al-Jurjawi berpendapat ada tiga hikmah poligami. Pertama, kebolehan poligami yang dibatasi empat orang istri menunjukkan manusia terdiri dari empat campuran di dalam tubuhnya. Kedua, batasan empat sesuai dengan empat jenis mata pencarian laki-laki yaitu pemerintahan, perdagangan, pertanian dan industri. Ketiga, bagi seorang suami yang memiliki empat istri berarti ia mempunyai waktu senggang tiga hari dan ini merupakan waktu yang

cukup untuk mencurahkan kasih sayang.52

50 Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Terj. Farid Wajidi dan Assegaf

Cici Farkha, ( Yogyakarta: LSPPA & CUSO, 1994), hlm. 89

51 Muhammad Shahrur, Metologi Fiqih Islam Kontemporer, (Yogyakarta: ELSAD, 2004),

hlm. 428

(37)

Setelah melihat pendapat para tokoh ulama-ulama di atas tersebut, maka hukum poligami pada umumnya adalah mubah, maksudnya boleh dilakukan oleh setiap laki-laki muslim selama yang bersangkutan dapat belaku adil dalam segi jasmani ataupun rohani kepada isteri-isterinya.

Dalam hal ini yang perlu diingat adalah prinsip murni dalam Islam adalah monogami, yakni perkawinan antara satu laki-laki dengan satu

perempuan tanpa perceraian.53 Suami yang melakukan poligami dalam hal ini

juga dituntut berlaku adil dalam pemberian tempat tinggal, makan, minum, serta kemampuan suami untuk berlaku adil dalam menafkahi istri-istri dan anak-anaknya.

Perintah berlaku adil bagi suami yang berpoligami dujelaskan dalam QS An-Nisa’ ayat 129: َرَح ْوَل َو ِءۤاَسِ نلا َنْيَب ا ْوُلِدْعَت ْنَا ا ْوُعْيِطَتْسَت ْنَل َو َمْلا الُك ا ْوُلْيِمَت َلََف ْمُتْص َه ْو ُرَذَتَف ِلْي ْنِا َوۗ ِةَقالَعُمْلاَك ا اًمْي ِح ار ا ًر ْوُفَغ َناَك َ هاللّٰ انِاَف ا ْوُقاتَت َو ا ْوُحِلْصُت Artinya: “dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara dir (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. An-Nisa: 129)

Abu Bakar bin Araby mengatakan bahwa menurutnya memang benar apabila keadilan dalam cinta itu berada diluar kesanggupan manusia. Sebab, cinta itu ada didalam genggaman Allah SWT, yang mampu membolak baliknya menurut kehendaknya. Begitu pula dengan masalah bersetubuh kadang dia

53 Mahmoud Mohamed Taha, The Second Message Of Islam, Terj. Nur Rachman, Syari’ah

(38)

bergairah dengan istri yang satu sedangkan dengan istri yang lainnya tidak bergairah. Jadi, dalam hal ini apabila tidak disengaja ia tidak terkena dosa

karena berada diluar kemampuannya.54

Dalam surat an-nisa ayat 3 sifat adil bukanlah sifat adil yang ada di ayat 129, sifat adil dalam ayat 3 itu sifat adil dalam nafkah yang dapat dijangkau seperti memberikan rumah. Said ibn Zubair memberikan komentar bahwa surat an-nisa ayat 3 merupakan ancaman bagi mereka yang tidak mampu berlaku adil

terhadap anak yatim.55 Sedangkan adil dalam ayat 129 adalah adil dalam sifat

jiwa atau diluar kesanggupan manusia seperti rasa cinta kepada istri yang satu dangan istri yang lain tidak mungkin sama karena itu masalah hati kekuasaan

Allah SWT.56

Atas dasar ayat ini nabi Muhammad SAW melarang dalam saat yang sama lebih dari empat orang isteri bagi seorang suami. Ketika ayat ini turun, beliau memerintahkan bagi yang memiliki lebih dari empat orang istri agar segera menceraikan istri-istrinya sehingga bagi seorang suami memiliki maksimal empat orang isteri. Sebagaimana nabi Muhammad SAW bersabda:

َنْب َن َلَْيَغ انَأ ( , ِهيِبَأ ْنَع , ٍمِلاَس ْنَع َو َمَلْسَأ َةَمَلَس َو َأَف , ُهَعَم َنْمَلْسَأَف , ٍة َوْسِن ُرْشَع ُهَل ُّيِبانلَا ُه َرَم َو , ُدَمْحَأ ُها َو َر ) اًعَب ْرَأ انُهْنِم َرايَخَتَي ْنَأ ملسو هيلع الله ىلص ا َو , َنااب ِح ُنْبِا ُهَحاحَص َو , ُّيِذِم ْرِ تلَا ، ُمِكاَحْل ُّي ِراَخُبْلَا ُهالَعَأ َو ٍمِتاَح وُبَأ َو , َةَع ْر ُز وُبَأ َو ,

Artinya: “Dari Salim dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Ghalian Ibnu Salamah masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri yang juga masuk Islam bersamanya. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk memilih empat orang istri di antara mereka. (H.R. Ahmad

54 M.A. Tihami, Fiqih Munakahat, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 357 55 Anik Farida, Menimbang Dalil-Dalil Poligami, (Jakarta: Balai Penelitian Dan

Pengembangan Agama, 2008), hlm. 16

56 Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

(39)

dan Tirmidzi) Hadits Shahih menurut Ibnu Hibbah dan Hakim, dan Ma’lul

menurut Bukhari, Abu Zur’ah dan Abu Hatim.”57

Dari Al-Qur;an dan Hadist di atas dapat diketahui bahwa poligami itu diperbolehkan dengan syarat dapat berlaku adil. Namun ada beberapa pandangan bahwa keadilan itu dalam dua hal yaitu baik berupa materi maupun imaterial, terutama dalam hub (cinta) dan Jima’ (hubungan suami istri).58 Dengan demikian keadilan suami bukanlah syarat hukum, tetapi merupakan konsekuensi logis dari poligami tersebut. Poligami memang merupakan jalan alternatif bagi suami yang kurang puas dengan satu istri karena berbagai sebab dari pada ia terjerumus dalam perzinahan lebih baik melakukan poligami yang dihalalkan oleh agama Islam.59

Seorang suami ketika ingin melakukan poligami harus memenuhi beberapa syarat-syarat yang ada, apabila suami tidak memenuhi syarat yang sudah diatur maka seorang suami tidak bisa melakukan poligami.

B. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia dan Malaysia 1. Indonesia

Pegawai negeri sipil menurut kamus umum bahasa Indonesia “pegawai” berarti orang yang bekerja pada pemerintahan (perusahaan ataupun sebagainya), sedangkan negeri berarti negara ataupun pemerintahan. Jadi

57 Abu ‘Abdillah Ibn Idris Ibn ‘Abbas Ibn Usman, Al=Musnad Juz 1, ( Lebanon: Dar El

Kutub ‘Alamiyah, 1990), hlm. 274

58 Musda Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami Cet. Ke-1, (Jakarta: Lembaga Kajian

Agama dan Gender, 1999), hlm. 46

59 Bakri A. Rahman dan Ahmad Subardja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, UUP dan

(40)

pegawai negeri sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintahan atau negara.60

Menurut pasal 1 angka 1 UU No.3 tahun 1999 yang dimaksud dengan pegawai negeri sipil adalah setiap warga negara republik Indonesia yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserah tugaskan dalam suatu jabatan negeri atau diserah tugaskan negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.61 Pegawai negeri sipil secara terperinci kata pegawai adalah orang yang bekerja pada pemerintahan sedangkan kata negeri adalah negara atau pemerintah. Jika digabungkan maka pegawai negeri sipil adalah orang

yang bekerja pada pemerintah atau negara.62

Kedudukan pegawai negeri sipil di Indonesia berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 pasal 3 ayat (1), yaitu pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Ayat (2) dalam kedudukan dan tugas sebagai mana yang dimaksud dalam ayat (1), pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ayat (3) untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.63

Dengan demikian dalam hal ini peraturan kepegawaian merefleksikan pembatasan terhadap aktifitas dari sudut pandang hukum dan peraturan secara

60 Sri Hartini, Hukum Kepegawaian Cet. Ke-1, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 32 61 Tedy Sudrajad, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 32 62 Tedy Sudrajad, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 21 63 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999

(41)

moril ini menepatkan substansi yang ideal dalam bentuk kewajiban yang menjadi penjabaran dari maksud dan tujuan dalam organisasi guna pencapaian misinya. Namun dalam skala yang lebih luas merupakan refleksi dari tujuan negara menuju kesejahteraan masyarakat dalam konteksnya melalui administrasi kepegawaian.64

Menurut UU No. 43 tahun 1999 Pegawai Negeri Sipil dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat

Yang dimaksud pegawai negeri sipil pusat adalah pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan bekarja pada departemen, Lembaga pemerintahan nondepartemen, kesekertariatan Lembaga negara, instansi vertical di daerah provinsi kabupaten atau kota, kepaniteraan pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.65

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah

Yang dimaksud pegawai negeri sipil daerah adalah pegawai negeri sipil daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan daerah dan bekerja pada pemerintah daerah, atau dipekerjakan diluar instansi induknya.

Pegawai negeri sipil pusat atau daerah yang diperbantukan diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.

64 Sri Hartini, Setia Ajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajad, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, (

Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 44-46

65 Sri Hartini, Setia Ajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajad, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, (

(42)

Bisa diambil contoh seperti pegawai negeri sipil yang diperbantukan di instansi kepolisian maka gaji dia dibebankan kepada instansi tersebut.66

Pegawai Negeri Sipil adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintahan dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintahan. Pegawai Negeri Sipil yang saat ini disebut Aparat Sipil Negara (ASN) diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang disahkan oleh Presiden.

2. Malaysia

Kranenburg (Politikus Belanda) memberikan definisi tentang pegawai negeri yaitu pejabat yang ditunjuk. Dengan demikian pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden ataupun sebagainya. Logemen memberikan pengertian pegawai negeri yaitu pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.67

Pengaturan kepegawaian di Malaysia mengacu pada konstitusi negara Malaysia. Pengaturan kepegawaian di atur dalam Bab X konstitusi federal Malaysia, yang di dalamnya menyangkut semua pelayanan umum yang wajib dilaksanakan oleh negara. Kewenangan di bidang kepegawaian (public service) diatur dalam pasal 132 konstitusi Malaysia tentang keberadaan “the general public service of the federasion”.68

Mengacu pada aturan perundangan di Malaysia, maka rekrutmen pegawai negeri sipil diawali dari pengangkatan sebagai pegawai kontrak, selanjutnya pegawai sementara atau pegawai tidak berpancen (pensiun),

66 Victor M. Situmorang, Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil, (Jakarta: Rineka Cipta, 1988),

Cet. Ke-1, hlm. 22

67 Muchsan, Hukum Kepegawaian, ( Jakarta: Bina Askara, 1982), hlm. 13

68 Azhari, Politik dan Birokrasi di Negara Bagian Sabah Malaysia, Jurnal Hukum dan

(43)

selanjutnya pegawai berpensiun. Seorang yang dinyatakan lulus sebagai pegawai kontrak dalam satu seleksi yang diadakan oleh suatu instansi (jabatan) pemerintahan (pentadbiran awam) sesuai perjanjian dan kebutuhan kantor pemerintah, setelah itu baru kemudian dipertimbangkan untuk mengikuti seleksi pegawai tetap dan berpensiun.69 Selain itu tahapan untuk menjadi pegawai negeri juga sangat berbelit diawali dari penerimaan, percobaan selama 2 tahun, selanjutnya pengangkatan dalam jawatan dan seterusnya pengangkatan dalam jawatan berpencen. Seorang pegawai yang diterima bekerja akan menjalani masa percobaan selama 2 tahun dan apabali di pandang baik oleh komisi penilai maka pegawai yang bersangkutan akan dimasukkan sebagai pegawai yang menerima hak pencen (pensiun).

Segi manajemen kepegawaian di Malaysia menerapkan manajemen yang tersentralistik, dan kaum biokrasi merupakan golongan yang memiliki pretise tersendiri dalam masyarakat. Pegawai hanya akan bertanggung jawab kepada atasannya dalam pemerintahan dan bersikap masa bodo dengan politik.70

Pembagian jenis pegawai negeri secara umum di Malaysia membagi struktur kepangkatan pegawainya dalam empat bagian, yang terdiri atas:

a. Bagian pertama, pegawai pentadbir dan profesional atau dipanggil kumpulan pengurusan dan ikhtisas

b. Bagian kedua, eksekutif dan teknikal atau kumpulan separuh ikhtisas dan profesional

c. Bagian ketiga, kumpulan perkeranian dan teknik d. Bagian keempat, kumpulan buruh umum

69 Azhari, Politik dan Birokrasi di Negara Bagian Sabah Malaysia, Jurnal Hukum dan

Pembangunan No.04, 2011, hlm. 616

70 Azhari, Politik dan Birokrasi di Negara Bagian Sabah Malaysia, Jurnal Hukum dan

(44)

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dan Malaysia sangat berbeda karna perbedaan sistem kenegaraan dari kedua negara tersebut yang mana di Indonesia Presiden menjadi Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sedangkan di Malaysia Perdana Menteri sebagai pemegang kuasa, pengatur dan penggerak Pemerintahan.

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi mangrove disajikan dalam peta luasan mangrove Desa Pesantren, Desa Mojo dan Desa Limbangan menunjukkan bahwa persebaran atau distribusi mangrove yang

Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek yang jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang terjadi akibat

Hierarki / Fungsi Pusat Keterangan Fungsi Utama dan Arah Pengembangan Pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan Pusat kebudayaan dan

Kemudian untuk mengatasi faktor hambatan dalam pelayanan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Sigi

Pada duct terjadinya blocking , kemudian menyebabkan semen yang mengalir pada chamber tersebut vacum sehingga dapat menghentikan proses system loading semen curah dari

Salah satu contoh perusahaan yang ingin memanfaatkan keuntungan tersebut adalah Klinik Rumah Cantik bergerak dibidang jasa kecantikan.Setiap customer tentunya ingin

Dari hasil simulasi diperlihatkan bahwa rangkaian detektor detak jantung janin menghasilkan keluaran yang diharapkan yaitu dapat mendeteksi frekuensi 2 sampai 3

A Comparison of the Child-Adolescent Social Support Sub-Scales and the Middle School Self-efficacy Sub-Scales Point Averages A positive strong relationship was observed between