• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menjelaskan konsep-konsep, dasar-dasar teoritik dan temuan-temuan dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. menjelaskan konsep-konsep, dasar-dasar teoritik dan temuan-temuan dari"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Dalam kajian pustaka ini peneliti akan menguraikan atau menjelaskan konsep-konsep, dasar-dasar teoritik dan temuan-temuan dari hasil penelitian terdahulu dengan tema yang sejenis. Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian. Dimana temuan-temuan tersebut dijadikan gambaran untuk yang mendukung atau tidak hasil kegiatan tidaknya hasil penelitian selanjutnya. Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji tentang Implementasi Program Bantuan Pangan Non Tunai dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga adalah sebagai berikut:

1. Skripsi oleh Novita Wulansari Sunge dengan judul “Perbandingan Implementasi Program Beras Sejahtera (RASTA) dengan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)” di Sumatra Barat. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa stakeholder yang mengelola berbeda dan juga memiliki peran yang berbeda dalam kedua program tersebut walapun memiliki tujuan yang sama. Ketepatan dalam dalam pendistribusian program Beras Sejahtera (RASTA) dan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) diketahui bahwa tingkat ketepatan sasaran dan tepat waktu program RASTA lebih tinggi dibandingankan dengan program BPNT. Sedangkan untuk ketepatan jumlah dan kualitas

(2)

program BPNT lebih tinggi dibandingkan program RASTA, dan untuk administrasi kedua program ini sudah mencapai 100%.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Novita Wulansari Sunge dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada lokasi penelitian dan fokus penelitia. Penelitian yang dilakukan oleh Novita Wulansari Sunge yang lebih berfokus pada perbandingan antara program RASTA dan program BPNT sedangkan penulis meneliti tentang implementasi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga di Desa Bendungan, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang.

2. Skripsi oleh Silvia Maulidana yang berjudul “Analisis Korelasi Program Bantuan Pangan Non Tunai terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin” (Studi kasus pada masyarakat penerima program Bantuan Pangan Non Tunai di Kecamatan Bojongloa Kaler).

Hasil analisis menyatakan bahwa ada hubungan korelasi antara bantuan pangan non tunai dengan pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan dan ada hubungan korelasi juga antara bantuan pangan non tunai dengan pengeluaran konsumsi pangan. Yang mempuanyai kaitan yang cukup kuat yaitu variabel pengeluaran konsumsi beras dan jumlah beras perkapita. Kontribusi terbesar yang diberikan oleh variabel dependen dan independen adalah pengeluaran konsumsi beras dan jumlah beras perkapita.

Perbedaan penetian yang dilakukan oleh Silvia Maulidana dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada lokasi penelitian,

(3)

Metode penelitian dan fokus penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Silvia Maulidina menggunakan motede deskriptif kuantitatif dan berfokus pada korelasi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan metode diskriptif kualitatif dan berfokus pada upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga.

B. Konsep Kebijakan Publik

Menurut Friedrich sebagaimana dalam (Agustino, 2009) kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan, terutama dalam kaitan adanya peran fungsional pemerintah di ranah publik sebagai pelayan masyarakat.

Kebijakan sosial menurut (Suharto, 2014) adalah seperangkat tindakan (course of action), kerangka kerja (framework), petunjuk (guidline), rencana (plan), peta (map), atau strategi yang direncanakan untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah kedalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang kesejahteraan sosial.

Dalam membahas kebijakan sosial, diperlukan pemahaman mengenai tujuan-tujuan dari pembangunan dan juga kehidupan banyak orang. Kemudian dalam menentukan suatu kebijakan sosial diperlukan

(4)

berbagai pertimbangan sosial yang nantinya dapat mendorong atau menghambat. Menurut Midgley dalam (Suharto, 2014) yang berfungsi untuk menentukan kategori suatu kebijakan sosial yang dibuat, diantaranya yaitu:

1. Peraturan dan perundang-undangan. Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, yang diwujudkan dalam peraturan dan perundang-undangan sebagai payung hukum untuk menjamin suatu program yang dilakukan baik disektor pendidikan, kesehatan, huku, sosial, ataupun hal lain yang berkaitan dengan pihak swasta sebagai mitra pemerintah dan lain-lain.

2. Program pelayanan sosial merupakan kebijakan yang diterapkan dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, dan bimbingan sosial yang bersifat residual.

3. Sistem perpajakan, berfungsi untuk menandai segala program yang dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud dari kebijakan sosial yang telah direncanakan atau bisa disebut dengan kesejahteraan fiskal.

Berdasarkan kategori di atas dapat disimpulkan bahwa setiap perundang-undangan, hukum ataupun peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kebijakan sosial berbentuk undang-undang. Kebijakan sosial merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik, karena memiliki tujuan yang berkaitan dengan kepentingan kehidupan masyarakat, namun berorientasi pada kesejahteraan sosial. Sehingga dalam melihatnya

(5)

terdapat tiga sudut pandang menurut Huttman, Gilbert dan Specht, dalam (Suharto, 2014) yakni kebijakan sosial sebagai produk (product) dan sebagai kinerja atau capaian (performance). Sebagai proses untuk mencapai suatu kebijakan diperlukan sebuah proses dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh pembuat kebijakan, baik yang berkaitan dengan perencanaan atau need assessment terhadap penerima atau sasaran dari kebijakan tersebut, alternatif-alternatif tindakan lain yang diperlukan agar kebijakan dapat diterima dan strategi-strategi kebijakan ataupun pengimplementasian kebijakan.

C. Konsep Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

Sebelum adanya program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), pemerintah dalam menangani kemiskinan yaitu dengan adanya program Raskin. Menurut buku panduan Raskin (2014), Raskin dari Instruksi Presiden tentang kebijakan perberasan nasional. Presiden menginstruksikan kepada Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan, pengembangan ekonomi perdesaan dan stabilitas ekonomi nasional.

Menurut Winarni (dalam Masta, 2016) bantuan beras miskin atau yang biasa disebut Raskin merupakan suatu bantuan yang memberikan perlindungan kepada keluarga miskin melalui beras bersubsidi guna memenuhi kebutuhan gizi dan mengurangi beban pengeluaran keluarga pada jumlah yang telah ditentukan dan tingkat harga tertentu.

(6)

Kemudian dalam program raskin pada tahun 2015 di ganti menjadi rastra. Alasan mengganti naman raskin menjadi rastra adalah untuk mengubah pemikiran yang sebelumnya beras ini untuk menbantu masyarakat miskin, agar kini beras yang disubsidi pemerintah untuk mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Kemudian Kementerian sosial telah mengubah subsidi beras miskin (raskin) menjadi beras sejahtera (rastra), dan lebih disempurnakan menjadi bantuan sosial rastra, yang bertujuan lebih memudahkan masyarakat. Sedangkan untuk semua penerima bantuan sosial rastra, tidak dipungut biaya. Kini berubah nama dari raskin menjadi rastra, dari berbayar ke tidak berbayar.

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) merupakan program lanjutan dari Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Rastra), dimana pemerintah hanya memberikan beras 10 kilogram per Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) telah diatur dalam peraturan menteri sosial RI NO. 11 Tahun 2018 tentang Bantuan Pangan Non Tunai.

Tahun 2017 pemerintah menjalankan program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai ). Rastra diganti dengan program Voucher Pangan.

Voucher pangan dapat digunakan untuk menembus atau membeli berbagai bahan pokok seperti beras, telur, minyak goreng dan lainnya di pasar, di warung, di toko atau agen kusus yang diberi nama e-warong. Program ini sebagai upaya meningkatkan akses dalam memenuhi hak dasar masyarakat miskin terhadap kebutuhan pangan. Dengan adanya reformasi ini, rakyat yang belum sejahtera dan belum mampu akan memiliki lebih banyak pilihan yang bisa membeli sembako di pasar ataupun di toko dengan

(7)

kualitas yang lebih serta juga bisa memperoleh nutrisi yang lebih seimbang.

Dalam menjalankan program BPNT terdapat standart operasional prosedur (SOP). SOP adalah dokumen yang berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja dengan biaya yang serendah rendahnya. SOP dalam program BPNT adalah:

1. Persiapan

Persiapan merupakan tahap awal kegiatan setelah kementrian sosial menetapkan bank penyalur BPNT.

a. Koordinasi di Tingkat Pemerintahan Pusat

Koordinasi di tingkat pemerintah pusat dilakukan antara Kementerian Sosial sebagai Pengguna Anggaran (PA) Program BPNT dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait melalui forum Tim Koordinasi Bansos Pangan Pusat dan dilaporkan atau dikonsultasikan kepada Tim Pengendali. Koordinasi dengan kementerian dan lembaga dilakukan untuk memperoleh masukan dan arahan terkait dengan pelaksanaan program. Koordinasi juga dilakukan untuk memastikan dasar hukum, mekanisme pelaksanaan di lapangan, serta berbagai prosedur administrasi lainnya.

(8)

b. Koordinasi di Tingkat Pemerintah Provinsi

Pemerintah provinsi melalui forum Tim Koordinasi Bansos Pangan Provinsi melakukan koordinasi secara berjenjang dengan Tim Koordinasi Bansos Pangan Kabupaten/Kota terkait seluruh tahap pengelolaan dan pelaksanaan Program BPNT di Kabupaten/Kota, mulai dari dukungan pendanaan melalui APBD, koordinasi pagu dan data KPM, sosialisasi, penanganan pengaduan, pemantauan dan dukungan lain yang diperlukan terkait BPNT.

c. Koordinasi di Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota

Pemerintah kabupaten/kota melakukan koordinasi dengan Bank penyalur. Kemudian pemerintah Kabupaten/Kota memberikan dukungan sarana dan prasarana, edukasi dan sosialisasi, kemudahan perizinan atau keringan biaya perizinan serta fasilitas perpajakan kepada E-warong.

Pelaksanaan Program BPNT di tingkat Kabupaten/Kota dikoordinasi oleh Tim Koordinasi Bansos Pangan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan di tingkat Kecamatan dikoordinasi oleh Tim Koordinasi Bansos Pangan Kecamatan. Pelaksanaan ditingkat desa/kelurahan didukung oleh perangkat dea setempat serta pendamping program BPNT.

2. Penyerahan Data Penerima Manfaat

a. Jumlah Jumlah pagu Peyaluran BPNT tingkat provinsi dan kabupaten/kota merujuk pada keputusan menteri sosial ayang

(9)

akan disampaikan suluruh Gubernur dan Bupati/Walikota melalui surat menteri sosial.

b. Data nama dan alamat keluarga penerima manfaat untuk penyaluran BPNT yang bersumber dari DT-PPFM

c. Data nama dan alamat keluarga penerima manfaat untuk penyaluran BPNT diserahkan kepada Bank Penyalur

d. Data nama dan alamat keluarga penerima manfaat untuk penyaluran BPNT dari kementrian sosial diserahkan kepada Bank Penyalur ke Bupati/walikota

e. Kepesertaan KPM pada program BPNT dapat berganti karena meningga, pindah keluar kota, KPM yang menolak dan tercatat ganda

f. Data nama dan alamat keluarga penerima manfaat untuk penyaluran BPNT sudah diberikan penanda untuk KPM penerima PKH.

3. Persiapan E-Warong

Hal-hal yang perlu dipersiapkan Bank Penyalur dalam menetapkan agen bank, pedagang atau pihak lain untuk menjadi e-warong dalam penyalur BPNT, sedikitnya mencakup beberapa hal sebagai berikut:

a. Memastikan jumlah dan sebaran e-warongdi setiap lokasi penyaluran. Bank Penyalur harus merekrut e-warong dengan rasio e-warong dengan KPM 1:250 dan minimum 2 (dua) e-warong dalam satu desa/kelurahan tidak terbatas pada agen Bank Penyalur tersebut. Pelaporan rasio e-warong dengan KPM

(10)

dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum penyaluran tahap pertama.

b. Memberikan layanan perbankan kepada e-warong, termasuk di antaranya: pembukaan rekening tabungan, pendaftaran menjadi agen Laku Pandai atau LKD, dan layanan usaha lainnya.

c. Melakukan upaya edukasi dan sosialisasi, pemasaran/branding, perbaikan fasilitas e-warong dan lainnya untuk melayani KPM.

d. Memastikan kelancaran pelaksanaan pembelian bahan pangan dengan menggunakan Kartu Kombo, termasuk:

1) Memastikan ketersediaan jumlah mesin pembaca kartu kombo pada e-warong untuk memproses pembelian bahan pangan oleh KPM

2) Melakukan edukasi penggunaan mesin pembaca kartu kombo e- warong dan memastikan e-warong siap melayani

3) Menyediakan dukungan teknis dan pemantauan berkala terhadap kelancaran operasional alat transaksi

4) Menyediakan petugas bank (Asisten Branchless Banking- ABB, Contact Person) yang dapat dihubungi oleh e-warong guna kelancaran dan kemudahan pelaksanaan pembelian bahan pangan.

5) Bank Penyalur setempat menyampaikan daftar e-warong kepada Tim Koordinasi Bansos Pangan setempat dan Kontak Informasi.

(11)

4. Sasaran Edukasi dan Sosialisasi

Kegiatan edukasi dan sosialisasi merupakan salah satu kegiatan inti dalam mekanisme penyaluran BPNT. Pelaksanaan dan Sasaran Edukasi dan Sosialisasi.

a. Tujuan pelaksanaan edukasi dan sosialisasi Program BPNT adalah:

1) Memberikan pemahaman kepada para pemangku kepentingan baik pusat dan daerah mengenai kebijakan dan Program BPNT.

2) Memberikan pemahaman kepada KPM tentang tujuan dan mekanisme pemanfaatan Program BPNT.

3) Memberikan informasi tentang mekanisme pengaduan Program BPNT.

b. Sasaran dari pelaksanaan edukasi dan sosialisasi program BPNT adalah:

1) Kementerian atau Lembaga terkait.

2) Pemerintah daerah, termasuk Tim Koordinasi Bansos Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

3) Perangkat desa/kelurahan dan jajarannya

4) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat Kecamatan.

5) Pendamping Program BPNT, antara lain: Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS), Tenaga Kesejahteraan Sosial

(12)

Kecamatan (TKSK), Koordinator dan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan pendamping sosial lainnya serta perangkat kelurahan atau desa.

6) Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

7) Pemilik atau Pengelola e-warong.

8) Bank Penyalur maupun Bank Acquirer (Bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari Alat Pembayaran Menggunakan Kartu/uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak selain Acquirer yang bersangkutan serta bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang) baik ditingkat pusat maupun cabang.

c. Pelaksana Edukasi dan Sosialisasi. Pelaksana edukasi dan sosialisasi dalam pelaksanaan Program BPNT, terdiri dari:

1) Pemerintah: Sosialisasi dilakukan oleh pemerintah secara berjenjang sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya.

2) Bank Penyalur.

3) Pemilik/Pengelola e-warong.

5. Resgistrasi dan/atau Pembukaan Rekening Penerima Kartu Kombo

Proses Registrasi dan/atau pembukaan rekening penerima Kartu Kombo terdiri dari :

(13)

a. Proses 1

Bank penyalur melakukan registrasi atau pembukaan rekening secara kolektif atas data yang diberikan dan ditetapkan oleh kementrian sosial berdasarkan DT-PPFM.

b. Proses 2

Bank penyalur melakukan distribusi Kit Kartu Kombo kepada KPM. Dalam kegiatan ini, pendamping juga melakukan pendampingan proses distribusi Kit Kartu Kombo. Proses ini dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi kepada KPM.

c. Proses 3

Bank penyalur menyampaikan laporan dengan format buku antar bank dan dashboard Program BPNT kepada Kementrian Sosial dan Tim Pengendali.

6. Penyaluran

Proses penyaluran bantuan, terdiri dari:

a. Bank Penyalur membukakan Akun Elektronik Bantuan Pangan untuk masing-masing KPM berdasarkan Daftar KPM Perubahan yang diterima dari Kementerian Sosial.

b. Bank Penyalur melakukan pemindahan buku dana Bantuan Sosial dari rekening Kementerian Sosial di Bank Penyalur ke rekening KPM.

(14)

c. Rekening KPM digunakan untuk menampung seluruh program Bantuan Sosial yang diterima oleh KPM dan dapat dibedakan penggunaannya untuk masing-masing program Bantuan Sosial.

d. Kementerian Sosial memberikan perintah pembayaran kepada Bendahara Umum Negara/Daerah sebagai dasar untuk pencairan dana BPNT.

e. Bendahara Umum Negara/Daerah melakukan pencairan dana dari rekening kas umum negara/daerah kepada rekening Kementerian Sosial di Bank Penyalur sesuai perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Kementerian Sosial.

f. Bank Penyalur menyampaikan laporan hasil penyaluran dana bantuan sosial kepada Kementerian Sosial dengan tembusan kepada Tim Pengendali.

7. Pemanfaatan

Proses pemanfaatan dana bantuan dapat digambarkan sebagai berikut : a. Datang : KPM membawa Kartu Kombo datang ke e-warong yang bertanda khusus Non Tunai dan sudah bekerja sama dengan Bank Penyalur

b. Cek : Lakukan cek kuota bantuan pangan melalui mesin EDC.

c. Pilih : Pilih jenis bahan pangan beras dan/atau telur dengan jumlah sesuai kebutuhan, lakukan pembelian dengan memasukan nominal harga dan PIN pada EDC bank.

(15)

d. Terima : Terima bahan pangan yang telah dibeli serta bukti transaksi untuk disimpan.

D. Keluarga Penerima Manfaat

Penerima Manfaat BPNT menurut Pedoman Umum Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah keluarga yang selanjutnya disebut Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BPNT, dengan kondisi sosial ekonomi 25% terendah di daerah pelakasaan. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) merupakan keluarga yang sudah ditetapkan sebagai penerima manfaat program Bantuan Pangan Non Tunai.

Untuk setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dalam mendaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) harus memuat informasi sebagai berikut:

1. Nama Pasangan Kepala Keluarga (Calon Pemilik Rekening).

2. Nama Kepala Keluarga

3. Nama Anggota Keluarga lainnya 4. Alamat Tinggal Keluarga

5. Nomor Induk Kependudukan (NIK) (*Jika ada) 6. Kode Unik Keluarga dalam DT-PPFM

7. Nama Gadis Ibu Kandung 8. Nomor Peserta PKH

Nama calon pemilik rekening diutamakan atas nama perempuan dalam keluarga, baik sebagai kepala keluarga atau paangan kepala keluarga. Dalam hal tidak ada perempuan dalam keluarga penerima, diperlukan surat keterangan lurah/kepala desa setempat untuk

(16)

menginformasikan penggantinya saat registrasi. Dalam penerimaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) berkaitan dengan tiga kepemilikan kartu dalam program sebelumnya, yaitu:

a. Berkaitan dengan kepemilikkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), terdapat penerima KKS dari program terdahulu. Apabila data yang bersangkutan tidak terdapat dalam daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan merasa berhak memperoleh Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), maka dapat melapor mengikuti proses MPM/SLRT/sistem pengaduan resmi lainnya.

b. Berkaitan dengan kepesertaan dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tidak semua peserta PBI-JKN akan mendapatkan bantuan pangan karena sasaran program bantuan pangan lebih kecil dari sasaran PBI-JKN. Apabila penerima PBI-JKN merasa berhak menerima Bantuan Pangan NonTunai (BPNT), maka dapat melapor mengikuti proses MPM/SLRT/sistem pengaduan resmi lainnya.

c. Berkaitan dengan Kartu Indonesia Pinter (KIP), apabila keluarga dari anak pemilik KIP yang datanya tidak terdapar dalam daftar KPM merasa berhak memperoleh BPNT, maka dapat melapor mengikuti proses MPM/SLRT/sistem pengaduan resmi lainnya.

Kepersertaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) didalam Program Pangan Non Tuni (BPNT) dapat berganti karena meninggal dan berasal dari calon KPM beranggota tunggal, berasal dari calon KPM yang seluruh anggotannya pindah ke Kabupaten/Kota lain, berasal dari calon KPM yang

(17)

tidak bersedia atau mengundurkkan diri sebagai KPM, dan tercatat ganda atau lebih dari satu.

E. Konsep Kesejahteraan Keluarga

Prioritas utama dalam kesejahteraan sosial adalah kelompok- kelompok yang kurang beruntung (disadvintage groups), khususnya keluarga miskin. Dimana dalam kesejahteraan sosial ini, dengan berbagai cara dilakukan dan berbagai pelayanan supaya keluarga-keluarga miskin dapat meningkatkan kualitas hidupnya menuju keluarga sejahtera lahir dan batin untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, seperti sandang, pangan dan papan. Istilah tersebut dapat berubah-ubah karena setiap orang mempunyai perspektif masing-masing. Kadang orang dengan kondisi yang serba kekuarangan seperti itu sudah merasa bahagia karena kebutuhan hidupnya yang dianggap cukup dengan dan tidak adanya masalah. Namun orang kaya yang justru kondisinya lebih dari cukup masih belum merasa sejahtera karena mempunya masalah yang sangat pelik.

Kesejahteraan sosial pada hakekatnya mencakup konsepsi antara lain,yaitu: kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Dengan demikian, secara umum kesejahteraan sosial dapat diartikan dengan kondisi sejahtera. Kondisi sejahtera ialah kondisi dimana terpenuhinya segala kebutuhan-kebutuhan hidup, khusunya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan,dan kesehatan. Dalam rangka membangun keluarga sejahtera yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram

(18)

dan harapan masa depan yang baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagian batin, maka dalam keluarga suami istri harus melaksanakan perananan dan fungsi sesuai kedudukannya.

Menurut (Soetjipto,1992) kesejahteraan keluarga adalah terciptanya suatu keadaan yang harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi anggota keluarga, tanpa mengalami hambatanyang serius di dalam keluarga, dan dalam menghadapi masalah- masalah keluarga akan mudah untuk diatasi secara bersama oleh anggota keluarga, sehingga standar kehidupan kelurga dapat terwujud. Konsepsi tersebut mengandung bahwa, kesejahteraan keluarga adalah kondisi suatu kondisi yang harus diciptakan oleh kelurga dalam membentuk yang sejahtera.

F. Indikator Keluarga Sejahtera

Indikator tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN terbagi menjadi lima kelompok, antara lain:

1. Keluarga pra sejahtera (sering dikelompokkan sebagi “sangat miskin”) Kelompok keluarga pra sejahra merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari indikator yang telah ditentukan.

Kelompok keluarga pra sejahtera terbagi menjadi dua indikator, yaitu:

a. Indikator ekonomi

Indikator ekonomi meliputi: makan dua kali sehari atau lebih, membeli pakaian yang berbeda untuk aktivitas (seperti: dirumah, bekerja, sekolah, dan berpergian), kemuadian bagian terluar lantai rumah dari tanah.

(19)

b. Indikator non-ekonomi

Indikator non-ekonomi meliputi: melaksanakan ibadah dan apabila anak sakit di bawa ke sarana kesehatan.

2. Keluarga sejahtera I (sering dikelompokkan sebagai “miskin”)

Kelompok keluarga sejahtera I adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari indikator yang telah ditentukan. Kelompok keluarga sejahtera I terbagi menjadi 2 indikator, yaitu:

a. Indikator ekonomi

Indikator ekomoni meliputi: paling kurang sekali seminggu makan daging atau ikan atau telor, setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, dan luas lantai rumah paling kurang 8m untuk tiap penghuni.

b. Indikator non-ekonomi

Indikator non-ekonomi meliputi: ibadah teratur, sehat dalam tiga bulan terakhir, punya penghasilan tetap, usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf, usia 6-15 tahun bersekolah, dan anak lebih dari dua orang per-KB.

3. Keluarga sejahtera II

Kelompok keluarga sejahtera II adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi satu atau lebih indikator yang telah ditentukan. Kelompok keluarga sejahtera II terbagi menjadi beberapa indikator, antara lain: memeliki tabungan keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, mengikuti kegiatan masyarakat, rekreasi

(20)

bersama minimal 6 bulan sekali, meningkatkan pengetahuan agama, memperoleh berita dari suratkabar, radio, Tv maupun majalah, dan menggunakan sarana transportasi.

4. Keluarga sejahtera III

Kelompok keluarga sejahtera III merupakan keluarga yang sudah komunikasi, mengikuti kegiatan masyarakat, rekreasi bersama minimal 6 bulan sekali, meningkatkan pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, maupun majalah dan menggunakan sarana transportasi. Namun kelompok keluarga sejahtera III juga belum dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi:

aktif memberikan sumbangan material secara teratur dan aktif dapat memenuhi beberapa indikator, antara lain: memiliki tabungan keluarga, makan bersama sambil bersebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.

5. Keluarga sejahtera III plus

Kelompok sejatera plus merupakan keluarga yang sudah dapat memenuhi beberapa indikator, seperti: aktif memberikan sumbangan material secara teratur dan aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.

G. Teori Implementasi

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti, “implementasi intinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan” (Purwanto,

(21)

2000: 21). Dari berbagai defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh berbagai aktor pelaksana kebijakan dengan sarana-sarana pendukung berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini, penulis meneliti mengenai implementasi Peraturan Kementrian Sosial republik Indonesia tentang Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam meringankan beban masyarakat miskin di Desa Bendungan, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang dalam upaya menjawab rumusan masalah penelitian ini, penulis mengambil teori dari George C. Edward III Menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan sangat ditentukan beberapa faktor penting yaitu:

1. Komunikasi

Menurut Edwards, persyaratan pertama bagi efektivitas implementasi kebijakan adalah para pelaksana harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan, sebab hanya dengan cara demikian proses komunikasi antar sesamanya akan dapat berjalan dengan baik. Dalam proses komunikasi terkandung transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity).

2. Sumber Daya

Sumber daya yang akan mendukung implementasi kebijakan yang efektif disini menyangkut staf, wewenang, informasi, wewenang, dan fasilitas-fasilitas

(22)

3. Sikap Implementor (dispotition)

Agar implementasi kebijakan dapat efektif, maka segenap upaya harus dilakukan oleh pembuat kebijakan agar isi dan tujuan kebijakan dapat berkesesuaian dengan keinginan para implementor melalui pemahaman setiap individu akan arah kebijakan yang mereka kerjakan/ implementasikan.

4. Struktur birokrasi.

Secara umum birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Bentuk organisasi dipilih sebagai suatu kesepakatan kolektif untuk memecahkan berbagai masalah sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah pengaplikasian strategi komunikasi agar performa organisasi dapat efektif adalah dengan enam hal yaitu komunikasi yang terbuka dalam

Maka hasil pengukuran nilai nisbah untuk pelet dengan komposisi yang sama dari proses milling baik HEM-SPEX 8000M maupun HEM E3D yang masing-masing mencapai nilai 40% dan 20% pada

Banyak gagasan baru yang dilontarkan, seperti Quantum Learning (melejitkan potensi terbaik anak didik) atau Learning Oriented Method (metode pembelajaran, bukan

Analisis menggunakan pola narasi dari berbagai literatur yang relevan dan berkualitas, dengan tujuan; (1) penulis ingin memperdalam pengetahuan tentang penganggaran berbasis

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa atribut harga, rasa, warna, aroma, daya tahan, kelarutan, kebersihan, manfaat, kemudahan didapat, dan kehalalan adalah faktor yang

Seberapa jauh arahan dan tanggapan pelaksanaan yang diberikan oleh Kementerian Sosial, Dinas Sosial Kota Surabaya, Koordinator Program Keluarga Harapan (PKH), serta

Menurut Jaya (2018) Analisis Sistem Informasi Akuntansi Penjualan dan Penerimaan Kas Dalam Meningkatkan Pengendalian Intern ( Studi Kasus PT Putra Indo Cahaya Batam

Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pemanfaatan WhatsApp sebagai media komunikasi antara Pendamping Program Keluarga Harapan dengan Keluarga Penerima Manfaat di