• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) 2.1.1. Taksonomi dan morfologi apel

Gambar 1. Buah Apel (Winarna, 2015)

Tanaman apel termasuk dalam: Kingdom: plantae; Divisio: spermatophyta;

Subdivio : angiospermae; Klas: dictyledonae; Ordo: rosales; Familia: rosaceae;

Genus: malus; Spesies: Malus sylvestris mill (Winarna 2015).

Apel di konsumsi segar atau secara langsung setelah dipanen atau setelah priode penyimpanan hingga enam bulan atau bahkan lebih lama. Sebagain besar apel dibudidayakan berasal dri spesies Malus domestica dalam keluarga Rosaceae dan lebih dari 7500 varietas apel telah dideskripsikan diberbagai negara.

(Moersidi, 2015). Apel (Malus domestica bork) juga banyak dibudidayakan diindonesia ini terutama didaerah jawa timur khususnya di daerah batu malang.

Pohon apel memiliki batang berkayu keras dan cukup kuat, cabangnya akan tumbuh lurus dan tidak memiliki ranting jika dibiarkan saja atau tidak dipangkas.

Pohon apel juga memiliki kulit kayu yang tebal (Fista, 2018).

Varietas apel yang banyak di jumpai di daerah malang yaitu rome beauty, manalagi, anna, princess noblr, dang wangli (Bunga, 2017). Buah apel memiliki ciri yaitu berbentuk bulat dengan ujung dan pangkal berlekuk dangkal dengan

(2)

diameter antara 4-7 cm dan memiliki berat 75-160 gram/buah dengan warna buah hijau muda kekuningan dengan aroma yang harum segar. Daging buahnya berwarna putih dan sedikit berair dan teksturnya agat liat dengan bentuk bijinya bulat pendek dan berwarna coklat (Winarna, 2015).

2.1.2. Buah Apel Manalagi

Apel manalagi merupakan apel yang mempunyai warna buah hijau kekuningan, warna tidak berubah meskipun buahnya sudah masak. Apel manalagi memiliki bentuk jorong pangkal dan pucuknya berlekuk kedalam dimana apel jenis ini memiliki pori kulit yang nyata, halus dan renggang memiliki aroma yang kuat dan segar (Ciputra, 2018).

Apel Manalagi mempunyai rasa manis walaupun masih muda dan aromanya harum. bentuk buahnya bulat dan kulit buahnya berpori putih. Jika dibungkus kulit buahnya berwarna hijau muda kekuningan, sedangkan jika dibiarkan terbuka warnanya akan tetap hijau. Diameter buah berkisar antara 5-7 cm dan berat 75-100 gram/buah (Hapsari, 2015).

2.1.3. Syarat tumbuh tanaman apel

Apel pada dasarnya dapat beradaptasi pada macam-macam iklim, tetapi pertumbuhan baik adalah pada daerah temperatur yang dingin pada latitude 35-50.

Tanaman apel dapat menghasilkan buah yang baik pada daerah dengan ketinggian 700- 1200 m dpl dengan curah hujan yang ideal adalah berkisar 1600- 2600mm/tahun. Cahaya yang diperlukan antara 50% - 75%. Tanah ber-PH 7, berpengairan bagus, dan bersolum dalam merupakan tempat tumbuh yang paling ideal dalam tanaman apel dimana tanah tersebut harus mempunyai aerasi,

(3)

penyerapan air, dan porositas yang baik, sehingga pertukaran oksigen, pergerakan unsur hara dan kemampuan menyimpan air optimal (Hasanah, 2005)

2.1.4. Penyakit pasca panen apel

Gambar 2. Penyakit antraknosa buah apel (Xiao, 2018)

Penyakit yang menyerang tanaman apel diantaranya adalah penyakit antrakosa. Penyakit. Antraknosa apel umumnya disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides yang merupakan penyakit pascapanen yang bisa menginfeksi

buah apel yang ditandai dengan muncul jaringan cekung dengan dengan cincin cokelat (Xiao, 2018)

Menurut (Saxena, 2016 dalam Maknun, 2019) Antraknosa menyebabkan kerusakan pada buah yang matang berupa busuk buah berbentuk jaringan nekrosis cekung dengan cincin konsentris, baik di lapang maupun di dalam penyimpanan dengan kondisi yang baik (Saxena , 2016 dalam Maknun, 2019).

(4)

2.2.Jamur Colletotrichum gloesporioides

Gambar 3. Konidia Colletotrichum gloeosporioides (perbesaran 400x)

(Astuti, 2014).

Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur parasit fakultatif dari Ordo Melanconiales dengan ciri-ciri konidia (spora) tersusun dalam aservulus (struktur aseksual pada jamur parasit). Jamur dari Genus Colletotrichum termasuk dalam Class Deuteromycetes yang merupakan fase anamorfik (bentuk aseksual), dan

pada saat jamur tersebut dalam fase telemorfik (bentuk seksual) masuk dalam Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur dalam Genus Glomerella

(Sudirga, 2016). Colletotrichum gloeosporioides merupakan patogen utama penyebab antraknosa. Jamur tersebut memiliki tubuh oval sampai memanjang, agak melengkung dan dalam jumlah banyak berwarna kemerahan. Jamur ini tidak hanya menyerang buah saja tetapi juga menyerang daun, bunga, ranting dan tanaman semai.

Pertumbuhan isolat Colletotrichum gloeosporioides memiliki kisaran suhu udara yang berbeda-beda Colletotrichum gloeosporioides diketahui dapat berkembang dan menyebar dengan baik pada kisaran suhu 23-25° C (Grahovac, 2012)

(5)

2.2.1. Klasifikasi dan morfologi Jamur Colletotrichum gloeosporioides

Menurut Alexopaulus (1996) klasifikasi jamur Colletotrichum gloeosporioides adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi Divisio : Eumycophyta Klass : Deteromycetes Ordo : Melaconiales Familia : Melaconiaceae Genus : Colletotrichum

Species : Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc

Jamur Colletotrichum gloeosporioides memiliki bentuk konidia bulat silindri, ujung konidia tumpul dengan ukuran konida 5,6 x 16,1 μm dan dapat berkembang pada kecepatan 12,4 mm per hari. Bagian dalam miselium terdiri dari bagian septa, intr dan intraselule hifa. Arveulus dan stomata pada batang berbentuk hemispirakyel dengan ukuran 70,0-120,0 μm dengan bentuk septa tersebar dan memeiliki warna coklat gelap sampai coklat muda dan terdiri dari beberapa bagian septa dengan ukuran beskiras ± 150,0μm .Cendawan ini umumnya mempunyai konidia hialan, berbentuk silinder dengan bagian ujing hialan tumpul dan berbentuk jorong dengan tepi ujung yang bulat serta memiliki pangkal sempit terpancunng, tidak memiliki sekat, memiliki inti satu, 9-24,0 x 3- 6,0 μm, terbentuk pada konidia seperti fialidt, berbentuk silinder, hialan atau seperti kecokelatan (Semangun, 2008).

(6)

Konidya Colletotrichum gloeosporioides biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan merupakan suatu bentuk dari jamur dalam mempertahankan dari situasi luar atau dalm lingkungan yang tidak menguntungkan bagi jamur tersebut pada umumnya konidia adalah suatu pemicu awal terbentuknya suatu penyakit pada budidaya tanaman dan konidia tersebut dapat berkembang secara terus – menerus dengan jangka waktu yang relative panjang (Yudiarti, 2007).

Fungisida nabati

Fungisida nabati merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Pestisida nabati ini bisa berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh, dan bentuk lainnya. Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahadasarnya dari tumbuhan (Dalimunthe, 2017).

Fungisida nabati mengandung senyawa bioaktif yang efektif menghambat atau mengendalikan patogen terbawa benih baik secara in vitro maupun in vivo, fungisida yang berbahan aktif dari tanaman yang telah teruji kemampuan dan keamanannya masih terbatas, namun demikian, sejak lama petani menggunakan berbagai jenis tanaman (Nurmansyah, 2015).

2.4. Tanaman Sambiloto

2.4.1. Morfologi Dan Taksonomi Sambiloto

Gambar 4. Tanaman Sambiloto, (Nyeem, 2017)

(7)

Sambiloto (Andrographis paniculata ness) merupakan tumbuhan semusim yang termasuk dalam suku ancanthaceae, herba tegak dengan tinggi tanaman berkisar antara 0,50- 1,00 m, tumbuh secara alami didataran rendah hingga tinggi lebih kurang 1,600 dpl. Tumbuhan sambiloto memiliki daya adaptasi tinggi pada lingkungan tumbuhnya. Tumbuhan ini terdapat di seluruh nusantarakarena dapat tumbuh dan berkembang biak pada berbagai topografi dan jenis tanah dengan kelembapan antara 70-90% (Ratrani, 2012)

klasifikasi dari tanaman sambiloto: Divisi: Spermatophyta; Sub Divisi : Angiospermae; Classis:Dicotyledoneae; Ordo: Solanaceae; Familia : Acanthaceae; Genus : Andrographis; Species :Andrographis paniculataNess.

Ciri-ciri daun sambiloto yatu Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau tegak tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm; daun bagian tas bentuknya seperti daun pelindung (Ferilasa, 2015).

2.4.2. Kandungan Kimia Sambiloto

Kandungan utama dari daun sambiloto, seperti lakltone berupa deoxy- andrographolide, andrographolide (zat pahit), neoandrographolide, 14-deoxy- 11,12 didehydroandrographolide, dan homoandrographolide. Andrographolide dipercaya dapat melawan penyakit. Disamping itu, daun sambiloto mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, dan tannin (Nugroho, 2016).

Senyawa golongan flavonoid merupakan senyawa metabolid sekunder yang terbentuk melalui jalur sikimat dimana senyawa ini dapat berubah warna bila ditambah asa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan (Rais, 2015). Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang

(8)

terdiri dari 15 atom karbon. Dimana dua cincin benzena (C6) terikat oleh rantai propana (C3). Gambar 5 menyajikan salah satu jenis senyawa flavonoid.

Gambar 5. Struktur Dasar Flavonoid (Noer, 2018)

Senyawa saponin yang terkandung dalam daun sambiloto berperan sebagai anti jamur dengan mekanismenya yaitu menurunkan tegangan permukaan membran sterol pada dinding cendawan sehingga menimbulkan permeabilitas sel meningkat. Permeabilitas sel yang meningkat menyebabkan cairan intraseluler yang lebih pekat tertarik keluar sel sehingga nutrisi, zat-zat metabolisme, enzim, protein dalam sel keluar, sel jamur lisis dan jamur mengalami kematian (Yanti &

Samingan, 2016).

Senyawa kimia tannin terdiri dari cincin benzena (C6) yang berikatan dengan gugus hidroksil (-OH) Tanin memiliki peranan biologis yang besar karena fungsinya sebagai pengendap protein dan penghelat logam. tannin diduga mampu mengerutkan dinding sel atau membran sel sehingga dapat mengganggu permabilitasnya akibatnya nutrisi, zat-zat metabolisme, enzim, protein dalam sel keluar, sel tidak bisa melakukan aktivitas hidup, sel jamur lisis dan jamur mengalami kematian (Noer, 2018).

(9)

Gambar 6. Struktur Tanin (Noer, 2018 )

Gambar

Gambar 2. Penyakit antraknosa buah apel (Xiao, 2018)
Gambar 4. Tanaman Sambiloto, (Nyeem, 2017)
Gambar 5. Struktur Dasar Flavonoid (Noer, 2018)
Gambar 6. Struktur Tanin (Noer, 2018 )

Referensi

Dokumen terkait

Membeli saham efisien/ good adalah investasi menjanjikan untuk para investor karena saham yang efisien merupakan saham yang diperdagangkan harganya di bawah nilai wajar

Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau peja bat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas

TNI AL memiliki kurang lebih 148 kapal perang berbagai kelas dan jenis, belum termasuk 2 kapal layar tiang tinggi yang ada di TNI AL.jumlah kapal perang dibawah ini belum termasuk

a. Guru melakukan pemutakhiran data pada dapodik melalui operator sekolah. Apabila data Guru pada Dapodik belum lengkap dan belum benar, maka data dapodik

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga proposal tugas akhir dengan judul “Analisa Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Pada

Instalasi gawat darurat merupakan suatu unit di rumah sakit yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus dan peralatan yang lengkap serta memadai untuk memberikan pelayanan

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan