105
TELAAH KONSISTENSI AS-SUYUTHI DALAM MENILAI KUALITAS HADIS (STUDI ATAS KITAB AL-JAMI’ AL-SHAGHIR DAN LUBAB AL-HADITS)
Ahmad Saerozi, M.Ag Dosen STAI Khozinatul Ulum Blora
Email : [email protected] Abstract
As-Suyuthi is one of the hafiz (memorized a hundred thousand hadiths along with their sanad and matan) who mastered seven discipline, namely: tafsir, hadis, fiqh, nahwu, ma’ani, bayan, and badi’. Among his works in hadith are Lubab al-Hadits and al-Jami’ al- Shagir. Both of those books are widely used as reference in the university and pesantren (school of Koranic for people).
Jami’ al-Shaghir being used as reference to look for primary hadith resource caused by its characteristic using hadith indexed. These book allows people to look for hadith that they needed and arranged alphabetically from alif to ya’ by including hadith’s matan. The assessment method used by as-Suyuthi is by mention the hadith then provide information about the quality of the hadith. While, Lubab al-Hadits is a book of hadith which contains a collection of hadith that explain about ethics and the virtues of charity. The method to evaluate hadith used by al-Suyuti are explained in the muqaddimah (preface). It said that all hadith that have been mentioned are sahih, so the sanad was discarded.
The purpose of this research is to determine the extent of consistenty of As-Suyuthi in evaluating the quality of hadith in his two books mentioned before accompanied by an example of application and also to find out what factors related to that.
This research is a library research that investigate figure (people). The research conduct qualitatively by collecting data through documentation from primary and secondary resources and using inductive method.
Result of the study show that: as-Suyuthi is not consistent on assessing the quality of the hadith in his two books, al-Jami’ al-Shaghir dan Lubab al-Hadits. This is due several factors, including: (1) the differences in assessment methods, (2) the difference of the time (year) when the book was written, and (3) the difference of social and educational settings that experienced by As-Suyuthi.
Keywords: as-Suyuthi, al-Jami’al-Shaghir, consistention, Lubab al-Hadits,
106 A. PENDAHULUAN
Sebagai teks kedua (the second text), hadis tidaklah sama dengan al-Qur’an, baik pada tingkat kepastian argumentasi (qath’i al-dalalah),1 dalam taraf periwayatannya pun berbeda, semua ayat-ayat al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir, sementara untuk hadis Nabi Saw. sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagiannya secara ahad.2
Sejarah perjuangan para muhaddisin untuk menyelamatkan kemurnian hadis telah mengalami proses yang cukup panjang dan telah berhasil melahirkan berbagai macam disiplin ilmu hadis. Dengan ilmu tersebut dapat diketahui kualitas kebenaran suatu hadis hingga pada tingkat keyakinan yang benar-benar berasal dari Rasulullah.
Di antara ulama yang menentukan kualitas hadis adalah Imam Jalaluddin al-Suyuthi.3 Imam as-Suyuthi merupakan sosok ulama yang sangat diperhitungkan keahliaannya dalam berbagai keilmuan keislaman, dia sangat gigih memperdalam intelektualnya dengan melalang buana ke setiap penjuru di Jazirah Arab, di mana ketika pada masanya adalah masa kemunduran ilmu pengetahuan, namun dia tidak terpengaruh dengan arus kemunduran intelektual keislaman ketika itu. Justru sebaliknya, Imam as-Suyuthi senantiasa gigih dan istiqamah dalam jalan yang dipilihnya, yakni menuntut ilmu-ilmu agama pada setiap madrasah yang membutuhkannya.4
Ulama yang lahir pada abad ke-9 H/15 M ini telah menulis ratusan kitab dalam berbagai fann ilmu berbeda. Al-Dawudi, salah seorang muridnya sebagaimana dikutip oleh al-Dzahabi mengatakan bahwa karangan yang lahir dari tangannya tidak kurang dari 500 karya, ketenaran namanya tersebar ke seantero dunia baik di wilayah barat maupun timur.5
Oleh karena itu, tidaklah heran apabila banyak ulama baik semasanya atau setelahnya yang memuji kompetensinya dalam masalah ilmu agama. Di antaranya yaitu Ibnu ‘Imad al-Hanbali dalam kitabnya “al-Sabaik” dan al-Sya’rani dalam kitabnya “al-Thabaqat al-Kubra” yang dikutip oleh Abdul Hayy bin Abdul Kabir al-
1 Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Matan Hadis, (Pustaka Firdaus: Jakarta, 2004), hlm. 3
2 M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis Nabi, (Bulan Bintang: Jakarta, 1992), hlm. 1.
3 Abdul Choliq Mukhtar, Hadis Nabi dalam Teori & Praktek, (TH-Press UIN Sunan Kalijaga:
Yogyakarta, 2004), hlm. iv.
4 Jalaluddin al-Suyuthi, Seni Berghonju, diterj. Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, (Irsyad Baitus Salam:
Bandung, 2008), hlm. 191.
5 M. Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, J. 4, (Maktabah Syamilah, T.t.), hlm. 39.
107
Kattani dalam “Fihris al-Faharis wa al-Asbat wa Mu’jam al-Ma’ajim wa al- Masyikhat wa al-Musalsalat” yang mengatakannya sebagai ahli ilmu hadis pada zamannya baik yang berhubungan dengan ilmu rijal al-hadis, gharib al-hadis, matan, sanad, dan istinbath al-hukm. Al-Kattani sendiri berkomentar bahwa as-Suyuthi adalah termasuk orang langka, ulama mutaakhirin yang mampu banyak menghafal hadis (sehingga dijuluki al-hafizh) dan menuangkan banyak karya.6 Dia juga dikenal sebagai seorang ensiklopedis yang memiliki pengetahuan luas mengenai berbagai aspek pengetahuan Islam tradisional. Kitab Husn al-Muhadharah, misalnya, diakui oleh Sayyidah Isma’il Kashif sebagai kitab yang bernilai karena didasarkan atas telaah yang mendalam dari berbagai kitab yang saat ini telah hilang.7
As-Suyuthi kemudian dikenal dengan orang yang begitu dalam ilmunya dalam tujuh disiplin ilmu, yaitu : tafsir, hadis, fiqh, nahwu, ma’ani, bayan, dan badi’.8 Di antara karyanya dalam masalah hadis adalah kitab Tanwir al-Hawalik fi Syarah Muwaththa’ Malik, al-Jami’ al-Shagir Min Ahadis al-Basyir al-Nadzir, Jam’u al- Jawami’, dan Lubab al-Hadis.
Kitab al-Jami’ al-Shagir merupakan kitab kamus hadis yang susunannya secara alfabetis mulai dari huruf alif sampai huruf ya’ dari awal lafazh matan hadis.
Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada yang dimuat secara tidak lengkap, namun telah mengandung pengertian yang telah mencukupi.9 Sedangkan kitab Lubab al-Hadits merupakan kitab kumpulan hadis yang terdiri dari 40 bab, masing-masing bab terdiri dari 10 hadis. Jadi jumlah keseluruhannya terdiri dari 400 hadis, yang kesemuannya menjelaskan tentang fadhail a’mal dengan kualitas shahih.10
Hal inilah yang menggerakkan hati penulis untuk menjadikan as-Suyuthi sebagai obyek kajian karena begitu banyak karyanya dan terhimpun dalam berbagai fann ilmu. Di samping itu juga untuk mengetahui bagaimana konsistensinya dalam menilai kualitas hadis dalam dua kitabnya, yakni al-Jami’ al-Shagir dan Lubab al- Hadits disertai aplikasi contohnya dan juga faktor-faktor penyebab tidak konsisten dalam menilai hadis.
6 Abdul Hay bin Abdul Kabir al-Kattani, Fihris al-Faharis wa al-Asbat wa Mu’jam al-Ma’ajim wa al- Masyikhat wa al-Musalsalat, J. 2, (Dar al-Garib al-Islami: Beirut, 1982), hlm. 1011.
7 Sayyidah Isma’il Kasif, Dirasah Naqdiyyah li Kitab Husn al-Munazharah li al-Suyuti, (al-Hay’ah al- Misriyah al-‘Ammah li al-Kitab: Kairo, 1978), hlm. 136.
8 Badri Khaeruman, Ulum al-Hadis, (Pustaka Setia: Bandung, 2010), hlm. 285.
9 M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, Bulan Bintang: Jakarta, 1999, hlm. 40.
10 Lihat Jalaluddin al-Suyuthi, Lubab al-Hadis, (al-Miftah: Surabaya, T.t.), hlm. 2.
108 B. KAJIAN LITERATUR
1. Jalaluddin as-Suyuthi a. Biografi as-Suyuthi
Nama lengkap al-Suyuthi adalah al-Imam al-Hafizh Jalaluddin Abu al-Fadhal Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiquddin bin Fakhr Usman bin Nazhiruddin bin Saifuddin bin Najmuddin bin Nashiruddin bin Hammamuddin as-Suyuthi al-Syafi’i al-Khudhairi. Syaikh Hammam ini merupakan guru thariqat dan ahli sufi.11
Dia dilahirkan di Kairo tanggal 1 Rajab,12 tahun 849 H, bertepatan dengan tanggal 3 Oktober 1445 M, pada malam Ahad setelah maghrib.13 As-Suyuthi menjadi seorang yatim pada usia 5 tahun tujuh bulan.14
Dia hidup pada pemerintahan Dinasti Mamluk abad ke 15 M, yang sebelumnya berdiri kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, namun jatuh ke tangan Hulago pada pertengahan abad ke-7 H (659 H).15 Hal ini sangat menguntungkan bagi as-Suyuthi dalam mengembangkan karir keilmuannya. Merupakan sebuah kenyataan bahwa di masa-masa pemerintahan ini, pusat-pusat studi Islam berkembang pesat. Perhatian para penguasa pusat di Mesir maupun penguasa di Syam sangat besar terhadap studi Islam.
Pemerintahan ini memberikan ruang yang positif bagi tumbuhnya kajian-kajian keilmuan, sehingga masa-masa ini banyak menghasilkan ulama yang ternama.16
As-Suyuthi menulis kitab sejak usia 17 tahun ketika belajar pada al-Syamasahi tahun 866 H. Kitab yang pertama kali dia tulis adalah al-Isti’adzah wa al-Basmalah yang mendapat pujian dari gurunya. Keseriusannya dalam menulis terbukti dari hasil karangannya yang meliputi semua cabang keilmuan, di antaranya: tafsir, hadis, fiqh, ilmu hadis, tasawuf, nahwu, dan balagah (badi’, bayan, ma’ani).17
11 Jalaluddin al-Suyuthi, Husn al-Muhadharah, J. 1, (Dar Ihya Kutub al-‘Arabiyyah: Mesir, 1967), hlm.
335.
12 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, J. 1, Ikhtiar Baru Van Haeve: Jakarta, 1994, hlm.3.
13 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Durr al-Mansur fi al-Tafsir al-Ma’sur, J. 1, (Dar al-Kutub: Beirut, 1993), hlm. 3.
14 M. Husein al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, J. 1, (Dar al-Kutub al-Haditsah: Kairo, 1976), hlm. 251.
15 Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Bulan Bintang: Jakarta, 1981), hlm. 43.
16 A. Hasyimy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1979), hlm. 396.
17 Jalaluddin al-Suyuthi, Jam’u al-Jawami’, tahqiq Abdussalam, (Dar al-Buhuts al-Ilmiyyah: Kuwait, 1975), hlm. 7.
109
Di saat as-Suyuthi berumur 40 tahun, dia menyendiri dan berkonsentrasi untuk mengarang banyak kitab di Raudhah al-Miqyas (daerah sekitar Sungai Nil) sampai meninggal pada tanggal 19 Jumadil Ula 911 H, dan akhirnya dia dimakamkan di sekitar daerah Qaushun di luar pintu Qarafah. 18
b. Setting Sosio-Geografis Mesir Zaman as-Suyuthi
Pemerintahan Mesir pada saat itu sangat memprioritaskan masalah pendidikan, bahkan mereka sangat menghormati para ulama dan tokoh sufi serta para fuqaha.
Banyak sekali fuqaha yang dijadikan Qadhi di daerahnya, semisal Zakariya al-Anshari dan juga Imam as-Suyuthi. Meskipun begitu tidak semua ahli ilmu mendapat perlakuan istimewa dari pemerintahan, banyak di antara mereka yang menjadi musuh pemerintahan karena mereka tidak mau diatur. Karena hal itulah, akhirnya as-Suyuthi mengundurkan diri sebagai Qadhi karena kedudukannya diatur oleh pemerintahan.19
Sewaktu dinasti Mamluk berkuasa muncullah ulama-ulama besar, di antaranya Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) penganjur pemurnian dalam agama Islam untuk kembali pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta membuka kembali pintu ijtihad, serta Ibnu Hajar al-‘Asqalani (1372-1449 M) kepala Qadhi Kairo yang terkenal sebagai pakar hadis dan pengarang kitab-kitab dalam sejumlah jilid besar.20
Di saat yang bersamaan terlihat melemah, dengan tidak mengatakan “mundur”, pada bidang kesusastraan sejak pemerintahan beralih dari Mamluk Bahari ke Mamluk Burji pada 1382. M. Hal itu terkesan bahwa para Sultan Mamluk Burji kurang lincah dalam mengatur roda pemerintahan. Ketika sultan Salim I dari Dinasti Usmani di Turki merebut kembali Mesir ke tangan kesultanan Mamluk pada tahun 1517 M, kesultanan Mamluk hancur.21
c. Para Guru dan Murid as-Suyuthi
Di antara guru-guru as-Suyuthi adalah:
1) Sirajuddin al-Bulqini. As-Suyuthi belajar fiqh kepadanya hingga wafat.
2) Sarafuddin al-Munawi. As-Suyuthi belajar tentang al-Minhaj, Syarh al-Bahjah dan Tafsir al-Baidhawi.
3) Muhyiddin Muhammad bin Sulaiman al-Rumi al-Hanafi. Dia menjadi guru di bidang tafsir, ushul fiqh, Bahasa Arab dan ilmu ma’ani.
18 Jalaluddin al-Suyuthi, Mu’jam Muallifin, J. 5, Maktabah Syamilah, hlm. 128.
19 Thahir Sulaiman Hamudah, Jalaluddin al-Suyuthi ‘Ashruhu wa Hayatuhu wa Asaruhu wa Juhuduhu fi al-Dars al-Lugawi, (Maktab al-Islami: Beirut, 1989), hlm. 37.
20 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Op.Cit., hlm. 148.
21 Ibid., hlm. 149.
110
4) Jalaluddin al-Mahalli. Al-Mahalli merupakan salah seorang guru as-Suyuthi di bidang tafsir.
5) Taqiyuddin al-Syibli al-Hanafi. Dia merupakan salah satu guru as-Suyuthi di bidang hadis.
6) Al-Syams al-Mirzabani. As-Suyuthi belajar padanya kitab al-Kaifiyyah yang disyarah bersama Imqa’ al-Jarbadi, dan kepadanya juga as-Suyuthi belajar Alfiyyah al-‘Iraqi dalam bidang musthalah al-hadits.22
Sementara di antara murid-muridnya yaitu:
1) Al-Dawudi, pengarang Thabaqat al-Mufassirin.
2) Ibnu Thulun al-Hanafi.
3) Ibnu ‘Iyas, pengarang Badai’ al-Zuhur.
4) Al-Sya’rani, pengarang al-Thabaqat.23 2. Kitab al-Jami’ al-Shaghir
Nama lengkap dari kitab al-Jami’ al-Shagir ini adalah al-Jami’ al-Shagir fi Ahadits al-Basyir al-Nadzir. Kitab al-Jami’ al-Shagir merupakan kitab kamus hadis yang susunannya secara alfabetis mulai dari huruf alif sampai huruf ya’ dari awal lafazh matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada yang dimuat secara tidak lengkap. Jumlah hadis yang terdapat dalam kitab ini adalah 10031 (sepuluh ribu tiga puluh satu) hadis.24
Hampir setiap hadis yang dikutip dalam kitab kamus tersebut, as-Suyuthi menerangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis dan nama-nama mukharrij-nya. Di samping itu hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan oleh as-Suyuthi. Namun kualitas hadis yang dikemukakan oleh as-Suyuthi, ulama ahli kritik hadis banyak yang menilai bahwa dia termasuk tasahul (longgar) menilai hadis.25
Meskipun as-Suyuthi dalam muqaddimah kitab ini mengatakan menyusun hadis-hadis secara alfabetis, namun kenyataannya masih terdapat ketidakurutan penyusunan hadis. Hal ini sudah terlihat di awal-awal kitab, semisal urutan hadis kedua adalah setelah huruf alif
22 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Sunnah: Kontra Atas Penyimpangan Sumber Hukum Orisional, terj.
Saifullah, (Risalah Gusti: Surabaya, 1996), hlm. 152.
23 Muhammad Nuruddin, Ilm al-Jarh wat Ta’dil, (STAIN Kudus Press: Kudus, 2009), hlm. 169.
24 M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Bulan Bintang: Jakarta, 1999), hlm. 40.
25 Ibid, hlm. 41.
111
langsung ta’ bukan ba’, urutan setelah alif huruf ba’ justru terdapat dalam urutan hadis ketiga puluh delapan. 26
Dalam masalah penilaian hadis-pun demikian, terkadang as-Suyuthi tidak menilai kualitas hadis yang dia sebutkan. Misalnya dalam menyebutkan hadis berikut:
ىبأ الله نأ قزري هدبع نمؤملا إ لا نم ثيح لا بستحي ( رف ) نع يبأ ةريره ( به ) نع يلع
Artinya:
Allah tidak berkenan memberikan rizqi pada hambanya yang beriman kecuali dari jalan yang tidak dia sangka (al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus) dari Abi Hurairah (al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).
As-Suyuthi terkadang juga tidak menyebutkan sumber kitab asli dari hadis yang disebutkan. Semisal dalam menyebutkan hadis kualitas dha’if yang menerangkan tentang Allah SWT. akan memberikan rizqi yang cukup bagi hamba yang Dia senangi. Lebih lengkapnya hadis tersebut berbunyi:
نإ الله ىلاعت اذإ بحأ ادبع لعج هقزر افافك نع يلع
Artinya:
Sesungguhnya Allah ketika mencintai hambanya maka Allah akan menjadikan rizqinya kecukupan, dari Ali.27
Juga masih banyak lagi hadis yang tidak disebutkan sumber aslinya semisal hadis tentang puasa merupakan pintu ibadah. Hadis tersebut berbunyi:
نإ لكل ءيش
،اباب بابو ةدابعلا مايصلا نع ةرمض نب بيبح لاسرم ( ض )
Artinya:
Sesungguhnya pada setiap sesuatu itu ada pintunya, pintu dari ibadah adalah puasa, dari Dhamrah bin Hubaib berupa hadis mursal (dha’if).28
26 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’., Op.Cit., hlm. 4-5. Lebih jelasnya urutan hadis kedua setelah huruf alif berupa huruf ta’ berbunyi:
تيآ ببا ةنلجا
،حتفتسأف لوقيف نزالخا : نم تنأ ؟ لوقأف :
،دممح لوقيف : كب ترمأ نأ ل حتفأ دحلأ كلبق ( . في ةياور ملسم ةحيحصلا : كب
؛ترمأ ل حتفأ دحلأ كلبق .
Sementara setelah huruf alif berupa huruf ba’ terdapat pada urutan ketiga puluh delapan, berbunyi:
أ بى الله نأ لعيج لتاقل نمؤلما ةبوت ( بط ) و ءايضلا في ةراتخلما نع سنأ ( حص )
27 Ibid., hlm. 67.
28 Ibid., hlm. 96.
112
Dalam kitab kamus hadis ini tidak dijelaskan juz kitab hadis yang dikutip. Jadi, pemakai kamus tidak dapat mengetahui dengan mudah letak asal dari hadis pada kitab aslinya. Apabila ingin diketahui letak asal hadis yang bersangkutan, maka diperlukan bantuan kitab hadis lain.29
Para ulama pasca as-Suyuthi banyak sekali yang menganalisis kitab ini, baik yang berupa syarah, penilaian ulang, penambahan hadis yang luput dari tulisan as-Suyuthi, maupun mengubah sistematikanya sesuai bab dalam fiqh.30
Kitab al-Jami’ al-Shaghir ini merupakan ringkasan dari kitab as-Suyuthi yang lain yang berjudul al-Jami’ al-Kabir atau Jam’u al-Jawami’. Di dalam kitab al-Jami’ al- Shagir ini, al-Suyuthi menggunakan rumus-rumus untuk merujuk kitab-kitab Hadis beserta pengarangnya. Singkatan rumus-rumusnya yaitu:
خ : Bukhari م : Muslim
ق : Bukhari dan Muslim (Muttafaq ‘alaih) د : Abu Dawud
ت : Tirmidzi ن : Nasa’i
ه : Ibnu Majah dalam Sunannya مح : Ahmad dalam Musnadnya
مع : Abdullah bin Ahmad dalam Zawaidnya ك : al-Hakim dalam Mustadrak
دخ : Bukhari dalam Adab al-Mufrad بح : Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya بط : al-Thabrani dalam al-Kabir
سط : al-Thabrani dalam al-Ausath صط: al-Thabrani dalam al-Shagir به : al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman قع : al-Uqaili dalam Dhuafa’-nya
طخ : Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh-nya
29 M. Syuhudi Ismail, Cara., Op.Cit., hlm. 41.
30 Di antara ulama yang mensyarahi kitab ini adalah Abdurrauf al-Munawi dalam kitabnya al-Taisir bi Syarh al-Jami’ al-Shagir dan Faidh al-Qadir. Adapun yang menilai ulang kembali kualitas hadis\nya adalah M.
Nashiruddin al-Albani dalam Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shagir. Sedangkan yang menyempurnakan hadis yang belum disebutkan al-Suyuthi yaitu Yusuf al-Nabhani dalam al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadah ila al- Jami’ al-Shagir.
113 رف : al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus
ع: Abu Ya’la dalam Musnad-nya, dan lain-lain.31
Metode penilaian hadis yang digunakan oleh as-Suyuthi dalam kitab ini yaitu dengan cara memberikan penilaian kualitas hadis di akhir matan hadis. Sebelum menyebutkan penilaian, as-Suyuthi terlebih dahulu menyebutkan sumber kanonik dari hadis tersebut dan menyebutkan rawi a’la dari masing-masing hadis (sebagaimana telah dicontohkan penulis seperti di atas).
Penulis tidak menemukan kapan kitab ini mulai ditulis oleh as-Suyuthi, data sementara yang didapatkan hanya kitab ini selesai ditulis pada hari Senin, 18 Rabiul Awwal tahun 907 H/4 tahun sebelum as-Suyuthi wafat.32 Besar kemungkinan kitab ini dikarang oleh as-Suyuthi setelah Lubab al-Hadits\.
3. Kitab Lubab al-Hadis
Kitab Lubab al-Hadis merupakan salah satu kitab karya as-Suyuthi di bidang hadis.
Kitab Lubab al-Hadis disyarah Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Bahasa Arab dengan judul Tanqih al-Qaul al-Hasis bi Syarh Lubab al-Hadis. Kitab ini hanya menjelaskan hadis tentang fadail al-a’mal. Jumlah babnya terdiri dari 40 bab dimulai dengan fadhilah al-‘ilm (keutamaan ilmu) dan diakhiri dengan fadhilah al-shabr (keutamaan sabar).
Masing-masing bab terdiri dari 10 hadis. Jadi total hadisnya ada 400 hadis.33
Dalam menilai kualitas hadis di kitab Lubab al-Hadis ini, as-Suyuthi langsung menjelaskan bahwa seluruh hadisnya mempunyai sanad shahih dan terpercaya (tsiqah), oleh karena itu dia membuang seluruh sanadnya dan langsung menyebutkan hadis- hadisnya.34
Sementara itu Syaikh al-Nawawi al-Bantani yang mensyarahi Lubab al-Hadis juga menyebutkan bahwa hadis yang disebutkan oleh as-Suyuthi semuanya shahih, hanya saja dalam pensyarahan terkadang al-Bantani menggunakan hadis dha’if, karena hadis dha’if itu boleh digunakan dalam masalah fadhail al-a’mal sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Tanbih al-Akhyar dan juga bisa dijadikan hujjah menurut kesepakatan ulama sebagaimana penjelasan dalam Syarh al-Muhadzdzab.35
C. METODE PENELITIAN
31 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shagir, (Dar al-Fikr: Beirut, T.t.), hlm. 3.
32 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’., Op.Cit., hlm. 306.
33 Jalaluddin al-Suyuthi, Lubab al-Hadits, (al-Miftah: Surabaya, T.t.), hlm. 64.
34 Ibid., hlm. 2. Lebih jelasnya dalam kitabnya al-Suyuthi menyebutkan
نيإف تدرأ نأ عجمأ بااتك رابخلأل ةيوبنلا رثالآاو ةّيورلما "
دانسبإ حيحص قيثو تحرطف ديناسلأا "
35 Muhammad bin Umar al-Nawawi al-Bantani, Tanqih al-Qaul al-Hatsits fi Syarh Lubab al-Hadis, (‘Alawiyyah: Semarang, T.t.,) hlm. 2.
114 1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan penulis ini merupakan jenis penelitian library research (penelitian pustaka) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu.36
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah studi pemikiran tokoh. Dalam artikel ini tokoh yang dibahas yaitu Jalaluddin as-Suyuthi tentang penilaian hadisnya dalam kitab al-Jami’ al-Shaghir dengan Lubab al-Hadis.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu penelitian yang penekanannya tidak ada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara- cara berpikir formal dan argumentatif.37
4. Sumber Data
Mengenai Mengenai sumber data dalam penelitian ini, penulis mengelompokan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
a) Sumber Primer: yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut, dalam mendapatkan data primer peneliti harus mengumpulkannya secara langsung.38 Sumber primer yang digunakan dalam penelitian library research penulis menggunakan kitab al-Jami’ al-Shaghir dan Lubab al-Hadis.
b) Sumber Sekunder: yakni sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua) atau diperoleh dari sumber bukan asli.39 Sumber sekunder penelitian ini bersumber dari beberapa kitab tafsir yang ada hubungannya dengan bahasan penelitian di antaranya yaitu kitab Faidh al-Qadir, Tanqih al-Qaul, Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shaghir dan kitab-kitab lainnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian library research penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya40. Sumber data yang akan diambil adalah:
36 M. Iqbal Hasan, Metode Penelitian, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004), hlm. 5.
37 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004), hlm. 5.
38 Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995), hlm. 132.
39 Ibid., hlm. 133.
40 Lexy J Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Remaja Rosdakarya: Bandung, 2002), hlm. 190.
115
a) Sumber data permasalahan pertama dengan mengambil data dari kitab al-Jami’ al- Shaghir dan Lubab al-Hadis tentang topik yang dibahas.
b) Sumber data permasalahan yang kedua dengan mengambil data dari buku atau kitab, seperti kitab Faidh al-Qadir, Tanqih al-Qaul, Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shaghir, serta kitab dan literatur lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dan dipandang representatif.
6. Teknik Analisis Data
Dikarenakan penelitian ini bersifat literatur murni, maka analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga penelitian ini menekankan analisisnya pada proses penyimpulan induktif daripada analisis terhadap dinamika yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.41
Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data yang penulis gunakan adalah analisis isi (content analysis). Pada penelitian kualitatif dengan strategi verifikasi kualitatif, teknik analisis isi (content analysis) sering digunakan. Teknik ini juga merupakan teknik yang paling umum digunakan, artinya teknik adalah yang paling abstrak untuk menganalisis data-data kualitatif. Analisis isi berangkat dari anggapan dasar ilmu-ilmu sosial dari studi- studi ilmu sosial. Analisis isi merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi.
D. PEMBAHASAN
1. Telaah Konsistensi as-Suyuthi dengan Konsep al-Jarh wa at-Ta’dil
Meskipun as-Suyuthi seorang mutasahil, namun mengenai kaidah keshahihan hadis tetap mengacu kepada generasi sebelumnya (semisal Ibnu Shalah), hal ini terbukti dalam beberapa kitabnya tentang hadis, dia tidak pernah menyebutkan perbedaan kaidah sebagai tolak ukur untuk menentukan kualitas hadis.42 Namun dalam kenyataannya terjadi perbedaan penilaian kualitas hadis antara dia dengan penilai lainnya yang disebabkan karena perbedaan penilaian tentang rawi-rawi hadis.
41 Saifuddin Azwar, Op.Cit., hlm. 5.
42 Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi ‘ala Syarh Taqrib al-Nawawi, J. 1, Maktabah Riyadh al- Haditsah: Riyadh, T.t., hlm. 63. Dalam kitabnya dia menyebutkan bahwa hadis bisa dikatakan shahih apabila sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang dhabith dan adil serta tidak ada kejanggalan dan illat baik dalam sanad maupun matannya. Hal ini juga sama dengan kaidah kes}ah}ih}an hadis, seperti yang dikatakan oleh al-Baiquni dan disyarahi oleh Abdul Karim bin Abdillah al-Khudhair
اَهلَُّوَأ هحيِحَّصلا َوْهَو ْلَصَّتااَم هههداَنْسِإ ***
َْلَو َّذهشَي ْوَأ ْلَعه ي
ِهيوْرَ ي لْدَع طِباَض ْنَع ِهِلثِم دَمَتْعهم ***
ِهِطْبَض ِفي َو ِهِلْقَ ن
Abdul Karim bin Abdillah al-Khudhair, Syarah Mandzumah al-Baiquniyyah, J. 1, Maktabah Syamilah, hlm. 11
116
Di antara perbedaan penilaiannya adalah hadis tentang ucapan terakhir Nabi Ibrahim ketika dimasukkan ke dalam api oleh Raja Namrudz yaitu bacaan ليكولا معنو الله يبسح, sebagaimana dijelaskan dalam al-Jami’ al-Shagir:
رخآ ام ملكت هب ميهاربإ نيح يقلأ يف رانلا "
يبسح الله معنو ليكولا ("
طخ ) نع يبأ
،ةريره لاقو : بيرغ . ظوفحملاو نع
نبا سابع فوقوم ( حص ) Artinya:
“Akhir perkataan yang diucapkan Nabi Ibrahim ketika dimasukkan dalam api adalah ليكولا معنو الله يبسح (Khatib al-Baghdadi), dari Abu Hurairah, dia berkata:
“Hadis ini gharib”, ungkapan yang diperoleh dari Ibnu Abbas merupakan hadis mauquf (Shahih).43
Dalam menilai hadis ini, as-Suyuthi menyatakan sahih, padahal Khatib al-Bagdadi sebagai rujukan kitab hadis kanoniknya menyatakan hadis dengan ini kualitasnya da’if, sebagaimana dikutip oleh al-‘Ajaluni dalam Kasyf al-Khafa’-nya.44 Bahkan al-Albani mengatakan hadis itu maudhu’ di berbagai kitabnya.45 Sementara itu Muhammad bin Darwisy mengatakan hadis ini adalah mauquf karena ungkapan Ibnu Abbas, tidak sampai tingkatan marfu’.46
Sebenarnya kalau kita teliti akar permasalahan ketidaksamaan penilaian kualitas hadis itu disebabkan rawi hadis. Hadis ini sebagaimana dikatakan oleh banyak ulama termasuk as-Suyuthi sendiri merupakan hadis gharib dari riwayat Abu Hushain dari Abu Shalih dari Abu Hurairah.47
Abu Hushain sendiri yang bernama lengkap Usman bin ‘Ashim bin Husain al-Kufi mendapat penilaian berbeda dari banyak nuqqad (kritikus) hadis. Di bawah ini akan penulis tampilkan penilaian terhadapnya.48
No. Nama Penilai Penilaian
1. Ibnu Hajar سلدامبرو،ىنستبثةقث
43 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shagir, J. 1, (Dar al-Fikr: Beirut, T.t.), hlm. 4.
44 Ismail bin Muhammad Al-‘Ajaluni, Kasyf al-Khafa wa Muzil al-Ilbas ‘Amma Isytahara min al- Ahadis ‘ala AlSinah al-Nas, J. 1, (Dar Ihya al-Turats al-Arabi, T. Tp., T.t.), hlm. 15.
45 M. Nasiruddin al-Albani, al-Jami’ al-Shagir wa Ziyadatuh, J. 1, (al-Maktab al-Islami: Beirut, T.t.), hlm. 102. Bisa juga dilihat di kitab yang lain, yaitu al-Silsilah al-Da’ifah, J. 2, hlm. 204, dan juga kitab Shahih wa Da’if al-Jami’ al-Shagir, J. 3, hlm. 18.
46 Muhammad bin Darwisy, Asna al-Mah}alib fi Ahadits Mukhtalifah al-Maratib, J. 1, (Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah: Beirut, T.t.), hlm. 19.
47 Jalaluddin al-Suyuti, Jam’u al-Jawami’, J. 1, (Mauqi’ Multaqa Ahli Hadis, T. Tp., T.t.), hlm. 15.
48 Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, J. 7, (Dar al-Fikri: Beirut, 1984), hlm. 128. Lihat juga di aplikasi Maktabah Syamilah Ruwwah al-Tahdzibain tentang Abu Hushain.
117
2. Al-Dzahabi ةنسبحاص،تبثةقث
3. Ahmad bin Hanbal هيلعىنثأ
4. Ahmad bin Abdullah al-‘Ajaly احلاصايلاعاخيشناك
5. Al-Nasa’i ةقث
6. Ya’qub bin Sufyan ةقثةقث
Sementara itu Abu Shalih yang bernama lengkap Abu Shalih al-Asy’ari al-Syami al- Urduni juga mendapat berbagai penilaian dari para nuqqad, yaitu:49
No. Nama Penilai Penilaian
1. Ibnu Hajar لوبقم
2. Al-Dzahabi ةقث
3. Abu Zur’ah همسافرعيلا
4. Abu Hatim هبسأبلا
Perbedaan penilaian juga terjadi dalam hadis tentang anjuran tidur qailulah. Adapun bunyi hadisnya sebagai berikut:
،اوليق نإف نيطايشلا لا
ليقت ( سط ) و وبأ ميعن يف بطلا نع سنأ ( ح ) Artinya:
Tidur qailulah-lah kalian, karena sesungguhnya Syaitan itu tidak tidur qailulah (Thabrani dalam al-Ausath dan juga Abu Nu’aim dalam al-Thibb dari Anas) (hasan)
Mengenai hadis di atas, as-Suyuthi dalam al-Jami’ al-Shagir mengatakan hasan, sementara penilai lainnya mengatakan dha’if karena dalam sanadnya terdapat rawi yang kadzdzab. Lebih jelasnya redaksi lengkap hadis tersebut terdapat dalam kitab al-Mu’jam al-Ausath dengan bunyi:
انثدح دمحأ نب دبع باهولا لاق انثدح يلع نب شايع يصمحلا لاق انثدح ةيواعم نب ىيحي يسلبارطلأا
نع ريثك نب
ناورم نع ديزي ىبأ دلاخ ينلاادلا نع قاحسإ نب دبع الله نب يبأ ةحلط نع سنأ نب كلام لاق لاق لوسر الله : اوليق نإف
ناطيشلا لا ليقي
49 Yusuf bin Zakki al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, (Muassasah al-Risalah: Beirut, 1989), hlm. 427.
118 Artinya:
Telah menceritakan kepada kita Ahmad bin Abdul Wahhab dia berkata: Telah menceritakan kepadaku Ali bin Iyasy al-Himsi dia berkata: Telah menceritakan kepadaku Muawiyah bin Yahya al-Atrablisi dari Kasir bin Marwan dari Yazid Abi Khalid al-Dalani dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Talhah dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah telah bersabda: Tidur Qailulahlah kalian, karena sesunggnya syaitan itu tidak tidur qailulah.50
Setelah penulis melakukan takhrij terhadap hadis ini ternyata hadis ini hanya terdapat dalam kitab al-Mu’jam al-Ausath saja. Dalam kutub al-tis’ah tidak terdapat satu pun.
Meskipun demikian, al-Suyuti mengatakannya hasan, namun al-Munawi sebagai pensyarah kitab al-Jami’ al-Shagir mengatakan dalam sanad hadis tersebut ada seorang yang kadzdzab yaitu Katsir bin Marwan dan penilaian al-Suyuti tidak benar.51 Ibnu Hajar menambahkan bahwa Katsir bin Marwan adalah seorang yang matruk. 52
2. Telaah Konsistensi Personal as-Suyuthi
Sebagaimana dijelaskan Bahrun Abu Bakar bahwa dia tidak menemukan para penulis biografi as-Suyuthi yang menilai jelek kepadanya, melainkan semuanya mengakui bahwa as-Suyuthi seorang yang piawai dalam menulis dan memiliki ilmu yang mendalam.
Bahkan para orientalis sekelas Flogel dan Brockelman pun ikut memujinya setelah meneliti karya-karyanya dan mengatakan monumental karena as-Suyuthi mampu menghasilkan lebih dari 561 karya.53 Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada kekurangan pada diri al-Suyuti. Terdapat pendapat yang tidak konsisten dari diri pribadinya sendiri, salah satunya adalah ketika meneliti kualitas sebuah hadis.
Menurut penulis, sebab-sebab as-Suyuthi tidak konsisten dalam menilai kualitas hadis dalam kitab al-Jami’ al-Shagir dengan Lubab al-Hadis adalah sebagai berikut:
a. Metode yang digunakan dalam kedua kitab berbeda. Di al-Jami’ al-Shagir as-Suyuthi dalam menilai hadis menyebutkan kitab asalnya. Sedangkan dalam kitab Lubab al- Hadits, as-Suyuthi langsung menjustifikasi bahwa hadis yang disebutkan kualitasnya semuanya sahih.54
50 Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani, Mu’jam al-Ausath, J. 1, (Dar al-Haramain: Kairo, 1415 H), hlm.
13.
51 Abdurrauf al-Manawi, al-Taisir bi Syarh al-Jami’ al-Shagir, J. 2, (Dar al-Nasyr: Riyad, 1408 H), hlm. 392.
52 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari, J. 11, (Dar al-Ma’rifat: Beirut, 1379 H), hlm. 70.
53 Jalaluddin al-Suyuthi, Seni Berghonju, terj. Bahrun Bakar, (Irsyad Baitus Salam: Bandung, 2000), hlm. 194.
54 Perbedaan bisa dilihat dalam kedua kitabnya antara al-Jami’ al-Shagir dengan Lubab al-Hadits.
119
b. Perbedaan tahun penyusunan juga sedikit banyak mempengaruhi kualitas penilaiannya.
Meskipun tidak ada tahun pasti kapan disusunnya kitab Lubab al-Hadis, nampaknya kitab ini dikarang lebih dahulu daripada kitab al-Jami’ al-Shagir. Karena al-Jami’ al- Shagir ini selesai dikarang pada hari Senin tanggal 18 Rabi’ul Awwal tahun 907 M atau 4 tahun sebelum as-Suyuthi wafat.55 Setelah itu as-Suyuthi mulai sakit-sakitan dan hanya mengarang kitab terakhirnya yang berjudul al-Tanfis fi A’dzari ‘an Tarki al-Ifta’
wa al-Tadris.56
c. Perbedaan setting sosial dan pendidikan juga mempengaruhi perbedaan penilaian. Pada waktu kecilnya as-Suyuthi dibesarkan dari keturunan yang ahli hakikat yaitu Syaikh Hammam, dan sangat dimungkinkan ajaran-ajaran tentang sufi didapatkannya sehingga dia mengarang kitab hadis tentang etika-etika yang dituangkan dalam Lubab al-Hadis.
Berbeda dengan al-Jami’ al-Shagir yang mencakup segala permasalahan agama tidak hanya etika saja. Mungkin as-Suyuthi mengarang kitab ini ketika dia sudah mapan dalam berbagai ilmu. Dari setting sosial pun demikian, pada waktu as-Suyuthi belum berusia 17 tahun dia masih menetap di Mesir, tapi setelah umur 17 tahun dia melalang buana mencari ilmu . Apalagi terdapat data bahwa as-Suyuthi pernah belajar hadis ke berbagai daerah. Seperti daerah Maghribi (Tanjung Harapan, sebelah ujuh barat pulau Afrika), ke Yaman, India, Syam.57
d. Menurut Najmuddin al-Ghazi, as-Suyuthi ketika berumur 40 tahun dia mulai menekankan ilmunya untuk beribadah kepada Allah dan berpaling dari dunia termasuk menjadi seorang Qadhi. Sedangkan al-Jami’ al-Shagir dikarang 4 tahun sebelum dia wafat (ketika dia berusia 58 tahun). Besar kemungkinan kitab ini dikarang karena mendapat ilham dari Allah tidak karena menuruti hawa nafsu, berbeda dengan Lubab al-Hadits yang tidak jelas kapan dikarangnya, lagi pula menurut data yang penulis dapatkan banyak karya dan fatwa as-Suyuthi yang akhirnya dihapus dan dibatalkan.58
Penulis setidaknya telah menemukan beberapa contoh perbedaan yang dilakukan oleh as-Suyuthi dalam menilai hadis di kitab al-Jami’ al-Shagir dengan Lubab al-Hadits. Di antaranya yaitu: hadis tentang Keutamaan adzan, dalam al-Jami’ al-Shagir-nya as-Suyuthi menilai dha’if. Adapun bunyi hadisnya adalah:
55 Jalaluddin al-Suyuti, al-Jami’., Op.Cit., hlm. 206.
56 Jalaluddin al-Suyuti, Seni., Op.Cit., hlm. 203.
57 Sugeng Prabowo dalam http://www.sugengprabowo.com/Jalaluddin-as-suyuthi. diakses pada 2 November 2019 jam 08.15
58 Walid Rahmanto dalam http://walidrahmanto.blogspot.com/2012/01/cara-mudah-i-j-t-i-h-d.html.
diakses pada tanggal 2 November 2019 jam 08.17.
120
نم نذأ سمخ تاولص مهمأو اناميإ اباستحاو رفغ
هل ام مدقت نم هبنذ ( قه ) نع يبأ ةريره ( ض ) Artinya:
Barang siapa yang mengadzani shalat 5 waktu dan mengimaminya dengan keimanan dan mengharap ridla Allah, maka dosa sebelumnya akan diampuni.59
Selain contoh hadis di atas, yaitu hadis tentang keutamaan diam, dalam al-Jami’ al- Shagir-nya as-Suyuthi juga menilai dha’if. Adapun bunyi hadisnya adalah:
نم تمص اجن ( مح ت ) نع نبا ورمع ( ض )
Artinya:
Barang siapa yang diam, maka dia selamat (Ahmad dalam Musnadnya dan Tirmidzi dalam Sunannya) dari Ibnu ‘Amr (da’if).60
E. KESIMPULAN & SARAN
As-Suyuthi dalam menilai hadis di kitab al-Jami’ al-Shagir dengan Lubab al-Hadis terdapat banyak perbedaan atau katakanlah inkonsistensi. Baik itu berbeda dengan ulama lain atau berbeda secara personal.
Di antara perbedaan penilaian dengan ulama lain yaitu ketika menilai hadis tentang ucapan terakhir Nabi Ibrahim saat dimasukkan dalam api, dia menilainya shahih, sementara Khatib al-Bagdadi sebagaimana dikutip oleh al-‘Ajaluni mengatakan dha’if begitu juga dengan M. Nashiruddin al-Albani. Sedangkan perbedaan secara personal juga terdapat banyak, di antaranya penilaiannya tentang keutamaan puasa, keutamaan adzan, dan keutamaan diam.
Di antara faktor yang menyebabkan perbedaan itu antara lain: perbedaan metode yang dilakukan, perbedaan tahun penyusunan, dan juga perbedaan setting sosial dan pendidikan yang dialami oleh as-Suyuthi dalam menyusun dua kitabnya yang berbeda, yaitu al-Jami’ al- Shagir dengan Lubab al-Hadis.
Adapun saran yang penulis berikan yaitu:
1. Penulis berharap dengan penelitian ini, pandangan kaum muslimin terbuka selebar- lebarnya bahwa ulama yang tersohor seantero dunia sekelas as-Suyuthi masih mempunyai kekurangan dengan bukti perbedaan tentang penilaian hadis, baik itu perbedaan dengan ulama lain yang menggunakan dasar kaidah jarh wa ta’dil maupun perbedaan personal.
59 Ibid., hlm.163.
60 Ibid., hlm. 175.
121
2. Semoga dengan penelitian yang dilakukan penulis ini, kaum muslimin lebih berhati-hati dalam mengamalkan hadis, lebih-lebih masyarakat awam jangan langsung percaya pada pidato para penceramah yang sering mengatakan “Nabi telah bersabda dalam hadisnya”, tapi harus memverifikasi dan menanyakan status hadis pada ahlinya.
3. Masyarakat jangan langsung mengkritik habis-habisan Imam as-Suyuthi lantaran ditemukannnya inkonsistensi dalam pemikiran. Bagaimanapun juga dia telah memberikan kontribusi yang begitu banyak terhadap ilmu keislaman tidak hanya hadis saja.
4. Penulis juga menyarankan untuk mengambil langkah aman, alangkah baiknya kalau kita meneliti suatu hadis sebelum kita mengamalkannya baik itu sanad maupun matannya.
122 DAFTAR PUSTAKA
A. Hasyimy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1979).
Abdul Choliq Mukhtar, Hadis Nabi dalam Teori & Praktek, (TH-Press UIN Sunan Kalijaga:
Yogyakarta, 2004).
Abdul Hay bin Abdul Kabir al-Kattani, Fihris al-Faharis wa al-Asbat wa Mu’jam al- Ma’ajim wa al-Masyikhat wa al-Musalsalat, J. 2, (Dar al-Gharib al-Islami: Beirut, 1982.
Abdul Karim bin Abdillah al-Khudhair, Syarah Manzhumah al-Baiquniyyah, J. 1, (Maktabah Syamilah).
Abdurrauf al-Munawi, al-Taisir bi Syarh al-Jami’ al-Shagir, J. 2, (Dar al-Nasyr: Riyad, 1408 H).
Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Matan Hadis, (Pustaka Firdaus: Jakarta, 2004).
Badri Khaeruman, Ulum al-Hadis, (Pustaka Setia: Bandung, 2010).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, J. 1, (Ikhtiar Baru Van Haeve: Jakarta, 1994).
Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Bulan Bintang: Jakarta, 1981).
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari, J. 11, (Dar al-Ma’rifat:
Beirut, 1379 H).
_____________, Tahdzib al-Tahdzib, J. 7, (Dar al-Fikri: Beirut, 1984).
Ismail bin Muhammad Al-‘Ajaluni, Kasyf al-Khafa’ wa Muzil al-Ilbas ‘Amma Isytahara min al-Ahadis ‘ala AlSinah al-Nas, J. 1, (Dar Ihya al-Turats al-Arabi, T. Tp., T.t).
Jalaluddin as-Suyuthi, Jam’u al-Jawami’, J. 1, (Mauqi’ Multaqa Ahli Hadis, T. Tp., T.t).
_____________, al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir al-Ma’tsur, J. 1, (Dar al-Kutub: Beirut, 1993).
_____________, al-Jami’ al-Shaghir, (Dar al-Fikr: Beirut, T.t).
_____________, al-Sunnah: Kontra Atas Penyimpangan Sumber Hukum Orisional, terj.
Saifullah, Risalah Gusti: Surabaya, 1996.
_____________, Husn al-Muhadharah, J. 1, Dar Ihya Kutub al-‘Arabiyyah: Mesir, 1967.
_____________, Jam’u al-Jawami’, tahqiq Abdussalam, Dar al-Buhuts al-Ilmiyyah: Kuwait, 1975.
_____________, Lubab al-Hadits, al-Miftah: Surabaya, T.t.
_____________, Mu’jam Muallifin, J. 5, Maktabah Syamilah.
123
_____________, Seni Berghonju, diterj. Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, Irsyad Baitus Salam: Bandung, 2008.
_____________, Seni Berghonju, terj. Bahrun Bakar, Irsyad Baitus Salam: Bandung.
_____________, Tadrib al-Rawi ‘ala Syarh Taqrib al-Nawawi, J. 1, (Maktabah Riyadh al- Haditsah: Riyadh, T.t.).
Lexy J Moeloeng, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, (Remaja Rosdakarya: Bandung, 2000).
M. Husein al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, J. 1, (Dar al-Kutub al-Haditsah: Kairo, 1976).
M. Iqbal Hasan, Metode Penelitian, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004).
M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Bulan Bintang: Jakarta, 1999).
_____________, Metode Penelitian Hadis Nabi, (Bulan Bintang: Jakarta, 1992).
Muhammad bin Darwisy, Asna al-Mathalib fi Ahadits Mukhtalifah al-Maratib, J. 1, (Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah: Beirut, T.t).
Muhammad bin Umar al-Nawawi al-Bantani, Tanqih al-Qaul al-Hatsis fi Syarh Lubab al- Hadits, (‘Alawiyyah: Semarang, T.t.).
Muhammad Nuruddin, Ilm al-Jarh wat Ta’dil, (STAIN Kudus Press: Kudus, 2009).
Saifuddin Azwar, 2004, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Sayyidah Isma’il Kasif, Dirasah Naqdiyyah li Kitab Husn al-Munazharah li al-Suyuti, al- Hay’ah al-Misriyah al-‘Ammah li al-Kitab: Kairo, 1978.
Sugeng Prabowo dalam http://www.sugengprabowo.com/Jalaluddin-as-suyuthi. diakses pada 2 November 2019 jam 08.15
Sulaiman bin Ahmad al-Thabarani, Mu’jam al-Ausath, J. 1, (Dar al-Haramain: Kairo, 1415 H).
Thahir Sulaiman Hamudah, Jalaluddin as-Suyuthi ‘Ashruhu wa Hayatuhu wa Asaruhu wa Juhuduhu fi al-Dars al-Lugawi, (Maktab al-Islami: Beirut, 1989).
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995).
Walid Rahmanto dalam http://walidrahmanto.blogspot.com/2012/01/cara-mudah-i-j-t-i-h- d.html. diakses pada tanggal 2 November 2019 jam 08.17.
Yusuf bin Zakki al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, (Muassasah al-Risalah: Beirut, 1989).