• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BAGI HASIL (STUDI PUTUSAN NOMOR 873 PK/PDT/2017).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKIBAT HUKUM PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BAGI HASIL (STUDI PUTUSAN NOMOR 873 PK/PDT/2017)."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BAGI HASIL (STUDI PUTUSAN NOMOR 873 PK/PDT/2017).

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SITI NURHIDAYATI 177011244/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 November 2020

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ptof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum Anggota : 1. Notaris Dr. Suprayitno, S.H, M.Kn

2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H.,C.N,M.Hum 3. Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum

4. Dr. Affila, S.H, M.Hum

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Perjanjian bagi hasil bangunan rumah toko merupakan perjanjian tidak bernama karena belum diatur khusus dalam undang-undang. Menurut Djaren Saragih menyatakan Perjanjian bagi hasil adalah hubungan hukum antara seorang yang berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu. Dalam suatu perjanjian bagi hasil tidak jarang terjadi masalah. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah tergugat tidak melaksanakan perjanjian bagi bangun yang dituangkan dalam akta perjanjian bagi hasil No. 23 tanggal 31 Juli tahun 2009 di anggap sudah tidak sanggup dan sudah wanprestasi serta meminta ganti rugi pada Abdul Gani Bustam sebesar Rp.700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) padahal dana yang dikeluarkan oleh tergugat hanya sebesar Rp.175.000.000,- berdasarkan uraian tersebut dirumuskan permasalahan : Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bagi hasil?, Bagaimana akibat hukum dari pembatalan akta perjanjian bagi hasil yang di sebabkan oleh wanprestasi?,Bagaimana analisis hukum atas pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 873 PK/Pdt/2017?

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder, sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Sumber Data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.Teknik teknik studi pustaka (literature research) dan melalui bantuan media elektronik.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hak dan kewajiban para pihak ialah abdul gani bustam (pemilik tanah) tidak mendapatkan haknya berupa rumah toko sebanyak 3 (tiga) pintu, dan willy handoko selaku (developer) tidak melakukan kewajibannya dengan mendirikan bangunan rumah toko tersebut tepat waktu setelah IMB diterbitkan. Akibat hukum dari pembatalan akta perjanjian bagi hasil yang di sebabkan oleh wanprestasi, yaitu perjanjian tersebut dianggap batal atau bahkan perjanjian dianggap tidak ada atau tidak pernah terjadi dari awal mengacu pada Pasal 1266 KUHPerdata. Adapun pertimbangan hakim dalam putusan Nomor: 873 PK/Pdt/2017 Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa tergugat melakukan tindakan wanprestasi yaitu bapak Willy Handoko telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian bagi hasil, Hal ini dikarenakan bapak Wily Handoko tidak melaksanakan pembangunan rumah toko sesuai waktu yang telah disepakati, sehingga Majelis Hakim menetapkan bapak Willy Handoko sebagai pihak yang telah melakukan wanprestasi. Masing-masing hakim sepakat dalam dalam memberikan putusannya mengikuti putusan sebelumnya dan tidak bertentangan dengan hukum .

Kata Kunci : Perjanjian, Perjanjian Bagi Hasil, dan Wanprestasi.

(7)
(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama : Siti Nurhidayati

Tempat/Tanggal Lahir : Balam, 12 Mei 1996

Alamat : Jl. Abdul Hakim Sky View Apartement Medan.

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 24 Tahun

Kewarganaan : Indonesia

II. PENDIDIKAN

1. SD Sempang Keritang Riau (2001-2007)

2. MTs Hizbul Wathan Keritang Riau (2007-2010) 3. SMA LTI IGM Palembang (2010-2013)

4. Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (2013-2017) 5. Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(2017-2020).

III. KELUARGA

Nama Ayah : Suparman

Nama Ibu : Saliyem

Nama Saudara Kandung : 1. Ari Rahmawati (kakak)

2. Mualimah (Adik)

Nama Suami dan Anak : 1. Fadhlan Dhifan Tobing, S.H (Suami)

2. Feza Derya Tobing (Anak)

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Hidayah dan Taufiknya pada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beriring salam kita limpahkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan menuju alam ilmu pengetahuan.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, adapun judul yang penulis angkat adalah :“Akibat Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Bagi Hasil (Studi Putusan Nomor 873 Pk/Pdt/2017)”.

Sebagai ungkapan syukur penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini baik secara moril maupun materil, terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., MA. selaku Sekertaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan perhatian hingga selesai penulisan tesis ini.

6. Bapak Notaris Dr. Suprayitno,S.H,M.Kn selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan perhatian hingga selesai penulisan tesis ini.

(10)

7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N, M.Hum selaku pembimbing ketiga yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan perhatian hingga selesai penulisan tesis ini.

8. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, memberi kritik dan saran hingga selesai penulisan tesis ini.

9. Ibu Dr. Affila, SH,M.Hum selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, memberi kritik dan saran hingga selesai penulisan tesis ini.

10. Seluruh Dosen Pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang ilmu hukum.

11. Seluruh Staf Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi dengan baik selama proses akademik penulis

12. Teristimewa penulis sampaikan kepada Mamak dan Bapak tersayang, Suparman dan Saliyem yang telah mendidik,memembesarkan, dan mendukung dengan kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini

13. Teristimewa juga untuk Suami dan anakku tercinta, Fadhlan Dhifan Tobing, S.H dan Feza Derya Tobing yang telah menemani dalam suka dan duka mensupport dalam penyelesaian tesis ini.

14. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Sahabat Rifda Karimah, Loren Simanjuntak, serta Rekan perjuangan stambuk 2017 dan 2018 Program Studi magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus memberikan kritik dan saran serta ikut mewarnai masa perkuliahan penulis hingga sampai pada saat penulis selesai menyusun tesis ini.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN……….... i

PERNYATAAN ORISINALITAS………. PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS……….. ABSTRAK………... ABSTRACK……… DAFTAR RIWAYAT HIDUP……… KATA PENGANTAR………. DAFTAR ISI ... ii

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

1) Kerangka Teori ... 14

2) Konsepsi... 18

G. Metode Penelitian ... 20

1) Jenis dan Sifat Penelitian ... 20

2) Sumber Data ... 21

3) Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 22

4) Analisis Data ... 23 BAB II PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK

ii

(13)

DALAM PERJANJIAN BAGI HASIL ……… 25

A. Pengaturan Perjanjian Bagi Hasil... 25

B. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian Bagi Hasil ... 29

C. Pengaturan Terkait Materi Perjanjian Bagi Hasil Menurut HukumPerjanjian... 39

D. Pengaturan Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian BagiHasil... 45

BAB III AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BAGI HASIL YANG DI SEBABKAN ADANYA WANPRESTASI… ... . 56

A. Syarat Pembatalan Perjanjian yang Diatur dalam KUHPerdata.... ... 56

B. Batalnya Perjanjian Akibat Adanya Wanprestasi………. .... 58

C. Akibat Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Bagi Hasil Yang disebabkan Adanya Wanprestasi ... 69

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 182/Pdt.G/2014/PN.Plg ... 79

A. Kasus Posisi ... 79

B. Pertimbangan Hakim DalamNomor873 PK//Pdt/2017 ... 92

C. Analisis Putusan Hakim Nomor 873 PK//Pdt/2017 ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA

iii

(14)

1 BAB I PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.1Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri:

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

3. Tentang suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal;

Demikian menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari masalah hukum yang dilakukan itu.2

Perjanjian berdasarkan Pasal 1319 KUHPerdata terdiri dari perjanjian bernama dan tak bernama, yaitu semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.3Perjanjian bernama dalam bahasa Belanda (benoemd overeenkomst) atau perjanjian khusus

1R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1982, h. 123.

2Ibid., h.17

3Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(15)

2

adalah perjanjian yang memiliki namasendiri.Perjanjian tidak bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD).Dasar hukum perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku Ke Tiga KUHPerdata.4

Perjanjian bagi hasil bangunan rumah toko merupakan perjanjian tidak bernama karena belum diatur khusus dalam undang-undang, tetapi KUHPerdata dapat digunakan sebagai landasan hukum ataupun pedoman dalam pembuatan perjanjian bagi hasil. Konsep perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata adalah konsep perjanjian yang terdapat dalam buku ketiga KUHPerdata mengenai perikatan. Pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata terdapat asas kebebasan berkontrak dimana semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Setiap perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak, yang memberikan kebebasan untuk mengadakan dan menentukan perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang mengatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.5

Adanya kesesuaian antara perjanjian bagi hasil dengan perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata dimana para pihak memiliki kebebasan mengatur isi perjanjian sesuai dengan kesepakatan dengan objek harta kekayaan, sehingga perjanjian bagi hasil tersebut dapat dilakukan. Perikatan muncul dari perjanjian,

4M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cetakan Ke-2, Alumni, Bandung, 1996, h. 61.

5Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, h. 83.

(16)

3

perjanjian berasal dari persetujuan, adapun yang dimaksudkan dengan perikatan tersebut adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. KUHPerdata dalam buku ketiga juga mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda.6 Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum”/rechtshandeling.Hubungan hukum yang dimaksud adalah ketika para pihak membuat perjanjian dengan sendirinya menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Hak dan kewajiban yang timbul diantara kedua belah pihak bersifat timbal balik dimana hak pemilik tanah merupakan kewajiban pengembang begitu juga sebaliknya.

Bisnis pembangunan merupakan salah satu sektor yang sangat menjanjikan. Dengan berkembangnya bisnis pembangunan maka semakin banyak kebutuhan dan permintaan akan tanah, sehingga semakin tinggi harganya. Tanah tidak bertambah, sedangkan kebutuhan meningkat terus seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan di dalam masyarakat.7Hal ini merupakan salah satu penyebab fungsi perumahan tidak hanya sekedar hunian tetapi juga dapat digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan usaha dalam kehidupan

6R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Bandung, 1982, h. 123.

7John Salindeho, Manusia, Tanah, Hak, dan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, h. 37.

(17)

4

masyarakat.Salah satu bentuk bisnis perumahan yang sangat banyak ditemui sekarang ini adalah pembangunan dan pembagian rumah toko.8

Prakteknya dalam perjanjian bagi hasil rumah toko tidak jarang mengalami permasalahan karena terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak.9 Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.10

Selanjutnya dalam hal wanprestasi R. Subekti menyebutkan “apabila dalam tenggang waktu debitur tidak memenuhi kewajiban prestasinya, maka dapat dikatakan debitur wanprestasi”.11 Mengenai wanprestasi ini, Subekti membagi dalam 4 (empat) macam, yaitu sebagai berikut:

1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana mestinya;

3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat; atau

4. Melakukan sesuatu yang di dalam perjanjian yang tidak boleh dilakukan.

Berdasarkan pendapat Subekti di atas, apabila dalam suatu perjanjian telah ditentukan bahwa objek dari suatu perjanjian akan diserahkan pada waktu

8Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, USU-Press, Medan, 2006, h. 109- 110.

9Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, h. 209.

10Salim H.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h.

180.

11R. Subekti, Op.Cit.., h. 45.

(18)

5

yang telah ditentukan, namun pada waktu tersebut objeknya tidak diserahkan, sedangkan waktu telah tiba untuk diserahkan. Dalam hal ini dikatakan telah terjadi wanprestasi atau ingkar janji.

Terjadinya wanprestasi tentunya mempunyai akibat-akibat yang begiu penting, maka harus ditentukan lebih dahulu apakah debitur benar telah melakukan wanprestasi. Untuk mengetahui hal ini, maka harus dilihat isi dari suatu perjanjian yang telah disepakati. Baru dapat diketahui debitur telah melakukan wanprestasi apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya. Dengan terjadinya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dalam suatu perjanjian bagi hasil juga dapat memunculkan sengketa ataupun perselisihan. Hal ini diketahui apabila ditelaah dari ketentuan hukum atau perbuatan hukum perdata, hubungan hukum antara pemilik modal dengan pemilik tanah dalam perjanjian bangun bagi juga erat kaitannya dengan timbulnya kerugian bagi para pihak apabila terjadi kerugian akibat tindakan salah satu pihak yang dilakukan secara melawan hukum mengingkari ketentuan dalam perjanjian.12

Dalam perjanjian bagi hasil apabila hak dan kewajiban tersebut tidak terlaksana tentunya akan menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak, oleh karena itu para pihak dapat menuntut pihak yang menyebabkan kerugian tersebut.

Tuntutan dapat dilakukan melalui tuntutan pemenuhan perjanjian, ganti rugi

12Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, 1995, h. 44.

(19)

6

sampai pada pembatalan perjanjian.Tuntutan pembatalan perjanjian itu sendiri kemudian menyebabkan timbulnya perselisihan atau sengketa.13

Apabila dalam sengketa para pihak tidak mau menyelesaikan perkara tersebut secara damai, dapat menyelesaikannya dengan mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri. Namun pada prakteknya dalam suatu kasus pihak yang kalah tidak mau menerima putusan pengadilan lalu mengajukan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali.

Berkaitan dengan uraian di atas, tesis ini akan membahas mengenai kasus dalam Putusan Nomor: 182/Pdt.G/2014/PN PlgAbdul Gani Bustam selaku pemilik tanah seluas 548 M2 yang terletak dijalan Torpedo Komplek YPP No.794/94 Rt.09 Rw.03 Sekip Ujung Kelurahan 20 Ilir Kecamatan Kemuning Kota Palembang bersepakat melakukan kerjasama bagi hasil kepada Willy Handoko sebagai pihak kedua yang merupakan developer di hadapan Tati Rosalina Tampubolon Notaris dikota Palembang yang tertuang pada akta perjanjian bagi hasil Nomor 23 tanggal 31 Juli tahun 2009.

Dimana kedua belah pihak sepakat mendirikan bangunan ruko (Rumah toko) sebanyak 6 (enam) pintu, 3 bangunan ruko untuk Abdul Gani Bustam dan uang senilai Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) Willy Handoko telah memberikan uang muka sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Abdul Gani Bustam pembangunan akan dilakukan setelah surat izin bangunan (IMB) terbit yang pada awalnya pengurusan dilakukan oleh Willy Handoko, tetapi setelah kurang lebih 6 bulan IMB tidak juga selesai, maka Abdul Gani Bustam

13Nur Fauzia, Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Bangun Rumah Toko Antara Pemilik Tanah Dengan Pengelola di Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi, Vol. 14 No. 2, Universitas Batanghari, Jambi, 2014, h. 76.

(20)

7

meminta kepada Willy Handoko untuk menyerahkan pengurusan IMB dan uang sebesar RP.75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) untuk pengurusan IMB dikarenakan Abdul Gani Bustam tidak mengerti urusan IMB tersebut akhirnya Abdul Gani Bustam meminta bantuan kepada Ismir Abdul Rozak, dan permohonan pengurusan IMB tersebut telah dimohonkan oleh Ismir Abdul Rozak namun juga melalui proses yang cukup lama.

Selanjutnya, karena proses pemberian IMB tersebut memakan waktu yang cukup lama dan akhirnya Willy Handoko melaporkan Abdul Gani Bustam ke Polresta Palembang dengan tuduhan Abdul Gani Bustam telah melakukan penggelapan atas biaya pengurusan IMB dengan bukti Laporan No.Pol: LP 1417/B/VI/Tabes tanggal 8 Juni 2010 kemudian pada tanggal 15 Oktober 2010 akhirnya Surat Izin Membangun (IMB) yang diajukan Abdul Gani Bustam diterbitkan oleh Walikota Palembang dan akhirnya Willy Handoko meminta maaf dan mencabut pengaduannya, lalu dibuat perjanjian bagi bangunan antara Abdul Gani Bustam dan Willy Handoko pada tanggal 31 agustus 2010 setelah IMB diberikan kepada Willy Handoko pada pasal 4 menyatakan bahwa jangka waktu pelaksanaan pembangunan 3 ruko milik Abdul Gani Bustam yaitu selama 9 bulan terhitung dari tanggal keluarnya IMB.

Setelah didesak beberapa kali Willy Handoko tidak juga melaksanakan perjanjian bagi bangunan tersebut, sehingga atas ketidaktahuan abdul gani bustam selaku pemilik tanah melakukan perjanjian baru kepada Hasanusi Hambali alias Ahay untuk meneruskan bagi bangunan ruko dengan mengadakan perjanjian baru dihadapan Badiah, SH Notaris kota Palembang tertuang dalam akta perjanjian

(21)

8

pemborongan bangunan dan bagi bangun No. 09 tanggal 4 april 2011, karena Abdul Gani Bustam melakukan perjanjian baru pada orang lain maka, untuk kedua kalinya Willy Handoko melaporkan ke polresta Palembang dengan tuduan penipuan akhirnya abdul gani bustam dihukum penjara selama 1 tahun 6 bulan.

Setelah Abdul Gani Bustam keluar dari penjara dan merasa selama ini telah banyak mengalami kerugian baik itu materi maupun psikologis maka Abdul Gani Bustam meminta kepada anaknya untuk membatalkan perjanjian bagi bangun namun Willy Handoko tidak bersedia bahkan Willy Handoko meminta ganti rugi pada Abdul Gani Bustam sebesar Rp.700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) akhirnya Abdul Gani Bustam menilai Willy Handoko tidak melaksanakan perjanjian bagi bangun yang dituangkan dalam akta perjanjian bagi hasil no. 23 tanggal 31 juli tahun 2009 di anggap sudah tidak sanggup dan sudah wanprestasi.

Berdasarkan putusannya Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan Willy Handoko telah melakukan wanpresasi dan menyatakan batal surat perjanjian bagi hasil antara penggugat dengan Willy Handoko yang dibuat di hadapan Notaris sebagaimana yang tertuang dalam akte No.23 tanggal 31 Juli tahun 2009. Tidak terima dengan putusan Pengadilan Negeri Palembang tersebutWilly Handoko mengajukan Banding dengan Nomor Putusan No: 56/Pdt/2015/PT PLG. yang putusannya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 182/Pdt.G/2014/PN Plg. Masih tidak terima kemudian Willy Handoko mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dengan Nomor Putusan No. 1464 K/Pdt/2016. yang Putusannya menolak permohonan Kasasi Willy Handoko. Pada akhirnya Willy Handoko mengajukan upaya hukum

(22)

9

Peninjauan Kembali dengan Nomor Putusan No.873/PK/Pdt/2017. Yang putusannya menyatakan menolak permohonan peninjauan kembali dari saudara Willy Handoko.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, pembatalan akta perjanjian bagi hasil terjadi karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pengembang atau developer karena tidak melaksanakan isi perjanjian bagi bangun yang dituangkan dalam akta perjanjian bagi hasil dimana pihak pengembang atau developer tidak melaksanakan pembangunan rumah toko meskipun pengurusan IMB telah selesai dan tidak melaksanakan selama pembangunan rumah toko selama batas waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tertuang didalam perjanjian bagi hasil. Sehingga akta perjanjian bagi hasil tidak selamanya dapatberjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan para pihak, sedangkanmaksud dibuatkan akta perjanjian bagi hasil sebagai akta perjanjian yang berisi hak dan kewajiban para pihak yang dibuat dihadapan notaris untuk memberikan kepastian hukum dan kesimbangan bagi para pihak yang membuatnya.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dan menuangkannya ke dalam Tesis yang berjudul

“AKIBAT HUKUM PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BAGI HASIL (STUDI PUTUSAN NOMOR 873 PK/PDT/2017)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok permasalahaan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

(23)

10

1. Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bagi hasil?

2. Bagaimana akibat hukum dari pembatalan akta perjanjian bagi hasil yang di sebabkan oleh wanprestasi?

3. Bagaimana analisis hukum atas pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 873 PK/Pdt/2017?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisispengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bagi hasil.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari pembatalan akta perjanjian bagi hasil yang di sebabkan oleh wanprestasi.

3. Untuk mengetahui dan menganalisishukum atas pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 873 PK/Pdt/2017.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lingkungan akademis (teoritis) dan lingkungan kehidupan secara praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat memberikan masukan, membuka wawasan dan paradigma berfikir bagi kalangan akademis untuk

(24)

11

pengembangan ilmu hukum terkait dengan pembatalan akta perjanjian bagi hasil.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan kepada semua kalangan, terutama penegak hukum tentang pembatalan akta perjanjian bagi hasil.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah peneliti lakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan sejauh yang diketahui, ditemukan judul yang menyangkut dengan Akibat Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Bagi Hasil (Studi Putusan Nomor 873 PK/Pdt/2017) yang antara lain adalah :

1. Laila Hayati Aulia (097011120), 2009, Universitas Sumatera Utara, Dengan Judul Penelitian “Akibat hukum dari wanprestasi dalam perjanjian bagi hasil yang dilaksanakan oleh kontraktor”. Dengan rumusan masalah :

a. Bagaimana prinsip perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan dalam perjanjian bagi hasil?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak apabila di dalam klausul perjanjian bagi hasil terdapat penyimpangan Pasal 1266 KUHPerdata?

2. Julianita Perangin-Angin (167011221)/Mkn, 2017, Universitas Sumatera Utara, Dengan Judul Penelitian “Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam

(25)

12

Perjanjian Bangun Bagi Di Kelurahan Tanjung Sari Medan (Relevansinya Dengan Tanggung Jawab Notaries)”. Dengan rumusan masalah :

a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek (perumahan/ real estate) dikelurahan tanjung sari , jalan setia budi medan?

b. Bagaimana akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dari salah satu pihak baik pemilik tanah, maupun pengembang (developer) dalam praktek pelaksaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek perumahan dikelurahan tanjung sari , jalan setia budi medan?

c. Bagaimana tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek perumahan dikelurahan tanjung sari, jalan setia budi medan?

3. Winda Imoyati Manik (157011090)/Mkn, 2018, Universitas Sumatera Utara, Dengan Judul Penelitian “Wanprestasi Dalam Perjanjian Bagi Hasil Ruko (Studi Putusan Nomor:514/Pdt.G/2013/PN-Mdn)”. Dengan rumusan masalah :

a. Apakah penyebab wanprestasi pada perjanjian bagi hasil ruko ditinjau dari klausula yang dibuat oleh para pihak?

(26)

13

b. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada pemilik tanahterhadap pihak Pengembang yang wanprestasi pada perjanjian bagi hasil ruko?

c. Bagaimana akibat hukum terhadap pihak ketiga sebagai pembeli objek perkara pada putusan wanprestasi dalam perjanjian bagi hasil ruko?

3. Yulia Dewitasari, 2016, Universitas Udayana, Dengan Judul Penelitian

“Akibat Hukum terhadap Para Pihak dalam Perjanjian Apabila terjadi Pembatalan Perjanjian Bagi Hasil”. Dengan rumusan masalah :

a. Bagaimana syarat pembatalan perjanjian bagi hasil yang di atur dalam KUHPerdata?

b. Bagaimana akibat dari pembatalan perjanjian bagi hasil?

4. Muhammad Ryan Ramanda, 2016, Univesitas Tanjung Pura, Dengan Judul Penelitian “Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Antara pengusaha Cv.

Perkasa Mandiri dengan pemilik Tanah Hak Milik dalam pembangunan Rumah Toko di Kelurahan Mariana kecamatan Pontianak Kota”. Dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil antara pengusaha CV.

Perkasa Mandiri dengan pemilik tanah hakmilik dalam pembangunan rumah toko di kelurahan Mariana kecamatan Pontianak Kota?

b. Apakah faktor yang menyebabkan pengusaha CV. Perkasa Mandiri belum melaksanakan pembangunan rumah toko sesuai perjanjian bagi hasil?

(27)

14

c. Bagaimana akibat hukum bagi pengusaha CV. Perkasa Mandiri yang tidak melaksanakan perjanjian bagi bangun dengan pemilik tanah hak milik di kelurahan Mariana Kecamatan Pontianak Kota?

5. Yeni Afrilla, 2019, Universitas Syiah Kuala, Dengan Judul Penelitian

“Tanggung Jawab Pengembang dalam Perjanjian Bagi Hasil Dengan Akta Notaris”. Dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana kedudukan hukum pengembang dan pemilik tanah terhadap perjanjian bagi hasil?

b. Bagaimana tanggung jawab hukum pengembang dalam perjanjian bagi hasil?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah susunan definisi, konsep, dan dalam menyajikan pandangan yang sistematis fenomena dengan menunjukkan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Dalam suatu penelitian teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.14Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

14J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2016, h. 203.

(28)

15

Teori memiliki fungsi yaitu sebagai pemberi arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan diri kepada unsur hukum.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori keseimbangan dan teori kepastian hukum.

a. Teori Keseimbangan

Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Prof R. Kranenburg yang berusaha mencari dalil yang menjadi dasar berfungsi keadaan darurat yang dapat menimbulkan suatu keseimbangan di dalam masyarakat.Kranenburg membela ajaran Karabbe yang berpendapat bahwa kesadaran hukum orang itu adalah sumber hukum dan hukum itu berfungsi menurut suatu dalil yang nyata sebagaimana dirumuskan Kranenburg, tiap orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang telah ditetapkan atau diletakkan terlebih dahulu. Pembagian keuntungan dan kerugian ini yang dalam hal ditetapkan terlebih dahulu dasar-dasarnya ialah tiap anggota masyarakat hukum sederajat dan sama.

Teori keseimbangan dilandaskan pada ideologi yang melatarbelakangi tertib hukum Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah sumber tata nilai dan mencerminkan cara pandang masyarakat Indonesia.

Pemerintah Indonesia adalah wakil dan cerminan masyarakat dan juga menjaga

15Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2016, h. 35.

(29)

16

arah perkembangan tertib hukum sehingga tolak ukur tata nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tetap terjaga sebagai ideal yang setiap kali hendak

diejawantahkan.16

Teori keseimbangan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bagi hasil yang tidak seimbang pelaksanaannya karena beberapa faktor, prestasi-prestasi yang dijanjikan dalam perjanjian tidak terlaksana secara timbal balik, dan itikad tidak baik yang dilakukan salah satu pihak.Salah satu pihak yang dirugikan atas ketidak seimbangan pelaksanaan prestasi harus mendapatkan hak-haknya secara hukum dalam perjanjian bagi hasil.

b. Teori Kepastian Hukum

Menurut Gustav Radburch, seorang filsuf hukum Jerman menyatakan ada tiga ide dasar hukum yang dijadikan sebagai tiga tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Tiga ide dasar ini akan membimbing manusia dalam kehidupannya berhukum. Nilai keadilan dan kemanfaatan secara tradisional sudah ada sebelum era hukum modern.sedangkan kepastian hukum merupakan sesuatu yang baru.Kepastian hukum merupakan sesuatu yang baru yaitu sejak hukum itu dituliskan, dipositifkan dan menjadi publik.17

Kepastian hukum menyangkut masalah memastikan bahwa pencurian, pembunuhan dan sebagainya menurut hukum merupakan suatu

16Budiono H., Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, h. 357.

17Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Vol. 1 Pemahaman Awal Edisi Pertama, Kencana, Jakarta, 2015, h. 288-293.

(30)

17

kejahatan.Kepastian hukum adalah “kepastian tentang hukum itu sendiri, ada empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum.Pertama, bahwa hukum itupositif, artinya positif hukum tersebut dalam bentuk perundang- undangan. Kedua, bahwa hukum ini didasarkan pada fakta, bukan suatu rumusan berdasarkan penilaian oleh hakim. Ketiga, bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan dan mudah untuk dijalankan. Keempat, hukum positif itu tidak boleh sering diubah- ubah”.18

Fuller sependapat dengan Gustav Radburch terkait masalah kepastian hukum.Keduanya sama-sama menyinggung masalah pelaksanaan dari kepastian hukum.Fuller menyatakan bahwa “harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari”. Pada hal ini pembicaraan sudah memasuki aksi perilaku, manusia, dan faktor lain yang mempengaruhi bagaimana hukum positif dijalankan. Mengenai eksistensi dari hukum positif dikatakan oleh Paton, “hukum positif itu mengandung berbagaimacam formulasi yang berbeda-beda kualitasnya, yaitu principles, standarts, concepts, dan rules”.Masing-masing memiliki ketaatan formulasi yang berbeda-bedadan itu tentu berpengaruh terhadap masalah kepastian hukum atau tingkat kepastiannya.Rules adalah yang paling konkret, sedangkan yang tiga lainnya lebih longgar, abstrak.19

Menurut Achmad Ali kepastian hukum selain berasal dari hukum positif atau hukum yang tertulis (peraturan perundang-undangan) juga mengakui keberadaan putusan hakim, yang juga mempertimbangkan hukum kebiasaan

18Ibid.

19Ibid.,h. 293-294.

(31)

18

dalam penjatuhan putusan.Meskipun demikian tidak seluruh putusan sebelumnya itu mengikat hakim sesudahnya, yang mengikat adalah hanya bagian pertimbangan putusan yang disebut ratio decendi, yaitu pertimbangan yang menjadi landasan utama bagi dihasilkannya suatu putusan.Pertimbangan yang tidak memuat kualitas hukum tidak termasuk ratiodecendi dinamakan obiter dicta, yang tidak mengikat hakim sesudahnya. Putusan hakim sebelumnya

mengandung dua hal: prediktibilitas dan otoritas. Kepastian hukum terjamin oleh dua unsur di atas, prediktibilitas dan otoritas putusan-putusan terdahulu (yurisprudensi/preseden).20

Kepastian hukum adalah upaya yang dilakukan untuk merumuskan hukum yang abstrak menjadi konkret, dipositifkan dalam wujud peraturan perundang-undangan kemudian dipublikasikan, termasuk juga putusan hakim yang menjadi yurisprudensi.Teori kepastian hukum adalah kaidah yang digunakan untuk memecahkan permasalahan hukum dengan konsep-konsep konstruksi- konstruksi hukum yang dikembangkan secara lebih terstruktur, terinci, dan sistematik yangakan memberikan arah kepada pembangunan nasional yang sifatnya mendasar.21

Teori kepastian hukum yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisa masalah perjanjian bagi hasil, sehingga pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti keriguan atau pembatalan akta yang di buat para pihak dalam perjanjian bagi hasil.Dengan adanya Putusan

20Ibid.,h. 294-296.

21Lexy J. Moleong, Op.cit.,h. 215.

(32)

19

Mahkamah Agung Nomor 873 PK/Pdt/2017, Telah berekekuatan hukum tetap sehingga menjadi kepastian hukum bagi para pihak yang dirugikan.

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, jika masalah dan kerangka konsepsi teoretisnya telah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari apa yang diamati konsep menentukan antara variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.22Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar peneltian hukum. Salah satu fungsi logis dari konsep adalah memunculkan objek-objek yang menarik perhatian dari sudut praktis dan sudut pengetahuan dalam pikiran dan atribut-atribut tertentu.23 Kerangka konsepsi dalam penelitian ini, yaitu sebahai berikut:

a. Akibat hukum adalah akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu perbuatan, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Misalnya, kesepakatan dua belah pihak yang cakap, dapat mengakibatkan lahirnya perjanjian.24

22Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Perdata, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2016, h. 7.

23Koentjorodiningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2016, h. 21.

24http://hukumpedia.com/index.php?title=Akibat_hukum., diakses pada tanggal 18 November 2019, pukul 10.00 WIB.

(33)

20

b. Akta adalah surat yang diberitanda tangan, yang memuat peristiwa- peristiwa hukum, yang menjadi dasar darisuatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula secara sengaja untuk tujuanpembuktian.25 c. Pembatalan Akta adalah pernyataan batalnya suatu tindakan hukum

atas tuntutan dari pihak-pihak yang oleh Undang-Undang dibenarkan untuk menuntut pembatalan seperti itu.26

d. Perjanjian Bagi Hasil pembangunan ruko adalah suatu hubungan hukum dalam bidang pemanfaatan lahan untuk pembangunan bangunan permanen. Perikatan antara Pengembang dengan pemilik tanah untuk berkerjasama dalam memanfaatkan lahan pemilik tanah untuk di bangun sejumlah ruko oleh Pengembang dengan sistem bagi hasil.27Perjanjian bagi hasil berisi tentang hak dan kewajiban pemilik tanah dan developer yang dibuat dihadapan Notaris sesuai dengan kehendak para pihak. Hal ini sesuai kesepakatan (Pasal 1338 KUHPerdata) yang tertuang dalam akta notaris.

G. Metode Penelitian

Metodologi penelitian hukum artinya “ilmu tentang cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis)”.28 Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Hasil yang dicapai adalah

25Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015, h. 1.

26J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian Buku Ke-1, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, h. 34.

27Andi Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti Di Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2017, h. 249.

28 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h. 57.

(34)

21

untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya atas isu yang diajukan.29

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis dari penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, penelitian yangmengkaji dan menganalisis tentang norma-norma hukum yang telah ditetapkanoleh pejabat yang berwenang. Penelitian hukum yang dilakukan dengan carameneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.30

Sedangkan, sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Dikatakan deskriptif analitis karena penelitian ini bersifatpemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkaptentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu,atau mengenai gejala yuridis yang ada atau peristiwa hukum tertentu yang terjadidalam masyarakat.31

2. Sumber Data

Sumber data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-keterangan dan pendapat dari informan dan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan melalui waawancara.32Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaah kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literature atau bahan

29 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi 2005, Kencana, Jakarta, 2014, h. 83.

30 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, h. 13-14.

31 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., h. 50.

32Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2013, h. 15.

(35)

22

pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum. Data Sekunder berasal dari penelitian kepustakaan (Library Research) yang diperoleh dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari peratua perundang-undangan yang berkaitan, seperti:33 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Adapun hasil yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pernyataan dengan metode wawancara, yaitu sebagai informan dalam penelitian ini adalah Notaris dan Pengacara.

b. Bahan HukumSekunder, yaknibahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan

hukum, dan lainnya.34

c. Bahan Hukum Tersier, yaitubahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lainnya.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan yang peneliti lakukan dengan studi kepustakaan.

Studi Kepustakaan (Library Research) adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka untuk memperoleh data sekunder berupa buku-buku

33 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., h. 24.

34Ibid.,

(36)

23

baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen pemerintah. termasuk peraturan perundang-undangan.

Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen.Tujuan dan teknik

dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan

permasalahan penelitian.35

Adapun tahap pengumpulan data melalui studi pustaka, yaitu sebagai berikut:

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan hukum lainnyayang relevan dengan objek penelitian;

b. Melakukan penelurusan kepustakaan melalui, artikel media cetakmaupun elektronik, dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan;

c. Mengelompokkan data yang relevan dengan permasalahan;

d. Menganalisis data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

Penelitian ini juga menambahkan teknik dan pengumpulan data secara wawancara (Interview). Metode wawancara adalah pengumpulan data denganjalan tanya jawab sepihak dengan cara sistematis dan berlandaskan tujuan

35Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, h. 24.

(37)

24

penelitian.36Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh keterangan,informasi atau penjelasan seputar permasalahan secara mendalam sehinggadiperoleh data yang akurat dan terpercaya karena diperoleh secara langsung tanpaperantara.Peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai penguat hasil penelitian dan mencatat beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian bagi hasil.Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah teknik wawancara terpimpin yangdilengkapi dengan pedoman wawancara, metode wawancara yang digunakanpeneliti disini adalah sebagai penunjang dalam mengumpulkan data dankelangkapan data.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak menggunakan angka-angka tetapi berdasarkan aturan perundang-undangan, literatur hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis, dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif (pendekatan dengan menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan). Kesimpulan adalah jawaban atau permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

36Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, Jilid I,Andi Offset,Yogyakarta, 1997, h. 47.

(38)

25 BAB II

PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BAGI HASIL

A. Pegaturan Perjanjian Bagi Hasil

Sebelum membahas tentang perjanjian bagi hasil, maka akan dibahas terlebih dahulu pengertian perjanjian yang menjadi dasar dilakukannya kontrak atau perjanjian bagi hasil. Perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata, sedangkan mengenai perjanjian-perjanjian secara khusus diatur dalam Bab V sampai dengan Bab VIII. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah:

“suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

J. Satrio mendefinisikan perjanjian sebagai berikut:

“Dalam arti yang lebih luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para pihak, sedang dalam arti sempit perjanjian disini hanya ditujukan pada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang termaksud dalam Buku III KUHPerdata”.37 Abdulkadir Muhammad memberikan pengertian perjanjian adalah yaitu sebagai “suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.38 Subekti mengemukakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau lebih, di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.39

37J. Satrio, Hukum Perikatan, Alumni Bandung, Bandung, 1992, h. 23.

38Ibid.,

39R. Subekti, Op.Cit, h. 14.

(39)

26

Perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Apabila seseorang berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak, di mana hanya seorang saja yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra prestasi) atas sesuatu yang diterimanya. Sementara itu, apabila dua orang saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang diperjanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti bahwa masing- masing pihak dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.

Setelah memahami mengenai perjanjian, kita akan membahas mengenai perjanjian bagi hasil yang juga dikenal dengan istilah bangun bagi, ataupun bagi hasil.40Istilah lainnya dalam perjanjian bagi hasil yaitu tergantung pada objek yang menjadi objek kesepakatan, misalnya kalau objeknya adalah bangunan maka judul aktanya adalah bagi hasil bangunan. Sedangkan menurut pendapat Notaris Dewi Kartini Batubara, SH istilah lain dari bagi hasil yaitu perjanjian kerjasama, atau perjanjian bangun bagi.41Sama halnya dengan pendapat Notaris Dewi Kartini Batubara, SH juga berpendapat istilah lainnya yang digunakan notaris dalam perjanjian bagi hasil yaitu perjanjian kerjasama ataupun perjanjian bangun bagi.

Menurut Ensiklopedi Hindia Belanda, dikatakan bahwa:

“Bagi hasil merupakan transaksi mengenai tanah yang biasa atau lazim di kalangan orang-orang pribumi diseluruh Indonesia, di mana pemilik tanah

40Hasil Wawancara Dengan Notaris Dr.Toni, SH, Mkn Berkedudukan Di Kabupaten Deli Serdang Jl.Sumarsono No.2 Helvetia, Kec.Labuhan Deli, Sumatera Utara.

41Hasil wawancara dengan Notaris Dewi Kartini Batubara, SH Berkedudukan Dikabupaten Langkat, Jl.Proklamasi No.12,Kel. Kwala Bingai, Kec.Stabat, Sumatera Utara.

(40)

27

atau penerima gadai tanah menyerahkan tanah pada pribumi lain dengan syarat harus menyerahkan bagian panen yang seimbang”.42

Pengertian perjanjian bagi hasil dalam Ensiklopedi Indonesia menyatakan bahwa:

“Bagi hasil hampir secara universal terdapat pada masyarakat pertanian kecil di seluruh dunia, di mana seorang petani pemilik tanah mengajak petani lain untuk menggarap seluruh atau sebagian tanah miliknya dengan perjanjian bahwa si penggarap menyerahkan sebagian yang telah ditentukan terlebih dahulu (misalnya separoh) dari hasil panennya kepada pemilik tanah”.43

Bagi hasil itu sendiri berasal dari Hukum Adat, yang biasanya disebut juga dengan hak menggarap, yaitu sebagai berikut:

“Hak seseorang untuk mengusahakan pertanian di atas tanah milik orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan di bagi antara kedua belah pihak berdasarkan persetujuan, dengan pertimbangan agar pembagian hasil tanahnya antara pemilik dan penggarap dilakukan atas dasar yang adil dan agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi penggarap dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban, baik dari penggarap maupun pemilik”.44

Selanjutnya dapat pula dikatakan bahwa:

“Hak usaha bagi hasil adalah seseorang atau badan hukum (yang disebut pemilik), dengan perjanjian bahwa hasilnya akan di bagi dua menurut imbangan yang di setujui bersama”.45

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian bagi hasil adalah suatu perjanjian yang diadakan antara Pemilik dengan developer atau pihak lain. Di mana Pemilik memberikan izin kepada

42Mohammad Koesnoe, Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 1991, h. 4.

43Ensiklopedi Indonesia, PT. Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, 1980, h. 354.

44K. Wantjik Saleh, Hak anda Atas Tanah, Ghalia, Indonesia, Jakarta, 2016, h. 51.

45Liliek Istiqomah, Hak Gadai Atas Tanah Sesudah Berlakunya Hukum Agraria Nasional, Usaha Nasional-Indonesia, 1982, h. 137.

(41)

28

developer, dengan perjanjian bahwa hasil dari pembangunan tersebut dibagi di antara mereka menurut imbangan yang telah disepakati.

Adaun tujuan dari Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil adalah sebagai berikut:

a. Agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarapnya di lakukan atas dasar yang adil;

b. Dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pemilik dan penggarap, agar terjamin pula kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap, yang biasanya dalam perjanjian bagi hasil itu berada dalam kedudukan yang tidak kuat, yaitu karena umumnya tanah yang tersedia tidak banyak, sedang jumlah orang yang ingin menjadi penggarapnya adalah sangat besar;

c. Dengan terselenggaranya apa yang tersebut pada a dan b di atas, maka akan bertambahlah kegembiraan bekerja para petani penggarap, hal itu akan berpengaruh baik dengan caranya memelihara kesuburan dan mengusahakan tanahnya. Hal itu tentu akan berpengaruh baik pula pada produksi tanah yang bersangkutan, yang berarti suatu langkah maju dalam melaksanakan program akan melengkap sandang-pangan rakyat.46

Hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang atau badan hukum untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah kepunyaan pihak lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan di bagi antara kedua belah pihak menurut

46A.P. Parlindungan, Landreform di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1991, h. 123.

(42)

29

imbangan yang telah di setujui bersama sebelumnya. Hak usaha bagi hasil dapat terjadi karena,

a. konvensi, maksudnya pada waktu UUPA mulai berlaku maka hak-hak usaha bagi hasil berlaku terus dalam rangka hukum agraria yang baru.

Dengan demikian maka hak-hak tersebut konvensinya tidak berubah dan,

b. perjanjian, maksudnya perjanjian yang di adakan antara pemilik tanah (tidak selalu pemilik dalam arti yang sebenarnya) dengan penggarap atau calon penggarap.47

B. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian Bagi Hasil

Perjanjian merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya. Dalam pengertiannya ini disampaikan bahwa bukan hanya orang perorang yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum.Sedangkan perjanjian bagi hasil sendiri tidak dikenal di dalam KUHPerdata sehingga digolongkan sebagai perjanjian tidak bernama (innominaat), sebagaimana diatur di dalam Pasal 1319 KUH Perdata.Pasal

tersebut menyatakan bahwa perjanjian tak bernama juga tunduk pada ketentuan- ketentuan umum mengenai perjanjian dalam KUH Perdata.Sehingga, KUH

47Ibid, h. 150.

(43)

30

Perdata berlaku juga dalam perjanjian bagi hasil, disamping peraturan lain, agar perjanjian bagi hasil tetap sah berlaku.48

Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi tumbuh di masyarakat.Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian bagi hasil, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.KUHPerdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUHPerdata itu sendiri.Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-norma kesusilaan yang berlaku.

Perjanjian Kerjasama pendanaan antara para pengembang (developer) secara perorangan yang dibuat dengan menggunakan akta notaris bertujuan untuk melaksanakan proyek pembangunan rumah toko, yang sebelumdilaksanakan proyek pembangunan rumah toko tersebut, maka terlebih dahulu pihak pengembang (developer) melakukan perjanjian bagi hasil untuk memasukkan modal masing-masing dengan persentase modal yang telah disepakati oleh para pengembang (developer) tersebut, yang akan dijadikan modal untuk melaksanakan pembelian lahan berupa tanah milik penduduk yang berada di lokasi tempat pelaksanaan pembangunan rumah toko. Perjanjian bagi hasil hanya mempunyai daya hukumintern (ke dalam) dan tidak mempunyai daya hukum ke luar.Yang bertindak ke luardan bertanggung jawab kepada pihak ketiga adalah

48 R. Subekti, Op.Cit., h. 1.

(44)

31

kerugian di antara parapengembang (developer) yang diatur dalam perjanjian bagi hasil tersebut.

Hukum perjanjian bagi hasil mempunyai asas-asas yangmerupakan prinsip atau pemikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangiterbentuknya ketentuan-ketentuan hukum yang konkrit dalam hukum positif.Jadiasas-asas hukum tersebut pada umumnya tidak langsung tersurat di dalam peraturanhukum yang tertuang dalam bunyi pasal-pasal di dalam Buku III KUHPerdata,namun hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatar belakangi terbentuknya hukum positif.Hal ini dikarenakan sifat dari asas tersebut adalah umumdan abstrak.49

Di dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas-asas hukum perjanjian.Beberapa asas tersebut termasuk kedalam asas-asas hukum perjanjian bagi hasil, yaitu sebagai berikut:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak erat dengan isi, bentuk serta jenis perjanjian.Menurut asas ini, setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yangsudah diatur atau belum diatur dalam Undang-Undang. Asas kebebasan berkontrakdapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi:“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagimereka yang membuatnya”. Jadi dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwamasyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja(tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang

49Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUHPerdata, Banyu Media, Publishing, Malang, 2010, h. 39

(45)

32

membuatnya seperti suatuundang-undang. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikankebebasan kepada para pihak untuk:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian, b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan b. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Kebebasan yang diberikan tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan adapembatasan yang diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata, yaitu bahwa perjanjian yangdibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertibanumum.

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 Ayat (1) KUHPerdata. Asas ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuatsecara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telahmelahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut,segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipunkesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan sematamata.

Asas ini mengandung artibahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (consensus) antarapihak-pihak mengenai pokok perjanjian.Sejak saat itu perjanjian mengikat danmempunyai akibat hukum.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.Asan pacta sunt servanda merupakan asas dalam perjanjian yang

(46)

33

berhubungandengan mengikatnya suatu perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sahberlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Sedangkan pada Pasal 1338 Ayat (2) KUHPerdata ditentukan bahwa:

“persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karenaalasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cakap untuk itu”.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan pasal tersebut diatas, dapat diketahui betapapentingnya hal janji seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalammasyarakat. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata,oleh karena itu Hukum Perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yangberdasarkan atas janji seseorang.Sudah seharusnya jika perjanjan yang disepakati itudihormati, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh para pihak.50 Jadi para pihak haruslahmelaksanakan apa yang telah mereka sepakati bersama, sehingga apabila terjadipelanggaran maka pihak yang lain dapat menuntutnya.

Dengan demikian asas iniakan memberikan kepastian hukum bagi mereka yang mengadakan suatu perjanjian.

4. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik ini berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian.

Bahwaorang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.

Asas inidapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata, yaitu bahwa:“persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad

50Prodjodikoro, Wirjono.Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan Kesebelas, Sumur, Bandung, 2013, h. 7.

(47)

34

baikdibedakan menjadi dua, yaitu itikad baik dalam arti subyektif dan itikad baik dalamarti obyektif. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagaikejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seorang pada waktu diadakanperbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apayang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.

Dengan asas itikad baikmaka akan timbul kepercayaan satu sama lain yang saling mengikatkan diri dalamsuatu perjanjian. Dengan demikian suatu perjanjian telah dilaksanakan dengan asasitikad baik apabila para pihak bersikap jujur serta mengindahkan norma-normakepatutan dan kesusilaan untuk mencapai satu sisi tujuan hukum, yaitu sisi keadilanmencapai kepastian hukum.

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yangditetapkan oleh Undang-Undang begitu pula dengan perjanjian bagi hasil.Perjanjianyang sah diakui dan diberi akibat hukum (legally concluded contract). Menurutketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat sah

perjanjian:

a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian(consensus),

b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity), c. Ada suatu hal tertentu (objek),

d. Ada suatu sebab yang halal (causa).

Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi semua ketentuan yang telah diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut.Pernyataan

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran protein kasar pada sampel bertujuan untuk mengetahui jumlah protein pada pakan dan sampel A (silase sorgum Samurai 2) menunjukkan bahwa protein kasar yang

Staf broker online dapat menyediakan informasi yang saya butuhkan dengan segera.. Layanan online trading mengeksekusi order saya

Gambar 4.18 Laju Kegagalan Cooler 115-C Terhadap Waktu Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa laju kegagalannya adalah decreasing failure rate, di mana

Berdasarkan putusan majelis hakim di Pengadilan Militer (DILMIL) II-09 Bandung Nomor 63-K/PM.II-09/AD/III/2013 Tahun 2013 mengenai dijatuhkannya hukuman pidana mati

Berdasarkan putusan majelis hakim di Pengadilan Militer (DILMIL) II-09 Bandung Nomor 63-K/PM.II-09/AD/III/2013 Tahun 2013 mengenai dijatuhkannya hukuman pidana mati

Our appl ication is a web client app, which means that what a user sees in the browser is not completely generated by the server and sent to the client, but the client has

proses pembelajaran dengan memberikan pertanyaan tentang materi pembelajaran berkaitan potensi sumber daya alam di Indonesia berupa sumber daya hutan, barang tambang, ikan,

Tujuan utama kebijakan fiskal adalah bertanggung jawab atas warga negaranya dari kemiskinan dan krisis ekonomi ,maka dari itu pemerintah membuat progam