• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPONEN KIMIA DAN BIOAKTIF PADA UMBI BENTUL. (Colocasia esculenta (L.) Schott) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL KARYA TULIS ILMIAH OLEH RIZKY MAYANG SARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOMPONEN KIMIA DAN BIOAKTIF PADA UMBI BENTUL. (Colocasia esculenta (L.) Schott) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL KARYA TULIS ILMIAH OLEH RIZKY MAYANG SARI"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPONEN KIMIA DAN BIOAKTIF PADA UMBI BENTUL (Colocasia esculenta (L.) Schott) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

RIZKY MAYANG SARI 13.039

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG

AGUSTUS 2016

(2)

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan kepada

Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan program D-3 bidang Analis Farmasi dan Makanan

OLEH

RIZKY MAYANG SARI 13.039

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG

AGUSTUS 2016

(3)

i ABSTRAK

Sari, Rizky. 2016. Komponen Kimia dan Bioaktif Pada Umbi Bentul (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai Pangan Fungsional. Karya Tulis Ilmiah.

Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

Pembimbing : Ambar Fidyasari, STP., MP.

Kata kunci : komponen bioaktif, komponen kimia, PLA, umbi bentul

Umbi-umbian saat ini mulai banyak dieksplorasi untuk mengetahui komponen penting yang terdapat dalam umbi tersebut. Umbi bentul salah satu umbi yang pemanfaatan belum dieksplorasi secara maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen kimia yang terdapat dalam bentul. Tahapan penelitian ini meliputi Pertama, tahap determinasi untuk mengetahui kebenaran tanaman yang akan digunakan. Kedua, tahap persiapan serta pelaksanaan meliputi proses pembuatan tepung bentul, pengujian mutu kimia atau proksimat tepung meliputi karbohidrat, protein, lemak, kadar abu, kadar air dan serat. Ketiga, ekstraksi tepung untuk mendapatkan senyawa yang diduga PLA dan analisanya dengan menggunakan HPLC. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil komponen kimia protein 3,45%, lemak 0,31%, air 6,07%, abu 2,14%, karbohidrat 88,03%, dan serat 2,87%. Rendemen hasil ekstraksi yaitu 2,9% dan 9,0%.Analisa dari ekstrak tepung terlihat polisakarida dengan adanya DP dan DP5 memiliki total 72,356% dan 87,98% namun belum diketahui jenis gula penyusunnya.

Kesimpulan: umbi bentul mengandung komponen kimia protein 3,45%, lemak 0,31%, kadar air 6,07%, kadar abu 2,14%, karbohidrat 88,03%, dan kadar serat 2,87% serta senyawa bioaktif yang diduga mengandung PLA.

(4)

ii ABSTRACT

Sari, Rizky. 2016. Chemical Components and Bioaktif on Tuber Bentul (Colocasia escullenta (L.) Schott) as a Functional Food. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

Pembimbing : Ambar Fidyasari, STP., MP.

Keywords: chemical components, compounds bioaktif, polysaccharides water soluble, tuber bentul

At that time tubers has been explored to find out important components was found in the bulbs. Bentul is one of the bulbs which is the utilization unexplored with maximally. The aims of this study was to knowin the chemical components was contained in bentul. This study was included First, determination tofind out the truth of the plants that will be used.

Second, preparation and implementation include process of making bentul flour, testing the chemical quality or proksimat of flour was contained carbohydrates, protein,fat, ash levels, water content and fiber. Third, flour extraction to get the compounds which was thought PLA and analysis withusing HPLC. Based on the results of this study was shown that chemical components of protein was 3.45%, fat was 0.31%, water was 6.07%, dust was 2.14%, carbohydrates was 88,03%, and fiber 2.87%. Yield extraction results was 2.9% and 9.0%. Analysis of extract flour there was a polysaccharides DP and DP5 which has a total 72.356% and 87.98%, however that was unknown the types of sugars constituting.

Conclusion: tuber bentul contains chemical components of protein 3.45%, fat 0.31%, moisture content of 6.07%, ash levels of 2.14%, 88,03%, carbohydrates and fiber levels 2.87% and bioaktif compounds suspected of containing PLA

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Identifikasi Senyawa Bioaktif Polisakarida Larut Air (PLA) Tepung Bentul (Colocasia esculenta (L.) Schott” ini tepat pada waktunya.

Tujuan penulis Karya Tulis Ilmiah ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan D-3 di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Ibu Dra. Wigang Soelandjari, M.Si., selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

2. Ibu Ambar Fidyasari, STP., MP. selaku Dosen Pembimbing.

3. Ibu Nela Agustin, STP. MP., selaku Dosen penguji 4. Dr. Sentot Joko Raharjo, M.Si. selaku Dosen penguji.

5. PT. Sasa Inti, Probolinggo yang telah membantu proses analisa.

6. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang beserta staf.

7. Orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan secara spiritual maupun materil serta restunya dalam menuntut ilmu.

8. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung/ tak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, saran-saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat.

Malang, Agustus 2016

Penulis

(6)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah ... 4

1.4.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

1.4.2 Keterbatasan Masalah ... 4

1.5 Definisi Istilah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Umbi bentul ... 5

2.2 Bioaktif Umbi Bentul ... 8

2.3 Kandungan Kimia Umbi Bentul (Colocasia esculenta (L.) Schott) ... 10

2.4 Ekstraksi PLA ... 11

2.5 HPLC ... 13

(7)

v

2.6 Kerangka Teori ... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 18

3.1 Rancangan Penelitian ... 18

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian... 18

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 18

3.3.2 Waktu Penelitian ... 19

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 19

3.5 Pengumpulan Data... 19

3.5.1 Alat ... 19

3.5.2 Bahan ... 20

3.5.3 Pembuatan tepung ... 20

3.5.4 Pengujian komposisi kimia tepung bentul... 20

3.5.5 Proses Ekstraksi ... 24

3.5.6 Analisa PLA ... 25

3.6 Diagram Alir ... 25

3.7 Analisa Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil Determinasi Tanaman Bentul... 29

4.2 Hasil Tepung Bentul ... 29

4.3 Hasil Analisa Proksimat Tepung Bentul ... 30

4.4 Hasil Ekstraksi Tepung Bentul ... 33

4.5 Hasil Analisa Ekstrak ... 34

(8)

vi

BAB V PENUTUP ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 43

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 19

Tabel 4.1 Parameter hasil pengujian tepung bentul ... 30

Tabel 4.2 Hasil rendemen 1 ... 34

Tabel 4.3 Hasil Analisa HPLC ... 35

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Umbi bentul ... 5 Gambar 2.2 Rangkaian Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 14

(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Bentul ... 43 Lampiran 2. Proses pembuatan tepung ... 44 Lampiran 3. Proses ekstraksi ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4. Hasil Analisa Proksimat Tepung Bentul ... 47 Lampiran 5. Hasil Analisa Gula Sampel 1 ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 6. Hasil Analisa Sampel 2 ... 48 Lampiran 7. Perhitungan rendemen ... 50

(12)

x

DAFTAR SINGKATAN

DP : Degress of Polymer

HPLC : High Performance Liquid Chromatography PLA : Polisakarida Larut Air

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bentul merupakan salah satu jenis umbi yang telah banyak dikenal oleh masyarakat. Masyarakat mengenal bentul dengan nama keladi. Bentul tersebar hampir diseluruh Indonesia dan produksi bentul semakin mengalami kenaikan.

Menurut (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2013 dalam Nurbaya., dkk, 2013) menyatakan bahwa pada tahun 2011 melalui pelaksanaan kegiatan area pangan alternatif, jumlah produktivitas bentul dari beberapa daerah adalah 661 kwintal/hektar. Melihat dari jumlah produktivitasnya tampak bahwa produksi umbi ini cukup melimpah. Namun, pemanfaatan dari bentul belum dieksplorasi secara maksimal. Pemanfaatan bentul dalam masyarakat hanya sebatas digoreng atau dikukus. Masyarakat belum banyak mengetahui tentang keunggulan dari bentul yang memiliki senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional.

Saat ini, umbi yang telah dieksplor senyawa bioaktifnya adalah kelompok Dioscorea.Harijono., dkk (2012) menyatakan bahwa hal yang menarik dari kelompok dioscorea adalah selain komponen yang berperan dalam bahan pangan adalah mengandung senyawa bioaktif atau senyawa fungsional. Hasil penelitian yang telah ada dari keluarga Dioscorea yang lain Dioscorea alata, Dioscorea batatas, Dioscorea bulbifera, Dioscorea opposita menunjukkan bahwa keluarga Dioscorea mengandung senyawa bioaktif berupa dioscorin (Hou et all., 2001; Liu

(14)

et al., 2007; Chan et al., 2006 dalam Harijono dkk, 2012), diosgenin (Chou et all., 2006; Braun, 2008; Yang dan Lin, 2008 dalam Harijono dkk, 2012), dan polisakarida larut air (PLA) (Liu dan Lin et al., 2009 dalam Harijono dkk, 2012).

Polisakarida Larut Air (PLA) merupakan serat pangan larut air yang didefinisikansebagai komponen dalam tanaman yang tidak terdegradasi secara enzimatis menjadi sub unit-sub unit yang dapat diserap dilambung dan usus halus.

PLA biasa juga disebut hidrokoloid, dewasa ini PLA banyak sekali dimanfaatkan dalam industri makanan guna mencapai kualitas yang diharapkan, dalam hal viskositas, stabilitas, tekstur, dan penampilan (M.C. Jarvis and J.L. Man, 2000 dalam Prabowo., dkk, 2014). Herlina., dkk (2014) PLA merupakan serat pangan larut air bersifat hidrokoloid. Bahan yang bersifat hidrokoloid banyak digunakan oleh industri pangan sebagai bahan tambahan makanan (food aditive) yang berfungsi sebagai bahan pengikat air (water binding), pengental (thickener), suspending agent, stabilizer, meningkatkan “mouth feel” dari berbagai macambahan pangan, serta mempunyai potensi bioaktif sebagai penurun kadar kolesterol darah (hipokolesterolemik) dan memperbaiki profil lipid (hipolipidemik).

Namun demikian, saat ini belum banyak umbi-umbian yang belum dieksplorasi. Selain eksplorasi dari umbi-umbian tersebut, perlu juga untuk diidentifikasi kandungan komponen kimia dan bioaktifnya untuk mengetahui komponen kimia dan bioaktif dari setiap umbi. Komponen kimia yang telah diketahui dapat digunakan sebagai acuan pembuatan pangan fungsional dengan memanfaatkan umbi sebagai bahan dasar.Pangan fungsional adalah suatu pangan

(15)

3

tidak hanya dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, namun juga memiliki efek yang dapat mengobati penyakit.

Melihat data diatas mengenai keluarga dari Dioscorea beserta senyawa aktif didalamnya maka perlunya mengeksplorasi lebih dalam keluarga dari Colocasia. Sedangkan untuk bentul belum ada penelitian mengenai senyawa bioaktif yang ada didalamnya. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa bioaktif yang terdapat dalam bentul dan kadar yang dimiliki.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Berapa komponen kimia yang meliputi karbohidrat, lemak, protein, kadar air, kadar abu dan serat yang terdapat dari umbi bentul?

2. Apakah ada komponen bioaktif dari umbi bentul?

1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui jumlah dari komponen kimia yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, kadar air, kadar abu, dan serat.

2. Untuk mengetahui komponen bioaktif pada umbi bentul.

(16)

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah

1.4.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi proses pembuatan tepung, pengujian kimia yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, kadar air, kadar abu dan serat serta preparasi sampel untuk ekstraksi. Pengujian dari hasil ekstrak dianalisa menggunakan HPLC.

1.4.2 Keterbatasan Masalah

Tidak dilakukan pengujian senyawa bioaktif lain seperti dioscorin dan diosgenin didalam umbi.

1.5 Definisi Istilah

Untuk menghindari adanya kurang pemahaman dan salah penafsiran antara peneliti dan pembaca maka diperlukan definisi istilah sebagai berikut:

1. Umbi Bentul : Salah satu umbi yang memiliki bentuk silinder memiliki warna coklat dengan umbi berwarna putih. Batang dari bentul biasanya dapat digunakan untuk sayur.

2. Ekstraksi : Salah satu metode untuk mengambil suatu senyawa didalam tanaman dengan menggunakan pelarut untuk mendapatkan hasil ekstrak.

3. PLA : Polisakarida Larut Air termasuk dalam serat larut air yang merupakan golongan dari karbohidrat yang tersusun dari monosakarida yang memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan.

(17)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umbi bentul

Bentul merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam keluarga Araceae, berikut ini merupakan taksonomi dari bentul adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermotophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Colocasia

Spesies : Colocasia esculenta (L.) Schott.

Nama daerah : Ubi talas (Sunda), bentul (Jawa). (MMB, 2016)

Gambar 2.1 Umbi bentul (dokumentasi pribadi)

(18)

Habibat dari umbi bentul adalah semak dengan ketinggian sekitar 1-1,5 m.

Bentul memiliki batang semu, silindris dan terdapat batang di dalam tanah berbentuk umbi yang lunak dan berwarna coklat muda. Daunnya tunggal, lonjong, tepi rata, ujung yang runcing, pangkal berlekuk dengan panjang 40-60 cm dan lebar 20-30 cm.

Tangkainya berbenuk silindris dengan panjang 50-75 cm berwarna hijau yang tulangnya menyirip serta permukaan halus. Terdapat bunga yang tunggal berada diketiak daun dengan kelopak lonjong berwarna putih. Benang sari dan putih berbentuk gada yang panjangnya 4-7 cm berwarna kuning dengan tangkai silindris 20-30 cm. Memiliki mahkota lonjong yang hanya 1 helai dan berwarna putih. Buahnya buni, bulat dan kuning. Terdapat biji pula yang berbentuk bulat kecil, beralur, berwarna hijau. Akarnya berserabut dan berwarna putih kecoklatan.

(Materia Medika Batu, 2016)

Memiliki daun berbentuk jantung dan tumbuh tinggi 1-2 meter. Umbi yang dapat dipanen 8-12 bulan setelah tanam. Bentul memiliki keterbatasan sekitar dua minggu penyimpanan pasca panen. Rentan terhadap hama dan penyakit, ulat dan tungau. Umumnya tumbuh terbaik dalam basah, lembab lingkungan hidup. Varietas tidak mentolerir kekeringan. Biasanya tumbuh dalam kondisi lahan basah kondisi di daerah dataran tinggi dengan curah hujan yang lebih dari 2000mm/tahun tetapi dapat mentolerir curah hujan rendah jika didistribusikan dengan baik sepanjang musim tanam. Produksi lebih tinggi bila terkena sinar matahari langsung dalam tahap-tahap pertumbuhan. Hal ini dapat tumbuh dalam berpasi atau tanah liat tetapi lebih sedikit asam tumbuh kondisi (pH 5,5-6,5) dan tidak bersaing baik dengan gulma selama pembentukan.

(19)

7

Bentul telah dikenal secara luas oleh hampir seluruh masyarakat. Tidak hanya dikenal di Indonesia, namun juga dikenal di berbagai negara. Terkenal dengan nama bentul di Indonesia, di negara lain seperti Inggris sering disebut dengan taro, old cocoyam, dashen, dan eddoe. Kebanyakan dari beberapa nama sebutan tersebut, sering ditemukan menggunakan taro atau cocoyam.

Bentul memiliki jenis yang beragam dan warna daging umbinya yang berwarna putih kekuningan dan berwarna ungu. Kota Malang khususnya daerah Tumpang dikenal memiliki bentul dengan tekstur yang pulen dan rasa yang enak.

Namun masa simpan dari bentul yang relatif cepat perlu adanya pengolahan untuk dapat memperlama waktu simpan. Menurut Kusumo et al. (2002) dalam Nurbayaet al. (2013) menyatakan bahwa kandungan pati bentul cukup tinggi yaitu sekitar 70-80% sehingga dapat digunakan untuk tepung.

Saat ini telah banyak ditemukan produk dari bentul. Bentul yang dapat dijadikan tepung dapat digunakan menjadi produk kue seperti cookies. Selain itu bentul juga dapat diolah menjadi berbagai makanan ringan seperti, kripik bentul, stik bentul, brownies, donat, dan ice cream bentul. Tidak hanya dapat dikonsumsi manusia saja tetapi bentul ini juga dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Selain umbinya yang dimanfaatkan bagian lain dari tanaman bentul juga dapat dimanfaatkan, salah satunya adalah daun. Daun talas merupakan salah satu sumber yang baik yang mengandung protein. Tidak hanya protein saja tetapi juga terdapat kandungan bermanfaat lainnya seperti vitamin dan mineral, terdapat juga karoten, kalium, kalsium, fosfor, fiber, besi, riboflavin.

(20)

2.2 Bioaktif Umbi Bentul

Senyawa bioaktif adalah suatu senyawa yang menghasilkan aktivitas biologis pada tubuh. Colegate, S.M, et al. (2000) dalam Sumunar., dkk (2015) menyatakan senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan melalui serangkaian reaksi metabolisme sekunder. Metabolit sekunder disintesis terutama dari metabolit-metabolit primer seperti asam amino, asetil Co- A, asam mevalonat dan zat antara dari jalur shikimat. Pada dasarnya tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik, steroid, dan flavonoid dengan jumlah yang sangat bervariasi.

Polisakarida merupakan zat bioaktif penting dengan beberapa fungsi fisiologis, seperti, pertumbuhan sel kekebalan tubuh mengatur dan penuaan (Jin dan Xu (2002) dalam Tanet al, (2011). Polisakarida bisa secara luas digunakan dalam pengobatan , produk kesehatan , bahan dan makanan fungsional.

Polisakarida adalah senyawa karbohidrat kompleks. Bila dihidrolisis, polisakarida akan menghasilkan banyak unit monosakarida. Polisakarida terdiri atas dua jenis yaitu homopolisakarida (mengandung hanya satu jenis unit monomer) dan heteropolisakarida (mengandung dua atau lebih jenis unit monosakarida yang berbeda). Polisakarida biasanya tidak berasa, tidak larut dalam air, dan memiliki berat molekul yang tinggi. Contoh homopolisakarida adalah pati yang hanya mengandung unit-unit D-glukosa, sedangkan asam hialuronat pada jaringan pengikat mengandung residu dari dua jenis unit gula secara berganti-ganti merupakan contoh dari heteropolisakarida (Zulfikar, 2009 dalam Sumunar et al. 2015).

(21)

9

Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk kristal, tidak memiliki rasa manis dan tidak memiliki sifat mereduksi.

Berat molekul polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid.

Beberapa polisakarida yang penting diantaranya adalah amilum, glikogen, dekstrin, dan selulose (Sari, 2011).

PLA merupakan serat pangan larut air yang didefinisikan sebagai komponen dalam tanaman yang tidak terdegradasi secara enzimatis menjadi sub unit-sub unit yang dapat diserap di lambung dan usus halus. PLA biasanya juga disebut hidrokoloid, dewasa ini banyak sekali dimanfaatkan dalam industri makanan, guna mencapai kualitas yang diharapkan dalam hal viscositas, stabilitas, tekstur, dan penampilan. Kandungan makromolekul yang terdiri dari polisakarida kompleks dan struktur molekulnya berantai cabang molekul polisakarida yang membentuk PLA adalah hasil kondensasi dari monosakarida (pentosa dan heksosa) dan asam organik yang terbentuk dari gula-gula reduksi. Jika PLA dihidrolisis akan menghasikan bermacam macam monosakarida antara lain rhamonosa, fruktosa (metil pentosa), arabinosa, D-glukosa, D-mannosa, D- galaktosa, asam D-galakturonat atau asam D-glikoronat (Tensiska, 2008 dalam Saputro et al. 2015).

Menurut Herlina., dkk (2014) PLA merupakan serat pangan larut air bersifat hidrokoloid. Bahan yang bersifat hidrokoloid banyak digunakan oleh industri pangan sebagai bahan tambahan makanan (food aditive) yang berfungsi sebagai bahan pengikat air (water binding), pengental (thickener), suspending agent, stabilizer, meningkatkan “mouth feel” dari berbagai macam bahan pangan,

(22)

serta mempunyai potensi bioaktif sebagai penurun kadar kolesterol darah (hipokolesterolemik) dan memperbaiki profil lipid (hipolipidemik).

2.3 Kandungan Kimia Umbi Bentul (Colocasia esculenta (L.) Schott)

Soudy ID (2010) dalam Alcantara (2013) menyatakan taro merupakan sumber yang baik dari Tiamin, Riboflavin, besi, fosfor dan seng dan sumber yang sangat baik vitamin B6, vitamin C, niasin, kalium, tembaga dan mangan. Taro juga mengandung jumlah vitamin B-kompleks yang lebih besar daripada susu.

Selain itu menurut Ndabikunze et al. (2011) dalam Adejumo., dkk (2013) terdapat mineral yang paling berlimpah di Colocasia esculenta adalah kalium, fosfor, magnesium dan kalsium.

Umbi talas memiliki keunggulan yaitu kemudahan patinya untuk dicerna.

Hal ini disebabkan talas memiliki ukuran granula pati yang sangat kecil yaitu 1 – 4 µm. Ukuran granula pati yangkecil dapat bermanfaat mengatasi masalah pencernaan (Setyowati dkk, 2007 dalam Nurbaya dkk, 2013). Niba (2003) dalam Eleazu., dkk (2013) disebutkan pula bahwa pati pada taro mudah dicerna dan dikenal mengandung sejumlah besar protein, vitamin C, Tiamin, Riboflavin, dan niasin dan sejumlah besar serat.

Hasil studi yang dilakukan oleh (Abdulrashid et al, 2009 dalam Adejumo et al, 2013) mengungkapkan bahwa makan taro berisi 7,87%protein kasar, 31%

bahan kering, 4,75% serat kasar, dan 3214,91 Kcal/kg metabolis energi pada dasar bahan kering. Hasil analisis proksimat dilakukan pada Colocasia esculenta oleh (Ogunlakin et al, 2012 dalam Adejumo et al, 2013) menunjukkan bahwa Colocasia esculenta berisi 89,53-90,57% bahan kering, 4,93-5,17% protein kasar,

(23)

11

0,50-0,57 % eter ekstrak, 2,70-2,97% serat kasar, 78,7-79,0% karbohidrat dan 2,47-2,87% kandungan abu secara bahan kering.

2.4 Ekstraksi PLA

Ekstraksi PLA umbi gembili dilakukan dengan menggunakan akuades (PLAc) dan dengan proses deproteinasi menggunakan enzim protease dari Aspergillus oryzae (PLAd). Pada metode ekstraksi PLAc, umbi gembili dikupas, diblender dengan perbandingan bahan: akuades 1:3 (b/v) dan didapatkan bubur umbi dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang dihasilkan disentrifugasi 4500 rpm selama 20 menit, supernatan yang diperoleh dipresipitasi dengan etanol 97 % (supernatan : etanol = 1:4), PLAc yang menggumpal dikeringkan pada suhu 50oC selama 18 jam.

Ekstraksi PLAd metode ekstraksinya sama dengan ekstraksi PLAc, namun supernatan hasil sentrifugasi dilakukan penambahan enzim protease Aspergillus oryzae 0,05 % , pH supernatan diatur pH 7,5 dan diinkubasi selama 3 jam pada 370C. Hasil inkubasi dipanaskan 100oC selama 10 menit. Sentrifugasi 4500 rpm selama 20 menit, supernatan yang diperoleh dipresipitasi dengan etanol 97 % (supernatan : etanol = 1:4). PLAd yang menggumpal dikeringkan pada suhu 50o C selama 18 jam (Herlina., dkk, 2013).

Umbi gembili yang telah melalui proses persiapan di-blender dengan perbandingan antara umbi dan air (1:3) selama 1 menit. Setelah itu disaring menggunakan kain saring. Filtrat yang diperoleh disentrifusa dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit. Subnatan berupa endapan diambil dan dikeringkan, kemudian dianalisis meliputi kadar amilosa, gula pereduksi, total gula, dan serat

(24)

kasar. Supernatan hasil sentrifugasi kemudian dipresipitasi menggunakan alkohol.

Presipitat yang diperoleh diambil dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam dalam pengering kabinet, kemudian dilanjutkan dengan proses penumbukan sehingga dihasilkan PLA dalam bentuk bubuk (Harijono., dkk, 2010).

Ekstraksi polisakarida larut dalam kulit jeruk menurut Tan, et al (2011).

Kulit jeruk kering digiling dengan mesin blender. Serbuk kulit jeruk ditimbang secara akurat dengan penambahan air suling sebagai pelarut. Menggunakan ekstraksi yang berbeda rasio padat, suhu, waktu dan pH. Setelah ekstraksi, hasil ekstrak disaring dengan menggunakan corong Buchner vakum. Kemudian volume 3 kali alkohol anhidrat ditambahkan ke filtrat dan polisakarida larut keluar dalam bentuk flok curah hujan yang disentrifuge pada 4000 rpm selama 15 menit pada sentrifuge kecepatan tinggi. Polisakarida kasar masih berisi kotoran protein, kotoran tersebut dihilangkan dengan menggunakan reagen Sevage dan polisakarida murni diperoleh setelah pengangkatan diulang. Pencucian dengan etanol anhidrat dan aseton, sedimen akhirnya dikeringkan dalam oven di 800C semalam.

Menurut Harijono dkk, (2012) ekstraksi polisakarida dilakukan dengan tiga cara berbeda, yaitu dengan air, air ditambah papain, dan air ditambah inokulum ragi tempe (Harijono et al, 2009). Preparasi sampai penghancuran bahan dilakukan dengan cara sama. Umbi gembili segar dikupas dan diblansing dengan uap air panas, ditambah air dan dihancurkan dengan blender hingga menjadi bubur. Selanjutnya, bubur umbi disaring dengan kain kasa dan filtratnya diambil untuk percobaan. Filtrat ditambah papain dan diinkubasikan untuk perlakuan ekstraksi menggunakan papain, sedangkan ekstraksi menggunakan ragi

(25)

13

tempe adalah filtrat diberi ragi tempe dan diinkubasikan. Inkubasi dilakukan pada suhu 350C selama 12 jam. Filtrat tanpa perlakuan adalah perlakuan ekstraksi dengan air. Setelah itu, dilakukan pemisahan pati dan penggumpalan PLA.

Gumpalan PLA basah dipisahkan dan dikeringkan, selanjutnya digiling sehingga diperoleh ekstrak PLA bubuk kering.

2.5 HPLC

Kromatografi merupakan sebuah metode untuk memisahkan suatu senyawa yang melibatkan fasa diam dan fasa gerak. Suatu metode fisik untuk pemisahan yang didasarkan atas perbedaan afinitas senyawa-senyawa yang sedang dianalisis terhadap dua fasa yaitu fasa stasioner atau fasa diam dan fasa mobil atau fasa gerak. Jadi campuran senyawa mengalami absorbsi dan desorpsi oleh fasa diam secara berurutan sehingga secara berurutan fasa gerak juga akan melarutkan senyawa tersebut dan proses pemisahan akan terjadi. Fasa diam yang digunakan berupa zat padat bisa juga bisa zat cair. Sedangkan fasa gas untuk kromatografi gas bida juga cair yang biasanya digunakan KLT dan KCKT.

Proses kromatografi bisa diartikan sebagai teknik pemisahan yang melibatkan transfer masa antara fase diam dan fase gerak. KCKT menggunakan fase gerak berupa cairan untuk memisahkan komponen suatu campuran, sedangkan fase diamnya dapat berupa cair atau padat. Pertama-tama, suatu campuran dilarutkan dulu dalam pelarut, lalu didorong untuk mengalir melalui kolom kromatografi pada tekanan tinggi. Dalam kolom tersebut, campuran terpisah menjadi komponennya. Jumlah resolusinya tergantung pada interaksi antara komponen larutan dan fase diam. Fase diam adalah material tidak bergerak

(26)

yang dikumpulkan dalam kolom. Interaksi antara larutan dengan fase gerak dan fase diam bisa dimanipulasi dengan pemilihan pelarut dan fase diam. KCKT dapat memberikan hasil dengan kemurnian tinggi yang bisa digunakan untuk analisa lain, dan hasil akhirnya dalam campuran kimia mudah dipisahkan (Anonim, 2003 dalam Saputri, 2013).

Gambar 2.2 Rangkaian Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ardianingsih, 2009)

a. Reservoir pelarut

Tempat pelarut harus memungkinkan untuk proses menghilangkan gas atau udara yang ada dalam pelarut. Gas dalam pelarut harus dihilangkan karena gelembung gas akan menghambat aliran pelarut dan mengganggu kromatogram yang dihasilkan (pergeseran garis dasar).

b. Pompa

Pompa digunakan untuk mengalirkan pelarut dengan kecepatan dan tekanan yang tetap. Tekanan kolom tergantung panjang kolom dan ukuran partikelnya.

Pompa yang baik dapat mengatur kecepatan aliran 10-20 µL/menit. Gangguan pada pompa bisa disebabkan oleh pelarut yang tidak disaring dengan baik.

c. Injector

(27)

15

Tempat memasukkan sampel sehingga sampel dapat didistribusikan masuk ke dalam kolom.

d. Kolom

Berfungsi untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam sampel. Keterpaduan antara kolom dan eluent bisa memberikan hasil maksimal. Ukuran kolom yang umum dipakai adalah dengan panjang 10 - 25 cm dan berdiameter 4,5 – 5 mm yang diisi fase diam berukuran rata-rata 5 – 10 µm dan dibuat dari logam stainless steel.

e. Detektor

Detektor berfungsi untuk mendeteksi suatu zat. Detektor harus mempunyai sensitifitas tinggi, linear untuk jangka konsentrasi tertentu dan dapat mendeteksi eluent tanpa mempengaruhi kromatogram. Ada bermacam-macam detektor, diantaranya yaitu detektor ultraviolet, fluoresensi, konduktivitas, indeks refraksi dan flame ionization detector.

f. Recorder, yaitu alat yang berfungsi untuk merekam dan mengolah data yang masuk.

(Adnan, 1997)

Prinsip dari HPLC adalah dinamika dan migrasi dengan menggunakan dua fasa. HPLC biasanya digunakan untuk senyawa untuk yang berberat molekul tinggi dan tidak menguap, dimana penyerapan semakin baik jika molekul berada pada bentuk terkecil sehingga pemisahan pun juga akan semakin baik. Setelah pemisahan ini, selanjutnya diidentifikasikan secara kualitatif dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut secara kuantitatif. Ada beberapa keuntungan yang dari penggunaan analisis HPLC, yaitu, senyawa yang

(28)

dianalis dapat berupa senyawa organik, hasil analisisnya akurat, bisa dilakukan pemisahan sesuai dengan keinginan karena kolom yang digunakan berbeda, dapat mendeteksi beberapa senyawa dalam suatu larutan.

2.6 Kerangka Teori

Umbi bentul merupakan salah satu umbi yang telah banyak dikenal. Tidak hanya masyarakat Indonesia yang telah mengenal bentul namun bentul juga terkenal di kawasan Asia. Kawasan Asia menebut bentul dengan nama taro.

Biasanya bentul ini ditanam oleh petani kecil di daerah Nigeria serta Afrika. Oleh masyarakat Asia bentul sering dikonsumsi sebagai makanan pokok.

Pengolahan dalam mengkonsumsi bentul hanya diproses dengan cara tradisional yaitu pengukusan dan penggorengan. Namun saat ini dapat ditemui produk olahan dari bentul yang semakin bervariasi seperti donat bentul, brownies bentul, stik bentul dan cookies bentul. Masyarakat semakin mengetahui manfaat dari bentul sehingga semakin bervariasi dalam pengolahan bentul.

Bentul memiliki kandungan yang kompleks mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin hingga mineral terkandung didalam bentul. Bentul memiliki lendir yang terdapat di umbinya. Lendir tersebut mengandung glikoprotein. Polisakarida Larut Air (PLA) memiliki ikatan yang sangat kuat terhadap protein. Pemisahan Polisakarida Larut Air (PLA) dengan protein perlu dilakukan untuk mendapatkan PLA murni.

Ekstraksi merupakan suatu langkah untuk mendapatkan PLA murni.

Sebelum mendapatkan PLA yang murni perlu dilakukan deproteinase yang bertujuan memutus ikatan antara Polisakarida dengan protein yang memiliki

(29)

17

ikatan sangat kuat. Ekstraksi yang dilakukan terdapat 3 metode yaitu, secara fisika, kimia, dan proses fermentasi.

Polisakarida Larut Air (PLA) merupakan komponen serat pangan yang memiliki sifat kental. Sering disebut dengan hidrokoloid karena memiliki manfaat dalam industri makanan untuk mendapatkan kualitas yang baik dalam kestabilan, viskositas, dan tekstur. Polisakarida Larut Air (PLA) jika dihidrolisis akan menghasilkan banyak unit monosakarida seperti fruktosa, arabinosa, D-glukosa, dan D-galaktosa.

Pada bentul terdapat komponen kimia dan sejumlah komponen bioaktif yang memiliki efek fisiologis bagi tubuh. Dengan adanya komponen tersebut bentul dapat dijadikan sebagai bahan baku dan bahan dasar dalam pembuatan pangan fungsional. Pangan fungsional dapat dijadikan sebagai alternatif camilan sehat bagi penderita penyakit degeneratif.

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah deksriptif dengan tujuan untuk mengidentifikasi komponen kimia dan bioaktif pada umbi bentul (Colocasia Esculenta L Schott) sebagai pangan fungsional. Tahap penelitian meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Tahap awal yang perlu dilakukan adalah menentukan metode pembuatan, merancang prosedur beserta alat dan bahan.

Tahap pelaksanaan meliputi proses pembuatan tepung dilanjutkan dengan ekstraksi umbi bentul untuk mendapatkan ekstrak tepung yang akan dilakukan pengujian. Tahap akhir berupa analisis data dari hasi yang telah didapat yaitu identifikasi dengan menggunakan instrumen.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah umbi bentul, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ekstrak dari umbi bentul yang diduga mengandung Polisakarida Larut Air yang di identifikasi dengan menggunakan HPLC.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian

Pembuatan tepung dilakukan di Materia Medika Batu dan ekstraksi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Instrumen Akademi

(31)

19

Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Analisa PLA dilakukan di PT. Sasa Inti Probolinggo.

3.3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari penyusunan proposal dimulai dari bulan Desember 2015 hingga Juni 2016.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak tepung umbi bentul. Variabel terikat adalah komponen kimia dan senyawa bioaktif.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Alat

Ukur Skala

Ekstrak Tepung umbi bentul

Pengambilan suatu senyawa bioaktif pada

umbi bentul

Indera Rasional

Komponen kimia tepung umbi bentul

Menganalisa secara kuantitatif komponen makronutrien dan mikronutrien dari tepung umbi bentul

Nominal

Penentuan komponen bioaktif

Analisa secara kualitatif senyawa bioaktif yang diduga

sebagai PLA

HPLC Nominal

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam peneitian ini dilakukan melalui langkah kerja sebagai berikut :

3.5.1 Alat

(32)

Alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, vortex, saringan, oven, sentrifuse merk Hettich EBA 8 dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

3.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bentul yang diperoleh dari Pasar Besar Malang. Bahan lainnya aquades, tawas, dan etanol.

3.5.3 Pembuatan tepung

1. Dikupas bentul kemudian dicucinya hingga bersih.

2. Diiris tipis dengan ukuran 1-2 mm menggunakan mesin.

3. Direndam irisan bentul dengan menggunakan 25% NaCl selama 1 jam.

4. Dikeringkan dengan oven suhu 60 0C selama 5 jam.

5. Dihaluskan dengan menggunakan mesin giling.

6. Dikemas dan ditimbang.

3.5.4 Pengujian komposisi kimia tepung bentul

1. Pengujian Serat Kasar By Difference SNI 01-2891 – 1992

- Ditimbang dengan seksama 2-4 gram cuplikan, bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi dengan cara soxlet atau dengan cara mengaduk,mengenaptuangkan contoh dalam pelarut organic sebanyak 3 kali. Keringkan contoh dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL.

- Ditambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25 %, kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak.

- Ditambahkan 50 mL NaOH 3,25 % dan didihkan lagi selama 30 menit.

(33)

21

- Dalam keadaan panas saring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman 54, 41, atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

- Dicuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25 % panas, air panas dan etanol 96 %.

- Diangkat kertas saring beserta isinya, masukkan kedalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya, keringkan pada suhu 105°C dinginkan dan timbang sampai bobot tetap.

- Bila ternyata serat kasar lebih besar 1%, abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai bobot tetap.

Berat residu = berat serat kasar

% 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 =𝑊𝑖 − 𝑊𝑜

𝑊𝑠 𝑥 100%

Wo : berat kertas saring

Wi : berat kertas saring + residu setelah dikeringkan Ws : berat contoh

2. Pengujian Protein Metode Makro Kjeldahl (AOAC, 1970)

- Ditimbang 1 gram bahan yang telah dihaluskan dan dimasukkan ke dlaam labu Kjeldahl.

- Ditambahkn 7,5 gram K2S2O4 dan 0,35 gram HgO (Awas : zat ini beracun) dan akhirnya tambahkan 15 mL H2SO4(p).

(34)

- Semua bahan dipanaskan dalam labu Kjeldahl dalam almari asam sampai berhenti berasap. Pemanasan diteruskan dengan api besar sampai mendidih dan cairan menjadi jernih. Pemanasan diteruskan lebih kurang satu jam. Alat pemanas dimatikan dan dibiarkan bahan menjadi dingin.

- Ditambahkan 100 mL akuades dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn.

- Ditambahkan 15 mL larutan K2S 4% (dalam air) dan ditambahkan perlahan-lahan larutan NaOH 50% sebanyak 5 mL yang sudah didinginkan dalam almari es. Dipasang labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi.

- Dipanaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan tercampur, kemudian dipanaskan dengan cepat sampai mendidih.

- Distilat ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 mL larutan standar HCl 0,1 N dan 5 tetes indicator metal merah. Lakukan distilasi sampai distilat yang tertampung sebanyak 75 mL.Distilat yang diperoleh dititrasi dengan standar NaOH 0,1 N sampai warna kuning.

- Dibuat larutan blanko dengan mengganti bahan dengan akuades, lakukan destruksi, distilasi, dan titrasi seperti pada bahan sampel.

Perhitungan % N:

% N = (ml NaOH blanko − mL NaOH blanko)

g contoh x 1000 x 100 x 14,008

% protein = % N x faktor

(35)

23

3. Pengujian Lemak dengan Metode Soxhlet (Woodman, 1941)

- Ditimbang 2 gram bahan yang telah dihaluskan (sebaiknya yang kering dan lewat 40 mesh).

- Dicampur dengan pasir yang telah dipijarkan sebanyak 8 gram dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet dalam Thimble.

- Dialirkan air pendingin melalui kondensor.

- Dipasang tabung ekstraksi pada alat destilasi Soxhlet dengan pelarut petroleum eter secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan pelarut yang sama.

- Petroleum eter yang telah mengandung ekstrak lemak dipindahkan ke dalam botol timbang yang bersih dan diketahui beratnya kemudian diuapkan dengan penangas air sampai agak pekat. Teruskan pengeringan dalam oven 1000 C sampai berat konstan.

- Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak.

4. Pengujian Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

- Ditimbang dengan seksama 2-3 gram contoh ke dalam sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya.

- Diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pinyu tanur dibuka sedikit agar oksigen bias masuk).

- Didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang sampai bobot tetap.

Perhitungan :

Kadar abu = w1 − w2

w x 100%

(36)

Dimana :

w : bobot sampel sebelum diabukan (g)

w1 : bobot sampel + cawan sesudah diabukan (g)

w2 : bobot sampel kosong (g)

5. Pengujian Kadar Air Metode Gravimetri (AOAC, 1970)

- Sampel ditimbang sebanyak 2-5 gram pada cawan porselin yang telah diketahui beratnya.

- Cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 3- 4 jam pada suhu 100-105 °C atau sampai beratnya menjadi konstan.

- Sampel kemudian dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator dan segera ditimbang setelah mencapai suhu kamar.

- Dimasukkan kembali bahan tersebut ke dalam oven sampai tercapai berat yang konstan (selisih antara penimbangan berturut-turut 0,0002 gram)

- Kehilangan berat tersebut dihitung sebagai presentase kadar air dan dihitung dengan rumus :

Kadarair = berat awal − berat akhir

berat sampel x 100%

3.5.5 Proses Ekstraksi

1. Ditimbang 6 gram bentul, kemudian tambahkan 600 mL dengan suhu 75%.

2. Ditambahkan 0,1% Al2SO4.

(37)

25

3. Dilakukan pengadukan selama 1 jam.

4. Disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.

5. Diambil supernatan kemudian lakukan prespitasi dengan etanol 96%

dengan rasio 1:1 (v/v) selama 24jam.

6. Didapatkan Polisakarida Larut Air basah sehingga harus dioven dengan suhu 500C selama 18 jam.

7. Dihitung rendemen 3.5.6 Analisa PLA

1. Ditambah dengan air sebanyak 50 mL pada hasil ekstraksi.

2. Dipanaskan dengan suhu 850C selama 15 menit.

3. Disentrifuge dengan kecepatan 20.000 rpm selama 5 menit.

4. Disaring dengan menggunakan kertas saring nilon 0,45µ.

5. Diinjeksikan ke HPLC.

3.6 Diagram Alir

Diagram alir pembuatan tepung (modifikasi dari Saputri, 2013)

Umbi bentul Pencucian dan pengupasan

Pengirisan (tebal 1-2 mm)

Penghalusan

Pengeringan dengan oven (60oC, 5 jam)

Tepung umbi bentul

(38)

10 g tepung bentul

Penambahan 1000 ml aquadest suhu 60-70oC Penambahan 0,1% Al2SO4

Pengadukan selama 1 jam

Tanpa pemanasan kembali (suhu tidak stabil)

Sentrifugasi (10’, 3000 rpm) endapan

supernatan

Presipitasi dengan etanol 96% (24 jam) 1:1

Supernatan : etanol = 1 : 1

Pengeringan dengan oven (50oC, 18 jam) Polisakarida Larut Air Basah

Polisakarida Larut Air Kering Analisa rendemen

(39)

27

Diagram Alir EkstraksI PLA (Modifikasi dari Ohashi et al., 1991 dalam Saputri., 2013) 10 g tepung bentul

Penambahan 1000 ml aquadest suhu 60-70oC Penambahan 0,1% Al2SO4

Pengadukan selama 1 jam Pemanasan dengan suhu 700C

Sentrifugasi (10’, 3000 rpm) endapan

supernatan

Presipitasi dengan etanol 96% (24 jam) 1:1

Supernatan : etanol = 1 : 1

Pengeringan dengan oven (50oC, 18 jam) Polisakarida Larut Air Basah

Polisakarida Larut Air Kering Analisa rendemen

0,25 g ekstrak Penambahan 50 mL

Panaskan suhu 850C 15

Penyaringan (kertas nilon 0,45µ) Sentrifuge 20.000 rpm

Injeksi ke HPLC

(40)

3.7 Analisa Data

Hasil yang telah didapat dihitung nilai rendemennya dan diidentifikasi menggunakan instrumen HPLC. Cara analisa secara deksriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai identifikasi objek menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan, pada penelitian ini tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian.

(41)

29 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian yag berjudul Identifikasi Komponen Kimia dan Bioaktif Umbi Bentul (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai Pangan Fungsional dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2016, penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Instrumen Putra Indonesia Malang serta analisa PLA di PT. SASA INTI Probolinggo menghasilkan data sebagai berikut:

4.1 Hasil Determinasi Tanaman Bentul

Bagian tanaman bentul yang digunakan pada penelitian ini adalah umbi bentul yang diperoleh dari pasar besar Malang. Determinasi tanaman bentul dilakukan di UPT Materia Medika, Batu. Tujuan dari dilakukannya determinasi untuk mengidentifikasi kecocokan tanaman yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman bentul yang digunakan adalah tanaman bentul (Colocasia esculenta (L.)Schott) dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Hasil Tepung Bentul

Rendemen adalah berat bahan setelah proses dibandingkan dengan berat bahan sebelum proses. Rendemen tepung umbi bentul adalah 24%. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut Antarlina (1991) dalam Saputri (2013) tingkat rendemen ubi sangat dipengaruhi oleh interaksi antara umur panen dan klon ubi. Tidak hanya itu rendemen tepung juga dapat dipengaruhi oleh kadar

(42)

air, karena setiap bahan memiliki kadar air yang optimal untuk mencapai rendemen tepung optimal. Selain itu, kenaikan suhu alat yang digunakan untuk penepungan karena gesekan dan pemakaian berlebih juga dapat menurunkan rendemen (Mog, 1991) dalam Saputri (2013). Proses pembuatan tepung dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.3 Hasil Analisa Proksimat Tepung Bentul

Pengujian proksimat pada tepug bentul dimaksudkan untuk mengetahui kandungan makronutrien yang meliputi protein, lemak, air, abu, karbohidrat.

Pengujian makronutrien pada tepung ini juga bertujuan untuk memperoleh tepung sesuai standar mutu yang teregulasi. Lampiran 4.

Tabel 4.1 Parameter hasil pengujian tepung bentul

Parameter Bentul

Ubi kelapa

ungu*

Ubi kelapa kuning*

Ganyong** Suweg** Gembili**

Protein 3,45 8,33 6,00 0,73 5,22 6,11

Lemak 0,31 0,49 0,40 1,22 1,64 0,89

Air 6,07 4,40 5,86 6,69 9,4 6,44

Abu 2,14 3,62 3,93 2,89 3,81 2,87

Karbohidrat 88,03 Serat 2,87

Sumber : * Saputri, 2013; ** Richana dan Sunarti, 2004

Hasil data diatas menunjukkan dalam tepung bentul mengandung kandungan protein sebanyak 3,45%, lemak 0,31%, air 6,07%, abu 2,14%, karbohidrat 88,03%, dan serat kasar 2,87%.

Protein merupakan makronutrien dan komponen yang penting dalam tubuh. Fungsi utama protein adalah sebagai zat pembangun tubuh. Peranan protein cukup penting sebagai kebutuhan untuk setiap harinya. Dari hasil analisa kadar

(43)

31

protein dalam tepung umbi bentul didapatkan hasil sebesar 3,45%. Hasil kadar protein hampir sama dengan penelitian Baah et al. (2009) dimana kadar protein tepung Dioscorea alata dari berbagai daerah yang dianalisa sebesar 3,03 – 9,05%.

Kadar protein tepung bentul pada penelitian ini lebih rendah daripada tepung gandum, yaitu sekitar 10% (Enriquez et al., 2003), tetapi lebih tinggi daripada tepung ubi jalar (±3%) (Ambarsari et al., 2009). Kadar protein dalam tepung diperlukan untuk aplikasinya, apabila tepung berkadar protein tinggi maka dalam aplikasinya tidak perlu menambahkan substitusi lagi (Richana & Sunarti, 2004).

Lemak memiliki 2 jenis yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Bagi penderita kolesterol tinggi lemak tak jenuh sangat dibutuhkan sebagai asupan karena tidak akan membahayakan bagi kesehatan. Kadar lemak yang terukur dari umbi bentul sebesar 0,31%. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan umbi lain seperti ubi kelapa kuning sebesar 0,57 %.Hasil ini juga sama dengan penelitian Lebot et al. (2005) yang mendapatkan kadar lemak pada tepung ubi kelapa sekitar 0,2 – 0,5%. Konsumsi rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita kolesterol karena akan sangat mempengaruhi kolesterol ditubuh. Lemak pada tepung bentul jika dibandingkan dengan beberapa umbi yang terdapat dalam tabel memiliki kadar lemak yang rendah, sehingga dapat dijadikan sebagai pangan fungsional untuk diet.

Kadar air mempengaruhi efektifitas pengemasan dan juga daya simpan bahan. Semakin tinggi kadar air maka semakin mudah suatu bahan tersebut akan rusak. Kadar air yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap umbi bentul lebih kecil yakni 6,07% jika dibandingkan dengan umbi singkong, kadar air umbi singkong pada penelitian yang dilakukan oleh (Wayan dan Arnata, 2009) lebih

(44)

besar yakni 8,65%. Hal ini dipengaruhi oleh varietas, umur tanam, unsur hara tanah dan iklim. Standar kadar air tepung ubi jalar di Indonesia adalah 7-8%, standar yang ditetapkan oleh perusahaan eksportir adalah 3,65% (Ambarsari, 2009) dan standar tepung oleh SNI (3751-2009) kadar air tepung maksimal adalah 14% (BSN, 2009).

Kadar abu mempengaruhi kenampakan tepung yang menjadikan tepung berwarna kurang menarik dengan warna lebih gelap. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Nilai dari kadar abu dalam tepung tersebut berasal dari mineral yang terdapat dalam umbi segar dan bergantung pula tanah tempat tumbuh.Kadar abu yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap umbi bentul menunjukkan hasil 2,14%, hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan tepung umbi singkong hasil penelitian yang dilakukan Wayan dan Arnata, 2009 yakni sebesar 2,55%.

Karbohidrat merupakan salah satu komponen yang penting bagi asupan makanan yang berfungsi sebagai energi. Asupan ini yang akan diolah oleh tubuh menjadi energi untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Semakin tinggi karbohidrat dalam suatu bahan maka akan menggenyangkan lebih lama.Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa kadar karbohidrat yang terdapat pada umbi bentul sebesar 88,03%. Karbohidrat terdiri dari fraksi pati dan serat kasar. Kedua fraksi ini merupakan bagian penting yang dapat dipergunakan sebagai komponen bioaktif dari umbi bentul. Menurut penelitian Nurcahya (2013) bentul sebagai salah satu jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti nasi bagi penderita diabetes, karena bentul mengandung serat dan protein yang cukup tinggi yang bisa

(45)

33

menurunkan kadar glukosa darah. sehingga umbi bentul ini sangat baik digunakan pada orang obesitas.

Serat larut adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim didalam pencernaan. Terdiri atas serat pangan larut dan tidak larut air. Serat pangan larut dapat larut dalam air hangat, seperti gum dan pektin.

Serat tidak larut air merupakan serat pangan yang tidak larut dalam air panas seperti selulosa dan lignin. Serat yang terkandung dalam 2,87%. Serat larut air bersifat koloid yang dapat mengembang dan dapat membentuk gel. Dalam dunia kesehatan, serat pangan berfungsi untuk menurunkan waktu transit makanan dalam pencernaan, menurunkan kolesterol (Mehta, 2009), dapat difermentasi oleh mikroflora usus menghasilkan asam lemak rantai pendek (asam butirat, propionat dan asetat) yang dapat meningkatkan imunitas, mengontrol kadar gula darah, menghambat pertumbuhan sel kanker dalam saluran pencernaan dan meningkatkan absorpsi mineral (Schultz (2011) dalam Saputri (2013).

4.4 Hasil Ekstraksi Tepung Bentul

Bentul yang telah menjadi tepung kemudian dilakukan proses ekstraksi.

Melarutkan tepung bentul dalam aquadest panas untuk mempercepat proses ekstraksi. Penambahan tawas untuk menghilangkan pengotor dan kemudian diaduk selama 1 jam agar larutan tersebut menjadi homogen. Proses ekstraksi dapat dilihat pada lampiran 3.

Hasil dari pengadukan tersebut kemudian dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Hal ini mengacu pada penelitian Saputri (2013). Sentrifuge ini dilakukan untuk mendapatkan supernatan yang telah

(46)

dipisahkan dengan endapan. Supernatan ditambahkan dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:1 dan diaduk. Penambahan pelarut organik berlebih dalam supernatan berisi PLA akan mengurangi kelarutan PLA dalam air dengan cara menurunkan konstanta dielektrik medium sehingga molekul polisakarida cenderung berinteraksi dengan polisakarida lain daripada dengan air. Keadaan ini terus berlanjut sehingga dicapai titik tertentu dimana polisakarida menggumpal atau mengendap. Nantinya didapatkan gumpalan putih terapung dan mengendap dalam wadah. Gumpalan ini adalah polisakarida larut air yang lalu dikeringkan.

Tabel 4.2 Hasil rendemen Sampel 1

T. Bentul

Sampel 2 T. Bentul

Ubi kelapa ungu *

Ubi kelapa kuning *

Gembili **

2,9% 9,0% 0,12% 0,105% 4,86%

Sumber : * Saputri, 2013; ** Estiasih et al., 2012

Rendemen adalah berat bahan setelah proses dibandingkan dengan berat sebelum proses. Hasil perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 8.

Rendemen PLA dari umbi bentul ini lebih besar dari ubi kelapa ungu yaitu 0,12%, ubi kelapa kuning 0,105% dan PLA yang diekstraksi dari umbi gembili (Dioscorea hispida) yaitu 3 – 5% (Estiasih et al., 2012). Artinya PLA pada umbi bentul ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan dicari metode ekstraksi yang tepat sehingga didapatkan PLAdengan rendemen yang maksimal.

4.5 Hasil Analisa Ekstrak

Polisakarida Larut Air (PLA) dianalisa di Laboratorium PT. Sasa Inti, Probolinggo. Sampel yang dianalisa sebanyak 2 sampel dengan kode 01 dan 02.

Sampel yang akan dianalisa ditambah dengan aquades sebanyak 50 mL.

(47)

35

Kemudian, dipanaskan dengan suhu 800C selama 15 menit untuk melarutkan sampel. Setelah pemanasan larutan tersebut disentrifuge dengan kecepatan 20.000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan dengan kotoran atau sisa sampel yang tak terlarut. Hasil dari sentrifuge disaring dengan kertas saring 0,45µm untuk mendapatkan larutan yang bebas dari endapan, dari hasil penyaringan tersebut larutan kemudian diinjeksikan ke alat instrumen HPLC.

Pada hasil analisis gula terdapat hasil yang menyatakan DP1, fructose, DP2, maltose, DP3, DP4, dan DP5. DP1, DP2, DP3, DP4, dan DP5 menyatakan persen area yang merupakan Degres of Polymer. DP1 adalah monosakarida yang memiliki 1 monomer, DP2 adalah disakarida yang memiliki 2 monomer, DP3 adalah oligosakarida yang memiliki 3-10 monomer, dan DP4 serta DP5 adalah polisakarida yang memiliki lebih dari 10 monomer.

Tabel 4.3 Hasil Analisa HPLC

Rendemen 2,9% 9,00%

Total DP4 dan DP5 78,23% 87,98%

Hasil analisa menggunakan HPLC diatas dapat diketahui bahwa rendemen tepung sebesar 2,9% didapatkan nilai total dari DP4 dan DP5 sebesar 78,23%.

Sedangkan, rendemen tepung 9% didapatkan nilai total 87,98%.

Pada proses ekstraksi pada penelitian ini diduga dihasilkan enzim yang dapat menghidrolisis PLA sehingga didapatkan kadar gula bebas. Molekul polisakarida yang membentuk PLA adalah hasil kondensasi dari monosakarida (pentosa dan heksosa) dan asam organik yang terbentuk dari gula-gula reduksi.

Menurut Saputro, (2015) jika PLA dihidrolisis akan menghasikan bermacam

(48)

macam monosakarida antara lain rhamonosa, fruktosa (metil pentosa), arabinosa, D-glukosa, D-mannosa, D-galaktosa, asam D-galakturonat atau asam D- glikoronat. Penelitian Harijono, dkk (2012) menyebutkan bahwa hasil analisis jenis gula bebas menunjukkan bahwa PLA gembili mengandung glukosa dan manosa.

Dalam penelitian ini tepung umbi bentul diduga mengandung polisakarida larut air yang sifatnya dapat menyerap air dan meningkatkan viskositas.

Polisakarida larut air pada konsentrasi di bawah 1% yang dicampur dengan adonan dapat menjaga stabilitas adonan yang disebabkan interaksi antara pati dan gugus hidroksil pada hidrokoloid (Ho et al, 2013). Menurut Dodic, et al., (2007), polisakarida memodifikasi dan mengontrol mobilitas air dalam sistem bahan pangan, dan air mempunyai peran penting dalam mempengaruhi sifat fisik dan kimia polisakarida. Polisakarida bersama dengan air mengendalikan banyak sifat fisiko-kimia pangan termasuk tekstur, hal ini disebabkan hidrasi air secara alami terikat dengan ikatan hidrogen pada molekul polisakarida sehingga air tersebut tidak akan membeku.Sehingga keberadaan PLA pada umbi bentul ini dapat diaplikasikan pada produk pangan.

Melihat hasil pada DP 4 dan DP 5 yang diduga mengandung PLA maka umbi bentul dapat dijadikan suatu alternatif bagi penderita penyakit degeneratif.

Hal ini sesuai peryataan Harijono, dkk (2012) PLA yang merupakan serat pangan larut air dapat mengurangi penyakit degeneratif seperti diabetes. Asupan yang memiliki serat tinggi sangat dibutuhkan penderita diabetes. Akan terjadi fermentasi PLA di kolon yang menghasilkan asam lemat rantai pendek (SCFA) yang akan akan memicu penurunan lipid dalam darah. Banyak sekali manfaat

(49)

37

yang didapat dari PLA, sehingga perlu adanya penelitian untuk mengetahui gula penyusun yang dimiliki oleh bentul sehingga akan semakin banyak manfaat yang didapat dengan mengonsumsi bentul.

(50)

38 BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari penelitian identifikasi senyawa bioaktif pada tepung umbi bentul (Colocasia esculenta (L.) Schott) didapat hasil komponen kimia pada tepung umbi bentul dengan kadar protein 3,45%, kadar lemak 0,31%, kadar air 6,07%, kadar abu 2,14%, kadar karbohidrat 88,03%, dan kadar serat 2,87%. Hasil analisa dari ekstrak tepung didapat hasil yang diduga mengandung polisakarida larut air ditandai dengan DP4 dan DP572,35% dan 87,98%.

5.2 Saran

1. Adanya senyawa bioaktif pada tepung umbi bentul dapat dijadikan suatu produk pangan fungsional.

2. Perlu dilakukan ekstraksi dengan caramengatur suhu untuk mendapatkan hasil maksimal.

(51)

39

DAFTAR PUSTAKA

Adejumo, Babalola, & Alabi. 2013. Colocasia esculenta (L.) Schott as an Alternative Energy Source in Animal Nutrition . British Journal of Applied Science and Technology , 1276-1285.

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Alcantara, R. M., Hurtada, W. A., & Dizon, E. I. 2013. The Nutritional Value and Phytochemical Components of Taro (Colocasia esculenta (L.) Schott) Powder and its Selected Processed Foods. Research Article .

Ambarsari, I., Sarjana, & Choliq, A. 2009. Rekomendasi dalam Penetepan Standar Mutu tepung Ubi Jalar. Jurnal Standarisasi , vol.11(3): 212-219.

Ardianingsih, R. 2009. Penggunaan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dalam Proses Analisa Deteksi Ion. Berita Dirgantara , Vol.10 No.

4:101-104.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. SNI 3751-2009.

Dodic, J. D. Pejin, S. Dodic, S. Pupon, J. Mastilovic, J.P. Rajic and S. Zivanovic.

2007. Effects of Hydrophillic Hydrocolloids or Dough and Bread Performance of Samples Made From Frozen Dought. J. Food Sci, 72 :235- 244

Eleazu, Iroaganachi, & K.C, E. 2013. Ameliorative Potentials of Cocoyam (Colocasia esculenta L.) and Unripe Plantain (Musa paradisiaca L.) on the Relative Tissue Weights of Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Journal of Diabetes Research .

Enrique Sarano M, Avierions JF, Messika-Zeitoun D, et al. Quantitative determinants of the outcome of asymptomatic mitral regurgitation. New England Journal of Medicine. 2005:352:875-883

(52)

40

Estiasihet al. 2012. Hypoglycemic Activity of Water Soluble Polysaccharides of Yam (Dioscorea hispida Dents) Prepared by Aqueous, Papain, and Tempeh Inoculum Assisted Extractions. World Academy of Science, Engineering and Technology , Vol: 6 2012-10-27.

Fahmi, A., & Antarlina, S. S. 2007. Ubi Alabio Sumber Pangan Baru dari Lahan Rawa. Balai Penelitian Lahan Rawa: Tabloid Sinar Tani 24 Januari 2007.

Harijono, Estiasih, T., & Sunarharum, W. 2009. Ekstraksi Polisakarida Bioaktif dari Umbi Gadung dan Gembili dan Potensinya untuk Terapi Diabetes dan Penurunan Kadar Kolesterol Darah . Laporan Hibah Kompetitif Penelitian sesuai Prioritas Nasional Batch I dibiayai oleh Dikti. LPPM Universitas Brawijaya, Malang .

Harijono, Estiasih, T., Sunarharum, W. B., & Rakhmita, I. S. 2010. Karakteristik Kimia Ekstrak Polisakarida Larut Air dari Umbi Gembili (Dioscorea esculenta) yang Ditunaskan. Jurnal Teknologi Pertanian , 162-169.

Harijono, Estiasih, T., Sunarharum, W. B., & Suwita, I. K. 2012. Efek Hipoglikemik Polisakarida Larut Air Gembili (Dioscorea esculenta) yang Diekstrak dengan Berbagai Metode. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.

Herlina, & Lindriati, T. 2014. Produksi Polisakarida Larut Air dari Biji Buah Durian (Durio zibenthinus Murr.) dan Aplikasinya untuk Pangan Fungsional sebagai Hipolidemik.

Herlina, Harijono, Subagio, A., & Estiasih, T. 2013. Potensi Hipolipidemik Polisakarida Larut Air Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.) Pada Tikus Hiperlipidemia.

Ho, L., & N, A. 2013. Dough Mixing and Thermal Properties Including The Pasting Profiles of Composite Flour Blends with Added Hydrocolloids.

Internasional Food Research Journal , 20(2): 911-917.

ID, S., P, D., & D, G. 2010. Effects of Traditional Soaking on The Nutritional Profile of Taro Flour (Colocasia Esculenta L. Schoot) Produced in Chad.

37-42.

(53)

41

Kafilat, A. K. 2010. Physical, Function and Sensory Properties of Yam Flour

"Elubo" Obtained from Kuto Market Abeokuta. Departement of Food Science and Technology: Nigeria .

Materia Medika Batu. 2016. Determinasi Tanaman Bentul.

Mehta, R. 2009. Dietary Fibre I. AIB Internasional Technical Bulletin Vol XXXI (1): 1-7

Nurbaya, S. R., & Estiasih, T. 2013. Pemanfaatan Talas Berdaging Umbi Kuning (Colocasia esculenta (L.) Schott) Dalam Pembuatan Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri , 46-55.

Nurcahya, H. 2013. Budidaya dan Cara Olah Talas untuk Makanan dan Obat.

Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Ohashi, S., Shelso, G. J., & Moirano, A. L. 2000. Clarified Konjac Glucomanan.

US Patent: 6.162.906 .

Prabowo, A. Y., Estiasih, T., & Purwantiningrum, I. 2014. Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.) sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri , 129-135.

Richana, N., & Sunarti, T. C. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa, dan Gembili.

Jurnal Pascapanen , 29-37.

Rosyida, N. 2011. Efek Hipokolesterolemik Polisakarida Larut Air dari Gadung (Dioscorea Hispida Dennst.) yang Diekstrak dengan Berbagai Metode.

Skripsi Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Saputri, D. S. 2013. Pengaruh Perendaman dan Blansing Terhadap Kadar Senyawa Bioaktif dan Karakteristik Tepung Ubi Kelapa (Dioscorea alata) Jenis Kuning dan Ungu. Tesis.

(54)

42

Saputro, P. S., & Estiasih, T. 2015. Pengaruh Polisakarida Larut Air (PLA) dan Serat Pangan Umbi-umbian Terhadap Glukosa Darah : Kajian Pustaka.

Jurnal Pangan dan Agroindustri , 756-762.

Sari, R. P. 2011. Pengaruh Proporsi dan Tingkat Penambahan Ekstrak Polisakarida larut Air (PLA) Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennts.) dan Alginat Pada Pembuatan Mie Instan. Skripsi. Fakultas Teknolohi Pertanian. Universitas Brawijaya Malang .

Sumunar, S. R., & Estiasih, T. 2015. Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif ; Kajian Pustaka . Jurnal Pangan dan Agroindustri , 108-112.

Tan, S., Xu, Q., Luo, Z., Liu, Z., Yang, H., & Yang, L. 2011. Inquiry of Water- Soluble Polysaccharide Extraction Conditions from Grapefruit Skin . Scientific Research , 1090-1094.

(55)

43 LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Bentul

(56)

44 Lampiran 2. Proses pembuatan tepung

Membersihkan bentul Mencuci bentul dengan air mengalir

Merendam dengan NaCl Mengiris bentul (1-2 mm)

Menjadikan tepung Pengeringan selama 5 jam

(57)

45 Lampiran 3. Proses ekstraksi

Pengadukan + pemanasan Sentrifuge 3000 rpm

Penambahan etanol, pengadukan 30”

Penyaringan

Gambar

Gambar 2.1 Umbi bentul (dokumentasi pribadi)
Gambar 2.2 Rangkaian Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi  (Ardianingsih, 2009)
Diagram Alir EkstraksI PLA (Modifikasi dari Ohashi et al., 1991 dalam Saputri., 2013) 10 g tepung bentul

Referensi

Dokumen terkait

terhadap Return Saham pada Perusahaan Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016 .”.. Penyusunan penelitian ini bertujuan

Telur nyamuk ( Aedes aegypti) memiliki lapisan pelindung yaitu korion dimana korion ini berfungsi untuk melindungi embrio dari kondisi eksternal seperti suhu yang

Hubungan antara juragang dan personilnya dalam aktivitas pelayaran sangant nampak dimana juragang tidak akan bekerja sendiri tanpa adanya personil (ABK) yang bekerja

Persediaan dapat berupa bahan mentah (raw materials), bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang. Untuk menjaga kelangsungan beroperasinya suatu pabrik

Oleh sebab itu, peneliti tertarik ingin melakukan suatu penelitian tindakan sebagai upaya dalam melakukan perbaikan terhadap pembelajaran dengan judul “ Upaya

Pokok masalah adalah apakah yang menjadi faktor penyebab perceraian suami istri di desa Nalumsari? Bagaimana perilaku anak akibat perceraian di desa Nalumsari Jepara? Jenis

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang manajemen laktasi post natal terhadap perilaku pemberian ASI di Desa Ketoyan

Ada beberapa cara menentukan laju reaksi, salah satunya itu ditentukan melalui percobaan, yaitu dengan mengukur konsentrasi salah satu reaksi salah satu produk pada