• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian 5: Perlawanan: Struktur dan Strategi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Bagian 5: Perlawanan: Struktur dan Strategi"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian 5: Perlawanan: Struktur dan Strategi

Bagian 5: Perlawanan: Struktur dan Strategi ...1

Bagian 5: Perlawanan: Struktur dan Strategi ...2

5.1 Pendahuluan...2

5.2 Fretilin dan Base de Apoio ...4

Pengorganisasian Sipil...5

Pengorganisasian Militer...7

Program sosial-ekonomi Fretilin ...9

Strategi...15

Perang rakyat jangka panjang ...17

Konflik internal ...19

5.3 Akhir Base de Apoio ...25

5.4 Restrukturisasi Perlawanan 1981-1987...29

Reorganisasi Perlawanan untuk menghadapi keadaan baru...29

Strategi...33

5.5 Falintil Pasca 1987 ...37

5.6 Gerakan perjuangan bawah tanah...45

▸ Baca selengkapnya: pengerahan dan penindasan versus perlawanan ekonomi perang

(2)

Bagian 5: Perlawanan: Struktur dan Strategi

5.1 Pendahuluan

1. Perlawanan terhadap kekuasaan pendudukan Indonesia di Timor-Leste mengalami perkembangan yang cukup berliku. Bagian ini memberikan suatu tinjauan mengenai gerakan Perlawanan yang mencakup kemunculannya pada masa administrasi Fretilin setelah terjadinya gerakan bersenjata UDT 11 Agustus 1975; dampak penghancuran basis-basis Fretilin pada tahun 1978-1979 oleh tentara Indonesia termasuk hilangnya sejumlah pemimpin Fretilin/Falintil dan berakhirnya strategi “Perang Rakyat Jangka Panjang”; pembangunan kembali Falintil, yang merupakan front bersenjata Perlawanan, setelah tahun 1987 serta struktur dan strateginya sampai referendum pada tahun 1999; dan struktur dan strategi front klandestin selama pendudukan. Front ketiga gerakan Perlawanan, front diplomatik, dibahas dalam Bab 7.1: Hak Penentuan Nasib Sendiri, dan karena itu tidak dibahas secara rinci di sini. Komisi mencatat bahwa bagian ini merupakan langkah awal dalam upaya memahami salah satu segi yang kompleks dari sejarah Timor-Leste dan masih diperlukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang.

2. Perlawanan ini berasal dari suatu konflik bersenjata yang dipicu oleh gerakan bersenjata UDT pada 11 Agustus 1975. Gerakan UDT ini bertujuan menyingkirkan unsur-unsur “komunis”

dalam Fretilin yang mereka anggap membahayakan kepentingan Timor-Leste. Fretilin yang berhasil mendapatkan dukungan sebagian besar orang Timor-Leste dalam angkatan bersenjata kolonial Portugis dalam waktu singkat memenangkan pertarungan dalam waktu kurang dari 20 hari. Dengan kemenangan terhadap UDT dan kepergian pemerintah kolonial Portugis, Fretilin mendapati dirinya harus menjadi pemerintah de facto bagi negeri bekas koloni itu. Pimpinannya, yang sebelumnya percaya bahwa mereka akan memenangkan kemerdekaan negeri tanpa melalui konflik bersenjata itu tiba-tiba menghadapi keadaan baru yang mengharuskannya melakukan perombakan organisasi.

3. Invasi militer Indonesia dengan kekuatan besar pada 7 Desember 1975 membuat Fretilin bersama sayap bersenjatanya, Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional Timor-Leste (Forças Armadas de Libertação Nacional de Timor-Leste, Falintil) mengungsi ke hutan untuk menyusun kembali kekuatannya menjadi suatu kekuatan perlawanan bersenjata terhadap kekuasaan asing.

Fretilin menghadapi banyak persoalan dalam proses reorganisasi. Muncul perbedaan pendapat mengenai struktur dan lebih-lebih mengenai strategi yang akan diterapkan oleh Fretilin/Falintil.

Perubahan struktur dan perubahan strategi tidak semata-mata mencerminkan perubahan keadaan perang, tetapi sekaligus hasil dari pertentangan-pertentangan di dalam tubuh gerakan Perlawanan itu sendiri.

4. Fakta bahwa mayoritas rakyat mengungsi ke hutan merupakan suatu masalah tersendiri.

Sejumlah pemimpin Perlawanan berpandangan bahwa perang yang mereka lancarkan bukan sekedar bertujuan untuk mengusir agresor dari luar, tetapi sekaligus suatu revolusi menghapuskan tatanan masyarakat lama yang dianggap menindas rakyat yang dikenal dengan sebutan “penghisapan terhadap manusia oleh manusia” (exploração do homem pelo homem) dan menyusun struktur baru masyarakat tanpa penindasan sebagai penggantinya. Oleh karena itu, bagi mereka perang ini adalah perang revolusioner. Setelah invasi Indonesia pandangan ini menjadi pandangan mayoritas pemimpin Fretilin. Di hutan penduduk sipil diorganisir untuk mendukung perlawanan bersenjata dengan dukungan logistik maupun politik. Dalam rangka itu penduduk diorganisir melalui program-program sosial dan politik untuk mewujudkan struktur masyarakat tanpa penindasan dan penghisapan.

(3)

5. Sebagian pemimpin yang lain, terutama yang berlatar belakang militer, yang cenderung memandang perang ini dari sudut pandang militer semata dan menganggap penduduk sipil merupakan beban bagi Perlawanan karena sebagian besar kekuatan militer akan tersita untuk melindungi kehidupan penduduk sipil. Dengan gencarnya ofensif Indonesia terhadap basis-basis perlawanan Fretilin, pertentangan di dalam Perlawanan semakin meningkat. Karena tidak bisa bertahan, sebagian pemimpin membolehkan atau bahkan menganjurkan penduduk untuk menyerah.

6. Ada juga pemimpin yang berusaha melakukan perundingan dengan lawan, tetapi tindakan itu ditentang dengan keras dan kadang-kadang muncul menjadi pertentangan bersenjata di dalam Perlawanan itu sendiri.

7. Hancurnya “wilayah bebas” (zona libertadas) memberikan keadaan yang sama sekali baru. Penduduk sipil, sebagian pemimpin sipil Fretilin dan sebagian pasukan Falintil turun dari gunung dan menyerah atau ditangkap karena tidak bisa bertahan terhadap gempuran militer Indonesia. Sebagian satuan Falintil dan sejumlah kecil pemimpin Fretilin berhasil menghindari operasi “pengepungan dan pemusnahan” dan bertahan di hutan dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Keterpisahan antara penduduk sipil dan perlawanan bersenjata ini membuat perlawanan memasuki tahap baru, dalam mana Falintil di hutan didukung oleh penduduk sipil yang tinggal di wilayah-wilayah pemukiman yang dikontrol tentara Indonesia. Ini berlawanan dengan keadaan sebelumnya, dalam mana kader-kader sipil Fretilin memimpin pengorganisasian penduduk sipil di basis pendukung perlawanan (base de apoio), sementara Falintil bertugas mengamankan kehidupan rakyat.

8. Pasukan Falintil disusun kembali ke dalam unit-unit kecil independen tanpa suatu pangkalan tetap yang melakukan serangan-serangan gerilya terhadap tentara Indonesia.

Dukungan logistik yang dulunya diperoleh dari penduduk sipil yang berada di wilayah base de apoio Perlawanan, sekarang harus dicari dari kalangan penduduk yang tinggal di wilayah yang dikuasai musuh. Keadaan ini mengharuskan pihak perlawanan di hutan yang sekarang semata- mata merupakan perlawanan bersenjata, mengembangkan cara-cara baru pengorganisasian penduduk sipil sebagai basis dukungan utama bagi mereka.

9. Kegiatan bawah tanah (clandestina) untuk mendukung perjuangan bersenjata di hutan dan perjuangan diplomatik di luar negeri menjadi semakin penting. Kegiatan ini awalnya dilakukan oleh kadar-kadaer Fretilin di kota yang tidak sempat melarikan diri ke hutan ketika terjadi invasi besar-besaran Indonesia pada 7 Desember 1975. Setelah hancurnya zonas libertadas, para kader politik Fretilin dan mantan komandan serta prajurit Falintil juga melakukan kegiatan bawah tanah untuk mendukung perjuangan. Peran mereka sangat penting sebagai penyedia logistik dan informasi bagi Falintil dan penghubung antar pasukan-pasukan Falintil yang terpisah satu sama lain dan jalur komunikasi antara pimpinan perlawanan bersenjata di hutan dengan pimpinan perjuangan diplomatik di luar negeri.

10. Pada tahun 1981 didirikan Concelho Revolucionário de Resistência Nacional (CRRN – Dewan Revolusioner Perlawanan Nasional) dan secara resmi mengambil alih kepemimpinan atas Perlawanan. Tetapi dalam prakteknya Falintil yang memimpin Perlawanan karena satu-satunya pimpinan Perlawanan yang berfungsi adalah Falintil. Walaupun panglima Falintil dijabat oleh Komisaris Politik Nasional (Comissário Político Nacional), yang adalah orang tertinggi Fretilin di dalam negeri, kekuatan nyata Falintil berasal dari posisinya sebagai cabang Perlawanan yang paling aktif. Apalagi kerja politik di kalangan rakyat menjadi sangat kecil, terbatas pada pengorganisasian untuk keperluan militer Falintil.

11. Concelho Nacional da Resistência Maubere (CNRM – Dewan Nasional Perlawanan Maubere) dibentuk pada tahun 1987 untuk menggantikan CRRN. Ini mengubah peran Fretilin dalam kepemimpinan Perlawanan menjadi semata-mata bersifat simbolis. Pimpinan Perlawanan menyadari bahwa karena keunggulan kekuatan militer musuh, kemerdekaan tidak akan bisa dicapai melalui perang dan sebaliknya memusatkan perhatian pada penyelesaian damai dengan

(4)

perhatian utama pada arena internasional. Perjuangan di bidang diplomasi, yang sesungguhnya telah dilancarkan sejak sebelum invasi Indonesia pada 1975, mendapatkan arti penting yang baru. Dukungan internasional tidak hanya dicari dari negara-negara non-blok dan blok sosialis saja, tetapi terutama diupayakan untuk diperoleh dari negara-negara demokrasi liberal yang sebelumnya lebih banyak mengabaikan Timor-Leste.

12. Sebagian pemimpin Perlawanan memandang perlu membentuk wadah baru yang menampung semua partai politik dan “kekuatan-kekuatan sosial-politik lain” yang menginginkan kemerdekaan, terutama dari luar Fretilin. CNRM adalah wadah baru yang dimaksudkan sebagai gerakan persatuan nasional yang berjuang melawan pendudukan dalam tiga front: front bersenjata di hutan dalam negeri, front bawah tanah (clandestina) di desa dan kota Timor-Leste maupun di Indonesia dan front diplomatik di arena internasional (untuk keterangan lebih lanjut tentang front diplomatik lihat Bab 7.1: Hak Penentuan Nasib Sendiri). Seiring dengan itu, Falintil pun mengalami “pemutusan hubungan kepartaian” (despartidarização) dari Fretilin dan menjadi

“angkatan bersenjata nasional” di bawah pimpinan CNRM. Keadaan ini berlanjut setelah pembentukan Concelho Nacional da Resistência Timorense (CNRT – Dewan Nasional Perlawanan Bangsa Timor) menggantikan CNRM pada bulan April 1998 di Peniche, Portugal yang memimpin Perlawanan hingga berakhirnya pendudukan Indonesia pada 1999.

5.2 Fretilin dan Base de Apoio

13. Invasi militer Indonesia menyebabkan pengungsian besar-besaran penduduk sipil ke hutan dan gunung-gunung bersama Fretilin. Pokok persoalan ini dibahas secara rinci dalam Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan Kelaparan.

14. Menyediakan tempat tinggal, bahan makanan dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya untuk pengungsi yang jumlahnya banyak merupakan persoalan besar bagi Fretilin. Fretilin yang telah mulai menjalankan program sosial dan politik pada sekitar November 1974 agaknya siap untuk mengorganisasikan masyarakat. Para kader segera menyusun administrasi dari tingkat kampung (aldeia), desa (suco) sampai tingkat distrik (região) dengan melanjutkan struktur organisasi yang ada sebelum mengungsi. Pengurus Fretilin tingkat aldeia mengorganisasikan kembali penduduk aldeia-nya, pengurus tingkat suco mengorganisasikan kembali penduduk suco-nya, demikian seterusnya sehingga di pedalaman terbentuk administrasi pemerintah di bawah Fretilin. Agaknya pengorganisasian ini merupakan inisiatif dari bawah oleh para kader.

Eduardo de Jesus Barreto, seorang kader dari zona Ermera mengemukakan:

Sampai awal 1976 tidak ada struktur formal yang kuat di basis, tetapi militan Fretilin yang di basis bisa m e n g o r g a n i s i r p e n d u d u k w a l a u p u n t i d a k formal…Masyarakat juga secara pribadi atau kelompok melakukan kegiatan pertanian seperti menanam jagung, ubi kayu, dan tanaman lain yang bisa dimakan.1

15. Pengorganisasian yang spontan itu terjadi pada awal perang sampai menjelang pertengahan 1976. Pada waktu itu tentara Indonesia hanya berhasil menguasai kota-kota besar dan jalur jalan di pantai utara dari barat ke timur serta jalur tengah dari utara ke selatan. Xanana Gusmão mengemukakan kesaksiannya kepada Komisi:

(5)

Musuh datang masuk Dili, Baucau, Lospalos, penduduk lari. Masih ada kebingungan besar. Setelah itu mulai stabil…Ketika musuh bisa menguasai jalan-jalan utama, jalur utara dan dari utara ke selatan, mulai terasa stabil.

Keadaan ini memberi ide pada Komite Sentral untuk pada bulan Mei 1976 membentuk enam sektor…Ini dengan pembagian administrasi politik dari aldeia, suco, zona, região, dan sector…2

Pengorganisasian Sipil

16. Pengorganisasian masyarakat (dan militer) menjadi bahan pembahasan dalam sidang pleno kedua Komite Sentral Fretilin yang diadakan di Soibada, Manatuto pada bulan Mei 1976 (juga disebut “Konferensi Soibada”).* Dalam sidang ini diputuskan untuk membentuk struktur sipil dan militer yang berlaku secara nasional. Wilayah yang dikuasai oleh Fretilin (yang disebut “zona libertadas” – wilayah yang bebas) dibagi menjadi enam sektor. Sektor tersebut adalah wilayah militer yang dikuasai oleh komando militer dan sekaligus wilayah administrasi politik yang dikendalikan oleh para pengurus Fretilin. Sesuai dengan prinsip “a política comanda fuzil” (politik memerintah senjata) maka para komandan militer tunduk di bawah kepemimpinan pengurus politik yang adalah orang sipil. Tetapi, sebagian pemimpin militer tertinggi, seperti kepala staf dan dua orang wakil menteri pertahanan, juga menjadi anggota Komite Sentral Fretilin.

17. Posisi Comissário Política (Komisaris Politik) yang merupakan pemimpin tertinggi di sektor untuk urusan administrasi politik maupun untuk urusan militer juga diciptakan di Soibada.

Semua komisaris politik adalah anggota Komite Sentral Fretilin.§ Sektor-sektor, distrik yang dicakup dan komisaris politik masing-masing adalah sebagai berikut:

Table 1 - Struktur regional Fretilin mulai Mei 1976

Sektor Distrik yang dicakup Komisaris Politik

Ponta Leste (Ujung Timur) Lautém Juvenal Inácio (Sera Key)**

Centro Leste (Tengah Timur) Baucau dan Viqueque Vicente dos Reis (Sa’he)††

Centro Norte (Tengah Utara) Manatuto, Aileu, dan Dili João Bosco Soares Centro Sul (Tengah Selatan) Manufahi dan Ainaro Hamis Bassarewan (Hata) Fronteira Norte (Perbatasan

Utara)

Ermera, Liquiça dan sebagian Bobonaro

Hélio Pina (Maukruma)

* Menurut dokumen ini, sidang pleno diadakan dari tanggal 15 Mei sampai dengan 2 Juni 1976. Sidang memutuskan “tiga prinsip pembimbing Revolusi Maubere”, yaitu: perang rakyat, perang jangka panjang dan mengandalkan kekuatan sendiri. [Relatório da Delegação do Comité Central da Fretilin em Missão de Serviço no Exterior do Pais, hal. 3.]

Seharusnya dibentuk tujuh sektor, dengan sektor ketujuh untuk wilayah kantong Oecusse, namun keadaan tidak

memungkinkan pembentukan sektor ini. [Wawancara CAVR dengan Jacinto Alves, Dili, 11 Mei 2004 dan Francisco Gonçalves, Dili, 14 Juni 2003.]

Prinsip ini sudah diberlakukan sejak terbentuknya Falintil pada bulan Agustus 1975 setelah terjadinya “Gerakan 11 Agustus.” Sejak waktu itu, Falintil berada di bawah komando Komite Sentral Fretilin. Lihat, antara lain, wawancara CAVR dengan Lucas da Costa (salah seorang yang membentuk satuan pertama Falintil di Aileu), 21/6/2004 dan wawancara CAVR dengan Taur Matan Ruak, 9/6/2004.

§ Menurut Xanana Gusmão, yang pada saat itu adalah anggota Komite Sentral Fretilin, departemen-departemen

pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah (pemerintah) Fretilin.

(Wawancara CAVR dengan José Alexandre Gusmão, 7/7/2004). Dalam Komite Sentral Fretilin terdapat Komite Permanen yang berwenang mengambil keputusan jika tidak bisa diadakan sidang pleno Komite Sentral. (Wawancara CAVR dengan Jacinto Alves, Dili, 11 Mei 2004).

** Dalam Dewan Menteri RDTL, Sera Key menjadi Menteri Keuangan. Setelah rapat di Aikurus (Remexio, Aileu), sebagian wilayah Baucau dan Viqueque, yaitu yang terletak di sebelah timur jalan yang menghubungkan Baucau dengan Viqueque, dimasukkan ke Sektor Ponta Leste. Perubahan ini akibat dari penguasaan Indonesia atas jalan tersebut menyebabkan sulitnya komunikasi antara kedua wilayah dalam satu sektor tersebut. [EN: Wawancara CAVR dengan Francisco Gonçalves, Dili, 14 Juni 2003; Xanana Gusmão, “Autobiography” in Sarah Niner (ed.), To Resist to Win!: The Autobiography of Xanana Gusmão, Victoria: Aurora Books, 2000, p. 49]

†† Dalam Dewan Menteri RDTL menjabat Menteri Perburuhan dan Kesejahteraan.

(6)

Fronteira Sul (Perbatasan Selatan)

Covalima dan sebagian Bobonaro César Correia Lebre (César Mau Laka)

18. Dalam menjalankan tugasnya para Komisaris Politik dibantu oleh para asisten komisariat (Assistente Comissáriado).* Para asisten komisariat bertugas untuk bidang-bidang tertentu seperti kesehatan, pertanian, pendidikan, organisasi perempuan dan propaganda politik.

Sekretariat tempat para pengurus Fretilin sektor bekerja disebut Comissáriado. Sektor dibagi ke dalam unit-unit administratif yang lebih kecil.

Table 2 - Struktur administrasi Fretilin

Unit Administratif Wilayah Pimpinan

Region (regiaõ) Sama dengan wilayah yang dicakup oleh conselho dalam sistem pemerintahan kolonial Portugis, sekarang disebut distrik.

Seorang sekretaris (secretário) dengan seorang wakil sekretaris regional (vice secretário regional)

Zona (zona) Sama dengan wilayah

yang dalam sistem pemerintahan Portugis disebut posto, sekarang disebut subdistrik.

Komite Zona (Comité da Zona) dipimpin oleh seorang secretário dan vice secretário da zona. Dalam Comité da Zona ada: Komisi Kesehatan (Comissão de Saúde), Komisi Pertanian (Comissão da Agricultura) dan Komisi Pendidikan (Comissão da Educação).3 Dalam komisi-komisi bekerja para aktivis (activista), yang melaksanakan berbagai program. Juga ada activista yang bertugas di bidang pendidikan politik.

Desa (suco) Sama dengan suco

sekarang ini.

Secretário de suco dibantu oleh seorang vice secretário.

Mereka memimpin badan-badan di tingkat desa (yang disebut secçaõ), yaitu: seksi kesehatan (secção de saude), seksi pertanian (secção da agricultura), seksi pendidikan (secção da educação), dan seksi propaganda politik (secção da propaganda política).

Kampung (aldeia) Sama dengan aldeia sekarang.

Penanggungjawab kampung (responsável da aldeia)

19. Struktur yang terbangun tersebut adalah penerusan dari struktur pemerintah yang dibentuk Fretilin setelah berhasil menguasai wilayah akibat kekalahan Gerakan 11 Agustus UDT dan ditinggalkan administrasi pemerintahan oleh gubernur Portugis. Misalnya di tingkat zona, ada yang menyebutkan bahwa pemerintahan dijalankan oleh suatu “direcção” (direktoral) yang terdiri dari Sekretaris dan Wakil Sekretaris Zona, para asisten, pemimpin organisasi perempuan OPMT untuk tingkat zona dan pemimpin organisasi pemuda OPJT (Organização Popular de Jovêns Timorenses – Organisasi Rakyat Pemuda Timor) untuk tingkat zona.4 Model ini berasal dari model struktur Fretilin yang diterapkan pada tingkat distrik setelah “Gerakan 11 Agustus” (lihat Bagian 3: Sejarah Konflik).

20. Struktur ini hanya mengalami sedikit perubahan sampai hancurnya zona libertadas. Pada tahun 1977, akibat penyempitan zona libertadas karena serbuan-serbuan militer Indonesia, pimpinan Fretilin menghapuskan tingkat administrasi região dan zona ditempatkan langsung di bawah adminstrasi sektor. Seiring dengan itu diciptakan posisi baru dengan sebutan adjunto.

Sama dengan para komisaris politik, adjunto adalah anggota Komite Sentral Fretilin. Tugasnya membantu pelaksanaan program sosial-politik Fretilin di tingkat zona yang menjadi tanggungjawab pengurus zona.5 Di satu sektor ada dua sampai tiga orang adjunto. Sejak 1978 sebutan activista diganti dengan istilah assistente (asisten).6

* Di sektor Ponta Leste ini disebut Delegado Komisariado yang lebih dikenal dengan singkatannya “DK” (dilafalkan “de kapa”). [Wawancara CAVR dengan Egas da Costa Freitas, Dili, 19 Mei 2004.]

Ada yang menyebut adanya unit “barracas” (barak), tetapi ini bukan bagian dari struktur administrasi formal.

(7)

Pengorganisasian Militer

21. Di bidang militer, ketidakjelasan juga terjadi setelah invasi Desember 1975. Pasukan- pasukan Falintil yang bertugas di wilayah dan kota-kota perbatasan yang jatuh segera setelah serangan tersebut, mundur ke tempat asal masing-masing. Di subdistrik (yang telah diubah namanya menjadi zona) mereka kembali membentuk satuan-satuan kompi (companhias),* yang dipimpin oleh komandan zona (comandante da zona). Kebanyakan comandantes da zona adalah sersan dalam angkatan bersenjata kolonial Portugis. Di satu zona ada satu sampai empat kompi, tergantung pada adanya orang yang terlatih dan persenjataan.7 Masing-masing kompi terdiri dari tiga atau empat peleton (pelotões).8

22. Kompi-kompi tersebut secara teoritis berada di bawah kendali Staf Umum Falintil (Estado Maior das Falintil). Setelah proklamasi Republik Demokratik Timor-Leste pada 28 November 1975, Falintil berada di bawah kendali Departemen Pertahanan Nasional yang dipimpin oleh seorang menteri dan dua orang wakil menteri. Menteri Pertahanan Nasional dijabat oleh Rogério Lobato yang sekaligus juga menjabat Comandante das Falintil (Panglima). Jabatan wakil menteri diduduki oleh Hermenegildo Alves dan Guido Soares. Dengan kepergian Rogério Lobato ke luar negeri untuk menggalang dukungan internasional beberapa hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 28 November, pimpinan dijalankan oleh dua orang wakil menteri tersebut.

Departemen Pertahanan Nasional membawahi Estado Maior das Falintil (Staf Umum) yang dipimpin oleh Chefe do Estado Maior (Kepala Staf) Guido Soares dan Sub-Chefe do Estado Maior (Wakil Kepala Staf) José da Silva.

23. Akibat invasi, struktur tersebut tidak efektif. Kompi-kompi pasukan berada di bawah kendali para komandan zona yang masing-masing beroperasi relatif independen tanpa komando sentral. Mereka lebih banyak bertempur sendiri-sendiri mempertahankan zona masing-masing.

Ini merupakan suatu kesulitan untuk operasi militer. Gambaran tentang masalah ini dikemukakan oleh Filomeno Paixão, yang pada waktu itu menjadi seorang komandan kompi di Liquiça, kepada Komisi:

Jadi di zona, yang sekarang kita sebut subdistrik ada satu orang komandan zona. Komandan zona punya kompi, di bawahnya ada satu atau dua atau tiga kompi. Saya beri contoh Liquiça, waktu itu ada tiga kompi, dengan satu komandan zona. Karena itu masing-masing hanya berinisiatif di subdistriknya…Ada subdistrik yang senjatanya sangat banyak, ada yang tidak punya senjata.9

24. Masalah tersebut diatasi dengan keputusan Konferensi Soibada untuk melakukan reorganisasi militer. Seiring dengan pembentukan sektor, region dan zona untuk seluruh zona

* Kompi-kompi ini dibentuk dari mantan prajurit tentara kolonial dan penduduk sipil yang telah mendapatkan latihan militer setelah terjadinya Gerakan 11 Agustus UDT dan bergabung dalam milisi yang dibentuk oleh Fretilin. Sebelumnya, ketika Fretilin mulai menghadapi serangan-serangan dari tentara Indonesia di perbatasan darat sejak bulan Oktober, sebagian anggota milisi telah digabungkan ke dalam satuan-satuan Falintil yang bertugas menghadapi tentara Indonesia di wilayah perbatasan tersebut. [Wawancara CAVR dengan José Alexandre Gusmão, 7/7/2004; Adriano João, 23/4/2003; Filomeno Paixão, 17/6/2004; Lucas da Costa, 21/6/2004; Agostinho Carvaleira Soares, Cailaco, Bobonaro, 13 Agustus 2003;

Sebastião da Silva, Juni 2003; Cornelio Gama (alias Nahak Leki, alias L-7), 9 April 2003; dan Lere Anan Timor, Arsip Proyek Sejarah Lisan Tuba Rai Metin, Submisi kepada CAVR, CD No. 18.]

Misalnya, komandan zona Quelicai Aquiles Freitas adalah seorang tentara kolonial dengan pangkat terakhir “sargento”

(sersan satu). Jabatan terakhirnya dalam angkatan bersenjata kolonial adalah komandan kompi pasukan kavaleri di Atabae (Bobonaro). [Wawancara CAVR dengan Adriano João, Dili, 10 Juni 2003.] Komandan zona Cailaco José Maria adalah seorang mantan tentara berpangkat sersan dua (furiel) dalam angkatan bersenjata Portugis di Timor-Leste.

[Wawancara CAVR dengan Agostino Carvaleira Soares, Cailaco, Bobonaro, 13 Agustus 2003.]

José da Silva pada paruh kedua 1976 digantikan oleh Domingos Ribeiro. Penggantiannya dilakukan karena José da Silva melawan keputusan Konferensi Soibada untuk reorganisasi pasukan dan karena itu terjadi pertentangan dengan Komisaris Politik Fronteira Norte Maukruma yang melaksanakannya. [Wawancara CAVR dengan Filomeno Paixão de Jesus, Dili, 17 Juni 2004.]

(8)

libertadas, dibentuk komando sektor (comando de sector), komando region (comando da região), dan komando zona (comando da zona) untuk masing-masing sektor, region, dan zona.10 Selain kompi-kompi tempur, dibentuk Pasukan Pertahanan (Força Auto Defesa) di tempat pemukiman penduduk. Satu unit Força Auto Defesa terdiri dari penduduk di pemukiman setempat yang telah diberi latihan dasar kemiliteran. Kekuatan Força Auto Defesa berberda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain, di satu zona bisa mencapai satu kompi.11 Sebagian dari mereka bersenjata tajam tradisional seperti tombak dan panah, sebagian lagi bersenjatakan senapan otomatis.

Karena kebanyakan tidak bersenjata api, Força Auto Defesa juga disebut “Armas Brancas”

(“senjata tradisional seperti tombak, parang, panah). Tugas utama pasukan ini adalah mempertahankan tempat pemukiman, namun sebagian dari mereka juga dikerahkan untuk membantu satuan Falintil yang bertugas di garis depan.12

25. Para komandan zona tetap membawahi kompi-kompi pasukan, namun sekarang mereka beroperasi di bawah wewenang komandan region, sementara komandan region berada di bawah komando komandan sektor.* Dengan reorganisasi ini, Staf Umum Falintil membawahi semua komando teritorial tersebut. Setelah reorganiasi ini, kemampuan militer Falintil untuk menghadapi tentara Indonesia bisa ditingkatkan. Wilayah operasi menjadi lebih luas karena sekarang bisa beroperasi pada wilayah yang lebih luas daripada zona. Pasukan dan senjata pun bisa dipindahkan dari satu zona ke zona lain, sesuai dengan kebutuhan perang.13

26. Perubahan di bidang militer lebih lanjut terjadi setelah Konferensi Laline, yang diselenggarakan antara Maret dan Mei 1977. Konferensi Laline memandang konsentrasi satuan- satuan pasukan di zona-zona sebagai satu kelemahan. Filomeno Paixão yang menghadiri konferensi ini mengingat:

Kami memandang bahwa strategi itu tidak lagi baik, karena região bilang região, Ermera adalah punya Ermera, Liquiça punya Liquiça. Sulit untuk saling memberikan senjata dan amunisi [antar região]. Karena itu setelah pertemuan Laline berakhir, dibentuk kompi sektor yang memberikan keamanan kepada penduduk, dibentuk kompi intervensi yang tidak boleh lagi beraksi dari belakang atau dari luar…Jadi kalau dulu perang di dalam região kemudian perang di seluruh sektor.14

27. Dengan perubahan ini, setiap satu kompi pasukan di satu sektor ditempatkan langsung di bawah komandan sektor.

28. Perubahan lebih lanjut terjadi pada sekitar pertengahan 1977, yang berhubungan dengan konflik di dalam tubuh Fretilin. Komite Sentral Fretilin dalam rapatnya di Aikurus (Remexio, Aileu) menghapuskan Departemen Pertahanan Nasional, termasuk dua posisi wakil menteri pertahanan, setelah evaluasi yang dilakukannya menyimpulkan bahwa departemen ini tidak lagi bekerja secara efektif. Kepemimpinan Falintil selanjutnya berada pada Staf Umum Falintil. Kedua wakil menteri pertahanan “diturunkan” jabatannya menjadi komandan sektor. Hermenegildo Alves menjadi Komandan Sektor Centro Leste dan Guido Soares menjadi Komandan Sektor Centro Sul. Domingos Ribeiro yang sebelumnya menjabat wakil kepala staf menjadi kepala staf. Posisi

* Hingga saat itu satuan terbesar tentara adalah kompi (companhia), tidak ada satuan yang lebih besar seperti batalyon (batalhão).

Ini adalah sidang Dewan Tertinggi Perlawanan dan Komite Politik dari Komite Sentral Fretilin, yang diselenggarakan pada 8 Maret sampai 20 Mei 1977 (Relatório da Delegação do Comité Central da Fretilin em Missão de Serviço no Exterior do Pais, terjemahan, hal. 4). Kemungkinan yang disebut sebagai Dewan Tertinggi Perlawanan dalam dokumen ini adalah Dewan Tertinggi Perjuangan (Concelho Superior da Luta) yang terdiri dari Presiden RDTL (yang adalah Ketua Fretilin), Wakil Presiden RDTL (Wakil Ketua Fretilin), Wakil Menteri Pertahanan, Menteri Informasi dan Keamanan Nasional, dan Comissário Política Nacional. [Wawancara CAVR dengan Jacinto Alves, Dili, 11 Mei 2004 dan Egas da Costa Freitas, Dili 19 Mei 2004.] Melihat komposisinya, dewan ini bersifat hibrida, antara (partai) Fretilin dan (pemerintah) RDTL.

(9)

wakil kepala staf dihapuskan. Di dalam Staf Umum Falintil ada delapan orang staf yang disebut Colaborador do Estado Maior, yang menangani berbagai bidang yang menjadi wewenang Staf Umum, seperti operasi, sandi, informasi, logistik dan pelatihan.15

29. Sesuai prinsip “politik memimpin militer” maka Staf Umum Falintil berada di bawah Presiden Republik Demokratik Timor-Leste yang juga Presiden Fretilin. Pada waktu yang sama, Nicolau Lobato juga menjabat komisaris politik untuk Staf Umum Falintil, dengan fungsi memberikan orientasi politik untuk tentara.*

30. Pada waktu itu dibentuk pasukan baru yang bernama Brigade Pasukan Gerak Cepat (Brigada de Choque, biasanya disingkat menjadi Brichoq). Brigade ini dibentuk oleh kepala staf dan langsung berada di bawah komandonya. Pasukan ini tidak menetap di wilayah tertentu, tetapi bergerak beroperasi di seluruh wilayah Timor-Leste.16 Guido Soares, yang sebelumnya menjadi Kepala Staf Umum Falintil, menjadi komandan Brigada de Choque.17 Dengan pembentukan brigade ini, dari segi susunan pasukan sekarang ada Brigada de Choque, kompi sektor, kompi-kompi di zona, dan Força Auto Defesa.

Program sosial-ekonomi Fretilin

31. Pengorganisasian penduduk di zona libertadas menjadi tanggungjawab pengurus sipil Fretilin. Dengan terjadinya invasi, perhatian utama Fretilin adalah bagaimana melancarkan dan mendukung perlawanan. Xanana Gusmão yang waktu itu adalah salah seorang anggota Komite Sentral Fretilin mengatakan kepada Komisi:

Kita baru melakukan perang dan rakyat ada di antara kita.

[Kita membentuk] base de apoio yang konsepnya adalah basis yang berfungsi memberi dukungan logistik dan politik – yang bisa kita katakan revolusi…Komite Sentral Fretilin pada bulan Mei 1976 menerapkan base de apoio. Maka dibentuk enam sektor…Dengan ini telah didefinisikan base de apoio. Telah dibentuk struktur base de apoio. Base de apoio dilaksanakan sebagai mekanisme mengorganisir penduduk agar bisa melanjutkan perang.18

32. Di tempat-tempat pemukiman, yang dalam pembagian wilayah menurut strategi perang disebut “zona reta guarda” (wilayah pemunduran), dijadikan base de apoio. Penduduk diorganisasikan untuk melaksanakan program pertanian, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan pembebasan perempuan.19

Produksi Pertanian

33. Untuk meningkatkan produksi, kerja pertanian dilakukan oleh penduduk yang diorganisir dalam kelompok kerja (equipa).20 Lahan pertanian dibagi menjadi tiga bentuk pemilikan, yaitu pribadi, coperativa (koperasi), dan propriedade estatal (lahan milik negara). Lahan pribadi adalah milik setiap keluarga, yang dikerjakan oleh seluruh anggota kelompok kerja, hasilnya tetap menjadi hak masing-masing keluarga. Lahan koperasi adalah milik seluruh anggota kelompok kerja yang dikerjakan oleh seluruh anggota dan hasilnya dibagi rata kepada seluruh

* Jika Komisaris Politik untuk sektor berada di bawah Comissário Política Nacional (CPN, Komisaris Politik Nasional), tidak demikian halnya dengan Komisaris Politik Staf Umum Falintil. Apalagi jabatan ini dirangkap oleh Presiden Republik dan Presiden Fretilin. Menurut Jacinto Alves, pada waktu itu Nicolau Lobato juga menjabat Presiden Republik Demokratik Timor-Leste, sehari-hari bekerja di Staf Umum Falintil (wawancara CAVR dengan Jacinto Alves, 11/5/2004).

Brigade ini juga dikenal dengan sebutan “Brigada Intervenção” (Brigade Intervensi), “Força de Intervenção” (Pasukan Intervensi) atau “Companhia de Intervenção” (Kompi Intervensi).

Yang dimaksud adalah negara Republik Demokratik Timor-Leste.

(10)

anggota.* Sedang propriedade estatal dikerjakan oleh semua orang yang hasilnya digunakan untuk keperluan negara, yaitu memberi makan kepada angkatan bersenjata (Falintil), para pengurus sipil, orang tua dan orang cacat yang tak mampu bekerja, cadangan kalau keadaan darurat dan cadangan bibit.21 Selain tanaman pangan seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar dan pisang, juga diusahakan menanam kapas.22

34. Kaum perempuan juga bekerja dalam produksi pertanian dengan menjalankan kegiatan- kegiatan seperti menumbuk sagu dan membuat anyaman barang-barang keperluan seperti keranjang.23 Jika perempuan punya anak yang masih harus diasuh, pengasuhannya dilakukan di crèche (tempat pengasuhan anak). Pengurusan crèche dilakukan secara bergilir oleh penduduk yang diorganisir di dalam equipa crèche.24

35. Pada awalnya, kegiatan produksi pertanian ini berjalan hanya dengan sedikit gangguan.

Tetapi keadaan menjadi memburuk dengan terjadinya ofensif militer besar-besaran sekitar pertengahan September 1978. Lahan-lahan pertanian yang sudah ditanami tidak bisa dipanen karena penduduk terus-menerus harus berpindah tempat karena serangan tentara Indonesia.

Demikan pula penyiapan lahan baru tidak bisa dilakukan.25 Kesehatan

36. Para kader Fretilin yang bertanggungjawab atas bidang kesehatan, termasuk para dokter tradisional, membuat obat-obatan dari bahan tumbuh-tumbuhan termasuk pil kina dan obat untuk menyembuhkan luka tembak.26 Mereka juga merawat orang-orang yang luka karena

pertempuran, termasuk melakukan operasi kecil. Di bidang obat-obatan sempat dilakukan penelitian tentang tumbuh-tumbuhan yang punya khasiat mengobati. Lucas da Costa, yang pada masa akhir pemerintah Portugis menjabat sebagai kepala rumah sakit Same (Manufahi), mengemukakan pengalamannya di kawasan Uaimori:

…saya menjalankan penelitian tentang pengobatan dengan obat-obatan tradisional sekitar pertengahan 1976…Di sana kita membangun sebuah rumah sakit, kita membuat studi tentang obat tradisional. Kita kumpulkan beberapa orang yang tahu tentang obat tradisional, kita melakukan beberapa eksperimen dan kita mencoba membangun sebuah farmasi untuk membuat tablet dan injeksi. Tapi injeksi kita tidak berhasil. Yang berhasil adalah tablet untuk malaria. Untuk sakit kepala kita berhasil membuat, meskipun terlalu kasar, tapi efektif juga.27

37. Mantan pelajar memberikan pendidikan masyarakat mengenai hidup sehat dan penggunaan serta pembangunan kakus umum yang sesuai syarat kesehatan. Virgílio da Silva Guterres dari zona Venilale (Baucau) mengisahkan pengalamannya:

* Para pengurus Fretilin juga harus bekerja dalam kelompok kerja. Tetapi mereka hanya sedikit bekerja di sawah atau ladang karena waktu mereka lebih banyak digunakan untuk menangani tanggungjawab mereka sebagai penanggungjawab politik. [Wawancara CAVR dengan Virgílio da Silva Guterres, Dili, 25 Mei 2004.]

(11)

[Pemuda] yang sudah kelas tiga sekolah dasar direkrut untuk diberi pelatihan tentang alfabetisasi, kesehatan dan politik. Setelah pelatihan selesai para peserta dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang disebut B r i g a d a Dinamisadora [Brigade Dinamisator], yang masing-masing terdiri dari lima orang. Tugasnya adalah mengajar tentang huruf, tentang kesehatan dan membantu mereka membuat kakus di tempat-tempat yang sesuai dengan syarat kesehatan.28

Pendidikan dan Kebudayaan

38. Fretilin menyelenggarakan dua jenis pendidikan: pemberantasan buta huruf dan pendidikan politik. Kegiatan pemberantasan buta huruf untuk orang dewasa agaknya tidak diselenggarakan secara merata karena keterbatasan tenaga yang terlatih di bidang ini. Di tempat tertentu, kegiatan ini dijalankan oleh para aktivis organisasi perempuan OPMT dan khususnya ditujukan untuk kaum perempuan.29 Juga ada zona tertentu yang menyelenggarakan kegiatan sekolah untuk anak-anak.30

39. Kegiatan pendidikan yang paling merata adalah pendidikan politik. Fretilin memberikan perhatian yang besar pada pendidikan politik untuk kader dengan tujuan meningkatkan kemampuan mereka dalam pengorganisasian masyarakat serta pengetahuan politik dan ideologis mereka. Komisariat setiap sektor menyelanggarakan apa yang disebut Pusat Pendidikan Politik (Centro da Formação Política, Ceforpol). Ceforpol harus diikuti oleh “quadro medio” (“kader menengah,” yaitu para pengurus komite regional dan komite zona), tetapi kadang- kadang juga diikuti oleh “quadro inferior” (“kader rendah,” para pengurus suco dan aldeia). Yang dicakup dalam pendidikan ini antara lain sejarah Timor-Leste sejak kolonialisme Portugis, teori tentang tahap-tahap perkembangan masyarakat, filsafat idealisme dan materialisme, membangun kekuasaan rakyat, prinsip “garis massa” (linha de massa) dan “sentralisme demokratis” (centralismo democrático) dalam pengorganisasian, emansipasi perempuan dan produksi bahan makanan secara kolektif. Juga dibahas masalah-masalah yang berhubungan dengan perkembangan perang dan strategi perang pembebasan nasional Timor-Leste, serta perang pembebasan nasional di negeri-negeri lain, seperti di Guinea-Bissau, Cina dan Vietnam.

Para pengajar dalam Ceforpol adalah anggota Komite Sentral Fretilin dan komandan militer Falintil.31 Secara keseluruhan Ceforpol berada di bawah tanggungjawab Departemen Orientasi Politik dan Ideologi (Departemento da Orientação Política e Ideológica, DOPI) yang merupakan satu badan dalam Komite Sentral Fretilin yang berwenang mengenai masalah ideologis.32

40. Kegiatan pendidikan politik untuk masyarakat umum tujuannya adalah untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan mendukung perjuangan pembebasan nasional.33 Para pengurus tingkat zona menyelenggarakan program “pencerahan” (esclarecemento). Di tempat tertentu kegiatan ini dijalankan oleh Brigada Dinamisadora yang berkeliling ke tempat- tempat pemukiman penduduk memberikan penjelasan tentang isi Manual e Programa Políticos Fretilin (Pedoman dan Program Politik Fretilin) dan perlunya bekerja untuk mendukung angkatan bersenjata Falintil yang berperang untuk merebut kemerdekaan.34 Di tempat yang tidak ada Brigada Dinamisadora, kegiatan ini dilakukan oleh para assistente zona. Para aktivis OPMT juga giat melakukan kegiatan ini.35 Biasanya pendidikan politik rakyat dijalankan bersama dengan kegiatan kebudayaan. Seorang anggota Brigada Dinamisadora memberikan kesaksiannya kepada Komisi:

(12)

Setiap Brigada dikirim ke aldeia untuk mengajar pada siang hari. Pada malam hari acaranya adalah tebe dan dansa, juga melantunkan syair-syair tradisional serta menyanyikan lagu-lagu rakyat…Kata-kata yang dilantukan dalam pantun-pantun dan lagu-lagu adalah tentang orang miskin dan penderitaan mereka karena invasi serta kenangan pada orang-orang yang mati karena berjuang demi tanah air. Kata-kata tersebut semakin membangkitkan simpati pada orang miskin dan tekad berjuang demi kemerdekaan tanah air.36

41. Kegiatan kebudayaan Fretilin diarahkan oleh suatu gagasan tentang pengembangan perasaan nasional, yaitu perasaan bahwa semua orang yang hidup di Timor-Leste adalah suatu bangsa yang hanya akan mencapai kemajuan jika berjuang membebaskan diri dari penjajahan.

Tema orang miskin yang harus berjuang telah dikembangkan sejak sebelum terjadinya invasi Indonesia. Untuk itu Fretilin mengambil lagu-lagu tradisional dari berbagai daerah dan memberinya syair-syair yang sesuai. Lagu-lagu juga dinyanyikan bersama dengan tari-tarian tradisional yang sesuai dengan semangat persatuan, seperti tebe dan dahur.

42. Kegiatan kebudayaan dibimbing oleh gagasan Fretilin tentang kesederajatan manusia.

Bagi Fretilin kolonialisme adalah suatu bentuk ketidaksederajatan antar manusia dalam mana suatu golongan minoritas manusia menghisap dan menindas mayoritas. Penindasan dan penghisapan ini tidak hanya terjadi antara penguasa kolonial terhadap rakyat Timor-Leste, tetapi juga terjadi di dalam masyarakat Timor-Leste sendiri, yaitui antara liurai (raja) terhadap rakyat kebanyakan melalui berbagai bentuk hubungan upeti dan kerja wajib. Ketidaksederajatan juga berlangsung dalam bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan akibat posisinya yang rendah dalam sistem masyarakat tradisional.37 Fretilin memperkenalkan konsep “camarada”

yang memandang setiap orang sebagai kawan yang sederajat. Perlunya menghapuskan ketidaksederajatan akibat penghisapan dan penindasan dan menggantikannya dengan kesederajatan menjadi tema dalam lagu-lagu dan syair-syair yang dinyanyikan dalam berbagai kegiatan kebudayaan dan pemberantasan buta huruf.

Emansipasi Perempuan

43. Emansipasi perempuan juga merupakan bagian dari program sosial-politik Fretilin. Kaum perempuan didorong untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, kesehatan, produksi pertanian dan produksi barang-barang keperluan perang seperti keranjang (lafatik dan luhu) dan tas. Crèche (tempat pengasuhan anak) didirikan agar memungkinkan perempuan terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Orang dewasa laki-laki dan perempuan diatur dalam giliran mengasuh anak-anak di crèche. Crèche juga menjadi tempat mendidik anak-anak agar menjadi nasionalis yang berjiwa revolusioner melalui lagu-lagu perjuangan, syair-syair dan teater.38

44. Di beberapa tempat diselenggarakan kursus untuk mempersiapkan perempuan yang akan menikah. Misalnya, OPMT di Zona Modok, Sektor Centro Norte menyelenggarakan kursus ini. Tujuannya adalah membentuk keluarga yang nasionalis dan menghargai hak laki-laki dan perempuan. Para calon pengantin diberi penjelasan tentang konsep emansipasi perempuan.

Adat barlaque yang mengharuskan pertukaran barang dalam jumlah dan jenis tertentu antara keluarga calon pengantin perempuan dan laki-laki, yang dinilai merendahkan kaum perempuan, ditafsirkan kembali dan ditegaskan nilainya sebagai simbol penghormatan pada martabat perempuan. Melalui kursus ini para calon pengantin juga belajar untuk menentang sikap-sikap dan prakonsepsi kolonialis dan feodalis mengenai perempuan serta membela martabat perempuan dan laki-laki.39

(13)

Sistem Peradilan

45. Fretilin menyelenggarakan suatu bentuk peradilan untuk menangani orang-orang yang melakukan kesalahan. Cara mengadili orang ditentukan oleh jenis kesalahannya. Untuk kesalahan yang dianggap ringan, seperti memaki orang lain, mengganggu perempuan (bok feto), dan mencuri barang, dilakukan proses yang disebut “kritik-otokritik” (critíca-auto critíca). Dalam proses ini, orang yang disangka melakukan kesalahan dipersilahkan mengakui kesalahannya di depan khalayak yang jumlahnya tidak besar, kemudian menyatakan penyesalan dan berjanji tidak mengulanginya. Setelah itu ia dimaafkan dari kesalahannya setelah menjalani hukuman yang ringan, misalnya mencari kayu bakar atau menimba air untuk keperluan dapur umum selama dua hari. Hukuman ini disebut “keadilan koreksi” (justo correctivo).

46. Untuk kesalahan yang berat, proses yang dijalankan adalah yang disebut “pengadilan rakyat (justiça popular). Yang tergolong kesalahan berat adalah melakukan kontak dengan musuh, bekerjasama dengan musuh (misalnya dengan menjadi mata-mata), menyerahkan penduduk sipil kepada musuh dan berkhianat. Mereka dianggap menentang politik Fretilin. Orang yang disangka melakukan kesalahan ditampilkan di atas panggung di depan hadirin yang jumlahnya banyak.Yang mengajukan dakwaan adalah komandan militer yang menangkap orang yang dianggap melakukan kesalahan berat tersebut. Yang memutuskan kesalahan tersangka adalah rakyat yang hadir, sementara komisaris politik atau kadang-kadang bersama komandan sektor, menetapkan hukumannya.40 Bentuk hukuman berbeda-beda dari hukuman mati sampai

“rehabilitasi” di lembaga yang disebut Rehabilitasi Nasional (Rehabilitação Nacional, Renal).

Renal adalah “tempat untuk merehabilitasi orang yang reaksioner menjadi revolusioner”41 dan berada di bawah wewenang komisariat sektor. Jumlah Renal di setiap sektor tidak sama (lihat Bab 7.4: Penahanan, Penyiksaan, dan Penganiayaan).*

47. Rehabilitasi diperuntukkan bagi orang-orang yang meskipun melakukan kejahatan berat, dianggap bisa menyadari kesalahannya dan memperbaiki diri.42 Dalam tempat rehabilitasi ini pada siang hari mereka diharuskan melakukan kerja produksi pertanian, seperti berkebun dan bersawah dan kerja-kerja lainnya seperti mengangkut hasil pertanian, mencari kayu bakar, menimba air. Hasil kerja kebun atau sawah itu selain digunakan untuk keperluan makan mereka sendiri juga untuk keperluan Falintil.43 Pada malam harinya mereka diharuskan mengikuti pendidikan politik. Ada juga Renal yang menjalankan pemberantasan buta huruf.44

48. Sedikitnya ada dua jenis tempat penahanan di Renal. Pertama, lubang di tanah yang dibuat untuk itu, dengan bagian atasnya ditutup dengan terali dari kayu atau ditutup dengan kayu yang di atasnya dipasang batu besar. Lubang ini ukurannya berbeda-beda, ada yang tingginya hanya 80 cm sehingga orang yang dimasukkan ke dalamnya harus duduk di tanah, ada juga yang kedalamannya tiga meter, seperti di Renal Nundamar (Remexio, Aileu).45 Jenis kedua, tempat penahanan di atas tanah yang dikelilingi dengan tembok yang dibuat dari batu yang disusun setinggi 2-3 meter.46

49. Ada kasus-kasus dimana orang tidak diberi makan atau minum selama beberapa hari di dalam tahanan Renal. Kadang-kadang keluarga bisa memberi bantuan makanan dan minuman, tetapi kadang-kadang ini juga tidak diperbolehkan. Alexandrino de Jesus, seorang prajurit Falintil yang ditangkap karena dituduh mau menyerah kepada tentara Indonesia mengungkapkan kepada Komisi pengalamannya dalam Renal:

* Renal berada di bawah tanggungjawab langsung seorang adjunto. Misalnya Renal di Nundamar, Remexio berada di bawah tanggungjawab Adjunto Sebastião Montalvão (“Lais”). [Wawancara CAVR dengan António Amado de Jesus Guterres, Manatuto, 11 Desember 2003; Egas da Costa Freitas, Dili, 19 Mei 2004.]

(14)

Kami dibawa ke tempat rehabilitasi di Sau Kata di Suco Ura Hou [Hatulia, Ermera]. Kami disuruh bekerja, tanpa dibekali dengan alat-alat pertanian dengan kondisi fisik kami yang lemah. Waktu itu mereka menyuruh kami mencabut rumput seluas satu setengah hektar untuk menanam jagung. Selama kami bekerja di situ tidak diberi makan. Kami membagi kelompok kami dalam dua regu, satu regu bekerja mencabut rumput, satu regu yang terdiri dari empat orang termasuk saya mencari ubi kayu [untuk makanan kami]. Kebetulan di sekitar situ banyak ubi kayu.

Selama bekerja kami dikawal oleh delapan orang anggota Falintil secara bergantian. Kami tidur di lokasi dimana kami bekerja hingga satu minggu, setelah itu kami wajib lapor ke Fatubessi [Ermera]. Tidak ada yang mati.

Di tempat rehabilitasi kami selama satu setengah bulan.

Setelah menanam jagung, ada panggilan dari komandan Sektor Fronteira Norte Filomeno Paixão. Setelah kami di sana [pusat komando sektor di Fatubessi] kami diperlakukan dengan baik, disuruh baris untuk menerima ransum. Mulai saat itu kami diterima kembali menjadi anggota Falintil.47

50. Orang yang kasusnya menunggu disidangkan justiça popular juga ditahan di Renal.

Interogasi adalah metode utama dari investigasi dan sejumlah tahanan mengalami penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan.48 Eduardo de Jesus Barreto dari sektor Fronteira Norte

mengemukakan kesaksiannya kepada Komisi:

Yang saya lihat sendiri waktu itu Comandante Região Martinho mereka kuburkan ke dalam sebuah lubang dengan posisi berdiri setengah badan tanpa pakaian dan tangannya diikat, kemudian membakar ban mobil lalu meneteskan ke badannya. Karena saya tidak tahan melihat perlakuan itu, saya menghindar.49

51. Tidak semua kasus berat dilakukan pemeriksaan. Ada kasus-kasus di mana seseorang dicurigai punya rencana untuk menyerah atau menjadi mata-mata Indonesia, kemudian dituduh oleh komandan setempat dan diambil keputusan. Seorang mantan asisten politik mengungkapkan kepada CAVR:

…orang yang bersalah dibawa ke depan umum. Setelah di sana banyak orang yang mengatakan bahwa dia salah, tidak ada orang yang membantah meskipun kita berbuat benar, tidak ada hakim yang membela kita. Saya pernah menyaksikan kurang lebih tiga kasus. Orang dicurigai dan ditangkap di zona gerilya, ditangkap di situ, oleh komandan dituduh sebagai mata-mata. Sampai di sana komandan itu berkata “orang ini kami tangkap di zona gerilya. Ini mata-mata.” Rakyat mengatakan, “Kalau dia mata-mata, dia harus mati.” Kasus-kasus seperti ini biasanya yang menangani adalah komandan Falintil dan rakyat hanya mengikuti apa tuduhannya.50

52. Oleh karena itu juga terjadi orang dijatuhi hukuman untuk suatu kejahatan yang tidak dilakukannya. Salah satu kasus dikemukakan oleh seorang kader:

(15)

…begini ada orang yang mereka [para komandan] sudah nggak suka sama [orang-orang] yang waktu itu turun ke kota. Keluarga mereka itu dicurigai, kemudian bisa diapa- apakan, atau disiksalah. Saya menentang itu, saya bilang,

“Jangan, karena mereka yang sudah turun ke kota berarti sudah nggak mau lagi dengan perjuangan kita, ngapain keluarga mereka harus di ini, itu.” Saya selalu menentang itu, waktu itu saya dituduh ada hubungan, ada kontak atau mengkhianati perjuangan. Akhirnya saya dipenjara tanpa alasan yang jelas. Saya nggak disiksa. Cuma pernah di dalam lubang tanah beberapa bulan.51

Strategi

53. Strategi perlawanan yang dilancarkan oleh Fretilin berkisar pada pandangan bahwa gerakan ini sedang melancarkan perang revolusioner untuk kemerdekaan. Konsepsi tentang revolusi terkait dengan kemerdekaan, tetapi gagasan Fretilin tentang kemerdekaan bukan semata-mata perginya penguasa kolonial Portugis untuk digantikan dengan pemerintah oleh orang Timor-Leste sendiri. Bagi Fretilin kemerdekaan tanpa perubahan pada struktur masyarakat akan berarti penggantian satu tuan penjajah dengan tuan penjajah yang lain. Kemerdekaan bagi Fretilin adalah terciptanya suatu kesederajatan antar manusia dengan “mengakhiri ketidaksederajatan situasi kolonial yang didasarkan pada eksploitasi oleh suatu minoritas terhadap mayoritas. Minoritas kolonialis dan kaum kaya menghisap mayoritas.”52 Bagi Fretilin, proses penghapusan struktur sosial kolonial itu adalah revolusi.*

54. Pedoman dan Program Politik Fretilin (Manual e Programa Políticos Fretilin) yang dikeluarkan sekitar bulan September 1975 menyebutkan:

[Fretilin] disebut revolusioner karena supaya rakyat Timor hidup sejahtera, untuk pembebasan yang sejati, Rakyat h a r u s m e n g u b a h , m e n t r a n s f o r m a s i , MEREVOLUSIONERKAN seluruh struktur yang telah berlangsung selama 500 tahun. Kita harus melakukan transformasi besar-besaran dengan menciptakan struktur- struktur baru untuk melayani Rakyat Timor. Kalau kita tidak menghapuskan struktur-struktur yang menyengsarakan kita dan menggantikannya dengan struktur-struktur baru, Rakyat Timor tidak akan bisa hidup sejahtera. Rakyat Timor tidak akan memperoleh Kemerdekaan, hanya sedikit orang yang hidup sejahtera, seperti yang terjadi sampai sekarang ini. Rakyat banyak sekali yang hidupnya tetap menderita.53

55. Fretilin menganggap struktur masyarakat tradisional juga menindas. Dalam struktur masyarakat tradisional, liurai memegang kekuasan atas rakyat, dengan membebani rakyat untuk melakukan kerja wajib kepadanya dan membayar upeti. Kaum penguasa kolonial juga memanfaatkan status tradisional liurai untuk pengerahan penduduk untuk bekerja pada

* Pasal 2 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste menyatakan bahwa: “Republik Demokratik Timor-Leste dipimpin berdasarkan orientasi politik FRETILIN yang diarahkan untuk menghapuskan struktur-struktur kolonial demi menciptakan sebuah masyarakat baru yang bebas dari segala bentuk penguasaan dan penghisapan.” Fretilin juga menganggap bahwa situasi kolonial bisa terjadi dalam bentuk baru ketika negara sudah mendapatkan kemerdekaan, yaitu jika modal asing menguasai ekonomi Timor-Leste. Situasi ini menciptakan ketergantungan ekonomi yang disebut “neo-kolonialisme”

yang ingin dicegah oleh Fretilin (Manual e Programa Políticos Fretilin, bagian Manual butir 5).

(16)

perkebunan-perkebunan yang menghasilkan barang-barang pertanian untuk ekspor.* Fretilin menganggap kekuasaan liurai sebagai feodalisme dan menginginkan penghapusannya.

56. Kolonialisme dan tradisi juga dianggap punya sifat menindas yang khusus terhadap kaum perempuan. Fretilin menganggap bahwa perempuan Timor mengalami penindasan ganda, yaitu penindasan kolonial umum yang dialami semua orang Timor-Leste dan penindasan khusus terhadap perempuan akibat dari konsepsi tradisional tentang perempuan dan “sikap kolonialis terhadap perempuan.”54 Jika penindasan umum kolonial berupa kerja paksa, upah yang tidak bisa mencukupi kebutuhan, rasisme dan sebagainya, maka penindasan khusus terhadap perempuan menjadikan perempuan sebagai “alat kenikmatan bagi majikan kolonialis” dan sebagai “barang milik” yang dipertukarkan dalam praktek barlaque serta poligami. Fretilin menghendaki penghapusan penindasan ini. Program revolusioner Fretilin mencakup

“pembebasan perempuan sebagai makhluk sosial.”55

57. Untuk menciptakan struktur baru yang bebas dari penindasan, Fretilin melancarkan berbagai program sosial-politik sejak sekitar September 1974. Bidang yang dianggap paling penting oleh Fretilin adalah pertanian, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan.56 Fretilin memandang bahwa di bidang pertanian, kolonialisme telah mempermiskin rakyat Timor-Leste dengan mengembangkan pertanian yang mengutamakan tanaman-tanaman ekspor. Akibatnya rakyat mengalami kelaparan akibat kurangnya bahan makanan maupun karena terbatasnya jenis bahan makanan.57 Fretilin berusaha melakukan pengembangan pertanian yang melayani rakyat, yaitu yang memungkinkan “semua orang bisa mendapatkan makanan yang baik agar kesehatannya baik, agar seluruh rakyat bisa hidup sejahtera.”58 Sistem pemilikan dan organisasi di bidang pertanian yang dianggap cocok untuk itu adalah koperasi. Fretilin merencanakan membangun koperasi produksi, distribusi dan konsumsi di seluruh negeri. Ketika Timor-Leste masih berada di bawah kekuasaan Portugis, Fretilin mempraktekkan ide ini di beberapa tempat, antara lain di Bazartete (Liquiça) dan di Bucoli (Baucau), masing-masing adalah desa asal Nicolau Lobato dan Sahe, yang mempelopori proyek-proyek ini.59

58. Di bidang pendidikan, Fretilin menjalankan program alfabetisasi dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh pendidik asal Brazil, Paulo Freire. Pendidikan dianggap penting karena bagi Fretilin, kemerdekaan akan terwujud bila rakyat berpartisipasi aktif dalam pemerintahan bangsa dan rakyat bisa berpartisipasi aktif jika tahu apa yang diinginkannya dan mengapa menginginkannya. Bila rakyat hidup dalam ketidaktahuan, akan selalu ada pihak yang memanfaatkan ketidaktahuan dan kebodohannya untuk mengeksploitasi mereka. Menurut perspektif Fretilin, pendidikan yang berlangsung di bawah pemerintah Portugis adalah kebalikan dari yang dibutuhkan rakyat.60 Metode conscientização Freire dipilih karena dengan metode ini, rakyat tidak hanya belajar membaca dan menulis tetapi juga menjalani proses “penyadaran”

politik tentang penindasan kolonial yang mereka alami dan bagaimana mencari jalan keluar darinya. Program alfabetisasi yang persiapannya dimulai bulan Mei 1974, mulai dijalankan sejak Januari 1975.61

59. Bidang kesehatan dipandang sangat terkait dengan pendidikan. Fretilin memandang bahwa rendahnya tingkat kesehatan rakyat disebabkan oleh rendahnya pengetahuan rakyat tentang kesehatan dan tentang nilai gizi makanan. Ketidaktahuan (igonarancia) dan ketidakmengertian (obscurantismo) yang merupakan produk dari situasi kolonial dianggap sebagai sumber masalahnya. Oleh karena itu, bagi Fretilin pendidikan kesehatan merupakan salah satu pemecahan masalahnya.62

* Tenaga kerja paksa ini disebut “auxiliar” (“pembantu”) yang oleh orang pribumi dilafalkan menjadi “assuliar.”

Fretilin juga merencanakan program perombakan pemilikan tanah (land reform) dengan menyita perkebunan-

perkebunan besar untuk digarap oleh koperasi-koperasi rakyat (Manual e Programa Políticos Fretilin, bagian Programa Políticos, butir 2.B.1).

Fretilin berperan penting dalam perubahan kebijakan pemerintah Portugis mengenai pendidikan ketika pemerintah kolonial di bawah Gubernur Mário Lemos Pires membentuk Komite Pendidikan yang bertugas melakukan reformasi pada masa dekolonisasi. [Hill, Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae, hal. 122.]

(17)

60. Gagasan kebudayaan Fretilin berhubungan erat dengan pengembangan suatu kesadaran nasional di kalangan rakyat Timor-Leste. Kesadaran nasional adalah sesuatu yang baru. Pada zaman kolonial, umumnya rakyat memahami dirinya sebagai anggota komunitas suatu suco, suatu kerajaan tertentu, atau suatu kelompok etno-linguistik tertentu. Misalnya orang memandang dirinya sebagai orang Turiscai, atau kelompok etno-linguistik Mambae, ketimbang sebagai orang Timor-Leste dan memandang orang dari luar, bahkan orang yang berasal dari Dili, sebagai orang asing (malae).63 Fretilin berusaha mengembangkan kesadaran nasional melalui program kebudayan dengan memperkenalkan satu bentuk kebudayaan yang dikenal di satu tempat saja ke tempat-tempat lain dan berusaha menjadikannya sebagai milik seluruh rakyat Timor-Leste. Misalnya tarian tebe dari satu tempat diperkenalkan dalam program alfabetisasi di tempat-tempat lain. Demikian pula lagu-lagu, seperti “Kolele Mai” yang berasal dari suatu desa di Baucau diperkenalkan ke seluruh negeri. Fretilin juga yang menggunakan bahasa Tetun, yang merupakan bahasa perhubungan di seluruh wilayah ini, dalam pertemuan-pertemuan mereka.

61. Fretilin yakin bahwa revolusi bisa dijalankan melalui jalan damai karena dua sebab.* Pertama, semakin jelas bahwa politik dekolonisasi Portugis arahnya lebih condong ke kemerdekaan pada saat Fretilin menulis programnya pada bulan November 1974. Ini membuat Fretilin yakin bahwa kolonialisme sudah bangkrut dalam pengertian politik maupun administrasi.64 Kedua, Fretilin semakin populer di kalangan rakyat karena program-program sosial-politiknya.65 Misalnya, dalam pemilihan umum lokal untuk memilih kepala desa yang diselenggarakan Mei 1975 di sejumlah desa di Lospalos (Lautém), mayoritas kepala desa yang terpilih adalah pendukung Fretilin.66 Menurut Francisco Xavier do Amaral, peningkatan popularitas ini membuat para pemimpin Fretilin yakin bahwa mayoritas rakyat menginginkan kemerdekaan dan dengan mudah mereka akan mengalahkan ide federasi dengan Portugal maupun integrasi dengan Indonesia, tanpa perjuangan bersenjata.67 Bagi Fretilin, cara untuk melancarkan revolusi adalah dengan memobilisasi kekuatan rakyat untuk melancarkan program-program pertanian, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan.

62. Program-program sosial-politik yang dijalankan di hutan setelah invasi Indonesia adalah kelanjutan dari program yang telah dijalankan sampai sebelum terjadinya “Gerakan 11 Agustus.”

Bedanya, dengan terjadinya perang, program-program tersebut sekarang dijalankan dalam kerangka base de apoio untuk mendukung perang. Dalam perjalanan perang, Fretilin sendiri mengalami radikalisasi, dengan semakin menegaskan penghapusan kelas-kelas dalam masyarakat dan mendeklarasikan Marxisme sebagai ideologinya.

Perang rakyat jangka panjang

63. Pada mulanya, seperti dikemukakan di atas, perang dilakukan sebagai suatu reaksi yang spontan dan tidak tersentralisasi terhadap serangan tentara Indonesia, tanpa suatu strategi menyeluruh yang jelas. Pada sidang pleno kedua Komite Sentral Fretilin di Soibada (Manatuto),

* Francisco Xavier do Amaral (wawancara dengan CAVR, 18/6/2004) menyatakan bahwa Fretilin berharap Portugal “mau menyerahkan [kemerdekaan Timor-Leste] secara damai” dan oleh karena itu tidak ada rencana dalam Fretilin untuk melakukan perjuangan bersenjata. Menurutnya, aksi bersenjata hanya dilakukan setelah terjadinya aksi bersenjata Gerakan 11 Agustus UDT. [Wawancara CAVR dengan Francisco Xavier do Amaral, Dili, 18 Juni 2004.] Terra Mau Bulak menyebutkan dibentuknya Exercito de Libertação Maubere di kalangan orang Timor-Leste yang berdinas dalam tentara kolonial Portugis oleh sejumlah anggota Komite Sentral Fretilin sekitar Mei 1975. [Terra Maubulak, Arsip Proyek Sejarah Lisan Tuba Rai Metin, Submisi kepada CAVR, CD No. 18). Tetapi ini dibantah oleh Marí Alkatiri (yang pada saat itu menjabat Komisaris Politik Nasional) dan Francisco Xavier do Amaral (Ketua Fretilin). [Wawancara CAVR dengan Marí Alkatiri, Dili, 25 Juni 2004; Francisco Xavier do Amaral, Dili, 18 Juni 2004.]

Helen Hill menyebutkan bahwa Fretilin mencari “alternatif damai terhadap perang gerilya, yaitu penggalangan kekuatan rakyat untuk melawan struktur-struktur kolonial.” [Hill, Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae, hal. 159.]

Menurut Xanana Gusmão, Marxisme dinyatakan sebagai ideologi Fretilin dalam Konferensi Laline 1977. Konferensi ini tidak dihadiri oleh Ketua Fretilin Francisco Xavier do Amaral. Sumber lain menyebutkan bahwa dalam konferensi tersebut, Marxisme tidak jadi ditetapkan sebagai ideologi resmi akibat ketidakhadiran Xavier do Amaral. [Wawancara CAVR dengan Jacinto Alves, Dili, 11 Mei 2004.] Tetapi para kader yang mengikuti pendidikan politik Ceforpol mengingat bahwa mereka belajar tentang Marxisme dalam kelas-kelas Ceforpol. [Lihat misalnya, Wawancara CAVR dengan Egas da Costa Freitas, Dili, 19 Mei 2004; Lere Anan Timor, Arsip Proyek Sejarah Lisan Tuba Rai Metin, Submisi kepada CAVR.]

(18)

yang diselenggarakan pada 15 Mei-2 Juni 1976, Fretilin mengadopsi strategi “Perang Rakyat Jangka Panjang.”* Fretilin memandang bahwa perang ini tidak akan bisa dimenangkan dengan mudah dan cepat karena kekuatan Indonesia yang sangat jauh lebih besar dari segi militer maupun ekonomi.68 Oleh karena itu, jika Timor-Leste menginginkan kemerdekaan, perang akan berlangsung lama dan keras. Berdasarkan analisis tentang keadaan politik internasional, Fretilin menyimpulkan bahwa Timor-Leste tidak bisa mengandalkan bantuan asing untuk mencapai kemenangan.

64. Tiga prinsip utama yang diadopsi dalam Konferensi Soibada adalah: perang harus dilancarkan oleh dan untuk rakyat, perang itu berlangsung dalam jangka panjang dan bahwa Timor Leste harus mengandalkan kekuatannya sendiri. Berdasarkan strategi tersebut, perang tidak dipandang semata sebagai konflik militer antara dua angkatan bersenjata, tetapi dipandang sebagai perang rakyat. Jika dalam pandangan militer murni, kekuatan yang menentukan dalam perang adalah militer dan ekonomi. Tetapi Fretilin yakin bahwa kekuatan dan tekad dari rakyat adalah faktor menentukan dan semangat juang ini bisa terus-menerus diperkuat melalui pendidikan dan mobilisasi.

65. Dalam strategi “Perang Rakyat Jangka Panjang,” base de apoio berperan sentral. Basis ini tidak hanya memberikan dukungan logistik perang untuk kekuatan bersenjata, tetapi dalam basis inilah dibangun kekuatan rakyat melalui pendidikan dan mobilisasi.69 Egas da Costa, seorang assistente untuk seksi agitasi dan propaganda di salah satu zona yang termasuk dalam Sektor Centro Leste, mengatakan:

Karena perang ini adalah perang jangka panjang, di basis rakyat dididik, dilatih, agar bisa menjalankan pandangan hidup yang baru.70

66. Fretilin menganggap serbuan militer Indonesia adalah serbuan terhadap rakyat Timor- Leste yang sedang membebaskan diri dari penindasan manusia terhadap manusia. Dalam melakukan serbuan itu, Indonesia dianggap bertindak sebagai kaki-tangan dari kekuatan imperialis dunia. Dokumen dari Departemen Orientasi Politik dan Ideologi yang disahkan pada Konferensi Laline 1977 menyebutkan:

Akan tetapi pengalaman negeri-negeri lain dalam perjuangan melawan kekuasaan kolonial dan pengalaman kita sendiri, memperlihatkan bahwa gerakan seperti itu menghadapi kekerasan total kekuatan-kekuatan imperialis, dan bahwa satu-satunya jalan yang bisa ditempuh oleh gerakan nasionalis yang sejati, untuk melindungi rakyat dari genosida atau pembantaian besar-besaran, adalah mengorganisasi, memobilisasi, dan mendidik rakyat untuk bekerja, khususnya bagi pengusiran penuh dan lengkap kekuatan-kekuatan penyerbu dan mengalahkan imperialisme.71

67. Perang dianggap sebagai perang seluruh rakyat menghadapi kekuatan penyerbu yang menjalankan kepentingan imperialis. Dengan mengorganisir, memobilisasi dan mendidik rakyat

* Strategi ini dirumuskan oleh Mao Zedong berdasarkan pengalaman perang perlawanan Cina menghadapi imperialisme Jepang (Mao Zedong, On Protracted War, 1938, diterbitkan kembali dalam Selected Works of Mao Tse-tung [Peking:

Foreign Languages Press, 1965]). Agaknya sebagian pemimpin Fretilin mempelajari strategi ini dari bahan-bahan bacaan yang berasal dari gerakan-gerakan pembebasan nasional Afrika di negara-negara jajahan Portugis.

Ide untuk minta bantuan dari negara-negara Barat ditolak karena negara-negara itu adalah “imperialis” yang justru merupakan lawan bagi bangsa-bangsa yang ingin mendapatkan “kebebasan sejati.” Indonesia yang melancarkan agresi militer dipandang sebagai kaki tangan dari Amerika Serikat, yang merupakan pemimpin kekuatan imperialis di dunia.

Sementara itu gagasan untuk meminta bantuan negara-negara blok sosialis juga ditolak dengan alasan bahwa bantuan tersebut akan mengikat di kemudian hari. [Wawancara CAVR dengan Egas da Costa Freitas, Dili, 19 Mei 2004.]

Referensi

Dokumen terkait

Persiapan Studi literatur Pengumpulan data Peta RBI Digital, survey lapangan Citra landsat 8 agustus 2013 Peta admnistrasi DAS kupang Data curah hujan Data sosial

Dalam perancangan ini akan menghasilkan suatu mesin pengaduk yang dapat menghasilkan 960 buah bahan batu bata merah selama 8 jam kerja dengan kapasitas pembebanan dapat menghasilkan

Anak cina pasang lukah Lukah dipasang di Tanjung Jati Di dalam hati tidak ku lupa Sebagai rambut bersimpul mati ( korus ). (

Penelitian dilakukan dengan wawancara langsung kepada pengunjung yang menjadi konsumen di Taman Mini Indonesia Indah, sehingga dapat mengetahui secara langsung apa

Selain itu, dari interaksi dengan birokrasi sekolah, guru pamong, teman-teman PPL, siswa dan seluruh keluarga besar MTs Nurul Islam Pekalongan banyak

Setelah bahan dan alat tersebut dilakukan pengujian emisi gas buang kendaraan dengan menggunakan Star GAS 898 dengan menggunakan variasi putaran engine untuk

[r]

Berdasarkan permasalahan yang penjelasan tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Cash Ratio (CR) dan Return On Asset